Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No.

2 Juli - Desember 2013

QAWA’ID AL-TAFSIR
HUBUNGANNYA DENGAN BAHASA ARAB
(Kaidah-Kaidah Dasar yang Harus Dikuasai Dalam Pembelajaran Tafsir)

Oleh : Jabal Nur


Dosen Jurusan Syari’ah dan Ekonomi Islam STAIN Kendari

Abstrak
Qawaid al-Tafsir merupakan salah alat bantu untuk memahami
makna firman Allah swt. Menurut Imam al-Zarwaniy dikutip oleh Al-
Zarqaniy mengatakan bahwa bagi seorang mufassir yang tidak
memenuhi syarat-syarat seorang mufassir (memahami ‫) قواعد التفسير‬
produk tafsirnya dikategorikan kepada produk tafsir terendah, bahkan
belum bisa disebut tafsir.
Qawaid al-tafsir sangat berkaitan erat dengan beberapa
kaidah bahasa Arab yang dapat membantu penafsiran al-Quran. Oleh
sebab itu penguasaan terhadap kaidah-kaidah kebahasaan itu harus
dikuasai, sehingga penafsiran al-Quran mendekati makna yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kata Kunci: Qawaid al-tafsir, bahasa Arab.

A. Pendahuluan
Keberadaan dan tugas manusia sebagai ‫ خليفة فى األرض‬melahirkan
suatu peradaban yang tak kunjung reda, peradaban mansia tidak lain
merupakan suatu akumulasi perjalanan dalam pergumulan kancah
pergolakan hidup dalam jiwanya, dalam hal ini manusia yang beriman
yakni lahir ketika berhadapan dengan proses dialektis antara normativitas
ajaran wahyu permanen dan historis kekhalifahan ummat manusia.1
Dalam retorika tersebut, maka islam sebagai agama yang kaffah
akan mewarnai sepanjang jalan hidup ummat manusia, dimana al-Quran
sebagai wahyu yang diturunkan oeh Allah swt. sebagai petunjuk dan
bimbingan makhluk (khalifahnya) di setiap ruang dan waktu, maka dari
sejauhmana wibawa normativitas wahyu yang terbungkus dalam
pengalaman kongkrit kesejarahan umat manusia pada masa tertentu dapat
diperlukan pada masa yang lain. Dengan demikian, maka dapatlah
manusia mengasah kecerdasan pikir dan zikir sehingga dapat memhami
dan membedakan substansi normativitas wahyu yang berlaku secara
universal dalam bingkai historis kekhalifahan yang selalu berubah-ubah.

1
Fahd bin Abd al-Rahman al-Rumi, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-Qur’an,
(Cet. I; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 5.

19
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib

Kondisi semacam itulah yang melahirkan suatu peradaban baru


sebagai proses ukulturasi hidup, yakni dengan menafsirkan atas wahyu
sehingga dapat melahirkan norma dan peradaban yang sesuai dengan
kondisi generasi.
Al-Qur’an akan mengantarkan dan mengharapkan manusia ke
jalan yang paling lurus. Agar fungsi-fungsi al-Qur’an dapat terwujud,
maka perlu diketahui makna-makna firman Allah swt. maka penafsiran al-
Qur’an tidak bisa dihindari dan sangat dibutuhkan dengan penafsiran yang
benar karena al-Qur’an berisi berbagai informasi keilmuan dan
mengayomi segala bentuk kemaslahatan manusia, maka seorang yang
akan menafsirkan al-Qur’an hendaknya mengetahui Qawa’id al-Tafsir
yang sangat erat kaitannya dengan bahasa Arab, sehingga dapat diketahui
ketinggian nlai-nilai dan kedudukan al-Qur’an, karena dengan menguasai
‫ قواعـد التفسيـر‬kemudahan dalam menafsirkan al-Qur’an karena sesorang
yang tidak menguasai ‫ قواعـد التفسيـر‬menurut Imam al-Zarwaniy dikutip
oleh Al-Zarqaniy mengatakan bahwa bagi seorang mufassir yang tidak
memenuhi syarat-syarat seorang mufassir (memahami ‫ ) قواعد التفسير‬produk
tafsirnya dikategorikan kepada produk tafsir terendah, bahkan belum bisa
disebut tafsir.2
Mengingat Qawa’id al-Tafsir erat kaitannya dengan bahasa Arab,
maka dalam tulisan ini memuat tentang kaidah dasar dan kaidah
kebahasaan.

B. Pengertian Qawa’id al-Tafsir


Qawa’id al-Tafsir merupakan kata majemuk, terdiri dari kata
Qawa’id (‫ )قواعد‬dan kata al-Tafsir (‫)التفسير‬. Qawa’id secara etimologis
merupakan bentuk jamak dari kata qa’idah ( ‫) قاعدة‬, atau kaidah dalam
bahasa Indonesia. Kata qa’idah secara semantik berarti asas, dasar,
pedoman atau prinsip, sedangkan Tafsir adalah keterangan atau penjelasan
mengenai makna-makna al-Qur’an sebagai wahyu Allah.3
Dari pengertian yang dikemukakan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Qawa’id al-Tafsir ialah dasar atau pedoman yang harus
diketahui oleh seorang mufassir dalam memberikan keterangan atau
penjelasan mengenai makna-makna yang terkandung di dalam al-Qur’an.
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, membagi beberapa
komponen. Pertama, ketentuan-ketentuan dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kedua, sistematika penafsiran. Ketiga, aturan-aturan khusus untuk

2
Muhammad Abd. Al-Adim al-Zarqaniy, Manahil al-Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 519.
3
Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Muqayis al-Lughah, Jilid V (Cet. I; Beirut:
Dar al-Jail, 1991), h. 109.

20
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013

membantu memahami ayat-ayat al-Qur’an. Olehnya itu, untuk


menafsirkan al-Qur’an seseorang harus memperhatikan aspek-aspek
bahasa al-Qur’an serta korelasi (al-munasabah) antar surat, tanpa
mengabaikan kaidah-kaidah kebahasaan.4

C. Kaidah Dasar Penafsiran.


Kaidah dasar penafsiran yang dimaksud oleh penulis mencakup
penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan
hadis Nabi, penafsiran al-Qur’an dengan pendapat sahabat, penafsiran al-
Qur’an dengan pendapat Tabi’in.
1. Penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an
Al-Qur’an kita sudah ketahui bahwa beberapa ayatnya
ditafsirkan bagian ayat lainnya, adakalanya suatu ayat menjelaskan
ayat-ayat yang disebutkan secara ringkas dengan ayat yang lebih luas,
adakalanya suatu ayat menafsirkan makna ayat yang global (mujmal)
dengan yang terperinci (mufashshal).
Adapun contoh penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an sebagai
berikut:

(2 : ‫ )البقرة‬z⎯ŠÉ)−Fßϑù=Ïj9 “W‰èδ ¡ Ïμ‹Ïù ¡ |=÷ƒu‘ Ÿω Ü=≈tGÅ6ø9$# y7Ï9≡sŒ

Terjemahnya:
Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.5

Ayat di atas ditafsirkan oleh ayat selanjutnya:

tβθà)ÏΖムöΝßγ≈uΖø%y—u‘ $®ÿÊΕuρ nο4θn=¢Á9$# tβθãΚ‹É)ãƒuρ Í=ø‹tóø9$$Î/ tβθãΖÏΒ÷σムt⎦⎪Ï%©!$#


Terjemahnya:
yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka.6

2. Penafsiran al-Qur’an dengan Hadis Nabi.


Menurut Ibnu Taimiyah bahwa Nabi Muhammad saw. telah
menjelaskan seluruh makna ayat-ayat al-Qur’an, dimana Nabi

4
Disadur dari M. Karman, Ulumul Qur’an Dan Pengenalan Metologi Tafsir, (Cet. I;
Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 274.
5
Az-Zikra terjemah dan Tafsir al-Qur’an dalam Huruf Arab dan Latin, (Cet. X;
Bandung: Angkasa, 2002), h. 14.
6
Ibid.

21
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib

Muhammad saw. tidak temukan maka penafsiran al-Qur’an dengan


sabda Nabi saw. sebagaimana dalam QS. An-Nisa’ ayat 15:

Zπyèt/ö‘r& £⎯ÎγøŠn=tã (#ρ߉Îηô±tFó™$$sù öΝà6Í←!$|¡ÎpΣ ⎯ÏΒ sπt±Ås≈xø9$# š⎥⎫Ï?ù'tƒ ©ÉL≈©9$#uρ

ßNöθyϑø9$# £⎯ßγ8©ùuθtFtƒ 4©®Lym ÏNθã‹ç6ø9$# ’Îû  ∅èδθä3Å¡øΒr'sù (#ρ߉Íκy− βÎ*sù ( öΝà6ΖÏiΒ

Wξ‹Î6y™ ª!$# £⎯çλm; Ÿ≅yèøgs† ÷ρr&


Terjemahnya:
Dan terhadap para wanita yang mengerjakan
perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi
diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian
apabila mereka telah memberi persaksian, Maka
kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah
sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya.7
Ayat di atas ditafsirkan oleh hadis Nabi saw:
‫البكـر باالبكـر مائـة جلـدة وتغـريب عام‬
Artinya: Seorang perawan dan Jejaka (yang melakukan zina)
dihukum 100 kali dera dan pengasingan selama satu
tahun.
3. Penafsiran al-Qur’an dengan Pendapat Sahabat.
Sahabat termasuk orang yang mengetahui hal ihwal ketika al-
Qur’an dinuzulkan, karena mereka mempunyai kemampuan untuk
memahami al-Qur’an secara benar dan pengalaman yang saleh.
Adapun instrumen yang dipergunakan sahabat dalam
menafsirkan al-Qur’an mencakup pengetahuan bahasa Arab,
pengetahuan tentang tradisi dan kebudayaan bangsa Arab, pengetahuan
tentang Yahudi dan Nasranidi Arab ketika itu, dan kejeniusan
mereka.contoh atsar sahabat yaitu penafsiran Ibn Abbas tentang hubb (
‫ ) حوب‬dalam QS. Al-Nisa’ ayat 2 dengan dosa besar ( ‫) إثم عظـيم‬.8
4. Penafsiran al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in.
Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat Tabi’in terdapat
perbedaan pendapat yang cukup tajam, sebagian pendapat mengatakan
bahwa penafsiran dengan pendapat Tabi’in termasuk penafsiran

7
Ibid., 322
8
Mahmud Basuniy Faudah, Tafsir-tafsir Al-Quran Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir, Terjemahan H.M. Mochtar Zaeni dan Abdul Qadir Hamid (Cet. I; Bandung: Pustaka,
1987), h. 35.

22
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013

dengan al-ra’yu.9 tidak lebih dari seorang mufassir (selain Nabi dan
sahabat).
Pendapat lain yang mengatakan pendapat Tabi’in termasuk
tafsir ma’tsur. Alasannya, penafsiran mereka diakui juhur berdasar
pada apa yang mereka terima dari sahabat.10

D. Kaidah-kaidah Kebahasaan
Al-Qur’an itu berbahasa Arab, penulis cenderung menyebut
serumpun dengan bahasa Arab, maka kaidah-kaidah kebahasaan akan
dapat membantu dengan penafsiran al-Qur’an. Dalam tulisan ini penulis
akan jelaskan beberapa kaidah yang berhubungan dengan kaidah
kebahasaan, namun dalam menafsirkan al-Qur’an dan tidak sevalid
kaidah-kaidah dasar penafsiran, karena kaidah tersebut menggunakan
daya nalar yang akurasi maknanya.
1. Kaidah Isim dan Fi’il
Dalam al-Qur’an banyak dijumpai kalimat yang diungkapkan
dalam bentuk kalimat nomina ( ‫ ) جملـة اإلسميـة‬dan kalimat verba ( ‫جملـة‬
‫) الفعليـة‬. Tentunya penggunaan kedua model tersebut mengandung
maksud yang berbeda. Hal ini disebabkan isim tidak terkait dengan
keterangan waktu, sedangkan fi’il sebaliknya, bahkan ada yang
menunjukkan bentuk lampau ( ‫) ماضى‬, sekarang ( ‫ ) مضارع‬dan akan
datang. Sebagai contoh dalam firman Allah swt dalam surat al-
Syuaraa ayat 78:

È⎦⎪ωöκu‰ uθßγsù ©Í_s)n=yz “Ï%©!$#


Terjemahnya:
Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka
Dialah yang menunjuki Aku.11
Kata kerja pada ayat di atas, khalaqa ( ‫ ) خلـق‬menunjukan telah
terjadi dan selasainya perbuatan di waktu yang lampau atau madhi
( ‫ ) ماضى‬sedangkan kata yahdiy ( ‫ ) يھـدى‬adalah fi’il mudhari ( ‫) مضارع‬
yang berarti bahwa perbuatan itu berlanjut terus menerus.

9
Al-Zarqaniy, op. Cit., h. 13.
10
Abdul jalal, Urgensi Tafsir Maudhu’i pada Masa Modern (Cet, I; Jakarta: Kalam
Mulia, 1990), h. 78.
11
Al-Zikra, op. Cit., h. 1546.

23
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib

2. Kaidah Amr dan Nahy


a. Amr
Amr berarti perintah atau suruhan, secara etimilogis amr
berarti tuntutan melakukan perbuatan dari yang lebih tinggi
kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya.12 Adapun
bentuk-bentuk amr dalam al-Qur’an :
1) Amr menggunakan fi’il seperti kata ( ‫ ) آتواالنسـاء‬dalam QS. Al-
Nisa ayat 4.
2) Amr menggunakan fi’il mudhari’ yang didahului lam al-amr
seperti kata: ( ‫ ) ولتكن‬dalam QS. Ali Imran ayat 104.
3) Amr menggunakan isim fi’il amr (kata benda yang bermakna
kata kerja) seperti kata ( ‫ ) عليـكم‬dalam QS. Al-Maidah ayat 105.
4) Amr menggunakan masdar pengganti fi’il seperti kata ( ‫) إحسانا‬
dalam QS. Al-Baqarah ayat 83.
5) Amr menggunakan kalimat berita yang mengandung perintah
atau permintaan seperti yang terdapat dalam QS. Al-baqarah
ayat 228.
6) Amr menggunakan ‫ أمـر‬dan ‫ يأمـر‬seperti dalam QS al-Nisa ayat
58. Kata ‫ فـرض‬seperti dalam QS al-Ahzab ayat 50.13
b. Nahy
Adapun nahy (larangan) berarti tuntutan atau permintaan
meninggalkan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi kedudukannya
kepada yang lebih rendah kedudukannya. Adapun bentuk-bentuk
nahy adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan fi’il (kata kerja) nahy, seperti kata ( ‫) التقـتلوا‬
dalam QS. Al-Isra’ ayat 31, dan kata ( ‫ ) التقـربوا‬pada ayat 32.
2) Menggunakan kata ( ‫ ) حـرم‬seperti dalam firman Allah QS. Al-
A’raf ayat 33.
3) Menggunakan kata ( ‫ ) نھى‬seperti dalam firman Allah QS. Al-
Hasyr ayat 7.
4) Menggunakan kata ( ‫ ) دع‬seperti dalam firman Allah QS. Al-
Ahzab ayat 48.
5) Menggunakan kata ( ‫ ) أترك‬seperti dalam firman Allah QS. Al-
Dukhan ayat 24.14

12
Abd. Al-Hamid Hakim, Mabadiy Awwaliyah fi Ushul Al-Fiqh wa al-Qawa’id
Fiqhiyyah (Jakarta: Maktabah Sa’adiyyah Putra, t. th.), h. 8.
13
M. Karman, op. Cit., h. 287.
14
Abd al-Hamid hakim, op. Cit., h. 9.

24
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013

3. Kaidah-kaidah Istifham
Adapun instrumen (al-adawat istifham) yaitu:
a. Hamzah ( ‫) ء‬. Hamzah ini ada tiga macam yaitu untuk menentukan
satu dari dua hal dengan kata ‫( أم‬setelahnya) untuk menanyakan
tentang apa atau siapa yang jawabannya memerlukan ya atau tidak,
dan untuk menanyakan tentang apa atau siapa yang masuk kepada
kalimat negatif (al-Nafy) dengan memerlukan jawaban balay
(positif) dan na’am (negatif) salah satu contoh dapat dilihat dalam
QS. Al-Maidah ayat 116.
b. Hal ( ‫ ) ھل‬termasuk kata tanya untuk mengkonfirmasi yang
memerlukan jawaban ya atau tidak, contoh pada QS. Al-Insan ayat 1.
c. Ma ( ‫ ) ما‬digunakan untuk menanyakan sesuatu yang tidak berakal
(selain manusia) seperti dalam firman Allah QS. al-Muddatsir ayat
42 dan 43.
d. Man ( ‫ ) من‬digunakan untuk menanyakan makhluk yang berakal
(manusia) seperti dalam firman Allah QS. al-Baqarah ayat 245.
e. Mata ( ‫ ) متى‬digunakan untuk menanyakan waktu, baik yang
menunjukkan masa lampau, sekarangmaupun akan datang dapat
dilihat dala QS. al-Baqarah ayat 214.
f. Ayyana ( ‫ ) أيان‬digunakan untuk menanyakan sesuatu yang berkaitan
dengan waktu akan datang seperti dalam QS. al-Qiyamah ayat 6.
g. Kayfa ( ‫ ) كيـف‬diunakan untuk menanyakan kondisi, seperti dalam
QS. Ali Imran ayat 101.
h. Annay ( ‫ ) أنى‬untuk menanyakan asal usul seperti dalam QS.
Maryam ayat 8.
i. Kam ( ‫ ) كم‬digunakan untuk menanyakan kuantitas, bilangan atau
jumlah seperti dalam QS. al-Baqarah ayat 259.
j. Ayna ( ‫ ) أين‬untuk menanyakan tempat seperti dalam QS. al-Takwir
ayat 26.
k. Ayy ( ‫ ) أي‬untuk menanyakan apa atau siapa, seperti dalam QS. al-
An’am ayat 81.15
4. Kaidah Nakirah dan Ma’rifah
a. Nakirah
Isim Nakirah yaitu isim yang menunjukkan kata benda tak
tentu dan isim ini memiliki beberapa fungsi di antaranya:
1) Untuk menunjukkan isim tunggal seperti kata ( ‫ ) رجل‬dalam QS.
al-Qashash ayat 20.

15
Fuad Ni’mah, Qawa’id al-Lughah al-Arabiyyah, Juz I (Cet. 9; Damaskus: Dar al-
Hikmah, t.th.), h. 189.

25
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib

2) Untuk menunjukan ragam atau macam al-naw ( ‫ ) النوع‬misalnya


kata ( ‫ ) حياة‬dalam QS. an-Nur ayat 45.
3) Untuk mengagungkan atau memuliakan al-ta’zhim ( ‫) التعظيم‬
seperti kata dalam QS. al-Baqarah ayat 279. Harb dalam ayat
ini maksudnya peperangan yang dahsyat (besar).
4) Untuk menunjukkan jumlah yang banyak al-katsir ( ‫) الكثير‬
seperti kata dalam QS. al-Syu’ara ayat 42, ajran ( ‫ ) أجـرا‬dalam
ayat ini maksudnya adalah pahala yang banyak (cukup).
5) Untuk menghinakan atau merendahkan al-tahqir ( ‫) التحقير‬
seperti dalam QS. Abasa ayat 19, maksudnya manusia
diaciptkan Tuhan dari sesuatu yang hina.
6) Untuk menyatakan jumlah sedikit al-taqlil ( ‫ ) التقليل‬seperti
dalam QS al-Taubah ayat 72. Maksudnya ridha Allah yang
sedikit itu lebih besar ketimbang surga-surga yang ada karena
merupakan pangkal kebahagiaan.
7) Untuk menunjukkan pengertian umum jika nakirah tersebut
mengandung nafy atau nahy misalnya kata dalam QS. al-
Infithar ayat 19, bersifat umum menunjukkan kepada
siapapun.16
b. Ma’rifah
Adapun isim ma’rifat memiliki fungsi yaitu:
1) Ta’rif dengan isim dhamir (Kata ganti) untuk meringkas
kalimat seperti dalam QS. al-Ahazab ayat 35. Dhamir yang
terdapat dalam kalimat tersebut yaitu hum ( ‫) ھم‬.
2) Ta’rif dengan alamiah ((nama diri). Ta’rif ini berfungsi untuk
menghadirkan pemilik nama itu dalam hati dengan cara
menyebutkan namanya yang khas, seperti dalam QS. al-Ikhlas
ayat 1-2.
3) Ta’rif dengan isim isyarah (kata penunjuk). Ta’rif ini berfungsi
untuk menunjuk sesuatu itu dekat, seperti dalam QS. Luqman
ayat 11 atau yang ditunjuk itu jauh.
4) Ta’rif dengan isim maushul (kata sambang) karena beberapa
alasan, pertama karena tidak disukai penyebutan namanya
untuk mrnutupi atau merendahkannya seperti dalam QS. al-
Baqarah ayat 183.
5) Ta’rif dengan alif dan lam ( ‫) ال‬. Ta’rif ini memiliki fungsi
untuk menunjukkan sesuatu yang diketahui karena telah

16
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an (Cet. I; Bandung:
Mizan, 1997), h. 66.

26
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013

disebutkan terdahulu, seperti dalam QS. al-Nur ayat 35, QS. al-
Maidah ayat 2 kata ( ‫) البـر‬17
6) Ta’rif dengan al-idhafah ( ‫ ) اإلضافـة‬penyandaran. Ta’rif ini
berfungsi untuk memuliakan atau meberikan penghargaan
kepada yang bersandar (al-mudhaf) seperti kata ( ‫ ) عبادي‬dalam
QS. al-Hijr ayat 42.18
5. Kaidah-Kaidah Soal Jawab
Setiap ada pertanyaan, biasanya ada jawaban sehingga apa yang
dikehendaki penanya dapat terpenuhi.namun, dalam al-Qur’an tidak
selamanya yang dipertanyakan jawabannya harus sesuai dengan apa
yang dikehendaki. Adakalanya jawaban yang diberikan lebih luas
dibanding sesuatu yang ditanyakan.19 Adakalanya jawabannya lebih
sempit cakupannya ketimbang yang ditanyakan.20
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa bentuk soal dan jawab,
sebagaimana dikemukakan Khalid al-Rahman:
a. Jawaban yang bersambung dengan pertanyaan, QS. al-Baqarah: 215.
b. Jawaban yang terpisah, baik dalam satu surat maupun dalam dua
surat yang berbeda, QS. al-Furqan ayat 7 dan 60.
c. Dua jawaban dalam satu surat untuk satu pertanyaan, QS. al-
Zukhruf ayat 31-32.
d. Pertanyaan yang jawabannya terhapus atau tidak disebutkan. QS.
Muhammad ayat 14.
e. Jawaban yang disebutkan mendahului pertanyaan. QS. Shad ayat 1
dan 4.21
6. Kaidah Dhamir, tadzkir dan Ta’nits
a. Kaidah dhamir (kata ganti)
Dalam upaya penghematan terhadap penggunaan kalimat
termasuk juga di dalamnya pengefektifan kalimat, maka dhamir
merupakan salah satu alternatif yang tepat (QS. al-Ahzab ayat 35,
QS. al-Rahman 26).
b. Kaidah Tadzkir dan Ta’nits
Dalam bahasa Arab dibedakan antara menyebutkan kata
berjenis betina (al-ta’nits) dan berjenis jantan (al-tadzkir).
Muannats dibagi kepada dua yaitu: muannats haqiqi seperti yang

17
Ibid., h. 60
18
M. Karman, op. Cit., h. 294.
19
Lihat QS. al-An’am ayat 64.
20
Lihat QS. Yunus ayat 15.
21
Kahlid Abd. Rahman, op. Cit., h. 423.

27
2013 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember Jurnal Al-Ta’dib

terdapat pada QS. al-Nisa ayat 12, dan muannats majasy QS. Yasin
ayat 38.22

7. Kaidah Syarah dan Hadzf Jawab al-Syarth


Salah satu uslub al-Qur’an yang tidak kalah pentingnya dengan
uslub yaitu syarat-syarat adalah gaya bahwa yang tersusun dari
instrumen syaratyang berkaitan di antaradua kalimat. Kata pertama
disebut syarath, sedangkan yang kedua disebut jawab al-syarath.
Dalam al-Qur’an dapat dijumpai kalimat-kalimat yang terdiri
dari uslub syarath, misalnya : ( ‫إن‬ ْ ) jika, QS. al-Baqarah ayat 284, (
‫ ) إذا‬jika atau bila, seperti QS. al-Nashr ayat 1-3.23

E. Penutup
Untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an yang berbahasa Arab atau
serumpun dengan bahasa Arab, baik dari segi arti dan makna, maka
diperlukan penafsiran. Dalam upaya menafsirkan dan memahami ayat-
ayat al-Qur’an dengan baik dan kompleks, maka diperlukan maka syarat
ilmu pengetahuan yaitu dengan mengetahui Qawaid al-Tafsir. Hubungan
Qawa’id al-Tafsir dengan bahasa Arab sangat erat, dimana qawa’id al-
tafsir harus didukung oleh kaidah-kaidah dasar dan kaidah-kaidah
kebahasaan (bahasa Arab). Kaidah-kaidah kebahasaan (bahasa Arab)
itulah yang menjadi alat bantu untuk memahami makna yang dimaksud
dalam ayat-ayat al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Abd. Rahman, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur’an, Cet. I;


Bandung: Mizan, 1997.
Faudah, Mahmud Basuniy, Tafsir-tafsir al-Qur’an Perkenalan dengan
Metodologi Tafsir, terjemahan H.M. Mochtar Zaeni dan
Abdul Qadir hamid, Cet. I; Bandung: Pustaka, 1987.
Hakim, Abd. Al-Hamid, Mabadiy Awwaliyah fi Ushul al-Fiqh wa al-
Qawa’id al-Fiqhiyyah, Jakarta: Maktabah Sa’diyyah Putra,
t.th.
Jalal, Abdul, Urgensi Tafsir Maudhu’i pada Masa Modern, Cet. I; jakarta:
kalam Mulia, 1990
Karman, M., Ulumul Qur’an Dan Pengenalan Metologi Tafsir,(Cet. I;
Bandung: Pustaka Islamika, 2002.

22
M. Karman, op. Cit., h. 298.
23
Ibid., h. 299.

28
Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013

Ni’mah, Fuad, Qawa’id al-Lughah al-Arabiyyah, Juz I, Cet. 9; Damaskus:


Dar al-Hikmah, t.th.
Al-Rumi, Fahd bin Abd al-Rahman, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas
Al-Qur’an, Cet. I; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Zakariya, Ahmad bin Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Jilid V, Cet. I;
Beirut: Dar al-Jail, 1991.
Al-Zarqaniy, Muhammad Abd al-Adim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-
Qur’an, Jilid I, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Al-Zikra Terjemah dan Tafsir al-Qur’an dalam Huruf Arab dan Latin,
Cet. 10; Bandung: angkasa, 2002.

29

Anda mungkin juga menyukai