QAWA’ID AL-TAFSIR
HUBUNGANNYA DENGAN BAHASA ARAB
(Kaidah-Kaidah Dasar yang Harus Dikuasai Dalam Pembelajaran Tafsir)
Abstrak
Qawaid al-Tafsir merupakan salah alat bantu untuk memahami
makna firman Allah swt. Menurut Imam al-Zarwaniy dikutip oleh Al-
Zarqaniy mengatakan bahwa bagi seorang mufassir yang tidak
memenuhi syarat-syarat seorang mufassir (memahami ) قواعد التفسير
produk tafsirnya dikategorikan kepada produk tafsir terendah, bahkan
belum bisa disebut tafsir.
Qawaid al-tafsir sangat berkaitan erat dengan beberapa
kaidah bahasa Arab yang dapat membantu penafsiran al-Quran. Oleh
sebab itu penguasaan terhadap kaidah-kaidah kebahasaan itu harus
dikuasai, sehingga penafsiran al-Quran mendekati makna yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan.
A. Pendahuluan
Keberadaan dan tugas manusia sebagai خليفة فى األرضmelahirkan
suatu peradaban yang tak kunjung reda, peradaban mansia tidak lain
merupakan suatu akumulasi perjalanan dalam pergumulan kancah
pergolakan hidup dalam jiwanya, dalam hal ini manusia yang beriman
yakni lahir ketika berhadapan dengan proses dialektis antara normativitas
ajaran wahyu permanen dan historis kekhalifahan ummat manusia.1
Dalam retorika tersebut, maka islam sebagai agama yang kaffah
akan mewarnai sepanjang jalan hidup ummat manusia, dimana al-Quran
sebagai wahyu yang diturunkan oeh Allah swt. sebagai petunjuk dan
bimbingan makhluk (khalifahnya) di setiap ruang dan waktu, maka dari
sejauhmana wibawa normativitas wahyu yang terbungkus dalam
pengalaman kongkrit kesejarahan umat manusia pada masa tertentu dapat
diperlukan pada masa yang lain. Dengan demikian, maka dapatlah
manusia mengasah kecerdasan pikir dan zikir sehingga dapat memhami
dan membedakan substansi normativitas wahyu yang berlaku secara
universal dalam bingkai historis kekhalifahan yang selalu berubah-ubah.
1
Fahd bin Abd al-Rahman al-Rumi, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-Qur’an,
(Cet. I; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 5.
19
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib
2
Muhammad Abd. Al-Adim al-Zarqaniy, Manahil al-Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 519.
3
Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Muqayis al-Lughah, Jilid V (Cet. I; Beirut:
Dar al-Jail, 1991), h. 109.
20
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013
Terjemahnya:
Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.5
4
Disadur dari M. Karman, Ulumul Qur’an Dan Pengenalan Metologi Tafsir, (Cet. I;
Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 274.
5
Az-Zikra terjemah dan Tafsir al-Qur’an dalam Huruf Arab dan Latin, (Cet. X;
Bandung: Angkasa, 2002), h. 14.
6
Ibid.
21
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib
7
Ibid., 322
8
Mahmud Basuniy Faudah, Tafsir-tafsir Al-Quran Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir, Terjemahan H.M. Mochtar Zaeni dan Abdul Qadir Hamid (Cet. I; Bandung: Pustaka,
1987), h. 35.
22
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013
dengan al-ra’yu.9 tidak lebih dari seorang mufassir (selain Nabi dan
sahabat).
Pendapat lain yang mengatakan pendapat Tabi’in termasuk
tafsir ma’tsur. Alasannya, penafsiran mereka diakui juhur berdasar
pada apa yang mereka terima dari sahabat.10
D. Kaidah-kaidah Kebahasaan
Al-Qur’an itu berbahasa Arab, penulis cenderung menyebut
serumpun dengan bahasa Arab, maka kaidah-kaidah kebahasaan akan
dapat membantu dengan penafsiran al-Qur’an. Dalam tulisan ini penulis
akan jelaskan beberapa kaidah yang berhubungan dengan kaidah
kebahasaan, namun dalam menafsirkan al-Qur’an dan tidak sevalid
kaidah-kaidah dasar penafsiran, karena kaidah tersebut menggunakan
daya nalar yang akurasi maknanya.
1. Kaidah Isim dan Fi’il
Dalam al-Qur’an banyak dijumpai kalimat yang diungkapkan
dalam bentuk kalimat nomina ( ) جملـة اإلسميـةdan kalimat verba ( جملـة
) الفعليـة. Tentunya penggunaan kedua model tersebut mengandung
maksud yang berbeda. Hal ini disebabkan isim tidak terkait dengan
keterangan waktu, sedangkan fi’il sebaliknya, bahkan ada yang
menunjukkan bentuk lampau ( ) ماضى, sekarang ( ) مضارعdan akan
datang. Sebagai contoh dalam firman Allah swt dalam surat al-
Syuaraa ayat 78:
9
Al-Zarqaniy, op. Cit., h. 13.
10
Abdul jalal, Urgensi Tafsir Maudhu’i pada Masa Modern (Cet, I; Jakarta: Kalam
Mulia, 1990), h. 78.
11
Al-Zikra, op. Cit., h. 1546.
23
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib
12
Abd. Al-Hamid Hakim, Mabadiy Awwaliyah fi Ushul Al-Fiqh wa al-Qawa’id
Fiqhiyyah (Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra, t. th.), h. 8.
13
M. Karman, op. Cit., h. 287.
14
Abd al-Hamid hakim, op. Cit., h. 9.
24
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013
3. Kaidah-kaidah Istifham
Adapun instrumen (al-adawat istifham) yaitu:
a. Hamzah ( ) ء. Hamzah ini ada tiga macam yaitu untuk menentukan
satu dari dua hal dengan kata ( أمsetelahnya) untuk menanyakan
tentang apa atau siapa yang jawabannya memerlukan ya atau tidak,
dan untuk menanyakan tentang apa atau siapa yang masuk kepada
kalimat negatif (al-Nafy) dengan memerlukan jawaban balay
(positif) dan na’am (negatif) salah satu contoh dapat dilihat dalam
QS. Al-Maidah ayat 116.
b. Hal ( ) ھلtermasuk kata tanya untuk mengkonfirmasi yang
memerlukan jawaban ya atau tidak, contoh pada QS. Al-Insan ayat 1.
c. Ma ( ) ماdigunakan untuk menanyakan sesuatu yang tidak berakal
(selain manusia) seperti dalam firman Allah QS. al-Muddatsir ayat
42 dan 43.
d. Man ( ) منdigunakan untuk menanyakan makhluk yang berakal
(manusia) seperti dalam firman Allah QS. al-Baqarah ayat 245.
e. Mata ( ) متىdigunakan untuk menanyakan waktu, baik yang
menunjukkan masa lampau, sekarangmaupun akan datang dapat
dilihat dala QS. al-Baqarah ayat 214.
f. Ayyana ( ) أيانdigunakan untuk menanyakan sesuatu yang berkaitan
dengan waktu akan datang seperti dalam QS. al-Qiyamah ayat 6.
g. Kayfa ( ) كيـفdiunakan untuk menanyakan kondisi, seperti dalam
QS. Ali Imran ayat 101.
h. Annay ( ) أنىuntuk menanyakan asal usul seperti dalam QS.
Maryam ayat 8.
i. Kam ( ) كمdigunakan untuk menanyakan kuantitas, bilangan atau
jumlah seperti dalam QS. al-Baqarah ayat 259.
j. Ayna ( ) أينuntuk menanyakan tempat seperti dalam QS. al-Takwir
ayat 26.
k. Ayy ( ) أيuntuk menanyakan apa atau siapa, seperti dalam QS. al-
An’am ayat 81.15
4. Kaidah Nakirah dan Ma’rifah
a. Nakirah
Isim Nakirah yaitu isim yang menunjukkan kata benda tak
tentu dan isim ini memiliki beberapa fungsi di antaranya:
1) Untuk menunjukkan isim tunggal seperti kata ( ) رجلdalam QS.
al-Qashash ayat 20.
15
Fuad Ni’mah, Qawa’id al-Lughah al-Arabiyyah, Juz I (Cet. 9; Damaskus: Dar al-
Hikmah, t.th.), h. 189.
25
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib
16
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an (Cet. I; Bandung:
Mizan, 1997), h. 66.
26
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013
disebutkan terdahulu, seperti dalam QS. al-Nur ayat 35, QS. al-
Maidah ayat 2 kata ( ) البـر17
6) Ta’rif dengan al-idhafah ( ) اإلضافـةpenyandaran. Ta’rif ini
berfungsi untuk memuliakan atau meberikan penghargaan
kepada yang bersandar (al-mudhaf) seperti kata ( ) عباديdalam
QS. al-Hijr ayat 42.18
5. Kaidah-Kaidah Soal Jawab
Setiap ada pertanyaan, biasanya ada jawaban sehingga apa yang
dikehendaki penanya dapat terpenuhi.namun, dalam al-Qur’an tidak
selamanya yang dipertanyakan jawabannya harus sesuai dengan apa
yang dikehendaki. Adakalanya jawaban yang diberikan lebih luas
dibanding sesuatu yang ditanyakan.19 Adakalanya jawabannya lebih
sempit cakupannya ketimbang yang ditanyakan.20
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa bentuk soal dan jawab,
sebagaimana dikemukakan Khalid al-Rahman:
a. Jawaban yang bersambung dengan pertanyaan, QS. al-Baqarah: 215.
b. Jawaban yang terpisah, baik dalam satu surat maupun dalam dua
surat yang berbeda, QS. al-Furqan ayat 7 dan 60.
c. Dua jawaban dalam satu surat untuk satu pertanyaan, QS. al-
Zukhruf ayat 31-32.
d. Pertanyaan yang jawabannya terhapus atau tidak disebutkan. QS.
Muhammad ayat 14.
e. Jawaban yang disebutkan mendahului pertanyaan. QS. Shad ayat 1
dan 4.21
6. Kaidah Dhamir, tadzkir dan Ta’nits
a. Kaidah dhamir (kata ganti)
Dalam upaya penghematan terhadap penggunaan kalimat
termasuk juga di dalamnya pengefektifan kalimat, maka dhamir
merupakan salah satu alternatif yang tepat (QS. al-Ahzab ayat 35,
QS. al-Rahman 26).
b. Kaidah Tadzkir dan Ta’nits
Dalam bahasa Arab dibedakan antara menyebutkan kata
berjenis betina (al-ta’nits) dan berjenis jantan (al-tadzkir).
Muannats dibagi kepada dua yaitu: muannats haqiqi seperti yang
17
Ibid., h. 60
18
M. Karman, op. Cit., h. 294.
19
Lihat QS. al-An’am ayat 64.
20
Lihat QS. Yunus ayat 15.
21
Kahlid Abd. Rahman, op. Cit., h. 423.
27
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib
terdapat pada QS. al-Nisa ayat 12, dan muannats majasy QS. Yasin
ayat 38.22
E. Penutup
Untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berbahasa Arab atau
serumpun dengan bahasa Arab, baik dari segi arti dan makna, maka
diperlukan penafsiran. Dalam upaya menafsirkan dan memahami ayat-
ayat al-Qur’an dengan baik dan kompleks, maka diperlukan maka syarat
ilmu pengetahuan yaitu dengan mengetahui Qawaid al-Tafsir. Hubungan
Qawa’id al-Tafsir dengan bahasa Arab sangat erat, dimana qawa’id al-
tafsir harus didukung oleh kaidah-kaidah dasar dan kaidah-kaidah
kebahasaan (bahasa Arab). Kaidah-kaidah kebahasaan (bahasa Arab)
itulah yang menjadi alat bantu untuk memahami makna yang dimaksud
dalam ayat-ayat al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
22
M. Karman, op. Cit., h. 298.
23
Ibid., h. 299.
28
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013
29