Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PORTOFOLIO SEJARAH MINAT

Bu Ade Nurcahya, S.Pd

NAMA : APRILIYANTO
KELAS : XII - IPS 2
SMA NEGERI 9 BOGOR
PERANG TELUK 1
Perang Teluk I (1980-1988)

A. Latar Belakang
     1. Sengketa antara Irak dan Iran sebenarnya masih terkait dengan sejarah kedua belah
negara yang tak pernah akur.

   

  Berlarut-larutnya permusuhan yang terjadi antara kerajaan Mesopotamia (terletak di lembah


sungai Tigris-Eufrat, yang kini menjadi sebuah negara Irak modern) dengan kerajaan Persia atau
negara Iran modern. Yang pertama ialah persaingan ketegangan Bangsa Arab dan Bangsa Parsi,
yang satu tidak dapat menerima keunggulan atau dominasi yang lain. yang kedua ialah masalah
minoritas etnis. Pada zaman shah Iran mendukung perjuangan otonomi suku Kurdi di Irak,
sedangkan Irak mendukung minoritas etnis Arab di Iran yang memperjuangkan kebebasan yang
lebih besar atau pemisah, dan yang ketigaialah perbedaan orientasi politik luar
negeri. Sampai beberapa waktu yang lalu Irak adalah Pro Uni Soviet, dan Iran adalah Pro Barat.

2. Persengketaan wilayah yang dianggap penting oleh Irak dan Iran


          Pertama, persengketaan Sungai Shatt Al Arab, sungai tersebut berperan penting bagi Irak
karena merupakan satu-satunya jalan keluar negara tersebut ke laut.Karena letaknya yang berada
di perbatasan dan posisi strategisnya yang mengarah ke Teluk Persia, sungai tersebut menjadi
bahan sengketa Irak dan Iran. Sebelum perang antara kedua negara meletus, pada tahun 1975
sempat meredakan ketegangan antara kedua belah pihak karena berkat perjanjian Algiers. Kedua
adalah Provinsi Khuzestan yang kaya minyak. Wilayah tersebut selama ini menjadi wilayah Iran,
namun sejak tahun 1969 Irak mengklaim bahwa Khuzestan berada di tanah Irak dan wilayah
tersebut diserahkan ke Iran ketika Irak dijajah oleh Inggris. Dengan begitu maka mereka saling
meng-klaim sebagai wilayah mereka masing-masing.

3. Munculnya Revolusi Islam oleh Iran


          Pada masa pemerintahan Khomeini yang berambisi dan juga berusaha mengekspor
revolusi islamnya kenegara-negara lain dan Irak menjadi sasaran yang pertama karena di Irak
minorotas Sunni menguasai dan menindas mayoritas Syiah dan minoritas Kurdi yang secara
etnik linguistic dekat dengan bangsa Persi. Selain itu Khoeini menaruh dendam terhadap rezim di
Bagdad yang pada tahun 1978 mengusirnya dari Irak karena dia berkampanye melawan
pemerintah Shah.Sehubungan dengan itu pemerintah Iran menghasut umat Syiah dan Suku Kurdi
di Irak untuk memberontak dan merebut kekuasaan serta membentuk suatu republic Islam
menurut pola Republik Islam Iran. Dilain pihak Bagdad menghasut minoritas Kurdi di Irak untuk
mendukung minoritas Arab dalam memperjuangkan otonominya, dan membantu sejumlah
jendral Iran dan pengikut-pengikutnya Bakhtiar di pengasingan untuk menyusun kekuatan guna
menumbangkan kekuasaan Khomeini.
          Irak di bawah kendali Saddam Hussein dan  Partai Baath memiliki ambisi untuk menjadi
kekuatan dominan di wilayah Arab di bawah bendera pan-Arabisme sejak meninggalnya
Presiden Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang terjadi di Iran tersebut dianggap sebagai
penghalang karena bertentangan dengan prinsip nasionalisme sekuler Arab. Selain untuk
mencegah menyebarnya revolusi Islam, Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan
kondisi internal Iran yang tidak stabil pasca revolusi Islam untuk merebut wilayah-wilayah yang
menjadi bahan sengketa dengan Iran dan menambah sumber minyak Irak.
          Dengan kekhawatiran-kekhawatiran tersebut maka tak heran jika muncul tindakan-
tindakan yang membawa ketegangan dan menimbulkan peperangan pada puncaknya.

4. Percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak


          Pertengahan tahun 1980, terjadi percobaan pembunuhan kepada Deputi Perdana menteri
Irak, Tariq Aziz. Irak segera bertindak dengan menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat
atas percobaan pembunuhan tersebut dan  mendeportasi ribuan warga Syiah berdarah Iran keluar
dari Irak. Pemimpin Irak, Saddam Hussein, menyalahkan Iran sambil menyebut ada agen Iran
yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong
meletusnya perang Irak-Iran.

5. Penyebab khusus terjadinya Perang Teluk I antara lain:

 Adanya serangan granat pada tanggal 1 April 1980 terhadap wakil Perdana Menteri Irak
Tariq Aziz yang diduga bertanggung jawab atas aksi-aksi survesi terhadap Iran.
 Adanya pengusiran ribuan keturunan Iran oleh Saddam, serta melancarkan serangan yang
sengit terhadap pribadi Khomeini dan membatalkan perjanjian Algiers. Sedangkan Menlu
Iran Shodeh Godzadeh berjanji untuk menumbangkan rezim Baath yang berkuasa di Irak
serta memutuskan hubungan diplomatic.
 Kedua negara saling menempatkan pasukan masing – masing di daerah perbatasan dalam
jumlah yang cukup besar.
 Terjadinya perang pers dan media masa antar kedua belah negara.
 Pada 17 September 1980, presiden Saddam Hussein secara sepihak membatalkan
Perjanjian Algiers tahun 1975 karena pada waktu itu Saddam Hussein merasa bahwa
Perjanjian Algiers tidak adil untuk Irak, pada saat pembuatan perjanjian itu kedua belah
negara tidak dalam posisi yang seimbang dimana Irak pada waktu itu sebagai negara
yang kalah dengan Iran. kemudian Iran melihatnya sebagai pernyataan perang pada 20
September 1980.

Menurut para pengamat ada dua faktor yang menyebabkan invansi yang dilakukan Saddam ke
Iran, pertama, adanya kekhawatiran dikalangan penguasa negara Arab terhadap kemungkinan
menularnya revolusi Khoehenni kenegara-negara Arab. Dan yang kedua, ambisi Saddam
Hussein untuk bisa tampil sebagai pemimpin Arab.

B. Berlangsungnya Perang Irak-Iran


          Perang antara Irak dan Iran ini berlangsung selama 8 tahun.Perang tersebut terbagi dalam
beberapa alur atau periode tahun mulai dari penyerbuan Irak pada tahun 1980 sampai gencatan
senjata yang berhasil dilakukan untuk mengakhiri perang pada 20 Agustus 1988. Pada dasarnya
terdapat tiga hal penting yang dapat diambil dari peperangan tersebut. Pertama, tidak ada pihak
yang menjadi pemenang secara mutlak dalam perang Irak-Iran. Irak mendapat separuh
kemenangan, sedangkan Iran menderita setengah kekalahan. Kedua, prediksi Irak yang
memperkirakan Perang Teluk 1 hanya berlangsung singkat ternyata meleset. Peperangan
berlarut-larut sampai 8 tahun. Iran yang semula diremehkan ternyata memberikan perlawanan
yang cukup sengit sehingga Iran yang semula berada di pihak defensive kemudian menjadi
ofensif. Ketiga, akibat Perang Teluk 1 berdampak pada Irak berupa hutang luar negeri untuk
biaya dan ganti rugi perang. Dampak ini menjadi pemicu dan menjadi salah satu faktor
terjadinya Perang Teluk II antara Irak melawan Kuwait.

C. Intervensi Asing Dalam Perang Teluk 1


          Semakin lama berlangsungnya perang Irak dan Iran, maka semakin besar dan lebih
berbahaya, bahwa beberapa negara Teluk yang lain akan terseret. Negara-negara Arab kawasan
itu pada umumnya memiliki keberpihakan kepada Irak sebagai negara yang memperjuangkan
kepentingan-kepentingan Arab. Termasuk juga Yordania melalui Raja Hussein yang paling tegas
mendukung Irak dan menjanjikan bantuan kepadanya. Iran dapat merasa terpojok dan menyerang
ladang-ladang minyak mereka dan menutup Selat Hormuz. Ketika instalasi-instalasi minyak Iran
dan Irak terbakar menjadi sangat jelas bahwa kedudukan Kuwait, Arab Saudi, Qatar, dan Uni
Emirat Arab sangat rawan.
          Mengingat semua hal itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak saja sekedar mengikuti
berjalannya peperangan dengan seksama, akan tetapi juga mengambil langkah-langkah untuk
mengamankan kepentingan masing-masing dan mungkin juga memperbaiki kedudukan masing-
masing. Bagi Washington, peperangan ini merupakan suatu peluang untuk dapat memulihkan
kedudukannya di kawasan. Demikian juga dengan Uni Soviet, dapat terbuka kesempatan untuk
membantu unsur-unsur kiri di Irak maupun di Iran bila terjadi perebutan kekuasaan akibat
kekalahan dalam peperangan ini. Keberhasilan golongan kiri untuk merebut kekuasaan di salah
satu negara akan memperbaiki kedudukan Uni Soviet di kawasan, terutama jika Uni Soviet
berhasil menempatkan orang-orangnya pada puncak kekuasaan.Namun, Amerika Serikat dan
Uni Soviet telah sepakat untuk tidak turun tangan dalam peperangan tersebut. Hal itu dilakukan
karena menyadari bahwa intervensi yang satu akan memancing intervensi yang lain maka akan
menimbulkan konvrontasi bersenjata antara mereka. Untuk selanjutnya, kedua superpower itu
berkepentingan bahwa peperangan ini tetap terbatas pada kedua negara dan tidak ada salah satu
pihak yang keluar sebagai pemenang.
          Tetapi, pada suatu saat godaan bagi Uni Soviet untuk turun tangan bisa menjadi terlalu
besar. Dengan menguasai kawasan Teluk Parsi, Uni Soviet dapat menundukkan negara-negara
Eropa Barat dan Jepang. Washington telah memperhitungkan kemungkinan ini, kemudian
mengambil langkah-langkah untuk mencegahnya menjadi kenyataan. Semenjak pergolakan di
Iran, menyusul invasi Uni Soviet ke Afghanistan, Presiden Carter menyatakan kawasan Teluk
Parsi sebagai kepentingan vital Barat dan menegaskan tekadnya untuk membelanya dengan
segala cara, termasuk cara militer. Sehubungan dengan itu, pembentukan Pasukan Gerak Cepat
(Rapid Deployment Force) dipercepat. Pasukan ini pada mulanya dimaksudkan untuk mencegah
invasi Uni Soviet ke kawasan. Uni Soviet sendiri telah memusatkan 24 divisi di perbatasan Iran-
Uni Soviet, hal ini diketahui Washington. Untuk memperbaiki logistik bagi Pasukan Gerak Cepat
tersebut, Amerika Serikat meningkatkan pangkalan laut dan udaranya di Diego Garcia,
menempatkan tujuh kapal penuh muatan senjata dan suplai di situ, dan merundingkan fasilitas-
fasilitas dengan Oman, Somalia, dan Kenya.
          Namun, Pasukan Gerak Cepat tidak mampu untuk menumpas invasi Uni Soviet ke
kawasan. Pasukan Gerak Cepat pada mulanya dimaksud untuk menunjukkan kepada lawan dan
kawan bahwa pasukan-pasukan Uni Soviet bila melintas perbatasan Iran akan ditembak dan
bahwa suatu usaha Uni Soviet untuk menguasai kawasan Teluk Parsi akan mengobarkan suatu
konfrontasi superpower yang mudah meningkat menjadi suatu konfrontasi nuklir dengan segala
akibatnya. Akan tetapi, strategi deterrence ini bisa gagal. Uni Soviet dalam keadaan tertentu
dapat menyerbu Iran dengan harapan bisa menguasainya dengan cepat sebelum Amerika Serikat
dapat melakukan sesuatu untuk menggagalkannya. Walaupun kemungkinan itu tidak besar,
karena persiapan invasi memakan waktu dan dapat diketahui sehingga Amerika Serikat dapat
terlebih dahulu mengerahkan Pasukan Gerak Cepatnya.

Kronologi Perang Teluk I secara singkat

1980-1982  Penyerbuan oleh Irak


1982           Titik Balik dan Mundurnya Irak
1982-1988  Penyerbuan oleh Iran
1984-1988  Perang Tanker
1987-1988  Ikut campurnya AS
1988           Gencatan Senjata & Pasca Perang
PERANG TELUK 2
Perang Teluk II (1990-1991)

A. Latar Belakang
          Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan
Tahun dengan Iran dalam Perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai
pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi
minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang
ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan
Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Irak juga terjerat
utang luar negeri dengan beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi. Irak berusaha
meyakinkan kedua negara tersebut untuk menghapuskan utangnya, namun ditolak. Selain itu,
Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian
kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.

     1. Sebab umum terjadinya perang :

 Ambisi Saddam Husein untuk tampil sebagai orang yang dihormati di negara-negara
Arab.
 Kuwait dituduh Irak mencuri minyak Irak di Padang Rumeila yang terletak di perbatasan
kedua negara (dipersengketakan)
 Kuwait menolak tuntutan Saddam untuk membayar ganti rugi dan memberikan daerah
Rumailah dan Pulau Bubiyan.
 Irak mengalami kerusakan infrastruktur ekonomi dan membengkaknya utang akibat
Perang Teluk 1.
 Penguasa Irak sering mengklaim Kuwait sebagai wilayah kekuasaannya, karena
perbatasan antara kedua negara tersebut tidak jelas.

     2. Sebab Khusus terjadinya perang :

 Terjadinya pelanggaran kuota minyak oleh Kuwait, Arab, dan Uni Emirat Arab sehingga
produksi melimpah, akibatnya harga minyak anjlok. Irak yang waktu itu sangat
mengandalkan pendapatan negara dari sektor minyak sangat terpukul dengan peristiwa
ini. Irak waktu itu sedang membangun negaranya yang rusak akibat perang dengan Iran.
Sumber dana diandalkan dari minyak karena irak merupakan negara penghasil minyak
yang diandalkan negara lain
 Adanya serangan Irak terhadap Kuwait tanggal 2 Agustus 1990 yang berhasil menduduki
wilayah Kuwait.

B. Jalannya perang
          Tanggal 2 agustus 1990, dibawah komando pemerintahan saddam hussein irak dengan
100.000 tentaranya menyerang kuwait yang saat itu hanya memiliki tentara 20.000 dapat dengan
mudah dikuasai tanpa perlawanan yang kuat. Penguasa kuwait Ahmad El Sabah terpaksa
melarikan dirinya ke Arab Saudi untuk meminta pertolongan.
          Invasi tersebut benar benar di tentang oleh dunia internasional, terbukti dalam konferensi
di Cairo, Liga Arab mengeluarkan pernyataan bahwa Irak harus segera menarik mundur
pasukannya dari Kuwait. Pada tanggal 8 Agustus 1990, AS, Inggris, Perancis, Australia dan
negara Liga Arab pun melakukan Operasi Perisai Gurun (Desert Shield Operation). Namun
operasi ini belum sampai menyerang irak yang berada di daerah kuwait, dan operasi ini pun
diganti menjadi Operasi Badai Gurun (Desert Storm Operation) dibawah jendral Norman
Schwarzkopf (AS). Operasi ini membuat Irak dibombardir oleh pesawat-pesawat pasukan
koalisi. Dalam perang tersebut terjadi unjuk persenjataan. Pihak koalisi menjatuhkan rudal
Patriot untuk menangkal rudal-rudal Scud milik Irak. Rudal juga ditembakkan ke ibu kota Israel,
Tel Aviv, karena Irak mencurigai Israel terlibat dalam serangan kenegaraannya
          Pada tanggal 29 November 1990 Dewan Keamanan PBB juga mengeluarkan Resolusi No.
660 yang menyatakan pasukan Irak harus ditarik mundur dari Kuwait paling lambat tanggal 17
Januari 1991, jika tidak Irak akan berhadapan dengan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Dewan Keamanan juga mengeluarkan Resolusi No. 661 yang berisi pemberian sanksi ekonomi
kepada Irak.
          Untuk menghindari perang antara Irak dan pasukan koalisi diupayakan melalui
perundingan. Pada tanggal 30 November 1990 Presiden Amerika Serikat George Bush
menawarkan perundingan langsung dengan Irak. Tawaran tersebut gagal karena tidak ada
kesepakatan tentang waktu perundingan dari kedua belah pihak.
          Sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh resolusi PBB, yaitu tanggal 15
Januari 1991 ternyata pasukan Irak tidak ditarik mundur dari Kuwait. Sehingga pada tanggal 17
Januari 1991 pasukan koalisi melakukan agresi ke Irak.

C. Penyelesaian Perang Teluk antar Irak dan Kuwait


          Dewan PBB mengeluarkan Resolusi No 660 tahun 1990 dan memerintahkan Irak keluar
dari Kuwait sampai batas tanggal 29 November 1990. Irak tidak melaksanakan perintah tersebut,
maka pada tanggal 15 Januari 1990 USA bersama kelompoknya Inggris dan Perancis (George
Bush, menteri pertahanan Diuc Cheney,  Jendral Collin Powell, dan komando operasi serangan
oleh Kuwait dan Arab Saudi) menyerang Irak dengan cara mengebomnya, orang Amerikalah
yang berperan untuk merancang serangan atas Irak. Dengan cara tersebut akhirnya Irak
menerima syarat yang diajukan Dewan Keamanan PBB.

D. Dampak Terjadinya Perang


     Bagi pihak irak:

1. Irak membayar ganti rugi kepada kuwait


2. Irak harus mengizinkan tim inspeksi nuklir PBB memeriksa nuklir Irak
3. Irak kena embargo ekonomi.
4. Timbulnya semangat anti-Amerika
5. Negara dan perekonomian Irak rusak berat karena gempuran tentara multinasional dan
blokade ekonomi serta embargo yang diterapkan PBB
6. Konflik teluk mempercepat proses perdamaian Iran – Irak yang sebelumnya berjalan
tersendat-sendat, karena sebelumnya Baghdad bersikeras mempertahankan pendiriannya.
7. Konflik teluk telah membuka kembali perhatian dunia tentang perlunya penyelesaian
segera seluruh masalah Timur Tengah.

     Bagi Pihak Kuwait:


          Ladang-ladang minyak Kuwait rusak berat karena dibakar oleh Irak.

     Bagi Pihak negara ke tiga:

1. Perpecahan negara-negara Arab


2. Amerika Serikat berhasil memperoleh pangkalan militer di Dahran (Arab Saudi) untuk
melindungi Israel sebagai sekutu terpentingnya di Timur Tengah.
3. Peranan Amerika Serikat semakin kuat di Timur Tengah
4. Kekuatan Israel semakin tidak ada tandingannya.
PERANG TELUK 3

Perang Teluk III(Amerika Serikat – Irak)


 Pada pidato kenegaraan presiden AS George W Bush didepan kongres pada tanggal 29
Januari 2002 yang menyebutkan Iraq, Iran, Korea Utara sebagai bagian dari ‘ Poros Kejahatan ‘
semakin meningkatkan kekhawatiran akan dimulainya serangan militer AS ke Iraq tersebut.
Lawatan Wapres AS Dick Cheney kesembilan Negara Timur-Tengah pertengahan Maret 2002,
disinyalir tujuan utamanya untuk mendapatkan dukungan penuh Negara-negara dikawasan
tersebut untuk menggulingkan Saddam. Dengan dalih Negara Iraq tersebut mempunyai senjata
pemusnah massal yang dapat membahayakan masyarakat dunia, AS sangat berkeinginan
menyerang negeri 1001 malam tersebut. Tapi barangkali hanya Israel danKuwait yang siap
mendukung penuh upaya AS menggulingkan Saddam. Arab Saudi meskipun tidak menyukai
Saddam tidak akan mengizinkan pangkalan udara dan daratnya digunakan untuk menyerang Iraq.
Sikap tersebut dipegang teguh pemerintah Riyadh sejak berakhirnya Perang Teluk II tahun 1991.
seperti Negara Arab lainnya kecuali Kuwait, Arab Saudi konsisten mempertahankan kesatuan
territorial negeri Iraq.
Saat lawatannya bulan Maret 2002 gagal meraih dukungan dari para pemimpin Timur-
Tengah yang dikunjungi ( kecuali Israel ) untuk menyerang Iraq. Lain halnya dengan
Negara Kuwait, Negara ini sangat membenci Saddam dan masih menyimpan dendam dengan
Saddam karena Saddam pernah menjadikan Negara Kuwait ini sebagai bagian dari
provonsi Iraq pada Perang Teluk I. walaupun demikian Kuwait yang memiliki hubungan sangat
dekat dengan Arab Saudi yang menjadi ujun tombak melawan Iraq pada masa perang Teluk II
tahun 1991 ikut menentang rencana serangan AS ke Iraq.  Turki pun masih ragu ikut ambil
bagian dalam aksi serangan militer terhadap Iraq. Iming-iming bantuan 16 miliar dollar
dari Washington ternyata tidak memudarkan keraguan pemerintah Ankara. Negara lainnya
seperti Iran dan Suriah justru lebih menginginkan status quo di Iraq, daripada muncul ezim baru
yang loyal pada Washington. Menurut Iran dan Suriah, lahirnya rezim baru yang loyal
padaWashington akan mengubah lagi konstelasi politik dan strategi dikawasan penuh konflik itu
yang bias saja akhirnya merugikan Iran dan Suriah. Bukan hanya itu, sikap Uni Eopa dan Rusia
juga menjadi kendala. Uni Eropa belum melihat adanya alas an memadai bagi AS untuk
menyerang Iraq. Bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan keras
pada Washington jika menyerang Iraq.  Meski demikian, mereka sepakat Iraq harus
nmengizinkan kembalinya tim PBB untuk memeriksa senjata pemusnah massal. Alas
an Iraq menolak tim PBB itu karena khawatir ada penysupan CIA dan Mossad dalam tim
tersebut seperti pada tahun 1998.
 Factor minyak selalu menjadi isu sentral dan selalu diliat sebagai salah satu pemicu utama
terjadinya seluruh konflik di kawasan Timur-Tengah, dan tidak terkecuali dalam konflik
Amerika Serikat-Iraq. Hal ini disebabkan karena kawasan Timur-Tengah merupakan kawasan
penghasil minyak bumi terbesar didunia. Dan hampir seluruh produksi minyak dunia didapatkan
dari kawasan ini. Hampir seluruh pejabat iraq secara terang-terangan menuduh Negara AS ingin
menguasai sumur-sumur minyak iraq yang merupakan terbesar kedua setelah Arab
Saudi. Negara ASsendiri juga mulai memberi perhatian pada minyak di Timur-Tengah sejak 50
tahun yang lalu yakni ketika kongres AS saat itu menggelar sidang khusus untuk mengeluarkan
keputusan tentang jumlah minyak yang harus diimpor AS setiap bulannya. Perhatian pemerintah
AS pada minyak di Timur-Tengah semakin besar setelah aksi boikot minyak Arab menyusul
perang Arab-Israel tahun 1973. salah satu presiden AS Jimmy Carter pernah menetapkan
kebijakan yang mengharuskan AS mengamankan dengan segala cara suplai minyak. Bila muncul
ancaman, maka AS harus menggunakan segala cara termasuk kekuatan militer untuk menjamin
terus mengalirnya suplai minyak. Pada perang Iraq-Iran, kapal-kapal perang AS turun tangan
mengawal kapal-kapal tanker minyak dari teluk Arab melalui selat sempit Hormuz menuju
Negara-negara barat, menyusul Iran saat itu mengancam akan menyerang dengan rudal semua
kapal tanker yang lewat selat Hormuz.
Diluar kawasan Arab Teluk, AS juga meningkatkan kehadiran militenya sesuai dengan
tuntutan strategi baru dalam menghadapi tantangan abad 21, globalisasi, perang bintang dan
menjaga kesepakatan internasional. Bertekad mengurangi ketergantungan pada minyak Timur-
Tengah yang sarat konflik itu, beberapa tahun terakhir ini, AS berhasi meningkatkan hubungan
dagangnya dengan Negara-negara produksi minyak diluar Negara Arab Teluk untuk mencari
pemasok minyak baru, seperti Rusia, Afrika barat, dan Negara kawasan laut Kaspia. Namun hal
itu masih diragukan, AS mengimpor minyak dai Rusia dan Negara kawasan laut Kaspia bisa
dianggap lebih aman dari kawasan Timur-Tengah. Rusia tentu menerapkan kebijakan politik
yang mengutamakan kepentingannya. Dlam banyak kasus, Rusia dan AS tidak sinkron dalam
kebijakan politik luar negeri nya. Misalnya, Rusia pasti tidak setuju dengan kebijakan AS
tentang poros kejahatan yang memasukkan Iraq, Iran, dan Korea Utara. Tiga Negara yang masuk
poros kejahatan versi AS itu dikenal memiliki hubungan sangat baik dengan Moskwa. Rusi
dan Iran misalnya, menjalin hubungan kerja sama soal pembuatan reactor nuklir. Rusia juga
mendapat proyek seilai puluhan milliard diIraq. Selain itu, Rusia masih dalam transisi pada
pembangunan ekonominya. Karena itu moskow masih sangat butuh Negara
semacam Iraq dan Iran sebagai mitra bagi pembangunan ekonomi Rusia.
Dipihak lain, minyak selalu menggelisahkan Baghdad karena hanya komoditas itu sebagai
satu-satunya kekuatan yang dimiliki Iraq untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, dan juga
menjadi kekuatan tawar-menawar di dunia internasional. Jika terjadi krisis pada sector minyak,
tidak ada komoditas lain yang menjadi andalanBaghdad.
Selain kebutuhan besar akan minyak, perihal senjata kimia dan biologi Iraqsenantiasa
mendapat perhatian besar AS dan Negara barat lain, bahkan lebih besar dari isu senjata
nuklir Iraq. Masalah senjata kimia dan biologi itu selalu menjadi bahan polemic baik sebelum
maupun sesudah berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB di Iraq pada
Desember 1998. pengembangan dan produksi senjata kimia dan biologi telah mendapat perhatian
pimpinan Iraq sejak awal tahun 1970-an. Perhatian yang besar tersebut merupakan bagian dari
bangkitnya perkembangan tekhnologi dan ilmu pengetahuan Iraq saat itu. Selain itu, program
senjata kimia dan biologi Iraq itu sebagai bagian pula dari persaingan militer dan perlombaan
senjata dengan Iran, serta berkaitan juga dengan isu konflik Arab-Israel. Meletusnya perang Iraq-
Iran tahun 1980-1988 mengantarkan pimpinan Iraq saat itu untuk lebih memberikan perhatian
pada proram senjata kimia dan biologi, dimana Baghdad kala itu berambisi memiliki
kemampuan militer nonkonvensional untuk menutupi kekurangan kekuatan manusia Iraq
dibanding Iran.
Dismping itu, Iraq merasa harus memilih senjata kimia dan biologi sebagai unsur kekuatan
pengimbang strategis dikawasan Teluk dan Timur-Tengah yang bersebelahan ini, menyusul
hancurnya reactor nuklir Iraq dekat Baghdad setelah digempur pesawat tempur Israel pada tahun
1981.
Oleh karena itu, program senjata kimia dan biologi Iraq mengalami kemajuan pesat sejak
awal tahun 1980-an. Pimpinan Iraq saat itu memberi semua kemudahan keuangan, ilmu
pengetahuan, tekhnis dan sumber daya manusia untuk program senjata kimia dan biologi yang
membantu tercapainya kemajuan dibidang pembangunan infrastruktur untuk program
tersebut. Iraq juga berhasi mencapai menjalin kerja sama dengan Negara-negara sahabat di dunia
Arab, Eropa Barat, dan Timur untuk proses pengalihan tekhnologi senjata kimia dan biologi.
Sekarang Iraq telah dapat di kuasai AS sepenuhnya, dan Saddam pun telah dihukum mati
oleh mahkamah internasional. Tapi keadaan di Iraq sendiri tidak lebih baik dari saat Saddam
berkuasa, bahkan lebih buruk. Iraq seperti kembali ke keadaan 50 tahun yang lalu, atau bahkan
lebih. AS sendiri mendapat protes dari masyarakat internasional karena dianggap tidak
bertanggung jawab atas keadaan di Iraq saat ini.Mampukah AS memperbaiki
keadaan Iraq menjadi lebih baik?dan mampukah AS mengembalikan kepercayaan masyarakat
dunia dengan mengembalikan keadaan menjadi seperti semula
B.     Invasi Sekutu Irak (2003 M)
Invasi Sekutu ke Irak tahun 2003 denga kode “Operasi Pembebasan Irak” merupakan serangan
sekutu an dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mencari dan menghancurkan Irak yang dituduh
mempunyai senjata pemusnah massal. Invansi ini secara resmi dimulai tanggal 19 maret 2003.
Tujuan resmi yang ditetapkan amerika serikat dalam penyerangan ini adalah untuk melucuti
senjata pemusnah massal Irak, menakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme, dan
memerdekan rakyat Irak dari kekuasaan otoriter Saddam.
Persiapan awal perang ini telah dimulai ketika 100.000 tentara Amerika serikat dikumpulkan
di Kuwait. Amerika Serikat sengaja menyediakan mayoritas pasukan untuk invasi ini, dengan
dukungan dari pasukan Koalisi yang terdiri dari lebih dari 20 negara dan suku Kurdi di utara
Irak. Invansi Irak tahun 2003 inilah yang jadi pembuka perang Irak. Ketika Irak sudah jatuh
ketangan Koalisi, masih terus terjadi peperangan yang digelorakan pemberontak melawan tentara
koalisi Amerika Serikat hingga 2011.
Invansi ke Irak oleh Amerika Serikat dan koalisinya ini karena tuduhan yang sifatnya tidak
benar. Sebab, setelah perang selesai, tidak terbukti adanya tuduhan tersebut dan justru pihak
Amerika Serikat dan koalisinya lah yang menginginkan politik minyak disana. Dengan menuduh
Saddam Husein memiliki senjata pemusnah massal yang apabila tidak dicegah dapat mengancam
kehidupan seluruh umat dibumi ini, Amerika Serikat melancarkan serangan besar-besaran ke
Irak. Selain tuduhan tersebut, Amerika Serikat juga menuduh Irak telah melanggar resosuli PBB,
kebijakan yang menindas rakyak irak, dan percobaan pembunuhan terhadap george H.W.Bush.
Seperti sejarah tahun 2003 silam sekutu ikut campur tangan urusan politik irak, yaitu atas
kediktatoran saddam husein. Pada peristiwa peristiwa tersebut, juga tidak sedikit korban jiwa
yang berjatuhan dari warga sipil. Bahkan, sejumlah jurnalis internasional tewas dan hilang.
Dengan kata lain, invansi Amerika Serikat dan koalisinya ini bertujuan ingin menumbangakan
kekuasaan saddam husein dan menyeretnya ke mahkamah internasional. Akhirnya melalui
pertempuran yang sengit, rezim saddam berhasil digulingkan.
Warga irak pun menyambut tumbangnya kekuasaan otoriter sadaam dengan suka cita. Akan
tetapi, usai tumbanganya sang diktaktor di irak, ternyata masih juga banyak terjadi perang
saudara antar kelompok yang saling berebut kekuatan dan kekuasaan untuk memegang
pemerintahan. Dimana-mana terjadi teror dan bom bunuh diri. Ini semua terjadi karena ulah dan
skenario sekutu untuk menguasai irak dan menjadikannya sebagai boneka Amerika Serikat.
Sekutu akhirnya ingin menguasai minyak dan uranium nuklir yang dimuliki bangsa irak.
Sungguh sebuah serangan yang sebenarnya bertujuan ingin memiliki perminyakan, namun
dengan dalih membebaskan rakyat irak dari pemimpin diktaktor.
Akibat serangan invasi Amerika Serikat dan koalisinya ke Irak ini, dilaporkan lebih dari
14.000 warga irak hilang. Peristiwa ini menjadi perhatian dan tontonan masyarakat dunia pada
tahun tersebut sebagai perang besar dan banyak memakan korban jiwa.

KESIMPULAN

           Michael (2007) menyatakan bahwa kebijakan luar negeri pada dasarnya bersifat memiliki
tujuan atau tindakan yang didasari oleh tujuan-tujuan tertentu. Itu artinya, seburuk apapun
outcome yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan sudah dipastikan memiliki alasan-alasan di balik
proses pembuatan keputusan. Dalam kasus kebijakan luar negeri yang diputuskan Presiden Irak
yanki Saddam Husein dalam menginvasi Irak terdapat beberapa alasan di balik itu semua kendati
dalam proses mencapai tujuannya justru memberikan outcome yang sangat buruk bagi kestabilan
negara Irak.
                       
            Begitu pula kebijakan luar negeri yang dihasilkan Presiden George H. W. Bush dan
anaknya Presiden George W. Bush untuk melakukan invasi sebanyak dua kali di tanah Irak tentu
saja memiliki tujuan-tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negaranya, meskipun
secara umum dipaparkan bahwa dalam Perang Teluk Persia I invasi menggunakan alasan atas
tindakan invasi Irak atas Kuwait dan dalam  Perang Teluk Persia II beralasan 5 tuduhan yang
dilayangkan kepada negara Irak yakni dikatator, pendukung terorisme, kepemilikan senjata
nuklir, kimia dan kuman. Implikasi Teoritis, bahwa Perang Teluk III yang menjadi masalah
krusial baru di Timur Tengah disebabkan oleh ambisi Barat (Amerika Serikat) untuk menguasai
minyak Timur Tengah (Irak). Motivasi untuk membela kepentingan Israel juga menjadi alasan
Amerika Serikat untuk menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah. Implikasi Praktis, bahwa
konflik yang terjadi antara Irak dan Amerika Serikat menimbulkan dampak multidimensional
bagi Irak khususnya dan bagi wilayah Timur Tengah pada umumnya. Perang Teluk III telah
berpengaruh pada prospek perdamaian Palestina dan Israel karena invasi Amerika Serikat ke Irak
ini telah memberi peluang bagi Israel untuk memperkuat eksistensinya di Palestina. Yang
artiannya tujuan invasi Amerika Serikat secara umum digambarkan demi menjaga kestabilan
dunia.
Tetapi kita tidak mengetahui gambaran tersirat bahwa di balik kebijakan luar negeri
terkait dua invasi tersebut memiliki kepentingan tersendiri bagi Amerika Serikat. Seperti yang
telah dipaparkan dalam uraian Perang Teluk Persia II akan memberikan keuntungan tersendiri
bagi Amerika Serikat apabila ia berhasil menaklukan Irak yaitu kemudahan negara adikuasa
tersebut dalam meletakan kepentingannya di Timur Tengah yakni khususnya memberikan
pengaruhnya di Iran dengan demikian setidaknya negara adikuasa tersebut sudah mampu
melenyapkan dua negara poros setan yang terdiri dari empat negara yang dituduhkan George W.
Bush yaitu Irak, Iran, Libya dan Korea Utara. Amerika juga akan mampu memberi tekanan
militer terhadap negara-negara Teluk dengan memaksa pemerintah negara-negara Teluk
membasmi kelompok ekstrim yang antiAmerika. Selanjutnya negara adikuasa tersebut dapat
melaksanakan strategis pengendalian harga minyak mentah dunia serta memantapkan posisi
Amerika sebagai Penguasa Dunia .

            Secara tidak langsung kita tidak mampu menerjemahkan maksud dari kebijakan luar
negeri Amerika serikat namun apabila kita tinjau dari kacamata perpolitikan maka kita akan
menyadari bahwa permainan politik dan kepentingan nasional berperan di dalamnya. Oleh sebab
itu pentinglah bagi kita untuk mengenal apa itu politik dan bagaimana maksud dan tujuan
tersurat maupun tersirat sehingga mampu mempertahankan eksistensi negara kita di kancah
percaturan internasional.

Anda mungkin juga menyukai