KASUS IV
Judul kasus: Ny. Rani
Ny. Rani, seorang wanita berusia 26 tahun, datang ke RSAL dengan keluhan utama bintik
merah pada kedua kakinya.
Bintik merah menyebar ke wajah dan seluruh permukaan tubuh. Tidak ada riwayat
pengobatan. Tidak ada diare, tidak ada infeksi saluran nafas bagian atas.
Riwayat:
2 minggu yang lalu, bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan gatal, membesar
dan bertambah banyak.
4 minggu yang lalu, nyeri sendi pergelangan kaki dan bengkak.
3 bulan yang lalu, demam naik-turun
BB turun (sekitar 4 kg)
Riwayat alergi:
Makanan (-) Bahan kimia (-)
Obat (-) Lingkungan pekerjaan(-)
Pemeriksaan fisik:
Umum: (inspeksi) terlihat normal.
Vital sign: BP = 110/70 mmHg PR = 81 bpm, reguler
T = 36,9ºC RR = 22x/menit
Sistemik:
Kepala:
Mata = conjunctiva pallor (-), sclera icteric (-)
Wajah = malar rash (+)
Mulut = oral ulcer (+)
Thorax: bintik merah (+)
Abdomen: bintik merah (+)
Ekstremitas: bintik merah (+)
Pemeriksaan lab:
CBC: Hb = 10,3 g/dL Platelet = 221.000/μL
WBC = 8900/μL LED = 83 mm/jam
Urinalisis: pH = 6,8 Reduksi = (-)
Warna = Kuning Protein = (+)
Fungsi hati: SGOT = 28 U/L
SGPT = 31 U/L
Serum darah: Albumin = 3,5 g/dL
Creatinin = 0,9 mg/dL
Skrining hemostasis:
PPT = 12,6 Waktu Perdarahan = 3 menit
aPTT = 32,3 Waktu Pembekuan = 12 menit
Waktu Trombin = 16,0
ANA Test = 1:640, kuat; pola homogen.
Anti-dsDNA = (+)
Tes komplemen: C3 = 1,53 g/dL
C4 = 0,30 g/dL
Rheumatoid Factor (RF) = (-)
Ny. Rani diberi pengobatan berupa Methylprednisolone dengan dosis 0,4 mg/kg BB selama 4
minggu . Pasien menunjukkan adanya pemulihan yang bermakna. Nyeri sendi, gejala-gejala
utama, dan ruam pada kulitnya telah sembuh. Pengobatan steroidnya diturunkan ke dosis
minimal yang dapat mencegah lupus muncul lagi.
Sesi Pertama:
Judul kasus: Ny. Rani
Ny. Rani, seorang wanita berusia 26 tahun, datang ke RSAL dengan keluhan utama bintik
merah pada kedua kakinya. Bintik merah menyebar ke wajah dan seluruh permukaan tubuh.
Tidak ada riwayat pengobatan. Tidak ada diare, tidak ada infeksi saluran nafas bagian atas.
Sesi Kedua:
Hasil pemeriksaan lab:
Komplemen C3 = 1,53 g/dL
Komplemen C4 = 0,30 g/dL
RF = (-)
Faktor lingkungan
Tes ANA dilakukan dengan cara menginkubasi serum pasien dengan sel-sel
bernuklei. Untuk mendeteksi ANA, ditambahkan tagged/marked antibodi terhadap
ANA. Antibodi tersebut dapat berbahan dasar enzim (EANA) atau fluoresen (FANA).
a. Apa yang harus dilaporkan dalam tes ANA?
Dengan fluorosensi positif, yang harus dilaporkan adalah titer dan pola/pattern
dari fluorosensi nuklear. Contohnya, pola-pola tertentu diketahui berhubungan
dengan SLE dan semakin tinggi titer, semakin banyak/berat keluhan pasien.
b. Apa arti dari hasil tes ANA yang positif?
Hasil tes ANA (+) saja tidak dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Hasil tes ANA (-) juga tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit autoimun. Perlu dipahami bahwa hasil tes ANA perlu
diinterpretasikan dengan memperhatikan gejala-gejala yang dialami pasien.
c. Dapatkah “orang sehat/normal” memperoleh hasil tes ANA (+)?
5% dari “orang normal” memiliki hasil tes ANA (+) namun dalam titer
rendah, berbeda dengan orang-orang dengan penyakit autoimun. Dan juga,
insiden dari hasil tes ANA (+) meningkat seiring penambahan usia.
d. Apa penyebab dari hasil tes ANA (+)?
Dalam berbagai kasus, tes ANA dilakukan untuk mengonfirmasi adanya
penyakit autoimun pada pasien dengan tanda dan gejala yang sesuai. Akan
tetapi, hasil (+) dari tes ANA dapat terjadi secara tidak terduga. Oleh karena
itu, perlu dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara mendalam untuk
memperjelas penyebab tes ANA (+).
Penyebab tes ANA (+), antara lain:
Penyakit Jaringan Penyakit hepar
Ikat o Hepatitis
o SLE kronik aktif
o RA o Hepatitis
o Scleroderma autoimun
o Sjögren’s o Sirosis
syndrome biliaris
o Polymyositis primer
/dermatomy Penyakit paru
ositis
o Vasculitis
o Fibrosis o Klebsiella
pulmonalis Keganasan
interstisial o Limfoma
o Hipertensi o Leukemia
pulmonalis o Melanoma
primer o Kanker
Kelainan endokrin jaringan
o Grave’s padat
disease (payudara,
o DM tipe 1 paru, dsb.)
Post-organ Kelainan
transplantation hematologis
(setelah o ITP
transplantasi organ)’ o AIHA
Infeksi Karena obat (drug-
o Parasit induced)
o TB Multiple sclerosis
o Leprosy Penyakit ginjal
(lepra) (stadium akhir)
o Salmonella Orang normal
Ketika ada pasien dengan hasil tes ANA (+) tapi tidak ada penyakit jaringan
ikat, periksalah beberapa poin penting berikut:
Riwayat pengobatan
Riwayat keluarga
Tes fungsi hati
X-ray dada untuk menyingkirkan diagnosis fibrosis pulmonalis interstisial
atau hipertensi pulmonalis.
CBC untuk mendeteksi penyakit hematologis tanpa gejala klinis.
Kultur dari pasien dengan febris.
Jika penyebab ANA (+) masih belum jelas setelah memeriksa hal-hal di atas,
dokter harus mengevaluasi kondisi pasien dari waktu ke waktu untuk
memantau kemungkinan tanda-tanda dari salah satu kondisi/penyakit yang
disebut di atas muncul.
e. Pola apa saja yang dapat terlihat dari tes fluoresen?
Ada 5 pola fluoresensi:
1. Rimmed/Peripheral
Pola Rim, jika disertai titer ANA yang tinggi (> 1:160), merupakan
bukti SLE yang kuat. Pola Rim juga dapat terlihat pada 10% pasien
penyakit jaringan ikat lainnya. Oleh karena itu, penemuan pola Rim
pada pasien dengan titer borderline atau hanya sedikit meningkat
kurang bermanfaat.
2. Homogen/Diffuse
Pola ini merupakan pola paling umum kedua dan banyak ditemukan
pada pasien SLE. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pola Rim,
pola Homogen lebih sering ditemukan pada penyakit jaringan ikat
lainnya. Jadi kegunaan pola ini untuk mendiagnosis SLE terbatas. Pola
ini juga terlihat pada pasien lupus karena obat (drug-induced lupus).
Titer rendah biasanya ditemukan pada pasien lansia yang “normal”.
3. Speckled (berbintik-bintik)
Pola ini merupakan pola ANA yang paling umum dan paling sering
terlihat pada MCTD (Mixed Connective Tissue Disease). Pola ini juga
tampak pada 25% pasien SLE. Hasil tes ANA berupa pola speckled
dan titer tinggi cukup mengindikasikan adanya MCTD. Titer rendah
dapat terdapat pada orang lansia yang “normal”.
4. Nukleolar
Jika pola nukleolar dan titer tinggi, dugaan terkuat adalah scleroderma.
Pola ini tampak pada sekitar 55%—90% pasien scleroderma.
5. Sentromer
Pola ini berkaitan erat dengan sindroma CREST (Calcinosis,
Raynaud's phenomenon, Esophageal dysmotility, Sclerodactyly, and
Telangiectasia).