Anda di halaman 1dari 15

RESUME JURNAL TENTANG DM tipe I

DISUSUN OLEH :

MEINIA PRETI ANJELINA

PO.62.20.1.17.337

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA

PROGRAM STUDI PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

KELAS REGULER IV SEMESTER VI

TAHUN 2020
A. DEFINISI
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai
oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel- pankreas baik oleh proses
autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti.

B. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1995 Indonesia menempati urutan tertinggi ketujuh untuk prevalensi Diabetes Mellitus.
Pada tahun 2000 menurut WHO, Indonesia menempati peringkat keempat negara dengan
prevalensi Diabetes Mellitus terbanyak di dunia dengan jumlah penderita sebesar 8,4 juta orang,
dan jumlah ini diasumsikan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2030. Pada tahun 2003
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, prevalensi Diabetes Mellitus pada
penduduk di atas 20 tahun sebanyak 13,7 juta.
Tidak hanya di Indonesia, Diabetes Mellitus merupakan masalah kesehatan yang insidensinya
semakin meningkat secara global. The International Diabetes Federation melaporkan bahwa
jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia diperkirakan mengalami peningkatan; dari 194 juta
pada tahun 2003 menjadi 330 juta di tahun 2030; dimana 3 dari 4 penderita akan hidup di negara
berkembang. WHO bahkan memperkirakan jumlah penderita Diabetes Mellitus mencapai 380 juta
jiwa pada tahun 2025. Kasus baru yang didiagnosis pada tahun 2010 mencapai 1,9 juta kasus. Di
Amerika Serikat, berdasarkan National Diabetes Fact Sheet tahun 2011, sebanyak 25,8 juta orang
(8,3% dari populasi) menderita Diabetes Mellitus.

C. GAMBARAN KLINIK
Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Biasanya
gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang cepat menurun terjadi antara 1
sampai 2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan
hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi. Insidens DM tipe-1 di Indonesia masih
rendah sehingga tidak jarang terjadi kesalahan diagnosis dan keterlambatan diagnosis. Akibat
keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki fase ketoasidosis yang dapat
berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat terjadi karena penderita disangka menderita
bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat gastroenteritis. Kata kunci untuk
mengurangi keterlambatan diagnosis adalah kewaspadaan terhadap DM tipe-1. Diagnosis DM
tipe-1 sebaiknya dipikrkan sebagai diferensial diagnosis pada anak dengan enuresis nokturnal
(anak besar), atau pada anak dengan dehidrasi sedang sampai berat tetapi masih ditemukan
diuresis (poliuria), terlebih lagi jika disertai dengan pernafasan Kussmaul dan bau keton.
Perjalanan alamiah penyakit DM tipe-1 ditandai dengan adanya fase remisi (parsial/total) yang
dikenal sebagai honeymoon periode. Fase ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual
pankreas sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila
pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya fase ini harus
dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe-1 sering mengalami serangan hipoglikemia
sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin
yang dibutuhkan sudah mencapai < 0,25 U/kgBB/hari maka dapat dikatakan penderita berada
pada fase “remisi total”. Di negara berkembang yang masih diwarnai oleh pengobatan tradisional,
fase ini perlu dijelaskan kepada penderita sehingga anggapan bahwa penderita telah “sembuh”
dapat dihindari. Ingat, bahwa pada saat cadangan insulin sudah habis, penderita akan
membutuhkan kembali insulin dan apabila tidak segera mendapat insulin, penderita akan jatuh
kembali ke keadaan ketoasidosis dengan segala konsekuensinya.

D. DIAGNOSIS
Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 mg/dL (7 mmol/L).
Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa
darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan
kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/dL (11.1 mmol/L).
2. Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL
atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan untuk mendiagnosis DM
tipe-1, karena gambaran klinis yang khas. Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang
meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun pemeriksaan kadar
glukosa darah tidak menyakinkan.
Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75g). Glukosa tersebut
diberikan secara oral (dalam 200-250 ml air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa
dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari
berturut-turut dan anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG
dilakukan, aktifitas fisik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari-hari.
Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120.
Beberapa hal perlu diperhatikan dalam melaksanakan TTG yaitu:
1. Anak tidak sedang menderita suatu penyakit.
2. Anak tidak sedang dalam pengobatan/minum obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar
glukosa darah.
3. Jangan melakukan pemeriksaan dengan glukometer/kapiler, gunakanlah darah vena.
4. Berhubung kadar glukosa darah dapat berkurang 5 % per jam apabila dibiarkan dalam
suhu kamar, maka setelah darah vena diambil dengan pengawet EDTA/heparin harus
segera disimpan di lemari es.
5. Selain cara ad.4, maka sampel darah dapat harus segera disentrifus agar kadar glukosa
darah tidak menurun.
Penilaian hasil tes toleransi glukosa
1. Anak menderita DM apabila:
Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1mmol/L)
2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:
Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L)
3. Anak dikatakan normal apabila :
Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7 mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11 mmol/L)

E. PENATALAKSANAAN
Hal pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa DM tipe-1 tidak dapat
disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan
kontrol metabolik yang baik. Yang dimaksud kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan
kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan
hipoglikemia. Walaupun masih dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c merupakan parameter
kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c < 7% berarti kontrol metabolik baik; HbA1c < 8%
cukup dan HbA1c > 8% dianggap buruk. Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan dengan usia
karena semakin rendah HbA1c semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia. 12

F. ETIOLOGI
Diabetes Melitus tipe 1 merupakan hasil reaksi autoimun terhadap sel beta dari pankreas dan
melibatkan dua hal yakni predisposisi genetik dan komponen environmental.

G. PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan kehancuran selektif sel
beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya penyakit klinis merupakan tahap akhir dari
kerusakan sel beta yang mengarah ke tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk
menentukan hubungan mereka dengan DM tipe 1. Pada awalnya diduga bahwa antigen B8
dan B15 HLA kelas I sebagai penyebab diabetes karena meningkat pada frekuensi di penderita
diabetes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, baru-baru fokus telah bergeser ke lokus
HLA-DR kelas II dan ditemukan bahwa DR3 dan DR4 lebih menonjol daripada HLA-B pada DM
tipe 1. Hubungan yang diamati antara DM tipe 1 dan HLA telah ditafsirkan sebagai
konsekuensi dari keterlibatan fungsional molekul HLA kelas II pada DM tipe 1. Keterlibatan rantai
b-DQ itu sendiri atau sebuah heterodimer DQ a/b dapat menunjukkan bahwa fungsi presentasi
antigen molekul kelas II adalah relevan untuk kerentanan DM tipe 1.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, komponen pengelolaan DM tipe-1 meliputi
pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga, dan edukasi, yang didukung oleh pemantauan
mandiri (home monitoring). Keseluruhan komponen berjalan secara terintegrasi untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang baik. Dari faktor penderita juga terdapat beberapa kendala
pencapaian kontrol metabolik yang baik. Faktor pendidikan, sosioekonomi dan kepercayaan
merupakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan penderita terutama
dari segi edukasi.

Asuhan Keperawatan:
1. Identitas klien
No. Rekam Medis, Nama Klien, waktu pengkajian, umur klien, jenis kelamin, bahasa yang
dimengerti, nama Orangtua/wali klien dan penanggung jawab.
2. Keluhan utama
a. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
DS yg mungkin timbul :
 Klien mengeluh sering kesemutan.
  Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
 Klien mengeluh sering merasa haus
 Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
 Klien mengeluh merasa lemah
 Klien mengeluh pandangannya kabur
DO :
 Klien tampak lemas.
 Terjadi penurunan berat badan
 Tonus otot menurun
 Terjadi atropi otot
 Kulit dan membrane mukosa tampak kering
 Tampak adanya luka ganggrenTampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
b. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan
respon verbal klien.
c. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi
patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/
hipertensi.
2) Pulse rate
3) Respiratory rate
4) Suhu
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka
ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.
Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
e. Pemeriksaan penunjang
1) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5) Elektrolit :
Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun
6) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
7) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
10) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
11) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap
pembentukan antibody . ( autoantibody)
12) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin
13)  Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
14) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan
dan infeksi pada luka.
3. Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
Klien dengan keluhan sering lemas, sering sangat merasa haus (polidipsia) dan mengeluarkan
urine encer dengan osmolaritas rendah dalam jumlah yang besar (poliuria).
4. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
5. Riwayat pertumbuhan
IMT, lingkar lengan dan lingkar paha dibawah hitung normal.
6. Riwayat social
Melingkupi orang yang mengasuh klien sejak kecil, bagaimana hubungan klien dengan anggota
keluarga maupun teman sebayanya.
7. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada dari anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan klien.
Apakah ada dari keluarga klien yang memiliki penyakit keturunan lainnya. Juga melingkupi
genogram, keadaan sosial ekonomi dan keadaan lingkungan sekitar klien.
Hal-hal yang bisa didapatkan dari pemeriksaan pada pasien dengan diabetes mellitus.
a) Pemeliharaan dan persepsi tentang kesehatan
Melingkupi argumen klien tentang sehat dan sakit, pendapat klien mengenai penyebab
penyakitnya dan cara pemeliharaan kesehatan.
b) Nutrisi
Klien dengan diabetes mellitus tipe 1 biasanya mengalami penurunan berat badan akibat
berkuranganya cairan tubuh karena dieresis osmotic, protein dan lemak juga berkurang karena
dipecah sebagai sumber energy bagi sel tubuh.
c) Cairan
Terjadi defisit cairan tubuh yang diakibatkan oleh poliuria akibat diuresis osmotik. Klien akan
banyak minum dan banyak kencing dengan struktur kencing encer. Juga terjadi mual muntah.
d) Aktivitas
Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Nyeri tekan pada
abdomen.
e) Pola tidur dan istirahat
Tidur malam terganggu akibat peningkatan frekuensi buang air kecil karena metabolism
meningkat pada malam hari.
f) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare.
g) Pola seksual dan reproduksi
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria.
h) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
i) Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
j) Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
k) Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
l) Keamanan dan kenyamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
Diagnosa Keperawatan:
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia) ditandai dengan
pasien mengeluh lemas, mengatakan sering merasa haus, kulit pasien tampak kering
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan cairan/elektrolit dan
keseimbangan asam basa dapat terpenuhi dengan kriteria hasil ; tekanan darah stabil, RR dalam batas
normal, suhu tubuh pasien normal, nadi teraba, turgor kulit, haluaran urine tepat secara individu.

Tindakan/ intervensi Rasional


Mandiri Mandiri
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya 1. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
perubahan tekanan darah ortestatik. hipotensi dan takikardi.
2. Kaji pola napas seperti adanya pernapasan 2. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton. melalui pernapasan yang menghasilkan
3. frekuensi dan kualitas pernapasan, kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
pengguanaan otot bantu napas, dan adanya keadaan ketoasidosis.
periode apnea dan munculnya sianosis 3. koreksi hiperglkemia dan asidosis akan
4. Kaji suhu, warna kulit dan kelembabannya. menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan
5. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor akan mendekati normal.
kulit, dan membran mukosa. 4. Demam dengan kulit yang kemerahan,
6. Pantau masukan dan pengeluaran, catat kering mungkin sebagai cerminan dari
berat jenis urine. dehidrasi.
7. Ukur berat badan setiap hari 5. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi,
8. Pertahankan untuk memberikan cairan atau volume sirkulasi yang adekuat.
paling sedikit 2500ml/hari 6. Memberikan perkiraan kebutuhn akan
9. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
nyeri abdomen, muntah dan disertasi lambung dari terapi yang diberikan.
10. Observasi adanya perasaan kelelahan 7. Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
yang meningkat, edema, peningkatana berat dari status cairan yang sedang berlangsung dan
badan, nadi tidak teratur, dan adanya distensi selanjutnya dalam memperbaiki cairan
pada vaskuler. pengganti.
Kolaborasi 8. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.
1. Berikan terapi sesuai dengan indikasi; 9. Kekurangan cairan dan elektrolit dapat
normal salin atau setengah normal salin dengan mengubah motilitas lambungdan secara
atau tanpa dektrosa. Albumin, plasma, atau potensial akan menimbulkan kekurangan cairan
dekstran. dan elektrolit.
2. Pasang atau pertahankan kateter urine 10. Pemberian cairan untuk perbaikan yang
agar tetap terpasang. cepat sangat berpotensi menimbulkan beban
3. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti cairan
Hematokrit (Ht), BUN/Kreatinin, osmolaritas Kolaborasi
darah, Natrium, Kalium. 1. Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada
4. Berikan kalium atau elektrolit yang lain derajat kekurangan cairan dan respons pasien
melalui IV dan/atau melalui oral sesuai indikasi. secara individual, plasma ekspander
5. Berikan bikarbonat bila pH kurang dari 7,0. (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan
tersebut mengancam kehidupan atau tekanan
darah sudah tidak dapat kembali normal
dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.
2. Memberikan pengukuran yang tepat/akurat
terhadap pengukuran haluaran urine terutama
jika neuropati otonom menimbulkan gangguan
kantung kemih (retensi urine/ inkontenensia)
3. Mengkaji tingkat hidrasi.
4. Kalium harus ditambahkan pada IV (segera
aliran urine adekuat) untuk mencegah
hipokalemia.
5. Diberikan dengan hati-hati untuk membantu
mempebaiki asidosis pada adanya hipotensi
atau syok.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dalam mastikasi ditandai
dengan berat badan menurun, pasien mengeluh mual muntah, napas berbau aseton.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari
berat awal, tidak ada penurunan nafsu makan, mual dan muntah tidak ada.
Intervensi :
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan.
Rasional : Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual.
b) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama.
Rasional : Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan
mula-mula sebelum mendapatkan nutrient.
c) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kebutuhan nutrisi
d) Memberikan Health education pada keluarga klien mengenai makanan yang harus dihindari oleh klien
Rasional : Untuk mencegah memburuknya kondisi klien dan menjaga kadar gula darah.
Kolaborasi
a) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat.
Rasional : Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya
b) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Rasional : mengetahui kadar gula darah dan menetukan terapi selanjutnya
c) Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Rasional : membantu dalam mengatur metabolism karbohidrat
Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energy metabolik ditandai dengan
pasien sering lemas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan aktivitas pasien
meningkat dengan kriteria hasil :
· TTV normal (TD: 110-120/60-90mmHg, Nadi: 60-100x/mnit, RR: 16-20x/menit, Suhu: 36,5-37,5 0C).
· Pasien tidak lemas.
· Menunjukkan adanya perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL


Mandiri Mandiri
1. Observasi TTV tiap 8 jam 1. Untuk mengetahui perkembangan pasien.
2. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan 2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat toleransi
aktivitas aktivitas
3. Catat laporan terhadap peningkatan 3. Untuk menentukan batasan intervensi
kelemahan selama dan setelah aktivitas. 4. Untuk mendorong kemandirian pasien
4. Bantu ADL pasien. 5. Untuk mencegah kekakuan otot
5. Anjurkan mobilisasi secara bertahap.

4. Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit diabetes melitus


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... menit diharapkan ansietas pasien
berkurang/ hilang
Kriteria Hasil : Pasien tidak cemas lagi/ cemas pasien berkurang, pasien tidak bertanya – tanya tentang
penyakitnya, ekspresi wajah tidak sedi
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri Mandiri
1.Kaji tingkat ansietas 1.Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.
2.Pantau respon fisik, 2.Untuk meningkatkan pengeluaran penyekat dan
3.Jelaskan tindakan/ prosedur yang akan adenergik pada daerah reseptor
dilakukan 3.Memberikan informasi akurat yang dapat
4.Tinggal bersama pasien, mempertahankan menurunkan kesalahan interpretasi yang dapat
sikap tenang berperan pada reaksi ansietas dan ketakutan
5.Berikan kesempatan psien untuk bertanya 4.Menegaskan pada pasien atau orang terdekat
bahwa walaupun perasaan pasien diluar
kontroltapi lingkungan tetap aman
5.Menambah kepercayaan pasien dan
menurunkan kesalahan persepsi/ inetrpretasi
informasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
2. Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 . Jakarta : EGC
3. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi6 Volume2.
4. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus
Tipe 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2009.\
5. Brink S, Laffel L, Likitmaskul S, Liu L, Maguire AM, Olsen B, dkk. ISPAD clinical practice
consensus guidelines 2006-2007: sick day management in children and adolescents with diabetes.
Pediatric Diabetes 2007: 8:401-7.
6. American Diabetes Association. Physical activity/exercise and diabetes: position statement. Diab
Care 2004;27:S58-62.
7. Riddel MC. Type 1 diabetes and vigorous exercise: applications of exercise physiology to patient
management. Canadian J Diab 2006;30:63-71.
8. Robertson K, Adolfsson P, Riddell MC, Scheiner G, Hanas R. ISPAD clinical practice consensus
guidelines 2006-2007: exercise in children and adolescents with diabetes. Pediatric Diabetes
2008:9:65-77.
9. Craig ME. ISPAD clinical practice consensus guidelines 2006-2007: definition, epidemiology, and
classification. Pediatric Diabetes 2006:7: 343-51
10. Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, Dunger D, Edge J, Lee WRW, Rosenbloom A, Sperling MA,
Hanas R. ISPAD clinical practice consensus guidelines 2006-2007: Diabetic ketoacidosis.
Pediatric Diabetes 2007:8:28-42.
11. Robertson K, Adolfsson P, Riddell MC, Scheiner G, Hanas R. ISPAD clinical practice consensus
guidelines 2006-2007: exercise in children and adolescents with diabetes. Pediatric Diabetes
2008:9:65-77.
12. Bangstad H-J, Danne T, Deeb LC, Jarosz-Chobot P, Urakami T, Hanas R. ISPAD clinical practice
consensus guidelines 2006-2007: insulin treatment. Pediatric Diabetes 2007:8:88-102.
13. 9. Rewers M, Pihoker C, Donaghue K, Hanas R, Swift P, Klingensmith GJ. ISPAD clinical practice
consensus guidelines 2006-2007: assessment and monitoring of glycemic control in children and
adolescents with diabetes. Pediatric Diabetes 2007:8:408-18.
14. Lifhitz F, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-5. New York: Informa Health Care, 2007.
15. Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders Elsevier,
2008.

Anda mungkin juga menyukai