Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan komunikasi yang
akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan
serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hubungan perawat dan klien yang
terapeutik akan memepermudah proses komunikasi tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik
itu sendiri adalah :
1.Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
2.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3.Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Menurut Carl rogers prinsip-prinsip komunikasi terapeutik diantaranya :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
3. Perawat harus memahami, manghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan suasana yang memungkinkan
pasien bebas berkembang tanpa rasa kuat.
6. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya sendiri baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang
dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
7. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan, oleh karma itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik
mental, spiritual dan gaya hidup.
10. Bertanggung jawab dalam dua hal yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
a. Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data objektif dan subjektif yang
berfokus pada stresor konsep diri baik yang aktual maupun potensial dan pada perilaku yang
berkaitan dengan perubahan konsep diri. Data objektif selanjutnya termasuk terhadap
perubahan citra tubuh, keengganan untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal dan
nonverbal antara klien dengan orang lain, data subjektif dikumpulkan untuk menetukan
pandangan klien tentang diri dan lingkungan. Persepsi orang terdekat adalah sumber data
yang penting.
b. Diagnosa Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang cermat oleh perawat. Klien dengan
batasan karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin menunjukan diagnosa
keperawatan yang berkaitan dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga diri atau kinerja
peran. Peristiwa yang mempunyai dampak pada diri menimbulkan stressor cukup besar atau
jika stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang cukup lama, maka klien akan
menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya batasan karakteristik dan perilaku klien yang
mengarah pada diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat untuk membuat diagnosa yang
akuraat berdasarkan data pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien dengan diagnosa
penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan cepat berasumsi bahwa klien mempaunyai
citra tubuh yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh. Namun demikian, informasi
ini saja tidak akan membantuk diagnosa keperawatan yang konklusif.
c. Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat, klien, dan keluarganya harus
merencanakan perawatan yang diarahkan pada membantu kllien meraih kembali atau
mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana perawatan didasarkan pada tujuan dan
hasil yang diperkirakan. Hasil akan memberikan ukuran untuk menentukan apakah rencana
perawatan pada akhirnya berhasil. Perawat harus menentukan apakah hasil yang ditetapkan
realistis, sesuai dengan keadaan fisik dan psikososial klien saat ini.
Setelah menetapkan tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan pada
penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara spesifik, intervensi keperawatan diarahkan pada
faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya dalam gangguan citra tubuh yang
berhubungan dengan persepsi negatif terhadap diri setelah histerektomi, maka intervensi
perawat ditujukkan untuk membantu klien mencapai kembali feminitasnya dan menerima
perubahan fisik yang berkaitan dengan insisi abdomen. Rencana perawatan menyajikan
tujuan, hasil yang diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan gangguan konsep diri.
Intervensi difokuskan pada membantu klien mengaadaptasi stressor yang menyebabkan
gangguan konsep diri dan pada dukungan dan dorongan perkembangan metoda koping.
d. Implementasi
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang terapeutik dan mendukung penggalian
diri penting untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah konsep diri. Banyak
variabel yang mempengaruhi pandangan klien tentang diri bersifat pribaadi dan personal.
Perawat harus dengan jelas dan tulus menunjukan perawatanya pada klien. Kemudian akan
berkembang rasa saling percaya untuk memberdayakan perawat bermitra dengan klien dalam
menetapkan intervensi yang sangat berguna.
a. Kehilangan
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu
keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak
ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan
suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu
keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada)
Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal
dan unik secara individu.
• Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi
melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi
ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
• Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan
normal untuk pertama kalinya.
• Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai atau
keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita
yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria
yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya.
• Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang
mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah
proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang
dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan
mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
- Bentuk-bentuk kehilangan
1. Kehilangan orang yang berarti
2. Kehilangan kesejahteraan
3. Kehilangan milik pribadi
Sifat kehilangan
b. Berduka
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
1.Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari
aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau
kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal,
seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia
sebelum ajalnya tiba
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir
dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4.Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua
tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
1. Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau
mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada
tahap ini adalah letih,lemah,pucat,mual,diare,gangguan pernafasan,detak jantung cepat,
menangis,gelisah,dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.Reaksi ini dapat
berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
2.Tahap Marah.
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga
tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak
pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang
sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal, dan seterusnya.
3.Tahap Tawar-menawar.
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan
dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah
kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-
menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
4.Tahap depresi.
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga,
bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak
makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
5.Tahap Penerimaan.
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan
beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara
tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Topik 2
Klien dalam praktik keperawatan
1.Keperawatan Individu
1. Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di laksanakan
pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu di rawat di rumah.
Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kesehatannya dan
mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu dirawat di rumah sakit.
2. Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan prevensi.
Pelayanannya mencankup mempersiapkan seorang ibu bagaimana merawat bayinya setelah
melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia beradaptasi
terhadap proses menua, serta tentang diit mereka.
3. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit- penyakit
terminal misalnya kanker, penyakit –penyakit kronis seperti diabet, stroke, hipertensi,
masalah- masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.
1. Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggungjawab atau menjadi pendamping
bagi klien dalam berinteraksi dengan pengelola
2. Bersedia menandatangani persetujuan setelah diberikan informasi (Informed consent)
3. Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan dirumah untuk
memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam menerima pelayanan.