Anda di halaman 1dari 16

BLOK HEMATOIMUN

KASUS IV
Judul kasus: Ny. Rani
Ny. Rani, seorang wanita berusia 26 tahun, datang ke RSAL dengan keluhan utama bintik
merah pada kedua kakinya.
Bintik merah menyebar ke wajah dan seluruh permukaan tubuh. Tidak ada riwayat
pengobatan. Tidak ada diare, tidak ada infeksi saluran nafas bagian atas.
Riwayat:
 2 minggu yang lalu, bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan gatal, membesar
dan bertambah banyak.
 4 minggu yang lalu, nyeri sendi pergelangan kaki dan bengkak.
 3 bulan yang lalu, demam naik-turun
 BB turun (sekitar 4 kg)
Riwayat alergi:
 Makanan (-)  Bahan kimia (-)
 Obat (-)  Lingkungan pekerjaan(-)
Pemeriksaan fisik:
Umum: (inspeksi) terlihat normal.
Vital sign: BP = 110/70 mmHg PR = 81 bpm, reguler
T = 36,9ºC RR = 22x/menit
Sistemik:
Kepala:
Mata = conjunctiva pallor (-), sclera icteric (-)
Wajah = malar rash (+)
Mulut = oral ulcer (+)
Thorax: bintik merah (+)
Abdomen: bintik merah (+)
Ekstremitas: bintik merah (+)
Pemeriksaan lab:
CBC: Hb = 10,3 g/dL Platelet = 221.000/μL
WBC = 8900/μL LED = 83 mm/jam
Urinalisis: pH = 6,8 Reduksi = (-)
Warna = Kuning Protein = (+)
Fungsi hati: SGOT = 28 U/L
SGPT = 31 U/L
Serum darah: Albumin = 3,5 g/dL
Creatinin = 0,9 mg/dL
Skrining hemostasis:
PPT = 12,6 Waktu Perdarahan = 3 menit
aPTT = 32,3 Waktu Pembekuan = 12 menit
Waktu Trombin = 16,0
ANA Test = 1:640, kuat; pola homogen.
Anti-dsDNA = (+)
Tes komplemen: C3 = 1,53 g/dL
C4 = 0,30 g/dL
Rheumatoid Factor (RF) = (-)
Ny. Rani diberi pengobatan berupa Methylprednisolone dengan dosis 0,4 mg/kg BB selama 4
minggu . Pasien menunjukkan adanya pemulihan yang bermakna. Nyeri sendi, gejala-gejala
utama, dan ruam pada kulitnya telah sembuh. Pengobatan steroidnya diturunkan ke dosis
minimal yang dapat mencegah lupus muncul lagi.

Sesi Pertama:
Judul kasus: Ny. Rani
Ny. Rani, seorang wanita berusia 26 tahun, datang ke RSAL dengan keluhan utama bintik
merah pada kedua kakinya. Bintik merah menyebar ke wajah dan seluruh permukaan tubuh.
Tidak ada riwayat pengobatan. Tidak ada diare, tidak ada infeksi saluran nafas bagian atas.

1. Identifikasi masalah/keluhan pasien!


 Wanita berusia 26 tahun
 Keluhan utama: bintik merah pada kedua kaki
 Keluhan tambahan: bintik merah menyebar ke wajah dan seluruh permukaan
tubuh.

2. Apakah hipotesis dari kasus ini?


 Alergi obat  Gangguan koagulasi
 Alergi makanan  Penyakit autoimun (seperti
 Alergi bahan kimia SLE dan RA)
 ITP  Vasculitis

3. Informasi lebih lanjut apa yang diperlukan?


 Riwayat penyakit terdahulu:
 2 minggu yang lalu, bintik merah seperti gigitan nyamuk dan gatal,
meluas dan tambah banyak.
 4 minggu yang lalu, persendian pergelangan kaki nyeri dan
membengkak.
 3 bulan yang lalu, demam naik-turun, BB turun (sekitar 4 kg).
 Riwayat alergi: makanan (-), obat (-), bahan kimia (-), pekerjaan (-)
 Pemeriksaan fisik:
Umum: (inspeksi) terlihat normal.
Vital sign: BP = 110/70 mmHg PR = 81 bpm, reguler
T = 36,9ºC RR = 22x/menit
Kepala:
Mata = conjunctiva pallor (-), sclera icteric (-)
Wajah = malar rash (+)
Mulut = oral ulcer (+)
Thorax: bintik merah (+)
Abdomen: bintik merah (+)
Ekstremitas: bintik merah (+)
 Pemeriksaan lab:
CBC: Hb = 10,3 g/dL Platelet = 221.000/μL
WBC = 8900/μL LED = 83 mm/jam
Urinalisis: pH = 6,8 Reduksi = (-)
Warna = Kuning Protein = (+)
Fungsi hati: SGOT = 28 U/L
SGPT = 31 U/L
Serum darah: Albumin = 3,5 g/dL
Creatinin = 0,9 mg/dL
Skrining hemostasis:
PPT = 12,6 Waktu Perdarahan = 3 menit
aPTT = 32,3 Waktu Pembekuan = 12 menit
Waktu Trombin = 16,0
ANA Test = 1:640, kuat; pola homogen.
Anti-dsDNA = (+)

4. Apa hipotesis penyakit sekarang?


SLE (Systemic Lupus Erythematosus).

Sesi Kedua:
Hasil pemeriksaan lab:
 Komplemen C3 = 1,53 g/dL
 Komplemen C4 = 0,30 g/dL
 RF = (-)

1) Jelaskan definisi SLE!


SLE adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya peningkatan produksi
autoantibodi, pembentukan kompleks imun, dan kerusakan jaringan karena respon
sistem imun di berbagai tempat.
2) Jelaskan etiologi dan faktor risiko SLE!
Etiologi dari SLE masih belum jelas.
Faktor risiko:
 Faktor lingkungan: stress, sinar matahari (UV), bahan kimia, makanan,
infeksi, logam, obat-obatan.
 Orang-orang yang rentan secara genetik (memiliki susceptible gene).
 Defisiensi komplemen dan hormon.

3) Jelaskan klasifikasi kriteria untuk diagnosis SLE!


Berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism Association):
Eritema (kemerahan) yang tetap, bisa timbul atau datar,
1 Malar rash
pada eminentia malar (daerah pipi)
Kemerahan yang timbul dan berbentuk lingkaran dengan
2 Discoid rash keratin (bersisik) dan sumbat folikular; bekas luka atropik
dapat terjadi.
3 Fotosensitivitas Paparan sinar UV menyebabkan ruam.
Termasuk ulcers (ulkus) pada mulut dan nasofaring, akan
4 Oral ulcers
diperksa oleh dokter.
Arthritis non-erosif pada 2 atau lebih persendian perifer,
5 Arthritis
dengan nyeri, bengkak, atau efusi
Pleuritis ataup pericarditis, dicek dengan ECG atau
6 Serositis
palpasi atau bukti adanya efusi
Proteinuria (>0,5 g/dL) atau ≥ 3+, atau adanya gambaran
7 Gangguan ginjal
sel (protein).
8 Gangguan neurologis Kejang-kejang atau psikotik/psychosis (gangguan jiwa)
Dapat berupa:
-Anemia hemolitik
-Leukopenia (<4.000/mm3)
9 Gangguan hematologis
-Limfopenia (<1.500/mm3)
-Trombositopenia (<100.000/mm3)
Tanpa ada obat-obatan yang mempengaruhi.
10 Gangguan imunologis Anti-dsDNA, anti-SM, dan/atau anti-fosfolipid
Titer abnormal dari ANA melalui tes IF atau tes lain,
11 Antibodi antinuklear muncul setiap saat, tanpa adanya obat yang menginduksi
hasil ANA.
(Jika ≥ 4 dari kriteria di atas = (+)  kemungkinan diagnosis adalah SLE)
(Sensitivitas: 95% dan Spesifisitas: 75%).

4) Jelaskan tipe-tipe reaksi hipersensitivitas! (Khusus untuk SLE)


Type Alternative names Often mentioned disorders Mediators Description

 Atopy  IgE Fast response which


I Allergy (immediate)  Anaphylaxis occurs in minutes,
 Asthma rather than multiple
hours or days. Free
antigens cross link the
IgE on mast cells and
basophils which
causes a release of
vasoactive
biomolecules. Testing
can be done via skin
test for specific IgE
 Autoimmune Antibody (IgM or IgG)
hemolytic anemia binds to antigen on a
 Rheumatic heart target cell, which is
disease actually a host cell that
 IgM or IgG is perceived by the
 Thrombocytopenia
Cytotoxic, antibody-  (Complem immune system as
II  Erythroblastosis
dependent ent) foreign, leading to
fetalis
 MAC cellular destruction via
 Goodpasture's the MAC. Testing
syndrome includes both the direct
 Graves' disease* and indirect Coombs
 Myasthenia gravis* test
 Serum sickness
 Arthus reaction
 Post streptococcal Antibody (IgG) binds to
glomerulonephritis soluble antigen,
 Membranous  IgG forming a
nephropathy  (Complem circulating immune
Immune
III  Reactive arthritis ent) complex. This is often
complex disease
 Lupus nephritis  Neutrophil deposited in the vessel
 Systemic lupus s walls of the joints and
erythematosus kidney, initiating a local
inflammatory reaction
 Extrinsic allergic
alveolitis(hypersensitivity
pneumonitis)
 Contact dermatitis,
including Urushiol- Helper T cells
induced contact (specifically Th1 helper
dermatitis(poison ivy t cells) are activated by
rash). an antigen presenting
Delayed-type  Mantoux test cell. When the antigen
hypersensitivity,[2][3] cell-  Chronic transplant is presented again in
IV mediated immune rejection  T-cells the future, the memory
memory response, Th1 cells will activate
 Rheumatoid arthritis
antibody-independent macrophages and
 Multiple sclerosis[5] cause an inflammatory
 Celiac Disease response. This
 Hashimoto's ultimately can lead to
thyroiditis - Some type 2. tissue damage
Mostly type 4.

5) Jelaskan patogenesis dan patofisiologi dari SLE!


 Interaksi antara gen yang rentan/susceptible dengan faktor lingkungan dapat
menyebabkan respon imun yang abnormal. Respon abnormal tersebut dapat
berupa:
 Aktivasi imunitas innate/alami (makrofag, sel NK, dan granulosit) oleh
DNA CpG, DNA dalam kompleks imun, DNA/RNA virus, dan RNA
dalam protein (self-antigen).
 Penurunan ambang aktivasi imunitas adaptif/spesifik (limfosit T dan
B) dan jalur aktivasinya menjadi abnormal.
 Fungsi sel-sel regulator dan supresor dari sel imun terhambat/tidak
efektif.
 Clearance dari kompleks imun dan sel yang mengalami apoptosis
berkurang.
 Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah produksi autoantibodi dan
kompleks imun yang terus menerus. Kompleks imun akan berikatan dengan
jaringan target, lalu dapat terjadi aktivasi komplemen dan sel fagositik jika
kompleks imun dikenali.
 Jika kompleks imun dikenali, akan terjadi aktivasi komplemen dan sel imun
sehingga terjadi pelepasan kemotaksin, sitokin, kemokin, peptida vasoaktif,
dan enzim-enzim destruktif. Pada kasus inflamasi kronis, akumulasi GF
(Growth Factors) dan produk oksidasi kronik ikut menyebabkan kerusakan
jaringan irreversible pada glomeruli, arteri, pulmo, dan jaringan lainnya.

Gen yang rentan


(MHC-II, komplemen, dsb.)

Faktor lingkungan

Sel T CD4 berperan utama

Produksi autoantibodi IgG krn self-antigen


6) Jelaskan epidemiologi dari SLE!
 Prevalensi: 15-207/100.000 orang.
 Insidens: 1,8-7,6/100.000 orang per tahun.
 90% adalah wanita dalam usia melahirkan.

7) Jelaskan tanda dan gejala SLE!


Tanda dan gejala SLE dapat muncul/terjadi pada berbagai macam organ.
Organ/Sistem Organ yang Tipikal/sering (yang biasa Jarang
terlibat muncul)
Kepala, telinga, mata, hidung, Alopecia (hair loss krn sistem Angioedema (giant hives)
dan tenggorokan imun menyerang folikel rambut)
Lupus diskoid pada kulit kepala Polychondritis
dan telinga
Ulkus oral/nasal Retinitis
Keratoconjunctivitis sicca Neuritis Optik
Mulut kering (xerostomia) Uveitis
Episcleritis, scleritis
Cutanea (kulit) Malar rash Bullous Lupus (terdapat bullae)
Discoid rash
Maculopapular rash
Lupus cutanea sub-akut Cutaneous vasculitis
Perubahan kapiler pada lipatan
kuku
Livedo reticularis
Cardiopulmonary (Cor + Efusi pleura (pleurisy) Myocarditis
Pulmo)
Efusi pericardium (Pericarditis) Libman-Sacks endocarditis
Pneumonitis interstisial Pulmonary hemorrhage
akut/kronis
Hipertensi pulmonalis Coronary arteritis/aneurysm
Gastrointestinal Kelainan motilitas esophagus Vasculitis mesenterica
(dengan/tanpa infark)
Hepatomegaly Colitis
Splenomegaly Enteropati kehilangan protein
Hasil tes fungsi hati meningkat Sirosis biliaris primer
Sindroma Budd-Chian
Ascites
Neurologis Penurunan kognitif Neuropati kranial
Kejang-kejang Chorea
Psikotik (psychosis) Pseudotumor cerebri
Stroke (serangan iskemik
sementara)
Mononeuritis multiplex Myelitis transversal
Neuropati perifer Encephalopathy/comatose
Konstitusional (Utama/Pokok) Demam
BB turun
Lelah
Pembesaran KGB
(lymphadenopathy)
Muskuloskeletal Arthritis/polyarthralgia
Myalgia Myositis

8) Jelaskan apa yang dimaksud antibodi antinuklear dan fungsi klinisnya!


Antibodi antinuklear = ANA
ANA merupakan antibodi terhadap berbagai materi antigenik dalam sitoplasma atau
nukleus dari sel. Ada berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan keberadaan
ANA, seperti: SLE, scleroderma, MCTD (Mixed Connective Tissue Disease),
polymyositis, dan Sjögren’s syndrome.

Tes ANA dilakukan dengan cara menginkubasi serum pasien dengan sel-sel
bernuklei. Untuk mendeteksi ANA, ditambahkan tagged/marked antibodi terhadap
ANA. Antibodi tersebut dapat berbahan dasar enzim (EANA) atau fluoresen (FANA).
a. Apa yang harus dilaporkan dalam tes ANA?
Dengan fluorosensi positif, yang harus dilaporkan adalah titer dan pola/pattern
dari fluorosensi nuklear. Contohnya, pola-pola tertentu diketahui berhubungan
dengan SLE dan semakin tinggi titer, semakin banyak/berat keluhan pasien.
b. Apa arti dari hasil tes ANA yang positif?
Hasil tes ANA (+) saja tidak dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Hasil tes ANA (-) juga tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit autoimun. Perlu dipahami bahwa hasil tes ANA perlu
diinterpretasikan dengan memperhatikan gejala-gejala yang dialami pasien.
c. Dapatkah “orang sehat/normal” memperoleh hasil tes ANA (+)?
5% dari “orang normal” memiliki hasil tes ANA (+) namun dalam titer
rendah, berbeda dengan orang-orang dengan penyakit autoimun. Dan juga,
insiden dari hasil tes ANA (+) meningkat seiring penambahan usia.
d. Apa penyebab dari hasil tes ANA (+)?
Dalam berbagai kasus, tes ANA dilakukan untuk mengonfirmasi adanya
penyakit autoimun pada pasien dengan tanda dan gejala yang sesuai. Akan
tetapi, hasil (+) dari tes ANA dapat terjadi secara tidak terduga. Oleh karena
itu, perlu dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara mendalam untuk
memperjelas penyebab tes ANA (+).
Penyebab tes ANA (+), antara lain:
 Penyakit Jaringan  Penyakit hepar
Ikat o Hepatitis
o SLE kronik aktif
o RA o Hepatitis
o Scleroderma autoimun
o Sjögren’s o Sirosis
syndrome biliaris
o Polymyositis primer
/dermatomy  Penyakit paru
ositis
o Vasculitis
o Fibrosis o Klebsiella
pulmonalis  Keganasan
interstisial o Limfoma
o Hipertensi o Leukemia
pulmonalis o Melanoma
primer o Kanker
 Kelainan endokrin jaringan
o Grave’s padat
disease (payudara,
o DM tipe 1 paru, dsb.)
 Post-organ  Kelainan
transplantation hematologis
(setelah o ITP
transplantasi organ)’ o AIHA
 Infeksi  Karena obat (drug-
o Parasit induced)
o TB  Multiple sclerosis
o Leprosy  Penyakit ginjal
(lepra) (stadium akhir)
o Salmonella  Orang normal
Ketika ada pasien dengan hasil tes ANA (+) tapi tidak ada penyakit jaringan
ikat, periksalah beberapa poin penting berikut:
 Riwayat pengobatan
 Riwayat keluarga
 Tes fungsi hati
 X-ray dada untuk menyingkirkan diagnosis fibrosis pulmonalis interstisial
atau hipertensi pulmonalis.
 CBC untuk mendeteksi penyakit hematologis tanpa gejala klinis.
 Kultur dari pasien dengan febris.
Jika penyebab ANA (+) masih belum jelas setelah memeriksa hal-hal di atas,
dokter harus mengevaluasi kondisi pasien dari waktu ke waktu untuk
memantau kemungkinan tanda-tanda dari salah satu kondisi/penyakit yang
disebut di atas muncul.
e. Pola apa saja yang dapat terlihat dari tes fluoresen?
Ada 5 pola fluoresensi:
1. Rimmed/Peripheral
Pola Rim, jika disertai titer ANA yang tinggi (> 1:160), merupakan
bukti SLE yang kuat. Pola Rim juga dapat terlihat pada 10% pasien
penyakit jaringan ikat lainnya. Oleh karena itu, penemuan pola Rim
pada pasien dengan titer borderline atau hanya sedikit meningkat
kurang bermanfaat.
2. Homogen/Diffuse
Pola ini merupakan pola paling umum kedua dan banyak ditemukan
pada pasien SLE. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pola Rim,
pola Homogen lebih sering ditemukan pada penyakit jaringan ikat
lainnya. Jadi kegunaan pola ini untuk mendiagnosis SLE terbatas. Pola
ini juga terlihat pada pasien lupus karena obat (drug-induced lupus).
Titer rendah biasanya ditemukan pada pasien lansia yang “normal”.
3. Speckled (berbintik-bintik)
Pola ini merupakan pola ANA yang paling umum dan paling sering
terlihat pada MCTD (Mixed Connective Tissue Disease). Pola ini juga
tampak pada 25% pasien SLE. Hasil tes ANA berupa pola speckled
dan titer tinggi cukup mengindikasikan adanya MCTD. Titer rendah
dapat terdapat pada orang lansia yang “normal”.
4. Nukleolar
Jika pola nukleolar dan titer tinggi, dugaan terkuat adalah scleroderma.
Pola ini tampak pada sekitar 55%—90% pasien scleroderma.
5. Sentromer
Pola ini berkaitan erat dengan sindroma CREST (Calcinosis,
Raynaud's phenomenon, Esophageal dysmotility, Sclerodactyly, and
Telangiectasia).

Ketergantungan pada pemeriksaan pola dalam tes ANA telah berkurang


dengan peningkatan ketersediaan ANA profile yang dapat mengidentifikasi
autoantibodi spesifik. Pola yang tampak mungkin dapat memberikan
petujunjuk tentang jenis autoantibodi yang terlibat, tapi spesialisasi tidak dapat
diprediksi berdasarkan tes pola imunofluoresen saja.
Pola fluorosensi nuklear dan penyakit yang berkaitan:
Pola Penyakit yang berkaitan
Peripheral (rim) SLE
Homogen/diffuse SLE
Drug-induced Lupus
Penyakit jaringan ikat lainnya
Kadang terlihat pada pasien lansia “normal”
Speckled MCTD
Kadang terlihat pada pasien lansia “normal”
Nukleolar Scleroderma
Sentromer Sindroma CREST

Apa itu ANA profiles?


ANA profile mengidentifikasi autoantibodi spesifik terhadap antigen nuklear
yang ada dalam serum. Tes ini harus dilakukan untuk pasien dengan ANA (+).
ANA profile umumnya memeriksa 6 antibodi, yaitu:
1) Anti-dsDNA
2) Anti-RNP
3) Anti-Sm
4) Anti-SSA
5) Anti-SSB
6) Anticentromere
Komponen dari ANA profile dapat bervariasi tergantung lab dari tiap institusi.
Jadi, dokter harus tahu profil/komponen apa saja yang terdapat di institusinya
sehingga dokter dapat meminta tes autoantibodi tambahan (karena tidak
terdaftar dalam daftar profil tes ANA) saat pasien menunjukkan gejala
tertentu.

Apakah autoantibodi termasuk indikator diagnosis penyakit tertentu?


Autoantibodi sendiri tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
penyakit autoimun. Beberapa orang yang terlihat tidak sakit dan kerabat dari
pasien penyakit autoimun (kerabat tersebut tidak menunjukkan
gejala/asimptomatik) memiliki antibodi yang dapat dideteksi. Selain itu,
beberapa autoantibodi yang spesifik terhadap penyakit tertentu justru hanya
ditemukan pada sebagian kecil pasien. Jika diagnosis penyakit autoimun hanya
didasarkan pada keberadaan autoantibodi, akan ada banyak pasien yang
sebenarnya sakit/terpengaruh yang terlewatkan.

9) Jelaskan apa yang dimaksud RF (Rheumatoid Factor/Faktor Rematoid)!


RF merupakan antibodi terhadap bagian Fc dari IgG. RF (+) pada pasien dengan
gejala dan tanda klinis RA (Rheumatoid Arthritis) dapat membantu diagnosis RA.
Akan tetapi, 15% pasien RA memiliki hasil tes RF (-). Ada beberapa kondisi yang
berhubungan dengan RF (+), antara lain:
 RA
 SLE
 Sjögren’s syndrome
 Scleroderma
 Penyakit hati kronis
o Infeksi
o TB
o Bacterial endocarditis (sub-akut)
 Syphilis
 Fibrosis pulmonalis interstisial
 Sarcoidosis

10) Jelaskan tentang pemeriksaan komplemen! (PK)


Pemeriksaan komplemen untuk SLE:
Komplemen merupakan komponen penting dari imunitas innate. Sistem komplemen
terdiri atas sekitar 20 protein yang terdapat pada manusia normal.
Ada 3 fungsi utama komplemen:
a. Lisis sel (bakteri, eritrosit, dll.)
b. Menghasilkan mediator yang ikut menyebabkan inflamasi.
c. Opsonisasi (meningkatkan aktivitias fagositosis).
Protein komplemen terutama disintesis oleh hati. Komplemen merupakan protein
sehingga tidak tahan panas (terjadi inaktivasi jika serum dipanaskan dengan suhu
56ºC selama 30 menit.
Sejumlah besar kompleks imun, baik yang berikatan pada jaringan dan yang
bersirkulasi, terbentuk pada SLE. Kompleks imun mengaktivasi komplemen dan
produk aktivasi komplemen ikut berperan pada inflamasi yang sedang terjadi (sering
pada SLE).
Penghilangan kompleks imun dari sirkulasi dengan bantuan komplemen dapat
mengurangi pembentukan autoantibodi.
Kadar komplemen C3 dan C4 sering menurun pada SLE dengan penyakit aktif 
hypocomplementemia.
Metode terbaru (2012) untuk pemeriksaan lab dari komplemen dalam serum atau
plasma adalah dengan menggunakan pemeriksaan immune-turbidimetric.

11) Jelaskan tentnag autoantibodi SLE! (PK)


 Ciri-ciri SLE adalah adanya autoantibodi dengan spektrum luas, termasuk
antibodi terhadap DNA tubuh sendiri (dsDNA), antigen Sm, U1-nRNP, SS-
A/Ro, SS-B/La, dan beberapa protein non-histone atau kompleks protein
nonhistone-RNA. Pada SLE dan Scleroderma, antibodi sering memiliki sifat
polyclonality yang jarang ditemukan pada penyakit reumatik sistemik lainnya.
Anti-dsDNA dan anti-Sm biasanya spesifik untuk SLE.
 SLE memiliki respon antibodi yang heterogen dan poliklonal, dan biasanya
pada kasus SLE terdapat 3 jenis antibodi berbeda yang mengalir dalam
sirkulasi secara bersamaan. Prevalensi autoantibodi sangat bervariasi.
 Antibodi terhadap dsDNA (DNA asli) dan histon dapat terdeteksi pada 40%—
70% pasien. Antibodi terhadap antigen nuklear sel yang berproliferasi
(PCNA/Proliferating Cell Nuclear Antibody) dan protein siklin/Alu-RNA
hanya terdeteksi pada ≤ 3% pasien.
Sesi Ketiga
Judul kasus: Ny. Rani
Ny. Rani diberi pengobatan berupa Methylprednisolone dengan dosis 0,4 mg/kg BB selama 4
minggu . Pasien menunjukkan adanya pemulihan yang bermakna. Nyeri sendi, gejala-gejala
utama, dan ruam pada kulitnya telah sembuh. Pengobatan steroidnya diturunkan ke dosis
minimal yang dapat mencegah lupus muncul lagi.

1) Bagaimana manajemen dari SLE?


SLE tidak ada obatnya dan remisi total yang terus menerus (sustained) jarang terjadi.
Oleh karena itu, dokter harus mengontrol/mengatasi gejala-gejala akut dan parah, lalu
dilanjutkan dengan menyusun strategi untuk menekan gejala-gejala ke tingkat yang
dapat diterima dan mencegah kerusakan organ.
Pilihan terapi tergantung pada:
a. Apakah manifestasi penyakit dapat mengancam jiwa atau sangat mungkin
menyebabkan kerusakan organ  jika “Ya”, terapi yang agresif
diperbolehkan.
b. Apakah manifestasi penyakit bersifat reversible.
c. Pendekatan apa yang terbaik untuk mencegah komplikasi penyakit dan
komplikasi karena terapi.

2) Jelaskan pengobatan yang digunakan dalam manajemen SLE!


Prinsip manajemen SLE:
a. Menekan proses autoimun: obat yang umum digunakan adalah
Methylprednisolone dan Cyclophosphamide (jika resisten terhadap
Methylprednisolone).
b. Meringankan gejala: dengan analgesik (NSAIDs, salisilat, dsb.)
c. Menyembuhkan komplikasi.

3) Jelaskan komplikasi dari SLE!


 Penyebab utama kematian dari pasien SLE adalah atherosclerosis yang
dipercepat. Hal ini merupakan proses multifaktor, dengan lupus sebagai salah
satu faktornya bersama dengan faktor risiko kardiovaskular yang klasik
(sebagian besar dari faktor risiko tersebut diperburuk dengan adanya terapi
glukokortikoid). Sangat penting untuk memperhatikan berat badan, hipertensi,
hiperlipidemia, kebiasaan merokok, diabetes, dan homocysteinemia.
 Gagal ginjal terjadi pada lupus nefritis walaupun telah diberi terapi yang
agresif dengan Cyclophosphamide (IV) dan regimen lainnya. Hipertensi
merupakan komorbiditas utama dan harus ditangani secara agresif dengan
inhibitor ACE, yang mungkin memiliki efek yang dapat melindungi ginjal.
 Stroke dapat terjadi pada lupus CNS aktif, tapi juga dapat terjadi karena
sindroma antibodi antifosfolipid, hipertensi, atherosclerosis, dan infeksi.
Sindroma antibodi antifosfolipid merupakan sumber utama morbiditas pada
SLE dan juga ikut berperan dalam mortalitas SLE.
4) Jelaskan kapan penderita SLE boleh hamil!
Berdasarkan kriteria Hashimoto, pasien SLE boleh hamil jika:
a. Remisi SLE (hilang/sembuh) lebih dari 1 tahun.
b. Dosis Prednisone (corticosteroid) 10 mg/hari tanpa imunosupresan lainnya.
c. Pasien dan suaminya harus menyadari penyakit, terapi, dan komplikasi yang
dapat timbul.
d. Tidak ada manifestasi klinis SLE yang menonjol/parah, seperti: hipertensi,
nefropati, trombositopenia, kelainan jantung, paru, dan otak.

5) Jelaskan pencegahan dari SLE!


 Hindari sinar matahari (tabir surya, topi, ganti pekerjaan)
 Hindari infeksi.
 Gunakan kontrasepsi (kehamilan akan memperburuk kondisi)
 Follow-up/kontrol ke dokter secara rutin.

6) Jelaskan prognosis dari SLE!


 Kemungkinan sisa waktu pasien SLE di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan
China adalah sekitar 95% untuk 5 tahun, 90% untuk 10 tahun, dan 78% untuk
20 tahun. Prognosis buruk (~50% mortalitas dalam 10 tahun) berhubungan
dengan kadar serum creatinine yang tinggi (> 124 mol/L atau > 1,4 mg/dL),
hipertensi, sindroma nefrotik (urine 24 jam: ekskresi protein > 2,6 g), anemia
(Hb < 12,4 g/dL), hypoalbuminemia, hypocomplementemia, aPL, jenis
kelamin laki-laki, dan etnis (African-American, Hispanic, dan keturunan
Mestizo).
 Disabilitas pada pasien SLE umum terjadi terutama karena kelelahan kronis,
arthritis, dan nyeri, juga karena penyakit ginjal. 25% pasien dapat mengalami
remisi, terkadang remisi terjadi untuk beberapa tahun, tapi jarang terjadi
secara permanen.
 Penyebab kematian tersering dalam 10 tahun pertama penyakit adalah
aktivitas sistemik penyakit, gagal ginjal, dan infeksi. Setelah itu, kejadian
thromboemboli juga menjadi salah satu penyebab mortalitas yang sering
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai