Anda di halaman 1dari 24

20 

POLITIK DAN PEREMPUAN DI INDONESIA PASCA REFORMASI

Oleh: Indra Fauzan

ABSTRACT

Women in the political context of Indonesia has a very significant role, because the
position of women in politics in Indonesia not yet well established and sometimes even
impressed marginalized because of the position of women in politics is always behind man.
This can be seen in various positions in political parties, political organizations and even in
Parliament though. This indicates that women's political participation is still very limited so
that the position of women in politics in Indonesia is still very weak, so in need of a strategy
to increase women's political participation in Indonesia either from the lowest to the highest
rank. Although there is affirmative action to increase women's political participation in
politics but it does not guarantee that the political position of women to be equal to men
colleagues Because there are not many women who want and memimiliki opportunity for a
career and strive in the path of politics. Many problems encountered principally in
Indonesian culture. This study will explore how women's political participation in the
political context in Indonesia and is expected to add to the treasures of female political
discourse itself.

Keywords: Womens, Politics, Political Participation, Reform.

                                                            

Mahasiswa pada Program Ph.D Institut Kajian Etnik (KITA) Universiti Kebangsaan Malaysia dan Dosen pada
Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Email:
fauzan_ukm@yahoo.com.
 
21 
 

Pendahuluan emansipatif dan perempuanpun menerima


Peran politik perempuan di paradigma tersebut bahwa politik
Indonesia merupakan salah satu yang merupakan wilayahnya kaum laki-laki,
cukup signifikan untuk dikaji dan dilihat, perempuan hanya punya peran sebagai
bagaimana perempuan Indonesia mampu istri, ibu, dan pendamping kaum pria, tidak
mengekspresikan diri mereka dalam punya kekuatan untuk mengambil
panggung politik bersaing dengan kaum kebijakan, menentukan arah kebijakan dan
laki-laki sebagai bentuk dari pencarian mengeksekusi kebijakan itu sendiri
persamaan hak dan kewajiban dalam sehingga kebijakan yang diambil oleh
politik itu sendiri, tak dapat dipungkiri pemerintahan terkadang tidak berorientasi
bahwasanya di Indonesia politik dan tidak berpihak kepada perempuan itu
merupakan domain laki-laki dan dominasi sendiri.
kaum pria merupakan sebuah keniscayaan Setelah reformasi bergulir,
dan terkadang begitu mutlak dan tidak jatuhnya rezim presiden Soeharto yang
terusik sama sekali. telah berkuasa lebih dari 32 tahun
Pada masa revolusi kemerdekaan, lamanya, keran kebebasan dan
perempuan memiliki peran yang sangat berkekspresi menjadi lebih terbuka.
signifikan terumtama dibeberapa daerah Demokrasi yang dieluk-elukkan sebagai
perlawanan yang mengharuskan sebuah sistem yang ramah kepada semua
perempuan mengambil alih kepemimpinan pihak mulai menjalani perannya yang
melawan penjajah, ambil contoh Tjut baru, kalau pada masa orde lama dan orde
Nyak Dhien, Tjut Nyak Mutia, Dewi baru, demokrasi terasa bias dan terkadang
Sartika, Kartini dan beberapa tokoh malah lari dari pakemnya. Pada era
perempuan lainnya. Ini mengindikasikan reformasi demokrasi seolah-olah menjadi
bahwa perempuan bukan makhluk yang jalan keluar yang terbaik dan merupakan
lemah dan bukan makhluk harus surga bagi kebebasan. Apakah itu
didominasi, karena secara politik peran kebebasan pers, kebebasan berkespresi,
perempuan adalah sama dengan kaum pria berpendapat, bersyarikat dan macam-
dan mereka memiliki kekuatan politik macam bentuk kebebasan lainnya.
yang besar terutama dalam jumlah Perempuan merupakan salah satu
populasi. komoditas politik yang dianggap penting
Harus diakui memang bahwa peran oleh negara ini pasca reformasi,
perempuan dalam politik agak bagaimana peran-peran perempuan dalam
termarjinalkan dan jauh dari kesan politik sedikit demi sedikit mulai muncul
22 
 

kepermukaan, eksistensinya mulai diakui perempuan betapa pentingnya bidang


dan keterwakilan perempuan dalam partai politik dalam kehidupan mereka. Karena
politik mulai dimasukkan, quota 30 % dengan pemahaman mereka akan politik
keterwakilan perempuan mulai di serta pengambilan kebijakan akan
akomodir, walaupun pada awalnya membuat perempuan lebih mandiri dan
mendapat resistensi dari beberapa kritis terhadap hidup mereka. Sebab
kalangan. bagaimanapun juga ketika perempuan
Eksistensi perempuan dalam politik memahami politik akan membawa dampak
setelah reformasi berlangsung lebih dari kepada pentingnya pendidikan, kesehatan,
sepuluh tahun berjalan lamban dan agak ekonomi, sosial dan budaya dalam skope
sedikit diluar perkiraan, banyak faktor yang lebih luas, sehingga menghindarkan
sepertinya yang menghambat laju dari perempuan dari beberapa efek negatif yang
eksistensi politik perempuan baik secara sering muncul belakangan ini, seperti:
partisipasi maupun eksistensi. Karena Kekerasan dan perdagangan manusia
terkesan bahwa perempuan masih belum (human trafficking).
bisa lepas dari kungkungan budaya dan Adapun pendekatan yang
pemahaman tentang bagaimana perempuan digunakan dalam penelitian ini adalah
Indonesia itu semestinya. Masih banyak pendekatan partisipasi politik dan sistem
perempuan Indonesia masih belum politik, di mana keterlibatan perempuan
mandiri secara politik, pendidikan dan dalam politik disorot dari aspek derajat
pemahaman perempuan akan politik masih partisipasi mereka yang dikaitkan dengan
kurang. Politik perempuan masih perubahan-perubahan dalam sistem politik
bergantung kepada laki-laki ini terwujud Indonesia pasca reformasi. Sementara
dalam kegiatan-kegiatan politik semisal dalam pengumpulan data menggunakan
Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan metode studi pustaka dan dokumen.
Legislatif, keanggotaan atau kepengurusan
dalam partai politik dan lain sebagainya, Kajian Pustaka
partisipasi politik perempuan sangatlah Sejauh ini kajian-kajian tentang
rendah. peranan perempuan di dalam bidang
Berdasarkan latar belakang tersebut politik telah dilakukan banyak pakar,
artikel ini mencoba meninjau dan terutama pasca reformasi 1998. Hasil-hasil
menganalisis bagaimana partisipasi politik kajian tersebut muncul dalam karya-karya
perempuan di Indonesia selama ini, serta baik dalam jurnal ilmiah, penulisan
untuk menggugah kesadaran golongan disertasi, tesis dan penelitian-penelitian
23 
 

lainnya. Beberapa penelitian yang perempuan Kudus hanya aktif


berkaitan dengan penelitian ini, seperti berpartisipasi dalam penyaluran suara saja.
yang dilakukan oleh M. Zainuri (2007), Tetapi pasca reformasi telah terjadi
Nurhidayah (2012) dan juga Khofifah perubahan arah pemikiran perempuan, di
Indar Parawangsa (2002). mana mereka berani keluar dari
M. Zainuri (2007) adalah antara kungkungan sempit aturan tradisional
peneliti yang berminat pada partisipasi kitab kuning dan mencoba menjadi bagian
politik perempuan, dalam tesisnya yang dari partai politik meskipun kebanyakan
berjudul “Partisipasi Politik Perempuan berawal dari organisasi sayap partai-partai
(Perspektif Tradisi Islam Lokal Kudus)” politik tertentu, dilanjutkan dengan
beliau menganalisis faktor-faktor apa saja menjadi aktivis partai politik bahkan
yang menjadi hambatan dan tantangan menjadi anggota legislatif.
bagi perempuan tradisional di Kudus, yang Sementara itu Nurhidayah (2012)
terkenal dengan kota santri, sentra dalam Journal of Educational of Social
penyebaran agama Islam oleh Sunan Studies menuliskan penelitiannya yang
Kudus pada masa lalu. Di daerah tersebut berjudul “Partisipasi Politik Anggota
tokoh agama, yakni kyai memiliki Legislatif Perempuan Dalam Penambilan
kedudukan yang sangat penting dan Kebijakan” lebih melihat aspek
dihormati. Masyarakat Kudus menjadikan partisipasi politik anggota legislatif
“kitab kuning” yang berisi pedoman perempuan dalam pengambilan kebijakan-
ajaran-ajaran Islam sebagai rujukan utama kebijakan sesuai dengan fungsi-fungsi
kehidupan mereka. dewan perwakilan. Nurhidayah melihat
Dalam penelitiannya, M Zainuri bahwa partisipasi politik perempuan di
melihat bahwa masyarakat Kudus yang legislatif belumlah optimal dalam
tradisional dan fanatik terhadap ajaran- penyaluran-penyaluran aspirasinya.
ajaran dari kitab kuning memandang sinis Menurut beliau, ada beberapa faktor yang
terhadap perempuan yang berpartisipasi mempengaruhi tidak optimalnya peran
dalam politik, baik sebagai kader partai angggota legislatif perempuan dalam
ataupun simpatisan partai. Keadaan parlemen di antaranya adalah; wawasan
demikian membuat perempuan Kudus dan pengalaman perempuan dalam politik
merasa terhambat baik secara politik, masih sangat terbatas, kepentingan politik
sosial budaya, psikologis dan agama jauh lebih dominan dibandingkan
sehingga selama pemilihan umum yang kepentingan masyarakat atau kelompok
dilaksanakan sebelum masa reformasi masyarakat.
24 
 

Nurhidayah berpendapat para keluarga daripada berjuang sampai tengah


anggota legislatif perempuan harus lebih malam dalam politik.
optimal dalam memahami prinsip-prinsip Dari beberapa penelitian di atas,
pengarusutamaan gender (PUG) atau partisipasi politik perempuan kebanyakan
kesetaraan gender, sekaligus memiliki terbatas karena beberapa sebab, seperti;
kesiapan dan kesediaan waktu serta tenaga budaya dominan di setiap daerah adalah
untuk memperjuangkan hak-hak kaum patriakhal, akses pendidikan perempuan
perempuan sesuai dengan nilai-nilai moral yang terbatas, ketergantungan ekonomi
maupun bangsa yang bermartabat dan terhadap suami, peranan sebagai ibu
berkeadaban. rumah tangga yang sulit untuk berlama-
Dalam studi yang lain Khofifah lama di parlemen, dan kebanyakan juga
Indar Parawangsa (2002) dalam tulisannya perempuan apatis terhadap aktivitas politik
dalam IDEA International yang berjudul dan cenderung menjadi pemilih pasif
“Obstacles to Woman’s Participation in dalam pemilihan umum saja.
Indonesia” menyatakan bahwa hambatan
perempuan dalam politik di Indonesia Konsep-Konsep Partisipasi Politik
diakibatkan oleh budaya patriakial yang Perempuan
tidak diimbangi oleh akses dalam bentuk 1. Pengertian Partisipasi Politik
afirmasi bagi perempuan. Walaupun dalam Partisipasi politik bukanlah barang
Undang-Undang 1945 Bab X ayat 27 baru dalam dunia ilmu politik, hal ini
menyatakan bahwa “semua warga Negara untuk melihat sejauh mana tingkat
sama di mata hukum dan pemerintah” partisipasi masyarakat dalam politik baik
sedangkan ayat 28 menjamin “kebebasan secara konvensional atau non
berkumpul dan berserikat, dan menyatakan konvensional. Banyak istilah dan
pendapat baik secara lisan maupun pengertian tentang partisipasi politik,
tulisan.” sedangkan secara umum partisipasi politik
Sekalipun demikian dalam kondisi itu sendiri mengacu pada kegiatan orang-
patriakhal, perempuan menghadapi perorang dari semua tingkatan politik,
kendala untuk mensejajarkan diri dengan misalnya pemilih (pemberi suara)
laki-laki dalam berbagai bidang. Beberapa berpartisipasi dengan memberikan
hambatan tersebut seperti faktor budaya, suaranya dalam sebuah pemilihan umum,
ekonomi, pendidikan dan juga situasi yang sehingga bias dikatakan partisipasi politik
dihadapi oleh kebanyakan perempuan, itu adalah penentuan sikap dan keterlibatan
seperti mementingkan kepentingan individu dalam kehidupan berbangsa dan
25 
 

bernegara dalam rangka mencapai cita-cita tindakan-tindakan yang mereka ambil


bangsanya. Sedangkan secara harfiah (Almond 1974: 48).
partisipasi politik menurut Jean Jacque c. Miriam Budiarjo, partisipasi politik
Rosseau dalam bukunya The Social adalah kegiatan seseorang dalam partai
Contract mengatakan bahwa partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup
sangat penting bagi pembangunan diri dan semua kegiatan sukarela melalui mana
kewarganegaraan, di mana melalui seseorang turut serta dalam proses
partisipasi individu dan menjadi warga pemilihan pemimpin-pemimpin
publik, mampu membedakan persoalan poloitik dan turut serta secara langsung
pribadi dengan persoalan masyarakat. atau tak langsung dalam pembentukan
Sementara itu, John Stuart Mill kebijakan umum (Budiardjo 1986: 52).
menyatakan bahwa tanpa partisipasi nyaris d. Samuel P. Huntington, partisipasi
semua orang akan ditelan oleh kepentingan politik adalah kegiatan warga Negara
pribadi dan pemuasan kebutuhan pribadi yang bertindak sebagai pribadi-pribadi
mereka yang berkuasa. yang dimaksudkan untuk
Beberapa pakar politik mempengaruhi perbuatan keputusan
memberikan pendapat mereka tentang apa oleh pemerintah. Partisipasi politik
itu partisipasi politik, di antaranya adalah: juga bersifat individual atau kolektif,
a. Herbert Mc Closky, yang menyatakan terorganisir atau spontan, mantap atau
bahwa partisipasi politik adalah sporadis, secara damai atau dengan
kegaiatan-kegiatan sukarela dari warga kekerasan, legal atau illegal, serta
masyarakat melalui mana mereka efektif atau tidak efektif (Riswandha
mengambil bagian dalam proses Imawan 1991: 117).
pemilihan penguasa dan secara e. Ramlan Surbakti menyatakan bahwa
langsung terlibat dalam proses Partisipasi Politik adalah keikutsertaan
pembentukan kebijaksanaan umum warga negara biasa dalam menentukan
(Rush dan Althoff 196: 123-125). segala keputusan yang menyangkut
b. Norman H. Nie dan Sidney Verba atau mempengaruhi hidupnya
mengatakan bahwa partisipasi politik (Surbakti 1999: 140).
adalah kegiatan pribadi warga Negara Sedangkan dalam tulisan yang lain
yang legal dan sedikit banyak langsung Myron Miner menekankan bahawa sifat
bertujuan untuk mempengaruhi seleksi sukarela dalam partisipasi politik dan
pejabat-pejabat Negara dan/atau mengemukakan menjadi anggota
organisasi atau menghadiri rapat umum
26 
 

atas perintah pemerintah bukanlah bentuk untuk memenuhi kuota politik


dari partisipasi politik (Huntington 1994: keterwakilan perempuan di parlemen.
10). Penting partisipasi politik bagi
Dilihat dari pengertian-pengertian perempuan diesebabkan persoalan
di atas bahwa partisipasi politik partisipasi sangat berkaitan dengan
merupakan hak warga negara dan masalah-masalah lain. Menurut
merupakan sebuah kegiatan politik yang MacKinnon (1989: 215) bahwa ketika hak
bertujuan mencapai tujuan-tujuan politik politik terenggut maka hak-hak lainnya
dan melibatkan semua warga negara baik akan mengikuti (terenggut pula). Politik
itu laki-laki dan juga perempuan tanpa adalah ranah yang sangat fundamental bagi
diskriminasi gender, semua memiliki hak pemenuhan hak-hakn lainnya. Hal ini
yang sama, sehingga perempuanpun mengingatkan kita akan pendapat politik
berhak menggunakan haknya untuk yang mengatakan bahwa kekejaman
melaksanakan dan menyelenggarakan politik adalah kekejaman yang paling
kegiatan-kegiatan politik baik yang menyengsarakan perempuan karena
tersistematis ataupun tidak. implikasinya adalah menggilas hak-hak
perempuan dibidang lainnya seperti
2. Bentuk dan Tingkat Partisipasi pendidikan, kesehatan dan bentuk
Politik Perempuan. aktifitas-aktifitas lainnya.
Kendati berbagai perangkat hukum Faktor lain yang mempengaruhi
telah dibuat dan disepakati tapi pada rendahnya partisipasi politik perempuan
kenyataannya masih saja posisi premepuan adalah pemahaman masyarakat terhadap
pada saat ini masih termarjinalkan, baik perempuan, sepanjang yang kita ketahui
dalam kehidupan social, ekonomi apalagi bahwa masyarakat Indonesia pada
politik, posisi perempuan menjadi sebuah umumnya masih menganggap bahwa
posisi yang rentan konflik bahkan bisa perempuan yang aktif bekerja di luar atau
menjadi posisi yang rentan akan prilaku- memenuhi hidupnya dengan beraktivitas
prilaku diskriminatif dari laki-laki. Hal ini diluar mendapat pandangan yang sinis dan
bisa kita lihat dalam keterwakilan akan mendapat reaksi yang jelek dari
perempuan di parlemen ataupun di partai- lingkungan disekitarnya dan direndahkan
partai politik, masih sangat sedikit peran secara social.
perempuan disitu atau terkadang posisi Mengikut Pary G, Moyser G dan
perempuan hanya menjadi formalitas saja Day N (1992: 3) menyatakan partisipasi
politik adalah bentuk keikutsertaan dalam
27 
 

proses formulasi, pengesahan dan Kedua, terjadinya subordinasi pada


pelaksanaan kebijakan. Bentuk nyata salah satu jenis sex, yang umumnya pada
partisipasi ini adalah keterwakilan kaum perempuan. Dalam rumah tangga,
perempuan baik di legislatif maupun di masyarakat, maupun Negara, banyak
eksekutif, sehingga peran serta perempuan kebijakan dibuat tanpa “menganggap
lebih terwakilkan dan juga partisipasi penting” kaum perempuan. Misalnya,
perempuan dalam politik lebih menonjol anggapan bahwa perempuan toh akan
dan tidak termarjinalkan, sehingga ada kedapur juga, mengapa harus sekolah
sinergi antara kaum laki-laki dan kaum tinggi-tinggi, adalah bentuk subordinasi
perempuan dan tidak ada diskriminasi yang dimaksudkan. Atau misalnya,
gender. perempuan itu emosional, dia tidak dapat
Diskriminasi ini karena terjadinya dan tepat untuk memimpin partai atau
persepsi yang merendahkan berdasarkan menjadi manajer, hal ini adalah proses
jenis kelamin secara tradisional bahwa subordinasi dan diskriminasi yang
perempuan lebih rendah daripada gender disebabkan oleh gender.
laki-laki. Selain itu ternyata peran gender Ketiga adalah pelabelan negatif
melahirkan masalah yang perlu digugat, (stereotype) terhadap jenis kelamin
yakni ketidak adilan yang ditimbulkan tertentu, terutama terhadap kaum
oleh “peran gender” dan “perbedaan perempuan dan akibat dari stereotype itu
gender” tersebut. Mansour Fakih membagi terjadi diskriminasi serta ketidakadilan
asumsi ketidakadilan gender ini kepada lainya. Dalam masyarakat banyak sekali
lima sebab. Pertama, terjadi marginalisasi stereotype yang dilabelkan kepada kaum
(kemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan yang akibatnya membatasi,
perempuan. Meskipun tidak semua menyulitkan, memiskinkan, dan
marginalisasi perempuan disebabkan oleh merugikan kaum perempuan. Karena
ketidakadilan gender, yang dipersoalkan adanya keyakinan masyarakat bahwa laki-
dalam analisis gender adalah marginalisasi laki adalah pencari nafkah (bread winner)
yang disebabkan oleh perbedaan gender. misalnya, setiap pekerjaan yang dilakukan
Misalnya, banyak perempuan desa perempuan dinilai hanya sebagai tambahan
tersingkir dan menjadi miskin akibat dan oleh karenanya perempuan boleh
program pertanian Revolusi Hijau yang dibayar lebih rendah.
hanya memfokuskan kepada petani laki- Keempat, kekerasan (violence)
laki, karena asumsi petani pedesaan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya
identik dengan laki-laki. perempuan, karena perbedaan gender,
28 
 

kekerasan disini dimulai dari kekerasan sebagai pemimpin dan bisa bertindak
fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sesuka hati mereka. Ketidak kuasaan
sampai pada kekerasan yang berbentuk perempuan malah menjadi pijakan
lebih halus seperti pelecehan (Sexual ketidakadilan dalam masyarakt terutama
harassment) dan penciptaan masyarakat tradisional, tidak ada ruang
ketergantungan. Banyak sekali kekerasan bagi perempuan untuk maju.
terjadi pada perempuan yang ditimbulkan Sedangkan menurut Naqiyah
karena stereotype gender. (2005: 78) partisipasi politik perempuan
Kelima, karena peran gender dapat dilihat dalam tiga aspek yaitu akses,
perempuan adalah mengelola rumah control, dan suara perempuan dalam
tangga, banyak perempuan menanggung proses pembuatan kebijakan (Policy
beban kerja domestic lebih banyak dan Making Procces). Dalam kenyataannya
lebih lama (burden). Dengan kata lain kegiatan yang disebut diatas masih jauh
‘peran gender’ perempuan yang menjaga dari kata ideal atau sangat kurang dan
dan memelihara kerapian tersebut telah tidak berpihak pada perempuan.
mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan
keyakinan masyarakat bahwa mereka Politik dan Perempuan
harus bertanggung jawab atas Pada konstelasi politik Indonesia
terlaksananya semua pekerjaan domestic. posisi perempuan masih menjadi
Sosialisasi tersebut menjadikan rasa komoditas politik saja, tidak begitu
bersalah pada perempuan jika tidak berperan aktif dan tidak juga terlalu
melakukan, sementara bagi kaum laki-laki, terpinggirkan, meskipun pada
tidak saja merasa bukan tanggung kenyataannya dalam beberapa penelitian
jawabnya, bahkan dibanyak tradisi tingkat partisipasi politik perempuan boleh
dilarang berpartisipasi (Mansour Fakih dibilang masih rata-rata air, atau dengan
2002: 172-174). kata lain tidak begitu menonjol
Hal tersebut diatas menyebabkan prestasinya, banyak hal dan banyak pula
timbul persepsi bahwa perempuan adalah faktor yang mempengaruhi tinggi -
berbeda dan sebagai warga kelas dua rendahnya tingkat partisipasi politik
setelah laki-laki akibat persepsi gender perempuan di Indonesia, terutama pada
yang salah dan melenceng jauh, akibatnya pemilihan kepala daerah dibeberapa
peran perempuan dalam segala bidang tempat.
menjadi lebih sempit dan jauh dari kata Pada pemilihan anggota legislatif
sukses, dan laki-laki menikmati posisi bisa dilihat bahwa keikut sertaan
29 
 

perempuan dalam pemilihan umum sangat jargon saja tidak diimbangi dengan fakta-
sedikit dan bahkan hanya sekedar ingin fakta dilapangan, bahwasanya isu
memenuhi quota yang telah ditetapkan kesetaraan masih menjadi pekerjaan rumah
oleh undang-undang, dan pada akhirnya yang teramat besar bagi sistem politik di
malah perempuan yang duduk di legislatif Indonesia, tugas pemberdayaan politik
malah sangat sedikit dan tidak memiliki perempuan masih “hangat-hangat tai
kualitas yang baik karena sistem ayam” dan secara kasat mata masih sumir
rekrutmen partai yang tidak terbuka dan terlihat.
terkesan asal comot saja. Kondisi partisipasi politik
Ketika era reformasi bergulir dan perempuan di Indonesia secara umum
keran kebebasan dibuka selebar-lebarnya masih sangat rendah dan ditunjang sangat
untuk semua kalangan, baik laki-laki lambannya kesadaran dan pengetahuan
maupun perempuan terutama dalam ranah masyarakat tentang bagaimana pentingnya
politik, diharapkan peran serta masyarakat peranan partisipasi perempuan dalam
dalam menyukseskan reformasi sesuai politik, kondisi ini menyebabkan betapa
dengan amanah reformasi untuk demokrasi dominannya poltik dikuasai oleh kaum
yang lebih baik dan lebih peduli laki-laki sehingga keberpihakan terhadap
kesetaraan disemua sendi-sendi sosial perempuan sering kali terhambat dan juga
maupun struktur masyarakat. tidak disertai dengan gerakan perempuan
Sayangnya, pada ketika reformasi untuk berubah secara alamiah dan
berjalan posisi perempuan dan kontribusi progresif.
perempuan untuk politik masih minim Kesadaran untuk mengambil hak
terlihat, perempuan masih menjadi mereka dalam affirmative action sering
komoditas politik yang didominasi oleh kali menjadi persoalan baik dalam ranah
kaum laki – laki saja, dan tidak menutup politik secara nasional maupun lokal, hal
kemungkinan perempuanpun menjadi alat ini menjadi sebuah hambatan sekaligus
eksploitasi politik baik itu oleh partai- tantangan bagi politik perempuan untuk
partai politik dan juga kelompok- menempatkan posisi mereka duduk sama
kelompok kepentingan lainnya. rendah dan berdiri sama tinggi dengan
Keran kebebasan dan kesetaraan kolega mereka kaum laki-laki,
yang dikampanyekan oleh orang-orang pro Mengikut Pary G, Moyser G dan
demokrasi dan aktor-aktor politik yang Day N (1992: 3) menyatakan partisipasi
menjadi pemeran utama dalam panggung politik adalah bentuk keikutsertaan dalam
politik Indonesia terkadang hanya jargon- proses formulasi, pengesahan dan
30 
 

pelaksanaan kebijakan. Bentuk nyata menyengsarakan perempuan karena


partisipasi ini adalah keterwakilan implikasinya adalah menggilas hak-hak
perempuan baik di legislatif maupun di perempuan dibidang lainnya seperti
eksekutif, sehingga peran serta perempuan pendidikan, kesehatan dan bentuk
lebih terwakilkan dan juga partisipasi aktifitas-aktifitas lainnya.
perempuan dalam politik lebih menonjol Pada masa reformasi keterlibatan
dan tidak termarjinalkan, sehingga ada perempuan dalam politik mengalami
sinergi antara kaum laki-laki dan kaum peningkatan secara bertahap dan
perempuan dan tidak ada diskriminasi signifikan, perempuan telah diberikan
gender. peluang dan ruang untuk bersaing dalam
Dalam konteks partisipasi politik kontestasi politik era demokrasi yang lebih
perempuan, diperlukan kesadaran yang terbuka dengan koleganya kaum laki-laki
mendalam tentang betapa pentingnya dalam perannya di partai politik dan
perempuan untuk menentukan arah pemilu sehingga diperlukan sebuah aturan
kebijakan politik pada kekuasaan, ini khusus untuk meningkatkan partisipasi
diperlukan untuk menyeimbangkan politik perempuan baik di parlemen
kebijakan yang pro terhadap perempuan, ataupun ekstra parlemen.
dan tidak melulu berbasis kepada budaya Secara umumnya undang-undang
patriakhi, dimana hirarki tertinggi adalah tentang keterwakilan perempuan telah di
dominan laki-laki, sehingga arah kebijakan lakukan melalui sebuah terobosan hukum
(public policy) hanya menguntungkan laki- seperti UU No. 12 Tahun 2003 pasal 65
laki saja. ayat 1 tentang keterwakilan perempuan
Pentingnya partisipasi politik bagi oleh partai politik dalam pemilihan umum.
perempuan diesebabkan persoalan Menunjukkan ada niatan baik dari
partisipasi sangat berkaitan dengan pemerintah untuk meningkatkan pertisipasi
masalah-masalah lain. Menurut politik perempuan dalam politik walaupun
MacKinnon bahwa ketika hak politik pada awal terbitnya UU tersebut
terenggut maka hak-hak lainnya akan keterwakilan perempuan dalam parlemen
mengikuti (terenggut pula). Politik adalah pada 2004 tidak begitu menggembirakan
ranah yang sangat fundamental bagi bagi kelompok perempuan karena pada
pemenuhan hak-hak lainnya. Hal ini kenyataannya partai politik tentap lebih
mengingatkan kita akan pendapat politik menjamin supremasi laki-laki dalam
yang mengatakan bahwa kekejaman konteks persaingan politik di partai politik
politik adalah kekejaman yang paling dan pemilihan umum.
31 
 

Pada tahun 2008 terbitlah Undang- berlevel ‘bintang lima’ sehingga mereka
undang No 10 tentang Pemilihan Umum mampu merebut dominasi laki-laki baik di
anggota legislative pada pasal 53 yang partai politik ataupun di level organisasi
mensyaratkan paling sedikit 30 persen nasional lainnya.
keterwakilan perempuan dalam daftar Dalam kebanyakan perempuan di
calon anggota legislative dan sebelumnya parlemen adalah karena pengaruh ‘orang
pada 6 Desember 2007 di sahkan Undang- kuat’ di daerahnya baik itu suaminya,
undang No.2 thaun 2008 tentang partai bapaknya, kakeknya, pamannya yang
Politik yang menjamin minimum 30 kepala daerah ataupun patron-patron
persen keterlibatan peremopuan dalam politik lokal, bukan karena mereka kuat
partai politik. Niatan baik undang-undagn secara alamiah dalam belantara politik
tersebut di sahkan adalah dengan tujuan tetapi patron-patron tersebut memberikan
agar meningkatkan lagi partisipasi politik pengaruh yang kuat terhadap pencalonan
dan keterwakilan perempuan dalam pentas mereka, banyak kita lihat di beberapa
politik di Indonesia. Mesti difahami daerah yang suaminya adalah bupati atau
bahawa selama ini keterlibatan perempuan walikota dan istrinya adalah ketua DPRD
dalam politik tidaklah besar, kebanyakan atau anggota legislative di daerah tersebut
perempuan menjadi objek politik semata dan ketika masa suaminya berkuasa akan
yaitu dalam konteks pemiliha umum habis mereka kemudian di gadang-gadang
perempuan hanya menjadi penonton yang untuk menggantikan posisi suami mereka
datang berbondong-bondong ketempat sebagai kepala daerah di daerah tersebut.
pemilihan dan memberikan suara mereka Walaubagaimanapun keterwakilan
ke pada calon-calon yang kebanyakan laki- perempuan di parlemen cukup
laki, memang tidak dapat dihindari bahwa menggembirakan banyak juga perempuan-
keterlibatan perempuan dalam pemilu perempuan yang memiliki kualitas
mendapat stigma positif ataupun negative , mumpuni di pentas politik bukan karena
dan tidak dapat dinafikan bahwa tidak faktor-faktor X tersebut tetapi memang
banyak perempuan yang memang karena mereka memiliki kualitas politik
memiliki kualitas politik yang mumpuni ‘bintang lima’. Kuantitas dan kualitas
baik sebagai kader politik yang berjuang tersebutlah yang sebetulnya diharapkan
dari bawah dan kemudian sampai kepada dari perempuan sebagai sebuah fenomena
pentas politik kelas tinggi ataupun politik di Indonesia pasca reformasi.
perempuan-perempuan yang memang Kualitas diri yang baik tentunya akan
berjuang dengan kualitas politik yang memperkuat demokrasi dan politik itu
32 
 

sendiri dan menguntungkan bagi bangsa undang No 8 tahun 2012 pemilihan umum
dan negara dalam konteks persaingan dan Undang-udang No.2 tahun 2011
politik, sehingga anggapan-anggapan tentang partai politik yang mensyaratkan
miring tentang perempuan dalam politik 30 persen quota pada partai politik yang
sedikit demi sedikit mampu di hilangkang tertera dalam pasal (5d), dan 30 persen
dengan positif. quota perempuan yang menjadi kandidat
Indikasi meningkatnya keterwakilan anggota legislative pada pasal 55.
perempuan dalam parleme itu terlihat dari Tentunya revisi tersebut membuat
meningkatnya jumlah perempuan di kedudukan perempuan di politik cukup
parlemen dari 11.8 persen pada pemiliha mendapat tempat dan perhitungan yang
umum legislative pada tahun 2004 menjadi sangat cermat. Walaupun dalam konteks
18 persen pada pemilihan umum ini bisa dilakukan di level pusat dan
legislative tahun 2009. Keterwakilan provinsi tapi cukup sukar untuk
perempuan di parlemen pada 2009 tersebut dilaksanakan pada tataran kabupaten/kota
menjadi bukti bahwa dari tahun ketahun jauh dan terpencil.
politik menjadi semakin menarik bagi Menurut Nuri Soeseno (2014)
perempuan dan perempuanpun semakin banyak politisi perempuan yang
memiliki kesadaran akan posisi politik sebenarnya memiliki kualitas yang sangat
mereka. Partai politikpun semakin baik dalam pentas politik nasional
membuka peluang kepada perempuan sayangnya perempuan-permpuan dalam
untuk bersaing secara terbuka dengan politik secara kontekstual mendapat
koleganya laki-laki dalam kontestasi ‘cibiran’ atau pandangan miring tentang
politik nasional ataupun lokal. kiprah dan peranan mereka ini bisa dilihat
Walaupun pada tahun 2014 pada pentas pemilihan umum legislative
keterwakilan perempuan dalam parlemen tahun 2014 banyak tokoh-tokoh laki-laki
menurun kembali dari yang semula 18 mendapat pujian dan sanjungan positif
persen menjadi 17, 3 persen, padahal tentang karakter mereka yang bernilai baik
kandidat perempuan yang mencalonkan berbanding dengan politisi perempuan
diri dan masuk dalam daftar pemilih dari yang kecenderungannya mendapat
partai politik mengalami peningkatan dari penilaian berbeda dan kebalikan daripada
33, 6 persen tahun 2009 menjadi 37 persen politisi laki-laki. Sungguh pandangan yang
pada tahun 2014 bikin masygul karena rakyat memiliki pola
(http://www.beritasatu.com). Hal ini pemikiran dan kecenderungan berbeda
tentunya berkaitan dengan revisi Undang- dalam memandang sesuatu tentunya
33 
 

dilandasi faktor sosial, budaya dan lebih ramah terhadap perempuan dan
pendidikan yang berbeda pula. tentunya melindungi hak-hak perempuan.
Sedangkan dalam pentas yang Antaranya adalah Komisi nasional
berbeda, peran perempuan di gerakan Perempuan (1999), kemudian ada
masyarakat sipil di Indonesia mendapat Organisasi Pemberdayaan Perempuan
porsi yang cukup luas, banyaknya Kepala Keluarga (PEKKA, 2000)
Lembaga Swadaya Masyarakat Perempuan oraganisasi perempuan yang didirikan di
yang tumbuh dan berkembang semenjak Aceh sebagai bentuk kepedulian terhadap
reformasi telah membuka perempuan perempuan-perempuan yang suaminya
untuk lebih aktif dalam pentas organisasi menjadi korban konflik, kemudian ada
baik sosial, budaya, ekonomi, hukum dan Yayasan Pulih (2002) yang didirikan untuk
politik. Kebanyakan organisasi perempuan pemulihan psikologi perempuan akibat
merupakan organisasi yang bergerak dari kekerasan baik dalam rumah tangga,
dalam program advokasi dan perlindungan konflik, bencana dan bentuk traumatik
terhadap kaum marjinal ini. Apabila lainnya. Selanjutnya ada Migran Care
mengikut Neng Dara Afifah (2014) organisasi yang peduli terhadap nasib para
seorang komisioner perempuan Republik pekerja yang bekerja di luar negeri dengan
Indonesia membeberkan bagaimana membincangkan wacana-wacana global
tumbuh kembangnya organisasi (Neng Dara Afifa 2014).
perempuan terutamanya pasca reformasi Apabila di kembangkan lebih luas,
yang mampu memberikan warna tersendiri sebenarnya peranan perempuan dalam
dalam demokrasi Indonesia. Sekedar politik tidak saja berada dalam parlemen
menyebutkan beberapa organisasi karena tidak semua perempuan punya
terutamanya KomNas Perempuan yang peluang untuk menjadi anggota parlemen,
didirikan pada masa Presiden habibie karena tidak mudah untuk berada dalam
menjawab tantangan politik masa transisi parlemen perlu banyak modal apakah itu
pasca Orde Baru. modal sosial, modal politik dan modal
Pada 1999 hinggalah sekarang kapital. Untuk itu kesadaran perempuan
tercatat banyaknya organisasi perempuan dalam politik tidak saja bersaing dalam
yang bergerak dalam bidang yang berbeda pemilihan umum untuk menjadi anggota
baik skala nasional ataupun lokal. Peranan parlemen tapi bagaimana perempuan
mereka adalah melakukan ‘tekanan’ mampu memberikan warna dan kesadaran
kepada pemerintah baik pusat atau daerah politik baik di parlemen ataupun ekstra
untuk membuat aturan kebijakan yang parlementer, sehingga perempuan
34 
 

memiliki posisi tawar yang bagus untuk Padahal, tidak semua partai politik
mampu mendorong kebijakan yang pro berpihak kepada perempuan. Artinya,
perempuan dan peduli kepada kedudukan dunia politik masih kental dengan budaya
perempuan. maskulinisme. Misalnya, rapat partai
Perempuan dalam politik bisa dilakukan pada malam hari hingga
muncul dalam profesi apa saja baik yang menjelang subuh. Keadaan ini
formal ataupun non formal, semua bebas menyulitkan bagi perempuan, yang secara
masuk dalam panggung politik dalam tradisional terikat dengan beban kewajiban
partai apa saja, berlatar belakang ideology untuk menjaga anak dan melayani suami.
apa saja sehingga ‘perang terbuka’ tersebut Sehingga, hal tersebut menghambat
membuat perempuan mau tidak mau harus perempuan untuk berperan di bidang
siap bertempur dengan modal-modal yang politik. Contoh lain, mayoritas perempuan
harus dimiliki. Walau bagaimanapun tidak mandiri secara ekonomi, artinya
kedudukan perempuan dalam politik era secara finansial masih bergantung kepada
reformasi telah mengalami kemajuan baik suami. Oleh karena itu, perempuan harus
secara aturan legal maupun ketertarikan seijin suaminya dalam hal membelanjakan
perempuan kepada dunia politik yang uangnya, termasuk untuk membelanjakan
selama ini adalah panggungnya laki-laki. uangnya di bidang politik, terkait dengan
Cabaran dari perempuan untuk koleganya gerakannya di partai politik. Hal ini
tidak bisa dianggap main-main, walaupun berbeda dengan laki-laki yang mayoritas
bilangan perempuan dalam parlemen agak bertindak sebagai pengambil keputusan
sedikit turun tetapi sikap politik berkaitan dengan posisinya sebagai kepala
perempuan untuk mendorong regulasi rumah tangga.
untuk perempuan tidaklah surut sehingga Saluran politik yang terbatas inilah
aturan-aturan politik untuk perempuan salah satu yang menjadi hambatan
lebih bisa mengakomodir kepentingan para walaupun ada DPD sebagai kamar kedua
perempuan di Indonesia. dalam politik, tetapi memang perempuan
Namun demikian, mengikut Luky harus mampu berjuang dengan keras agar
Sandra Amalia (2010) perjuangan mampu membangkitkan semangat dan
perempuan masih menemui jalan berliku peranan perempuan untuk lebih kreatif dan
karena hingga saat ini untuk mencapai progresif dalam mengejar kualitas dan
wilayah publik (lembaga legislatif) harus kuantitas anggota parlemen perempuan.
melalui pintu partai politik sebagai satu- Sangatlah penting bagi perempuan untuk
satunya mesin politik di Indonesia.
35 
 

dapat membuktikan diri walaupun mensyaratkan paling sedikit 30 persen


tantangan terasa berat. keterwakilan perempuan dalam daftar
Pada masa reformasi keterlibatan calon anggota legislative dan sebelumnya
perempuan dalam politik mengalami pada 6 Desember 2007 di sahkan Undang-
peningkatan secara bertahap dan undang No.2 thaun 2008 tentang partai
signifikan, perempuan telah diberikan Politik yang menjamin minimum 30
peluang dan ruang untuk bersaing dalam persen keterlibatan peremopuan dalam
kontestasi politik era demokrasi yang lebih partai politik. Niatan baik undang-undagn
terbuka dengan koleganya kaum laki-laki tersebut di sahkan adalah dengan tujuan
dalam perannya di partai politik dan agar meningkatkan lagi partisipasi politik
pemilu sehingga diperlukan sebuah aturan dan keterwakilan perempuan dalam pentas
khusus untuk meningkatkan partisipasi politik di Indonesia. Mesti difahami
politik perempuan baik di parlemen bahawa selama ini keterlibatan perempuan
ataupun ekstra parlemen. dalam politik tidaklah besar, kebanyakan
Secara umumnya undang-undang perempuan menjadi objek politik semata
tentang keterwakilan perempuan telah di yaitu dalam konteks pemiliha umum
lakukan melalui sebuah terobosan hukum perempuan hanya menjadi penonton yang
seperti UU No. 12 Tahun 2003 pasal 65 datang berbondong-bondong ketempat
ayat 1 tentang keterwakilan perempuan pemilihan dan memberikan suara mereka
oleh partai politik dalam pemilihan umum. ke pada calon-calon yang kebanyakan laki-
Menunjukkan ada niatan baik dari laki, memang tidak dapat dihindari bahwa
pemerintah untuk meningkatkan pertisipasi keterlibatan perempuan dalam pemilu
politik perempuan dalam politik walaupun mendapat stigma positif ataupun negative ,
pada awal terbitnya UU tersebut dan tidak dapat dinafikan bahwa tidak
keterwakilan perempuan dalam parlemen banyak perempuan yang memang
pada 2004 tidak begitu menggembirakan memiliki kualitas politik yang mumpuni
bagi kelompok perempuan karena pada baik sebagai kader politik yang berjuang
kenyataannya partai politik tentap lebih dari bawah dan kemudian sampai kepada
menjamin supremasi laki-laki dalam pentas politik kelas tinggi ataupun
konteks persaingan politik di partai politik perempuan-perempuan yang memang
dan pemilihan umum. berjuang dengan kualitas politik yang
Pada tahun 2008 terbitlah Undang- berlevel ‘bintang lima’ sehingga mereka
undang No 10 tentang Pemilihan Umum mampu merebut dominasi laki-laki baik di
anggota legislative pada pasal 53 yang
36 
 

partai politik ataupun di level organisasi politik, sehingga anggapan-anggapan


nasional lainnya. miring tentang perempuan dalam politik
Dalam kebanyakan perempuan di sedikit demi sedikit mampu di hilangkang
parlemen adalah karena pengaruh ‘orang dengan positif.
kuat’ di daerahnya baik itu suaminya, Indikasi meningkatnya keterwakilan
bapaknya, kakeknya, pamannya yang perempuan dalam parleme itu terlihat dari
kepala daerah ataupun patron-patron meningkatnya jumlah perempuan di
politik lokal, bukan karena mereka kuat parlemen dari 11.8 persen pada pemiliha
secara alamiah dalam belantara politik umum legislative pada tahun 2004 menjadi
tetapi patron-patron tersebut memberikan 18 persen pada pemilihan umum
pengaruh yang kuat terhadap pencalonan legislative tahun 2009. Keterwakilan
mereka, banyak kita lihat di beberapa perempuan di parlemen pada 2009 tersebut
daerah yang suaminya adalah bupati atau menjadi bukti bahwa dari tahun ketahun
walikota dan istrinya adalah ketua DPRD politik menjadi semakin menarik bagi
atau anggota legislative di daerah tersebut perempuan dan perempuanpun semakin
dan ketika masa suaminya berkuasa akan memiliki kesadaran akan posisi politik
habis mereka kemudian di gadang-gadang mereka. Partai politikpun semakin
untuk menggantikan posisi suami mereka membuka peluang kepada perempuan
sebagai kepala daerah di daerah tersebut. untuk bersaing secara terbuka dengan
Walaubagaimanapun keterwakilan koleganya laki-laki dalam kontestasi
perempuan di parlemen cukup politik nasional ataupun lokal.
menggembirakan banyak juga perempuan- Walaupun pada tahun 2014
perempuan yang memiliki kualitas keterwakilan perempuan dalam parlemen
mumpuni di pentas politik bukan karena menurun kembali dari yang semula 18
faktor-faktor X tersebut tetapi memang persen menjadi 17, 3 persen, padahal
karena mereka memiliki kualitas politik kandidat perempuan yang mencalonkan
‘bintang lima’. Kuantitas dan kualitas diri dan masuk dalam daftar pemilih dari
tersebutlah yang sebetulnya diharapkan partai politik mengalami peningkatan dari
dari perempuan sebagai sebuah fenomena 33, 6 persen tahun 2009 menjadi 37 persen
politik di Indonesia pasca reformasi. pada tahun 2014
Kualitas diri yang baik tentunya akan (http://www.beritasatu.com). Hal ini
memperkuat demokrasi dan politik itu tentunya berkaitan dengan revisi Undang-
sendiri dan menguntungkan bagi bangsa undang No 8 tahun 2012 pemilihan umum
dan negara dalam konteks persaingan dan Undang-udang No.2 tahun 2011
37 
 

tentang partai politik yang mensyaratkan Sedangkan dalam pentas yang


30 persen quota pada partai politik yang berbeda, peran perempuan di gerakan
tertera dalam pasal (5d), dan 30 persen masyarakat sipil di Indonesia mendapat
quota perempuan yang menjadi kandidat porsi yang cukup luas, banyaknya
anggota legislative pada pasal 55. Lembaga Swadaya Masyarakat Perempuan
Tentunya revisi tersebut membuat yang tumbuh dan berkembang semenjak
kedudukan perempuan di politik cukup reformasi telah membuka perempuan
mendapat tempat dan perhitungan yang untuk lebih aktif dalam pentas organisasi
sangat cermat. Walaupun dalam konteks baik sosial, budaya, ekonomi, hukum dan
ini bisa dilakukan di level pusat dan politik. Kebanyakan organisasi perempuan
provinsi tapi cukup sukar untuk merupakan organisasi yang bergerak
dilaksanakan pada tataran kabupaten/kota dalam program advokasi dan perlindungan
jauh dan terpencil. terhadap kaum marjinal ini. Apabila
Menurut Nuri Soeseno (2014) mengikut Neng Dara Afifah (2014)
banyak politisi perempuan yang seorang komisioner perempuan Republik
sebenarnya memiliki kualitas yang sangat Indonesia membeberkan bagaimana
baik dalam pentas politik nasional tumbuh kembangnya organisasi
sayangnya perempuan-permpuan dalam perempuan terutamanya pasca reformasi
politik secara kontekstual mendapat yang mampu memberikan warna tersendiri
‘cibiran’ atau pandangan miring tentang dalam demokrasi Indonesia. Sekedar
kiprah dan peranan mereka ini bisa dilihat menyebutkan beberapa organisasi
pada pentas pemilihan umum legislative terutamanya KomNas Perempuan yang
tahun 2014 banyak tokoh-tokoh laki-laki didirikan pada masa Presiden habibie
mendapat pujian dan sanjungan positif menjawab tantangan politik masa transisi
tentang karakter mereka yang bernilai baik pasca Orde Baru.
berbanding dengan politisi perempuan Pada 1999 hinggalah sekarang
yang kecenderungannya mendapat tercatat banyaknya organisasi perempuan
penilaian berbeda dan kebalikan daripada yang bergerak dalam bidang yang berbeda
politisi laki-laki. Sungguh pandangan yang baik skala nasional ataupun lokal. Peranan
bikin masygul karena rakyat memiliki pola mereka adalah melakukan ‘tekanan’
pemikiran dan kecenderungan berbeda kepada pemerintah baik pusat atau daerah
dalam memandang sesuatu tentunya untuk membuat aturan kebijakan yang
dilandasi faktor sosial, budaya dan lebih ramah terhadap perempuan dan
pendidikan yang berbeda pula. tentunya melindungi hak-hak perempuan.
38 
 

Antaranya adalah Komisi nasional perempuan dan peduli kepada kedudukan


Perempuan (1999), kemudian ada perempuan.
Organisasi Pemberdayaan Perempuan Perempuan dalam politik bisa
Kepala Keluarga (PEKKA, 2000) muncul dalam profesi apa saja baik yang
oraganisasi perempuan yang didirikan di formal ataupun non formal, semua bebas
Aceh sebagai bentuk kepedulian terhadap masuk dalam panggung politik dalam
perempuan-perempuan yang suaminya partai apa saja, berlatar belakang ideology
menjadi korban konflik, kemudian ada apa saja sehingga ‘perang terbuka’ tersebut
Yayasan Pulih (2002) yang didirikan untuk membuat perempuan mau tidak mau harus
pemulihan psikologi perempuan akibat siap bertempur dengan modal-modal yang
dari kekerasan baik dalam rumah tangga, harus dimiliki. Walau bagaimanapun
konflik, bencana dan bentuk traumatik kedudukan perempuan dalam politik era
lainnya. Selanjutnya ada Migran Care reformasi telah mengalami kemajuan baik
organisasi yang peduli terhadap nasib para secara aturan legal maupun ketertarikan
pekerja yang bekerja di luar negeri dengan perempuan kepada dunia politik yang
membincangkan wacana-wacana global selama ini adalah panggungnya laki-laki.
(Neng Dara Afifa 2014). Cabaran dari perempuan untuk koleganya
Apabila di kembangkan lebih luas, tidak bisa dianggap main-main, walaupun
sebenarnya peranan perempuan dalam bilangan perempuan dalam parlemen agak
politik tidak saja berada dalam parlemen sedikit turun tetapi sikap politik
karena tidak semua perempuan punya perempuan untuk mendorong regulasi
peluang untuk menjadi anggota parlemen, untuk perempuan tidaklah surut sehingga
karena tidak mudah untuk berada dalam aturan-aturan politik untuk perempuan
parlemen perlu banyak modal apakah itu lebih bisa mengakomodir kepentingan para
modal sosial, modal politik dan modal perempuan di Indonesia.
kapital. Untuk itu kesadaran perempuan Namun demikian, mengikut Luky
dalam politik tidak saja bersaing dalam Sandra Amalia (2010) perjuangan
pemilihan umum untuk menjadi anggota perempuan masih menemui jalan berliku
parlemen tapi bagaimana perempuan karena hingga saat ini untuk mencapai
mampu memberikan warna dan kesadaran wilayah publik (lembaga legislatif) harus
politik baik di parlemen ataupun ekstra melalui pintu partai politik sebagai satu-
parlementer, sehingga perempuan satunya mesin politik di Indonesia.
memiliki posisi tawar yang bagus untuk Padahal, tidak semua partai politik
mampu mendorong kebijakan yang pro berpihak kepada perempuan. Artinya,
39 
 

dunia politik masih kental dengan budaya Faktor-Faktor Penghambat Politik


maskulinisme. Misalnya, rapat partai Perempuan
dilakukan pada malam hari hingga 1. Adanya persepsi yang salah dari
menjelang subuh. Keadaan ini perempuan bahwa politik itu
menyulitkan bagi perempuan, yang secara domainnya laki-laki, dan politik itu
tradisional terikat dengan beban kewajiban penuh dengan kekerasan dan
untuk menjaga anak dan melayani suami. anarkisme dan sesuatu yang kotor.
Sehingga, hal tersebut menghambat Persepsi ini terpendam dalam
perempuan untuk berperan di bidang pemikiran kebanyakan perempuan-
politik. Contoh lain, mayoritas perempuan perempuan di Indoensia, apalagi
tidak mandiri secara ekonomi, artinya perempuan-perempuan yang
secara finansial masih bergantung kepada tinggal didaerah-daerah yang
suami. Oleh karena itu, perempuan harus memiliki akses informasi yang
seijin suaminya dalam hal membelanjakan kurang, sehingga doktrin-doktrin
uangnya, termasuk untuk membelanjakan politik seperti diatas yang
uangnya di bidang politik, terkait dengan menyatakan bahwa politik adalah
gerakannya di partai politik. Hal ini wilayah laki-laki dan kotor
berbeda dengan laki-laki yang mayoritas terbenam dalam pemikiran mereka
bertindak sebagai pengambil keputusan dan mereka memiliki pemahaman
berkaitan dengan posisinya sebagai kepala yang salah, dan ini haruslah
rumah tangga. dirubah dan dipahami oleh para
Saluran politik yang terbatas inilah perempuan dimanapun, tidak hanya
salah satu yang menjadi hambatan dikota-kota besar akan tetapi juga
walaupun ada DPD sebagai kamar kedua dikota-kota kecil dan terpencil.
dalam politik, tetapi memang perempuan 2. Tidak ada kepercayaan diri yang
harus mampu berjuang dengan keras agar tinggi dan keberanian dari
mampu membangkitkan semangat dan perempuan untuk bersaing dengan
peranan perempuan untuk lebih kreatif dan koleganya para laki-laki. Persoalan
progresif dalam mengejar kualitas dan kepercayaan diri ini merepuakan
kuantitas anggota parlemen perempuan. salah satu faktor yang penting yang
Sangatlah penting bagi perempuan untuk menghambat partisipasi politik
dapat membuktikan diri walaupun perempuan di era reformasi.
tantangan terasa berat. Perempuan merasa inferiror
dihadapan laki-laki ketika mereka
40 
 

berlawanan baik secara menjadi pemimpin. Akan tetapi


pemahaman, pemikiran dan juga ketika partisipasi politik
argumen. Baik dalam keanggotaan perempuan ini aktif tidak mereka
partai politik maupun ketika harus akan mampu mengkritisi
bersaing dengan kolega mereka kepemimpinan kaum laki-laki yang
laki-laki dalam mengarungi mungkin menyimpang atau
pemilihan umum baik kepala menyeleweng dari pakemnya.
daerah maupun legislativ. Sehingga budaya politik yang salah
Kepercayaan diri ini bermula dari dapt hilang dan memunculkan
kurangnya pengetahuan perempuan budaya politik yang baru dan lebih
dalam politik, pendidikan politik memihak kepada semua elemen
mereka harus segera ditingkatkan. masyarkat apakah itu laki-laki
Pengalaman-pengalaman ataupun perempuan.
berorganisasipun terasa kurang 4. Faktor keuangan. Selama ini
karena kebanyakan perempuan keuangan dalam sebuah keluarga
jarang aktiv dalam kegiatan- masih didominasi oleh para laki-
kegiatan organisasi yang banyak laki sehingga masih agak sulit bagi
menguras waktu mereka baik di perempuan untuk mendapatkan
organisasi level terbawah maupun dana yang sesuai terutama untuk
atas. keperluan politik, apakah itu
3. Budaya di masayarkat, masyarakat berkontribusi dalam partai politik
terutama kelompok perempuan apalagi harus bersaing dalam
masih berfikiran soal budaya pemilihan umum kepala daerah.
politik yang menyatakan bahwa Perempuan yang tidak mandiri dan
laki-laki adalah pemimpin dan terlalu bergantung kepada laki-laki
budaya patriakhi begitu akan membawa persoalan ini,
dominannya di Indonesia ini. sehingga ketika perempuan mampu
Mindset seperti ini yang kemudian mengelola keuangan dengan baik
menjadi budaya dimasyarakat dan mandiri akan membuat
Indonesia, bahwa laki-laki adalah perempuan mampu mendanai
pemimpin mereka, perempuan kehidupan politiknya sendiri.
tidak diharuskan untuk menjadi 5. Kualitas, salah satu alasan dan
pemimpin walaupun kalau penghambat perempuan untuk
perempuan mampu mereka bisa bersaing dengan laki-laki adalah
41 
 

soal kualitas, baik dari segi mental, tentang politik dan partisipasi politik itu
pendidikan, pengalaman terutama sendiri, perlu ada motivasi yang besar dari
perempuan-perempuan di daerah setiap elemen masyarkat untuk memajukan
atau kota–kota kecil, Ini budaya partisipasi politik perempuan ini,
mengindikasikan bahwa sehingga dalam ruang lingkup yang kecil
sebenarnya kalaulah perempuan itu sekalipun perempuan mampu mewujudkan
mau bersaing dan memiliki kesetaraan mereka dengan laki-laki.
kualifikasi yang baik tentunya akan Bahwa perempuan mampun duduk sama
berbanding lurus dengan kualitas rendah dan berdiri sama tinggi dengan
yang baik pula, akan tetapi untuk laki-laki, dan aktif dalam setiap
sementara itu hanya terjadi di kota pengambilan keputusan, apalagi
besar saja ataupun di daerah-daerah menyangkut hal-hal yang berhubungan
yang akses politiknya baik, tidak dengan perempuan seperti pendidikan,
seperti dibeberapa kabupaten kota kesehatan, kesejahteraan ekonomi dan
ataupun daerah otonomi baru. sosial, hukum, dan pengambilan kebijakan.
Perempuan harus berani keluar dari
Kesimpulan zona yang membuat mereka
Dalam hal partisipasi politik termarjinalkan, dogma-dogma yang
perempuan memang masih kalah dengan menyatakan bahwa perempuan hanya
laki-laki, sehingga diperlukan solusi dan urusan kasur, sumur dan dapur harus
juga mungkin pemicu bagi perempuan diubah dan dihilangkan, stigma yang
Indonesia untuk lebih bergiat lagi berusaha menyatakan bahwa politik adalah wilayah
menyetarakan diri dengan laki-laki dalam laki-laki, politik adalah keras dan kotor,
konteks politik, karena potensi politik politik adalah sesuatu yang anarkis
perempuan Indonesia sangat besar sekali haruslah disingkirkan dari pikiran
hal ini bisa dilihat dari setiap perempuan Indonesia, karena stigma
penyelenggaraan pemilihan umum baik negatif tersebut hanya akan membuat
pusat ataupun daerah, dimana dari perempuan semakin terpuruk dan tidak
penyelenggaraan tersebut tidak banyak berani keluar memperjuangkan hak
perbedaan yang signifikan dalam hal mereka secara politik.
jumlah pemilih perempuan tapi sangat Ini bisa dilihat dari, masih tidak
signifikan ketika dalam kontestasi politik. adanya perempuan yang ikut bersaing
Perempuan banyak yang masih dalam pemilihan kepala daerah ataupun
tenggelam dalam stigma-stigma negatif legislatif, tidak banyak perempuan yang
42 
 

terlibat aktif dalam gerakan-gerakan Gafar, Affan. 1999. Politik Indonesia,


Transisi Menuju Demokrasi.
politik dalam rangka mengawal proses
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
politik, sampai terjadinya pengambilan
Huntington, Samuel P dan Joan Nelson.
kebijakan, selain hanya sebagai pemilih
Partisipasi Politik. Jakarta : Rineka
dalam pemilihan umum. Rendahnya Cipta. 1994.
partisipasi politik perempuan hanya akan
Imawan, Riswadha. 1991. Pemilu Sebagai
menimbulkan kerugian untuk perempuan Mekanisme Demokrasi Politik di
Indonesia. Prospektif No 2 Vol. 3.
itu sendiri, karena perempuan tidak mau
dan tidak mampu untuk memperjuangkan Indar Parawansa, Khofifah.2002.
Hambatan Terhadap Partisipasi
hak-hak perempuan kearah yang lebih
Politik Perempuan. Dapat diakses
baik. pada
http://www.idea.int/publications/wi
p/upload/CS-Indonesia.pdf

Kantaprawira, Rusadi. 1988. Sistem Politik


DAFTAR PUSTAKA
Indonesia : Suatu Model
Pengantar. Bandung :Sinar Baru
Almond, Gabriel A. 1974 The Study of
Koentjaraningrat. 1980. Metode Penelitian
Comparative Politic. Boston :
Sosial. Jakarta : PT Gramedia
Little Brown & Company.
Pustaka Utama.
Almond, Gabriel A dan Sidney Verba.
Lareau, A. and Shultz, J. 1996. Journey
1963. The Civic Culture. New
Throught Etnography : Realistic
Jersey : Priceton University Press
account of Fieldwork. Boulder,
Colo: Westview Press.
Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar – Dasar
Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta :
Luky Sandra Amalia. 2010. Kiprah
PT Gramedia Pustaka Utama.
Perempuan di Ranah Politik dari
masa ke masa. Di unduh dari
Budiardjo Miriam.1982. Masalah
http://www.politik.lipi.go.id/kolom
Kenegaraan. Jakarta : PT
/296-kiprah-perempuan-di-ranah-
Gramedia Pustaka Utama.
politik-dari-masa-ke-masa 
Fakih, Mansour. 2002. Runtuhnya Teori
Marbun, B.N. 2005. Kamus Politik.
Pembangunan dan Globalisasi.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan
Insist Press.
Mas’oed, Michael dan Philliph Altoff.
1989. Perbandingan Sistem politik.
G. Pary, Moyser G dan Day N. Political
Yogyakarta : Gadjah Mada Press.
Participation and Democati in
Britain. Cambride. The Press
Mackinnon, Catherine A. 1989. Toward a
Syndicate of The University of
Feminist Theory of The State.
Cambride. 1992.
Harvard: Harvard University Press.
43 
 

Naqiyah, Najlah. 2005. Otonomi


Perempuan. Malang: Bayumedia Peraturan Lengkap Pilkada.2006. Jakarta
Publishing. : Sinar Grafika.

Neng Dara Afifa. 2014. Gerakan Rush, Michael dan Phillip Altoff. 1986.
Perempuan di Era Reformasi : Pengantar Sosiologi Politik.
Capaian dan tantangan. Tulisan Jakarta : PT Gramedia Pustaka
untuk hari Kartini 2014. Di unduh Utama.
dari
https://www.komnasperempuan.go.i Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu
d/wp- Politik. Jakarta : PT Gramedia
content/uploads/2014/04/GERAKA Utama.
N-PEREMPUAN-DI-ERA-
REFORMASI_Neng-Dara-Affiah- Undang – Undang Otonomi Daerah
21-April-2014.pdf Terbaru. 2005. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Nurhidayah.2012. Partisipasi Politik
Anggota Legislatif Perempuan Zainuri, M. 2007. Partisipasi Politik
dalam Pengambilan Kebijakan. Perempuan (Perspektif Tradisi
Journal of Education Social Islam Lokal Kudus), Tesis Magister
Studies. JESS (1) (1) (2012) dapat Ilmu Politik Pada Program Pasca
diakses di Sarjana Universitas Diponegoro.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index. Semarang: Universitas Diponegoro
php/jess .

Nuri Soeseno. 2014. Female politician in Sumber Internet


political parties of 2014 election :
Descriptive Representation vs http://psychemate.blogspot.com/2007/12/t
Substantive Representation. Dalam eori-gender.html
‘Indonesia Female Journal. Vol 2.
No. 2. Agustus 2014. Hal : 4-31. www.asiandevbank.org
 
http://www.beritasatu.com/nasional/21032 www.rahima.or.id
7-kuota-30-keterwakilan-
perempuan-di-parlemen-gagal-
tercapai.html

Anda mungkin juga menyukai