Makalah Patient Safety WahyuApriyani 2011028

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


“ PATIENT SAFETY “

Oleh :
Wahyu Apriyani ( 2011028 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia,
hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Patient Safety ” dalam makalah ini ,
penulis menyadari bahwa tanpa dorongan bimbingan dan motivasi- motivasi dari berbagai
pihak niscaya penulis tidak akan mampu menulis laporan ini dengan baik. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan ini.

Wassalamuaikum Wr. Wb

Surabaya, 11 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................3
A. Tujuan Patient Safety...............................................................................................................3
B. Standar Patient Safety..............................................................................................................4
C. Pelaksanaan Patient..................................................................................................................8
2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia Pada Patient Safety.........................................11
B. Pengetahuan yang Diperlukan................................................................................................11
C. Hubungan Antara Human Factor Dengan Keselamatan Pasien..............................................12
2.3 Cara Untuk Meningkatkan Patient Safety Dengan Menggunakan Metode Peningkatan
Kualitas..........................................................................................................................................12
2.4 Evidance Based Practice ( EBP ) untuk peningkatan patient safety.........................................13
2.4.1 Pengertian..........................................................................................................................13
2.4.2 Tingkatan Evidance...........................................................................................................14
2.4.3 Langkah – Langkah Implementasi EBP................................................................................14
BAB III PENUTUP........................................................................................................................16
3.2 Saran...................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan dan keselamatan pasien
merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan
oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien
adalah suatu sistem dimana rumah sakit
memberikan asuhan kepada pasien secara aman
serta mencegah terjadinya cidera akibat
kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko
(Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan
kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam
memberikan pelayanan kepada pasien. Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien
dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik
serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain
itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam
undang-undang kesehatan.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting
yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis
yang terlibat dalam memberikan pelayanan

2
kesehatan patient safety?
kepada pasien. 2. Bagaimana pengaruh faktor lingkungan dan
manusia pada patient safety?
Tindakan
3. Bagaimana cara untuk meningkatkan patient
pelayanan,
safety dengan menggunakan metode
peralatan
peningkatan kualitas?
kesehatan, dan
4. Bagaimana EBP untuk peningkatan patient
lingkungan
safety ?
sekitar pasien
sudah
seharusnya
menunjang
keselamatan
serta
kesembuhan
dari pasien
tersebut. Oleh
karena itu,
tenaga medis
harus memiliki
pengetahuan
mengenai hak
pasien serta
mengetahui
secara luas dan
teliti tindakan
pelayanan yang
dapat menjaga
keselamatan
diri pasien.

1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa itu
konsep dan
prinsip
3
BAB II
PEMBAHASA
N
2.1 Konsep Dan Prinsip Patient Safety
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes RI, 2008).
Menurut Nursalam (2011), pasien safety adalah penghindaran, pencegahan
dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera
dari proses pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien adalah suatu usaha
untuk menurunkan angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi
pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien
itu sendiri maupun pihak rumah sakit (Cecep, 2013).
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu
rumah sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk
didalamnya asesmen resiko, identifikasi, dan manajemen resiko terhadap pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya
risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan
medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris
terjadi (near miss).
A. Tujuan Patient Safety
Tujuan patient safety rumah sakit adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan Kejadian Tidak Diharapkan (Depkes RI, 2006).

4
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh) (Cecep, 2013).

B. Standar Patient Safety


1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. Kriterianya adalah
sebagai berikut :
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
10
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah rumah sakit harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses
pelayanan. Karena itu, di Rumah sakit harus ada sistim dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien
dan keluarga dapat :
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit harus mendisain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien dengan kriteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan Sembilan Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong dan jamin implementasi program keselamatan pasien
melalui penerapan Sembilan Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
c. Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriterianya adalah :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standarnya adalah:
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
13 serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
Kriterianya adalah :
a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien
b. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
c. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan
Pasien
Standarnya adalah:
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriterianya sebagai berikut:
a. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada (Depkes RI, 2006).
C. Pelaksanaan Patient
Safety WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei
2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan
Solusi LifeSaving Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun
sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan
mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat
mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses
pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat
bermanfaat membantu Rumah sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, guna
menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah (Depkes RI, 2007).
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong Rumah sakit di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu
keprihatinan di seluruh dunia. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label,
atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep
secara elektrolit.
2. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi
maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang dan lain-lain.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas
pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standarisasi dalam
metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak
tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien
rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang
bersifat kritis memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan semacam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi pra-
pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas
yang akan melaksanakan prosedur dan adanya tim yang terlibat dalam
prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah dan pencegahan atas campur
aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah
suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error)
pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu
daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang
diterima pasien sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi,
penyerahan atau perintah pemulangan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)
Selang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan slang dan spuit yang salah. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila
sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya
slang yang benar dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien,
misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas
layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi,
edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi
melalui darah dan praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs atau yang
lainnya.
2.2 Pengaruh Faktor Lingkungan dan Manusia Pada Patient Safety
A. Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan meminimalkan
kesalahan. Kegagalan menerapkan prinsip Human factor merupakan aspek kunci
kejadian paling buruk dalam perawatan kesehatan. Semua petugas kesehatan
harus memiliki pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip faktor manusia.
Petugas kesehatan yang tidak mengerti dasar-dasar faktor manusia diibaratkan
seperti petugas pengendalian infeksi tapi tidak mengetahui tentang mikrobiologi.

B. Pengetahuan yang Diperlukan


Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan
mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan yaitu individu di
tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat
kerjanya. Human factor didefinisikan sebagai studi yang mencakup semua faktor
yang membuatnya lebih mudah untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang
benar. Semua orang bisa mengaplikasikan pengetahuan human factor dimanapun
mereka bekerja.
Pada tatanan pelayanan kesehatan, pengetahuan human factor bisa
membantu proses desain yang membuat menjadi lebih mudah bagi perawat
maupun dokter untuk melakukan pekerjaannya dnegan benar. Banyak pelayanan
kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu dokter dan perawat yang
menyediakan pelayanan. Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai
lingkungan, pada tatanan pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi
penyebab yang mendasari dari efek samping yang berhubungan dengan
miskomunikasi dan tindakan tenaga kesehatan ataupun pasien didalam sistem.
Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan prinsip dalam
mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah dalam melakukan tindakan
seperti:
1. Mengorder medikasi
2. Serah terima informasi
3. Memindahkan pasien,
4. Skema terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik.
Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan
kesehatan, maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman.

C. Hubungan Antara Human Factor Dengan Keselamatan Pasien


Penting bagi semua petugas layanan kesehatan untuk memperhatikan
situasi yang meningkatkan kemungkinan kesalahan bagi manusia dalam situasi
apapun. Khususnya penting untuk bagi mahasiswa kedokteran dan staf junior
yang kurang berpengalaman. Dua faktor dengan dampak paling banyak adalah
kelelahan dan stres. Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan dan
penurunan kinerja sehingga menjadikannya faktor risiko dalam keselamatan
pasien. Hubungan antara tingkat stres dan kinerja juga telah dikonfirmasi
melalui penelitian. Jika stres tingkat tinggi mudah dikenali orang sebagai hal
yang kontraproduktif, penting untuk mengenali bahwa tingkat stres yang rendah
juga kontraproduktif, karena hal ini dapat menyebabkan kebosanan dan
kegagalan untuk menghadiri sebuah tugas dengan kewaspadaan yang sesuai.

2.3 Cara Untuk Meningkatkan Patient Safety Dengan Menggunakan Metode


Peningkatan Kualitas
EBP dapat digunakan untuk peningkatan patient safety. Evidence Based
Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan, menilai, dan
mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan
salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian
dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan
critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara
maksimal.
Menurut Undang-undang No 29 pasal 1 tahun 2004 pasien merupakan setiap
orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Safety merupakan derajat dimana pengembangan organisasi, peralatan, bersikap
tidak membahayakan, atau mengurangi resiko pada pasien staff, atau pengunjung.
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen, resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Jadi pada dasarnya dalam setiap perawat melakukan
praktiknya yaitu memberikan intervensi dalam upaya pemberian asuhan
keperawatan diharapkan sesuai dengan bukti ilmiah yang telah ada agar dalam
tindakan praktik keperawatan dalam memberikan intervensinya tidak asalasalan
terutama dalam hal safety patient.

2.4 Evidance Based Practice ( EBP ) untuk peningkatan patient safety

2.4.1 Pengertian
Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang teliti dan
bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang
berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun
pengambilan keputusan dalam proses perawatan (Titler, 2008). EBP
merupakan salah satu perkembangan yang penting pada dekade ini untuk
membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial,
psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial lainnya
(Briggs & Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al., 2000).
Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk
menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature
keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
Dengan kata lain, EBP merupakan salah satu langkah empiris untuk
mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat diimplementasikan
pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical thinking dan
menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal.
2.4.2 Tingkatan Evidance
Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang
digunakan untuk mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang bukti
terbaik sampai dengan bukti yang paling rendah. Tingkatan evidence ini
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam EBP. Hirarki untuk tingkatan
evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas
(AHRQ), sering digunakan dalam keperawatan (Titler, 2010). Adapun level
of evidence tersebut adalah sebagai berikut :
a. Level 1 : Evidence berasal dari systematic review atau meta-analysis dari
RCT yang sesuai.
b. Level 2 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT dengan randomisasi.
c. Level 3 : Evidence berasal dari suatu penelitian RCT tanpa randomisasi.
d. Level 4 : Evidence berasal dari suatu penelitian dengan desain case control
dan kohort.
e. Level 5 : Evidence berasal dari systematic reviews dari penelitian
descriptive dan qualitative
f. Level 6 : Evidence berasal dari suatu penelitian descriptive atau qualitative.
g. Level 7 : Evidence berasal dari suatu opini dan atau laporan dari para ahli.

2.4.3 Langkah – Langkah Implementasi EBP

Terdapat tujuh langkah yang harus dilewati ketika akan


mengimplementasikan suatu Evidence Based Practice yaitu (Melnyk &
Fineout-Overholt, 2011):
a. Menumbuhkan semangat terhadap penelitian
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus
ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman
dan tertarik mengenai pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan
pasien.
b. Merumuskan pertanyaan klinis dalam format PICOT
Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang
lebih baik dan relevan.
P : Patient Population (kelompok / populasi pasien)
I : Intervention or Issue of Interest (intervensi atau issue yang menarik)
C : Comparison intervention of group (perbandingan intervensi
didalam populasi) O : Outcome (tujuan)
T : Time frame (waktu)
c. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam penelitian,
untuk menjawab pertanyaan tindakan dengan melakukan systematic reviews
dengan mempertimbangkan level kekuatan dari evidence yang digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002).
d. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian kritis
terhadap evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence
tersebut, yaitu tentang kevalidan dan kegeneralisasiannya.
e. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan rujukan
serta nilai-nilai pasien didalam pengambilan keputusan atau perubahan.
Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan turut serta dalam
proses pengambilan keputusan klinis dan hal tersebut merupakan tanggung
jawab etik dari pemberi pelayanan kesehatan dengan melibatkan pasien
didalam pengambilan keputusan terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-
Overholt, 2005).

f. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan evidence.


Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaimana atau sejauh mana
perubahan yang dilakukan berefek terhadap tujuan pasien atau apakah efektif
pengambilan keputusan yang dilakukan.
g. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun yang tidak
sesuai, dengan cara melakukan oral atau poster presentation diwilayah local,
regional, nasional atau internasional.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko (Depkes RI, 2008).
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan meminimalkan
kesalahan. Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan
mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan yaitu individu di
tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya.
EBP dapat digunakan untuk peningkatan patient safety. Evidence Based
Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk menentukan, menilai, dan
mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan
salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian
dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan
critical thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara
maksimal.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Komalawati, Veronica. 2010. Community dan Patient Safety Dalam Perspektif


Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika

Aisyah, Lilis. 2016. Patient Safety di Rumah Sakit.


https://id.scribd.com/doc/114872746/Definisi-Pasien-Safety. Diakses pada tanggal 09
november 2021

Susanti. 2015. Pasien Safety. https://www.academia.edu/10001563/pasien_safety.


Diakses pada tanggal 08 november 2021

Anda mungkin juga menyukai