Abstrak
Pariwisata heritage Pariwisata Kota Bandung yang cenderung mengikuti pasar, termasuk
pariwisata heritage berakibat pada ketidaknyamanan warga masyarakat. Masalah yang
timbul akibat dari aktivitas pariwisata, seperti kemacetan di titik-titik utama Kota
Bandung dan juga polusi udara dan suara. Dampak negatif lainnya di Kota Bandung
adalah terjadinya perubahan fungsi ruang sehingga tidak lagi sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Untuk itu perlu adanya arahan
pengembangan pariwisata heritage melalui bangunan cagar budaya dengan konsep
urban ecotourism (ekowisata perkotaan). Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dan diversifikasi produk pariwisata di Kota Bandung, tidak hanya bagi
wisatawan, tetapi juga bagi masyarakat Kota Bandung. Metode dalam penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini ada dua, yaitu analisis isi (content analysis) dan analisis deskriptif.
Responden dalam penelitian ini adalah pemerintah dan pakar heritage. Ruang lingkup
wilayah dalam penelitian ini yaitu kawasan Jalan Braga dan Asia Afrika. Hasil dari
penelitian, berdasarkan rumusan indikator arahan pengembangan pariwisata heritage
dengan konsep urban ecotourism, terdapat tujuh indikator yang menjadi kajian
penelitian, yaitu; yakni: menikmati alam dan budaya, menjelaskan dan meningkatkan
pemahaman mengenai lingkungan dan budaya lokal, memperkuat apresiasi dan
dedikasi terhadap isu-isu konservasi secara umum, berkontribusi langsung terhadap
pemeliharaan lingkungan, menyejahterakan penduduk lokal, pendapatan yang diperoleh
dipergunakan untuk konservasi, dan melibatkan partisipasi penduduk lokal. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah konsep urban ecotourism merupakan konsep ekowisata yang
memungkinkan untuk diterapkan di kota, dengan tidak merusak ekosistem yang telah
ada, berkontribusi pada upaya konservasi, dan menyejahterakan penduduk lokal. Tujuh
indikator yang terdapat dalam urban ecotourism, semua masih dalam tahap menuju
proses perbaikan ke arah yang lebih baik.
Kata-kunci : arahan pengembangan , pariwisata heritage, bangunan cagar budaya, konsep urban
ecotourism
khusus, salah satunya adalah Pariwisata Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Heritage (Pusaka/Warisan). Pariwisata Bandung. Arahan pengembangan
heritage adalah as that which “relies on diperlukan agar pengembangan
living and built elements of culture and pariwisata heritage Kota Bandung dapat
folkways of today, for they too are sesuai dengan yang tertera dalam
inheritances from the past; other kebijakan pemerintah, baik itu dalam
immaterial heritage elements, such as RIPPARDA dan RTRW Kota Bandung. Dua
music, dance, language, religion, kebijakan pemerintah tersebut di
foodways and cuisine, artistic traditions, dalamnya terdapat satu visi dan misi yang
and festivals; and material vestiges of the sama yaitu mengenai pembangunan
built and cultural environment, including kepariwisataan yang bertanggung jawab
monuments, historic public buildings and terhadap lingkungan fisik, sosial, dan
homes, farms, castles and cathedrals, budaya masyarakat kota; pembangunan
museums, and archaeological ruins and kepariwisataan yang terintegrasi harus
relics” (Timothy and Nyaupane, 2009, p. sinergis dengan pembangunan kota dan
3–4). Pariwisata heritage Kota Bandung wilayah yang lebih luas; dan
menjadi salah satu potensi pariwisata pembangunan kepariwisataan berbasis
yang digagas oleh Pemerintah Kota masyarakat.
Bandung selain wisata kuliner dan wisata Konsep ekowisata kota (urban ecotourism)
belanja. Pariwisata heritage Kota Bandung dimaksudkan untuk memberikan arahan
menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan pariwisata heritage
wisatawan nusantara maupun sebagai salah satu dari pariwisata yang
mancanegara, khususnya bagi mereka diunggulkan oleh pariwisata Kota Bandung
yang mempunyai minat terhadap sejarah sehingga kegiatan pariwisata heritage
dan arsitektural bangunan. Hal tersebut memberi dampak positif baik bagi
ditunjang dengan promosi yang diberikan lingkungan, social budaya dan ekonomi.
oleh Kemenparekraf, dimana 16 destinasi Ecotourism menurut Ceballos-Lascuráin
wisata yang dikembangkan sebagai tujuan (1987) adalah ‘travelling to relatively
heritage salah satunya adalah Kota undisturbed or uncontaminated natural
Bandung. areas with the specific objective of
Dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 studying, admiring, and enjoying the
tentang Rencana Induk Pembangunan scenery and its wild plants and animals,
Kepariwisataan Daerah (PERDA RIPPARDA) as well as any existing cultural
Kota Bandung tahun 2012–2025, manifestations (both past and present)
pembangunan kepariwisataan Kota found in these areas’. Konsep ini tidak
Bandung diarahkan untuk mewujudkan hanya terfokus pada lingkungan alam,
visi “Kota Bandung sebagai Destinasi namun bisa juga diterapkan pada
Pariwisata Perkotaan yang Kreatif, ekosistem lain di sebuah kota, seperti
Berbudaya, dan Berakhlak Mulia”. Namun bangunan dan kebudayaan lokal, seperti
pada perkembangannya masih terdapat pada definisi tersebut bahwa manifestasi
kendala atau permasalahan dalam budaya termasuk ke dalamnya. Penelitian
mewujudkan Pariwisata Perkotaan Kota ini bermaksud untuk memberikan arahan
Bandung sebagaimana yang disebutkan mengenai pengembangan pariwisata
dalam visi RIPPARDA di atas. heritage melalui bangunan cagar budaya
Perkembangan pariwisata Kota Bandung dengan konsep urban ecotourism
yang cenderung mengikuti permintaan (ekowisata perkotaan). Harapan penulis,
pasar termasuk pariwisata heritage, penelitian ini dapat meningkatkan kualitas
berakibat pada ketidaknyamanan warga dan diversifikasi produk pariwisata di Kota
masyarakat. Dalam studi yang dilakukan Bandung, tidak hanya bagi wisatawan,
oleh Adriani (2012) terdapat masalah tetapi juga bagi masyarakat Kota
yang timbul akibat dari aktivitas Bandung. Dengan sasaran yang akan
pariwisata, permasalahan seperti dicapai yaitu Terumuskannya indikator
kemacetan di titik-titik utama Kota dalam pengembangan pariwisata heritage
Bandung ataupun polusi udara. Dampak dengan konsep urban ecotourism;
negatif lainnya di Kota Bandung adalah Teridentifikasinya bangunan cagar budaya
terjadinya perubahan fungsi ruang yang potensial untuk dijadikan sebagai
sehingga tidak lagi sesuai dengan daya tarik pariwisata heritage
2 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1
berdasarkan konsep urban ecotourism; Sedangkan data sekunder diperoleh
dan Terkajinya arahan pengembangan melalui dokumen perundang-undangan
pariwisata heritage. daerah mengenai pariwisata heritage,
tinjauan literature yang berhubungan
Metode dengan konsep urban ecotourism, berita
elektronik dan penelitian terdahulu yang
Metode pendekatan studi dalam penelitian berkorelasi dengan penelitian yang
ini ialah dengan metode kualitatif. Analisis penulis lakukan.
data kualitatif dilakukan dengan
mewawancarai para stakeholder yang Metode Analisis Data
terlibat, pada penelitian ini peneliti
memilih stakeholder yang memiliki Metode analisis data yang dipergunakan
keterkaitan langsung dalam arahan pada penelitian ini adalah analisis isi
pengembangan yaitu; pemerintah dan (content analysis). Menurut Bauer (2000)
pakar heritage. dalam Marvasti (2004), content analysis
involves “Systematic classification and
Metode Pengumpulan Data counting of text units [to] distill a large
amount of material into a short
Metode pengumpulan data pada description of some of its features‟.
penelitian ini diperoleh melalui dua cara Pertimbangan penulis memilih metode ini
yaitu primer dan sekunder, sebagai karena karakteristik data dan informasi
berikut: berupa dokumen-dokumen dan transkrip
Data primer didapatkan melalui survei wawancara yang diperoleh memerlukan
langsung langsung dengan melakukan pemahaman interpretasi teks yang baik
observasi non partisipan, wawancara untuk dapat menentukan keluaran berupa
semistruktur terhadap stakeholder terkait interpretasi yang tepat dari data yang
yaitu pemerintah dan pakar heritage diperoleh. Arahan pengembangan
melalui tehnik Non Probability Sampling pariwisata heritage melalui bangunan
dengan cara purposives sampling, dimana sejarah dianalisis berdasarkan pandangan
sampel yang diambil berdasarkan dari pemerintah, dan pakar heritage yang
pertimbangan subjektif dari peneliti diperoleh melalui wawancara.
dengan persyaratan tertentu (Rai Utama,
2012; Sugiono, 2010). Meskipun
pertimbangan dilihat secara subjektif, Diskusi
namun penentuan kriteria tetap menjadi
pertimbangan utama bagi peneliti. Kriteria Bangunan cagar budaya yang berada di
pemilihan stakeholder yang dikemukakan kawasan Jalan Braga dan Asia Afrika
oleh Schmeer (1999) dalam Fadalah menjadi ruang lingkup yang difokuskan
(2012) yaitu: oleh penelitian ini. Dimana kawasan
1. Terlibat dalam proses tersebut adalah tujuan dari wisatawan
2. Mempunyai pengaruh dalam yang berkunjung di Kota Bandung, dan
proses memiliki kekuatan hukum (peraturan
3. Mempunyai kepentingan terkait daerah no 19 tahun 2009), juga memiliki
implementasi konsep nilai sejarah sehingga dapat berpotensi
4. Mempunyai posisi untuk menjadi produk wisata urban ecotourism.
mendukung atau melawan konsep
5. Memahami konsep
Jl Asia Afrika
sumber: http://wikimapia.org/.
4. Indikator menggunakan
keuntungan yang diperoleh untuk
konservasi
Berdasarkan wawancara penulis
dengan pengelola Museum
Konfrensi Asia Afrika, Bapak
Gambar 3. Lingkungan sekitar Kawasan Jl
Braga dan Jl Asia Afrika Thomas Siregar selaku Kepala
Museum Konfrensi Asia Afrika.
3. Indikator menyejahterakan Beliau bertutur bahwa selama ini
penduduk local retribusi atau biaya masuk ke
Dari aspek ekonomi dengan dalam museum tidak diadakan,
indikatornya menyejahterakan sehingga wisatawan maupun
penduduk lokal, maksudnya penduduk lokal yang akan
dimana tingkat penyerapan berkunjung ke Museum Konfrensi
tenaga kerja dan aktivitas Asia Afrika dapat dengan mudah
kepariwisataan khususnya masuk tanpa dipungut biaya
pariwisata heritage di destinasi sepeser pun. Sedangkan
terhadap sumberdaya manusia mengenai pemeliharaan atau
pariwisata yang ada; keadilan konservasi, anggaran yang
distribusi pendapatan dari diperoleh didapat dari Kementrian
kegiatan kepariwisataan dan Luar Negeri, karena pengelolaan
dampak penguatan pada museum asia afrika dimiliki dua
masyarakat. Data yang diperoleh lembaga. Gedung Merdeka
melalui survei angkatan kerja dikelola oleh Pemprov Jawa Barat
nasional 2012 diketahui bahwa sedangkan museum asia afrika
tingkat partisipasi angkatan kerja oleh Kementrian Luar Negri. Jadi
di Kota Bandung pada tahun 2012 selama ini upaya konservasi
adalah 63,14%. sementara tingkat dilakukan dengan anggaran yang
pengangguran terbuka (TPT) didapat dari Kementrian Luar
tahun 2012 adalah 9,17%. jika Negeri.
dibandingkan dengan tahun 2010 5. Indikator melibatkan partisipasi
maka TPT Kota Bandung turun penduduk local
sebesar 1,17% (1BPS, Kota Melibatkan partisipasi penduduk
Bandung, 2013). Namun, angka lokal, maksudnya adalah kegiatan
tersebut belum bisa mewakili pariwisata heritage harus dapat
fakta yang terjadi di lapangan. melibatkan penduduk lokal baik
Berdasarkan temuan di lapangan itu dijadikan sebagai pemandu
terhadap tokoh masyarakat atau pun pegawai yang bertugas
sekitar kawasan Jalan Braga dan dalam pengelolaan bangunan
Asia Afrika, menuturkan bahwa cagar budaya. Berdasarkan
selama ini wisatawan yang datang wawancara di lapangan dengan
ke bangunan cagar budaya pengelola bangunan cagar budaya
kawasan jalan Braga hanya di kawasan Jalan Braga dan Asia
sekedar menikmati dan Afrika, tidak ada partisipasi dari
mengapreasiasi bangunan cagar penduduk lokal dalam kegiatan
budaya. Pakar heritage pariwisata heritage, adapun
menuturkan hal yang sama, ketika penduduk lokal yang memiliki toko
ia melakukan tour dengan yang berada di kawasan Jalan
beberapa mahasiswa dari Braga dan Asia Afrika mengatakan
hangtuah, tidak ada dari mereka hal serupa bahwa kegiatan seperti
braga culinary festival tidak
menguntungkan bagi mereka,
karena ruang gerak mereka
1
http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota- tertutupi oleh pedagang yang
bandungdalam-angka-2013
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 5
Arahan Pengembangan Pariwisata Heritage Melalui Bangunan Cagar Budaya Dengan Konsep Urban Ecotourism di Kota Bandung