Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

Dosen pengampu :

Iis Purnamawati, SP. M.Si.

Disusun oleh :

Anisa Sulistya Ningrum (20024010017)

Agribisnis A

Golongan S2

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tabel hasil pengamatan

No. Nama hama Komoditas Gejala serangan hama Tanda Keterangan


serangan
hama
1. Tikus Padi Adanya pola kerusakan Tanaman Ditemukan
(Rattus (Oryza tanaman yang dimulai padi di Kota
argentiventer sativa) dari tengah petakan diserang di Cianjur
) sawah dan terus meluas bagian tanah
ke pinggir petakan. dengan
menyisakan
beberapa
baris
tanaman di
pinggir.

4.2 Pembahasan

Padi merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 254 juta penduduk
Indonesia. Pada tahun 2016, produksi padi nasional mencapai 79,2 juta ton yang
melibatkan lebih dari 14,1 juta petani padi dengan kepemilikan lahan sawah rata-rata
0,3 ha per petani (Badan Pusat Statistik 2016). Oleh karena itu, padi menjadi
komoditas strategis dan sumber pendapatan utama bagi sebagian besar rumah tangga
petani di perdesaan. Namun petani padi selalu dibayang-bayangi oleh kegagalan
panen akibat serangan hama dan penyakit tanaman. Tikus sawah merupakan salah
satu hama utama tanaman padi yang hampir di setiap musim tanam selalu
menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil panen. Pusdatin Pertanian (2018)
mencatat bahwa tikus sawah adalah hama utama tanaman padi dengan tingkat
serangan puso tertinggi. Luas serangan tikus sawah di Indonesia mencapai 66,087
ha/th dengan 1,852 ha diantaranya mengalami puso. Hama tikus di Indonesia
menempati urutan pertama pada pertanaman padi, kemudian diikuti oleh penggerek
batang, wereng coklat, dan walang sangit (Ivakdalam, 2013).

Tikus sawah digolongkan dalam kelas Vertebrata (bertulang belakang), ordo


Rodentia (hewan pengerat), famili Muridae, dan genus Rattus. Tikus sawah dapat
menimbulkan kerusakan mulai dari fase persemaian, fase generatif dan fase
penyimpanan di gudang-gudang penyimpanan produk pertanian. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh hama ini dapat berupa kerusakan kuantitatif, yaitu berkurangnya
bobot produksi akibat dikonsumsi secara langsung dan juga dapat berupa kerusakan
kualitatif akibat penurunan mutu produk akibat kontaminasi (Siregar et al., 2020).

Vertebrata hama adalah hewan bertulang belakang yang telah mencapai


populasi yang dapat mengakibatkan kerugian secara ekonomis. Hewan Vertebrata
yang biasa merugikan petani adalah tikus, tupai, landak, babi hutan, burung, dan
primata. Dari hewan vertebrata tersebut, yang selalu merugikan petani akibat
serangannya adalah tikus sawah. Gejala kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus
sawah dapat dikenali dengan mudah, yaitu adanya pola kerusakan tanaman yang
dimulai dari tengah petakan sawah dan terus meluas ke pinggir petakan. Tikus
menyerang pertanaman padi dengan memotong batang padi secara diagonal. Dari
jarak dekat, serangan tikus mirip dengan serangan keong mas dan orong-orong.
Dalam skala hamparan, serangan tikus mirip dengan serangan penggerek batang padi.
Perbedaannya adalah tikus biasa menyerang tanaman di bagian tengah lahan dengan
menyisakan beberapa baris tanaman pinggir. Gejala seperti ini terkait dengan sifat
tikus sawah yang tidak menyukai tempat yang terang dan terbuka (pematang), karena
pada kondisi tersebut berisiko tinggi terhadap serangan predator utama tikus sawah.
Tipe kerusakan tanaman padi seperti ini diketahui akibat serangan tikus sawah yang
berasal dari sekitar lokasi areal pertanaman yang dirusak.

Serangan tikus sawah terhadap tanaman padi terjadi pada stadia awal
generatif. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah tangkapan dan tingginya tingkat
kerusakan tanaman padi yang terjadi pada stadia awal generatif dibandingkan pada
stadia vegetatif dan akhir generatif yang cenderung relatif lebih rendah. Kehadiran
tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak
kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala
serangan. Tikus sawah juga menularkan berbagai penyakit yang berbahaya bagi
manusia dan ternak, di antaranya leptospirosis. Penyebab leptospirosis adalah urin
hewan terinfeksi Leptospira yang mencemari lingkungan. Gejala klinis penyakit ini
sangat bervariasi perlu dikendalikan dengan saksama agar tidak menimbulkan
kerugian, baik pada pertanaman padi maupun kesehatan manusia dan ternak.

Keberadaan OPT akan menyebabkan kerugian sehingga perlu dilakukan


pengendalian. Ada beberapa cara pengendalian yakni cara mekanik dengan
menggunakan alat berupa senapan angin, cara fisik bisa dilakukan dengan perburuan
langsung dengan tangan misal gropyokan, cara kimiawi dengan menggunakan bahan
kimia berupa serbuk belerang dengan teknik pengemposan. Setiabudi (2014)
pengendalian kimiawi berupa penggunaan fumigasi yaitu pembakaran belerang
dengan jerami akan menghasilkan senyawa SO2 dan CO yang dapat mengganggu
tikus. Pengendalian hama merupakan prioritas utama yang dilakukan setelah
penanaman padi dilakukan karena kegagalan pengendalian akan menurunkan
produksi secara nyata. Pengendalian hama secara mekanik yaitu pengendalian hama
yang dilakukan dengan cara secara langsung menggunakan tangan maupun
menggunakan alat bantu yang lain. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan
tindakan yang di lakukan dengan tujuan mematikan hama dan mengganggu aktivitas
fisiologi hama (Rahmad et al 2017).
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah diamati dapat disimpulkan bahwa :

1. Tikus sawah merupakan salah satu hama utama tanaman padi yang hampir
di setiap musim tanam selalu menyebabkan kerusakan dan kehilangan
hasil panen.
2. Tikus sawah digolongkan dalam kelas Vertebrata (bertulang belakang),
ordo Rodentia (hewan pengerat), famili Muridae, dan genus Rattus.
3. Gejala kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus sawah dapat dikenali
dengan mudah, yaitu adanya pola kerusakan tanaman yang dimulai dari
tengah petakan sawah dan terus meluas ke pinggir petakan.
4. Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan
memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way),
kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan.
5. Ada beberapa cara pengendalian yakni cara mekanik dengan menggunakan
alat berupa senapan angin, cara fisik bisa dilakukan dengan perburuan
langsung dengan tangan misal gropyokan, cara kimiawi dengan
menggunakan bahan kimia berupa serbuk belerang dengan teknik
pengemposan.
DAFTAR PUSTAKA

Feriadi. (2015). Pengendalian Hama Pada Tanaman Padi yang Ramah Lingkungan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh, 28(3), 157–160.

Ivakdalam, lydia maria. (2013). PENGENDALIAN TIKUS SAWAH (Rattus Argentiventer)


MENGGUNAKAN PENGUJIAN TIGA JENIS REPELEN. Agrilan, 1(4), 77–87.

Rahmad, R., Kadir, M. & Taslim, T. (2017). Survei teknik pengendalian hama penggerek
buah kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dI Desa Gattareng Kecamatan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Agroplantae: Jurnal Ilmiah Terapan Budidaya dan
Pengelolaan Tanaman Pertanian dan Perkebunan, 6(2), 34-39.

Setiabudi, J. (2014). Strategi pengembangan pengendalian populasi tikus sawah (Rattus


argentiventer) menggunakan predator burung hantu (Tyto alba) pada lahan pertanian
sawah Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. Doctoral dissertation Program
Pascasarjana UNDIP, Semarang.

Siregar, H. M., Priyambodo, S., & Hindayana, D. (2020). Preferensi Serangan Tikus Sawah
(Rattus argentiventer) Terhadap Tanaman Padi. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi,
13(1), 16–21. https://doi.org/10.21107/agrovigor.v13i1.6249

Anda mungkin juga menyukai