Penyusun :
Hafidz Waskito A (5014201101)
M.Fariz Alkoiri (5016201031)
Herni Audiyana (5016201079)
Hana’ Nafisa Oktavia (5016201111)
Selain hal diatas pada kebijakan ini juga menjelaskan detail peran dari pemerintah dalam
mengawasi migran yang bekerja diluar negeri sehingga dapat diharapkan kebutuhan atau hak dari
para migran tersebut dapat terpenuhi. Dan pada kebijakan ini juga menjelaskan secara detail
penempatan dari para migran tersebut sehingga diharapkan dapat meminimalisir kekacauan atau
kejahatan yang diperoleh migran, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan secara sesuai maka ada
tim pembinaan dan pengawasan yang akan memberikan sanski yang sesuai dengan sanksi yang
berada pada kebijakan tersebut dengan ketentuan paling berat adalah pencabutan izin.
Apabila dalam proses bekerja migran mendapat permasalahan maka sudah dijelaskan pada
kebijakan tersebut terkait penyeselaian permasalahan dan penyidikan untuk menyidik terkait
masalah tersebut dan apabila terbukti bermasalah maka mendapat sanksi, sanski pidana yang telah
dituliskan pada kebijakan tersebut. Jadi pada kebijakan ini sudah mencakup semua ketentuan dari
migran, pemberi kerja hingga pemerintah selain itu sanksi penyidikan penyelesaian masalah hak
kewajiban dan wewenang sudah dijelaskan secara detail pada kebijakan ini terkait perlindungan
migran Indonesia yang bekerja diluar negeri.
Ditilik pula dari isinya sendiri, pada UU nomor 18 tahun 2017 pasal 2 a-k telah tertulis asas
asas apa saja yang melindungi pekerja migran indonesia. Bahkan dalam pasal 2 b dan c tertulis
secara lugas asas persamaan hak dan juga asas pengakuan atas martabat dan hak asasi manusia
secara berurut. Kelugasan tersebut sangat sejalan dengan sila kedua pancasila. Tak diragukan pula
masih pada pasal keduanya di poin f, g, dan juga h asasnya terutama pada realisasi perlindungan
pekerja migran agar secara berurut memiliki asas kesetaraan dan keadilan gender, nondiskriminasi,
serta anti-perdagangan manusia. Dari poin poin yang terdapat dalam pasal kedua ini, tak diragukan
lagi bahwasannya uu nomor 18 tahun 2017 ini memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan sila
kedua pancasila.
Dalam pasalnya yang lain, lebih tepatnya pasal 13 bahkan telah disebutkan dengan sangat
jelas pula oleh pemangku kekuasaan mengenai syarat syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh
para pekerja migran indonesia untuk dapat bekerja di luar negri. Persyaratan persyaratan tersebut
tentu saja berupa dokumen resmi yang memiliki kuasa hukum atas pribadi masing masing pekerja
migran, sehingga secara tidak langsung hak hak atas pribadi pekerja imigran ini masing masing
telah terlindungi secara penuh dan mungkin apabila jika suatu saat terjadi suatu hal yang tidak
diinginkan, HAM mereka akan terlindungi secara penuh dibawah naungan hukum yang jelas.
Bahkan dalam pasal 62 pun telah terpatri secara jelas mengenai sanksi sanksi apa saja yang akan
mengenai instansi seberang yang menaungi para pekerja imigran ini apabila diketahui melakukan
suatu tindakan yang tentu saja menyalahi aturan Hak Asasi Manusia yang ada.
Ditilik dalam realisasinya di kehidupan sehari hari pun dapat diketahui bahwa penerapan uu
ini memang sangat rawan akan kasus kasus pelanggaran HAM itu sendiri, seperti contohnya yang
telah dilansir oleh BBC, mereka mengatakan bahwa terdapat banyak sekali kasus tindak pelecehan
seksual yang dialami oleh pekerja migran khususnya wanita. Tetapi berkat kejelasan hukum yang
ada tentu saja pelaku mendapat hukuman yang setimpal, dan hal ini sangat berjalan sesuai dengan
sila kedua yang ada.
Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa lagi lagi akan menjadi suatu hal yang sangat
benar adanya bila UU nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
dengan sila kedua pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki substansi atau
hubungan yang saling mengikat serta sangat kuat antar keduanya. Baik dalam isi dan pasal
pasalnya, kasus kasus nyata yang ada, hingga penanganannya sungguh sangat mencerminkan
kebijakan akan hak asasi manusia itu sendiri.
Menurut kami, salah satu penyebab gagalnya UU No.18 Tahun 2017 terimplementasi
dengan baik yaitu bisa jadi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dari calon pekerja migran
yang hanya ingin memperbaiki nasib meraka tanpa mengetahui prosedur yang harus dipenuhi dan
memastikan kemampuan mereka. Selain itu, gagalnya pengimplementasian UU No.18 Tahun 2017
juga dapat disebabkan oleh pemerintah yang masih kurang dalam penerapan kebijakan tersebut.
Maka dari itu masih perlu adanya suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
diperlukannya koordinasi yang baik antar instansi yang terkait mulai dari Pemerintah Daerah
sampai dengan Departemen Luar Negeri agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang agar
pemerintah bisa memonitor setiap langkah pekerja migran Indonesia agar apabila terjadi suatu
permasalahan bisa langsung ditelusuri. Selain itu, solusi yang dapat kelompok kami berikan
terhadap hal ini agar UU No.18 Tahun 2017 dapat terinplementasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk pekerja migran: agar mengikuti segala aturan dan jalur resmi yang telah diatur dalam
UU Perlindungan Pekerja Migran. Sebagai contoh: mengurus dokumen resmi dan jaminan
kerja, serta mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN)
2. Untuk pemerintah daerah: agar meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja Gugus Tugas
Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di daerahnya dan bekerja
sama dengan LSM yang bergerak dalam pelayanan pekerja migran.
3. Untuk pemerintah pusat: agar selalu memastikan setiap kedatangan dan perpanjangan kerja
tenaga migran telah memiliki dokumen resmi sesuai dengan standar HAM internasional
yang berlaku, dan juga harus meningkatkan kinerja tempat pengaduan kasus dan permintaan
layanan secara online dan offline yang sesuai dengan standar HAM internasional,
terjangkau, mudah diakses oleh perkerja migran agar pelayanan dan upaya perlindungan
pekerja migran dapat segera dilakukan.
SUMBER REFRENSI
Web 1: https://disnakertrans.lomboktimurkab.go.id/
Web 2: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/64508/uu-no-18-tahun-2017