Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Poligami merupakan suatu tindakan yang saat ini masih menjadi pro kontra di masyarakat.  Hal
ini dikarenakana perbedaan pendapat / pandangan masyarakat. Masih banyak yang menganggap
poligami adalah suatu perbuatan negatif.

Hal ini terjadi karena poligami dianggap menyakiti kaum wanita dan hanya menguntungkan bagi
kaum pria saja. Di Indonesia sendiri, masih belum ada Undang-Undang yang menjelaskan secara
rinci boleh tidaknya poligami dilakukan.

Tujuan hidup keluarga adalah untuk mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan
adanya Polligami yang dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat menjadi hilang.
Hal ini tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena mereka beranggapan tidak
akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang suami.

Pandangan masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak
setuju atau menentang terlebih lagi bagi kaum hawa yang merasa dirugikan, karena harus berbagi
dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi dengan perekonomian keluarga yang tidak memungkinkan
poligami.

Berdasarkan uraian itulah saya memilih judul “ Poligami Menurut Pandangan Islam “ untuk
mengetahui lebih jauh lagi tentang permasalahan poligami yang masih menjadi pro kontra
masyarakat.

1.2 Pembatasan Masalah

Menjaga terbatasnya waktu dalam plenulisan karya ilmiah ini, saya hanya membatasi
pembahasan- pembahasan poligami menurut Pandangan Agama Islam.

1.3 Tujuan Pembatasan Masalah


Untuk mengetahui pandangan islam tentang poligami yang masih menjadi pro konra di
masyarakat.

1.4 Metode Penulisan

Saya menggunakan metode penelitian dan khususnya kepustakaan serta dalam membuat karya
tulis ilmiah ini saya mecari data atau referensi dari membaca beberapa buku dari beberapa
sumber dan internet mengenai poligami. Dan mungkin yang terbanyak menjadi referensi saya
yaitu dari internet.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

1.2  Pembatasan Masalah

1.3  Tujuan Pembahasan Masalah

1.4  Metode Penulisan

1.5  Sistematika Penulisan

BAB II PENGERTIAN POLIGAMI

2.1  Pengertian Poligami

2.1.1        Pengertian Poligami Menurut Pandangan Islam

2.1.2        Pengertian Poligami Menurut Para Ulama

2.2   Faktor-Faktor yang mempengaruhi seseorang Berpoligami

2.2.1        Faktor Biologis

2.2.2        Faktor Internal Rumah Tangga

2.2.3        Faktor Sosial

2.3  Dampak Poligami

2.3.1        Dampak Negatif Poligami terhadap Kehidupan Keluarga


2.3.2        Dampak Negatif Poligami terhadap Istri

2.3.3        Dampak Negatif Poligami terhadap Anak

2.4  Pandangan Saya sebagai mahasiswa AKPRIND terhadap Poligami

BAB III SYARAT POLIGAMI

3.1  Syarat Diperbolehkannya Poligami

3.2  Hikmah Diperbolehkannya Poligami

BAB IV PENUTUP

 
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Poligami

Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami
atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat
(berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada
suatu saat).

Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligami (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus),
poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok
(bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligami dan poliandri). Ketiga bentuk
poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligami merupakan bentuk yang paling
umum terjadi.

Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian


kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini
sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.Islam pada dasarnya memperbolehkan seorang
pria beristri lebih dari satu (poligini).

Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami
harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3 4:3).

  

Poligini dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-
tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum
yang memperketat aturan poligini untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana untuk
diberlakukan kepada publik secara umum.

Tunisia adalah contoh negara arab dimana poligini tidak diperbolehkan. Menurut Gustave Le
Bon, di Eropa tidak ada praktik atau tradisi timur yang dikritik dengan begitu sengitnya selain
poligami.

2.1.1 Poligami Menurut Pandangan Islam


Poligami merupakan salah satu isu yang disorot tajam kalangan feminis, tak terkecuali feminis
islam. Poligami adalah isyarat islam yang merupakan sunah Rasulullah SAW tentunya dengan
syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para isteri.Sebagai mana pada ayat
yang artiya :

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap(hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya),maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senang, dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yangkamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat daripada tidak
berbuat aniaya.” (QS.An-Nisa ayat ke-3)

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalau cenderung (kepada yang
kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS.An-Nisa ayat 129)

Selain itu, tidak adanya ayat Al-Quran dan sunah Rasulullah yang menggambarkan
diperbolehkan atau dilarangnya poligami. Sesungguhnya poligami yang diatur dalam islam tidak
memperbolehkan bagi laki-laki untuk berhubungan dengan wanita yang ia sukai diluar
pernikahan.

Poligami merupakan sistem yang manusiawi, karena dapat meringankan beban masyarakat yaitu
dengan melindungi wanita yang tidak bersuami dan menempatkannya ke shaf para isteri yang
terpelihara dan terjaga.

2.1.2 Pengertian Poligami Menurut Para Ulama

Banyak ulama yang angkat bicara soal poligami, dari pernyataan dan komentar-komentar yang
disampaikannya, diharapkan dapat menjadi bahan renungan dan masukan bagi saya, sekaligus
menambah wawasan saya tentang fenomena poligami dan realita yang terjadi di masyarakat.

Menurut Prof. Dr. Musdah Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah,

“Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-eskes yang
ditimbulkannya.”

Ia juga mengaku memiliki data yang menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat telah
menimbulkan masalah yang sangat krusial dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga
dengan tingginya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumahtangga dan
penelantaran anak-anak.

Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan, “Poligami itu mirip dengan pintu darurat dalam pesawat
terbang, yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency tertentu.”
Hal senada disampaikan pula oleh Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “Poligami tak ubahnya
sebuah pintu darurat (emergency exit) yang memang disediakan bagi yang membutuhkannya.”
Dalam kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah sebuah
pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya tak perlu dikontradiksikan.”

Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki pandangan yang sama,
“Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan umtuk
memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi manusia. Poligami tidak perlu
dipertentangkan , apalagi sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada
yang belum siap melakukannya, itu lain persoalan.”

Pendapat yang sama, juga disampaikan oleh Prof. Huzaemah Tahido Yanggo. Ahli fikih lulusan
Universitas Al-Azhar Mesir ini menyatakan, bahwa poligami sesuai dengan syariat islam.
Menurutnya, hak poligami bagi suami telah dikompensasi dengan hak istri untuk menuntut
pembatalan akad nikah dengan jalan khulu’, yaitu ketika sang suami berbuat semena-mena
terhadap istrinya. Yang jelas istri memperbolehkan suami dengan syarat adil. Syarat ini
merupakan suatu penghormatan kepada wanita, bila tidak dipenuhi akan mengakibatkan dosa.
Kalau suami tidak berlaku adil kepada istri-istrinya, berarti dia tidak mu’asyarah bil ma’ruf
(bergaul dengan baik) kepada mereka.

Direktur utama Pusat Konsultasi Syariah, Dr. Surahman Hidayat, mengatakan , “Nikah itu baik
poligami atau monogamy, tidak untuk menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya kebahagiaan,
yang pada gilirannya terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahman.”

Pimpinan pesantren Darut Tauhid, KH. Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym,
menyatakan sebelum ia berpoligami, “Poligami merupakan syariat Islam yang sangat darurat.
Wacana soal poligami itu perlu diketahui dan dipahami. Oleh karena itu, wacana poligami tidak
perlu dipertentangkan oleh umat islam. Di berbagai tempat ceramah, saya sering menyebarkan
wacana tentang poligami, karena hal itu adalah ajaran islam. Kalau saya sendiri, sampai sekarang
masih belum siap berpoligami. Untuk saat ini saya sudah merasa bahagia hidup bersama satu
orang istri dan tujuh orang anak titipan Allah Ta’ala.”

Dan setelah dirinya resmi menikahi isrti keduanya, banyak pernyataan yang beliau sampaikan.
Di antaranya beliau mengatakan, “Saya prihatin dengan adanya pandangan kurang baik terhadap
poligami. Seakan para pelaku poligami adalah seorang penjahat yang telah melakukan kejahatan
yang sangat besar”. Namun beliau juga tidak menganjurjan jamaahnya untuk berpoligami,
“Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan”, ujarnya.
 

Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan, “Pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh barat pada hari
ini dengan segala bentuk perzinaan yang mereka lakukan, tidak lain adalah salah satu bentuk
poligami juga, meski tidak dalam bentuk formal. Atau dengan kata lain, poligami liar.”

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Poligami

Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk
melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu
tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang
menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami.

2.2.1 Faktor- Faktor Biologis

1. a. Istri yang Sakit

Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk
melayani hasrat seksual suaminya. Bagi suami yang shaleh akan memilih poligami dari pada
energi ke tempat–tempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur

1. b. Hasrat Seksual yang Tinggi

Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga
baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.

1. c. Rutinitas Alami Setiap Wanita

Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak
dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar
menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk
orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan
sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya.

1. d. Masa Subur Kaum Pria Lebih Lama

Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita. Dokter Boyke, seorang
seksolog, mengakui banyak menangani kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada
usia tersebut pria mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi frigid.

2.2.2 Faktor Internal Rumah Tangga

Menurut buku ‘Hitam Putih Poligami’, terdapat beberapa faktor internal rumahtangga yang
mendorong suami untuk berpoligami.

1. a. Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan , baik kemandulan
yang terjadi pada suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang
untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya.

Dalam kondisi seperti itu, seorang istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha
bila sang suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan. Di sisi lain, sang suami
tetep memposisikan istri pertamanya sebagai orang yang mempunyai tempat di hatinya, tetap
dicintainya, dan hidup bahagia bersamanya.

1. b. Istri yang Lemah

Ketika sang suami mendapati istrinya dalam keadaan serba terbatas , tidak mampu
menyelesaikan tugas-tugas rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik
anak-anaknya, lemah wawasan ilmu dan agamanya,serta bentuk-bentuk kekurangan
lainnya.maka pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih
baik,bisa saja terjadi.dan sang istri hendaknya berlapang dada bahkan berbahagia,karena akan
ada wanita lainyang membantunya memecahkan persoalan rumah tangganya,tanpa akan
kehilangan cinta dan kasih saying suaminya.

1. c. Kepribadian yang Buruk

Istri yang tidak pandai bersyukur, banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah,
tidak mau menerima nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang
suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi wanita lain yang
dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan karakter buruk sang istri tidak bisa
diperbaiki lagi.

2.2.3 Faktor  Sosial

1. a. Banyaknya Jumlah Wanita

Di Indonesia, pada PEMILU tahun 1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih
wanita sebanyak 52%. Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah
57,2 juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu merupakan usia
siap nikah.

1. b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita

Jika saya mencoba melakukan survei pada masalah kesiapan menikah, pasti para wanita akan
lebih banyak jumlahnya daripada jumlahnya daripada kaum pria. Bahkan di daerah-daerah
tertentu, wanita usia 14-16 tahun sudah banyak yang bersuami, dan wanita yang usianya 20
tahun merasa sudah terlambat menikah. Sebagian pendapat juga mengatakan bahwa harapan
hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6
tahun. Sehingga tidak heran jika lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia,
sedangkan sang istri harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang
mengayomi, melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.

1. c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria

Dampak paling nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria
adalah semakin bertambahnya jumlah peremuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus
hidup menjanda.lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi,memberi perlindungan
dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya,jika mereka terus menjanda?solusinya tida lain,kecuali
menikah lagi dengan seorang jejaka,atau duda,atau memasuki kehidupan poligami dengan pria
yang telah beristri.itulah solusi yang lebih mulia,halal dan baradab.

1. d. Lingkungan dan Tradisi

Lingkungan tempat saya hidup dan beraktivitas sangat besar pengaruhnya dalam mempentuk
karakter dan sikap hidup seseorang. Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan
poligami, jika ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.

Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika
lingkungan dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan
buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.

1. e. Kemapanan Ekonomi

Inilah salah satu motivator poligami yang paling sering saya dapati pada kehidupan modern
sekarang ini. Kesuksesan dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering
menumbuhkan sikap percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari
satu.

2.3 Dampak Negatif Poligami

2.3.1 Terhadap Kehidupan Rumah Tangga

Dampak poligami terhadap kehidupan rumah tangga antara lain :

1. Ketidakharmonisan hubungan anggota keluarga.


2. Sering timbul permasalahan atau percek-cokan.
3. Tidak adanya rasa saling pecaya.
4. Tidak adanya kepedulian yang besar dari suami terhadap anak dan isteri.
5. Kemungkinan dapat menyebabkan perceraian.

2.3.2 Dampak yang Umum Terjadi Terhadap Istri


Menurut buku ‘Agar Suami Tak Berpoligami’, dampak-dampak umum yang dapat terjadi bagi
para istri yang suaminya berpoligami adalah,

Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan
suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis
suaminya.

Dampak ekonomi rumah tangga: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada
beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih
sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-
anaknya terdahulu.. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan
menutupi kebutuhan sehari-hari.  Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi,
seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu
kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.

Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan
pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah
oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan
dirugikan karena konsekwensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan
sebagainya.

Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan


terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.

2.3.3 Dampak Negatif Poligami Terhadap Anak

Poligami tidak hanya berdampak negative terhadap kehidupan rumah tangga dan isteri,namun
poligami juga berdampak negative terhadap anak,antara lain:

1. Sang anak merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya.


2. Anak menjadi frustasi melihat keadaan orang tuanya.
3. Anak mendapat tekanan mental.
4. Adanya rasa benci kepada sang ayah.
5. Dicemooh oleh teman-temannya.
6. Anak tidak betah di rumah.
7. Tidak menutup kemungkinan anak menjadi melakukan perbuatan yang tidak baik.
8. Anak mengikuti pergaulan yang negative.
9. Anak tidak semangat belajar.

10.   Anak menjadi beranggapan negative terhadap orang tua.

2.4 Pandangan Saya sebagai Mahasiswa IST AKPRIND Terhadap Poligami

Menurut saya sendiri sebagai mahasiswa lajang tentang poligami. Boleh tidaknya poligami itu
tergantung dari masing-masing orang yang mau menjalaninya, mungkin dengan segala
pertimbangan yang seksama. Apa akibat yang akan timbul seelah dia melakukan poligami.

Tapi saya sempat menanyakan pendapat dari teman-teman  “bagaimana tentang poligami
menurut kalian?”. Dan jawaban mereka beragam :

1. Menindas kaum wanita dan secara tidak langsung menginjak-injak harga diri wanita.
2. Tidak adil untuk perempuan
3. Menyakiti kaum wanita
4. Dapat merusak kebahagian keluarga
5. Sanksi di akhirat sangat besar apabila tidak bisa berlaku adil
6. Berdampak negatif terhadap anak

Saya bisa mengetahui bahwa sebagian besar dari teman-teman saya tidak setuju akan poligami.
Banyak dari mereka masih beranggapan bahwa poligami adalah suatu tindakan yang tidak baik.
Baik  temen laki-laki maupun perempuan menganggap bahwa poligami hanya akan
menimbulkan konflik-konflik atau masalah-masalah yang dapat merusak keharmonisan suatu
keluarga. Hanya sedikit dari mereka yang mengaku setuju pada poligami.  Meskipun sedikit, ini
membuktikan bahwa masih ada orang yang memandang poligami dari sisi positif, dan
memaklumi poligami asalkan alasannya jelas.

Sebagian besar dari dari teman-teman saya beranggapan tidak perlu ada Undang-Undang yang
mengatur Poligami. Karena mereka beranggapan bahwa poligami adalah hak setiap orang dan
tidak ada hadist atau pun ayat AL-QURAN yang secara terang-terangan melarang poligami.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Undang-Undang yang mengatur poligami sangat
diperlukan, karena dapat memperjelas hukum tentang poligami di Indonesia.

Di sekitar tempat tinggal mereka jarang terdapat orang yang berpoligami. Kalau pun ada, hanya
beberapa orang saja yang mempunyai tetangga atau keluarga yang berpoligami. Saya hanya
menemukan 2 kasus yang mengatakan bahwa ayahnya sendiri yang melakukan poligami. Ada
yang mengaku bahwa ayahnya sendiri melakukan poligami berencana akan mengikuti jejak
ayahnya. Sedangkan ada juga yang mengaku ayahnya berpoligami, mengaku membenci ayahnya
dan merasa kasihan terhadap ibunya. Dari dua kasus tersebut, saya dapat mengetahui bahwa
poligami membawa dampak negatif  bagi anak. Anak akan membenci orangtuanya dan akan
mengikuti jejak sang ayah. Ada juga yang mempunyai tetangga yang berpoligami, menurutnya
orang yang berpoligami memang kurang harmonis dan suami jarang pulang. Meski begitu suami
masih bertanggung jawab dan menafkahi keluarga tersebut.

Dari keterangan di atas, sebagian besar teman-teman saya memang menentang atau tidak setuju
terhadap poligami, terutama perempuan. Namun masih ada yang setuju akan poligami karena
beranggapan poligami adalah salah satu cara dalam menghindari perzinaan dan mengangkat
derajat wanita-wanita yang tidak memiliki suami.

Teman-teman saya juga menyebutkan beberapa hal yang menjadi penyebab seseorang
berpoligami, yaitu:

Belum Memiliki Keturunan

Salah satu tujuan berumah tangga adalah memiliki keturunan. Kemungkinan sepasang suami-
istri yang belum memiliki keturunan, walaupun sudah lama menikah pasti akan diliputi rasa risau
dan keinginan untuk memiliki anak pun semakin besar. Untuk itu, suami yang setia lebih
memilih berpoligami untuk mendapatkan keturunan daripada harus menceraikan istrinya.

Bosan Pada Istri

Rasa bosan sering kal muncul dalam kehidupan rumah tangga. Jika istri tidak pandai menjaga
penampilannya, suami akan cenderung jenuh dan memilih untuk menikah lagi.

Hawa Nafsu

Sebagian besar menganggap bahwa hawa nafsu adalah faktor utama seseorang berpoligami.
Karena sebagaimana saya ketahui bahwa perbandingan hawa nafsu pria dan wanita adalah 9 : 1.
Oleh karena itu, pria shaleh yang tidak bisa menahan hawa nafsunya akan memilih poligami
daripada melakukan zina.

Mencari Pasangan Muda

Jika suami merasa dirinya masih gagah, berpenampilan menarik dan mapan dalam ekonomi akan
merasa dirinya masih pantas untuk memiliki lagi pasangan yang lebih muda dibandingkan
dengan istri pertamanya.
Istri Kurang Memuaskan

Pelayanan yang baik dari istri terhadap suami sangatlah penting untuk menjaga keharmonisan
dalam rumahtangga. Tidak hanya pelayanan biologis, tetapi juga pelayanan dalam hal-hal lain,
seperti memasak, membersihkan rumah dan menjaga anak-anak.

Dari data-data tersebut, sudah jelas bahwa sebagian besar dari teman-teman saya yang saya
mintai pendapat tidak menyetujui adanya poligami dengan berbagai macam alasan.

BAB III

SYARAT POLIGAMI

3.1 Syarat Diperbolehkannya Poligami

Syarat yang dituntut Islam dari seotrang muslim yang akan melakukan poligami adalah
keyakinan dirinya bahwa ia bisa berlaku adil di antara dua istri atau istri-istrinya dalam hal
makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian , dan nafkah. Barang siapa kurang yakin akan
kemampuannya memenuhi hak-hak tersebut dengan seadil-adilny, haramlah baginya menikah
dengan lebih dari satu perempuan. Allah SWT berfirman :

bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uK»tGu‹ø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB
Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/â‘ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9ω÷ès? ¸oy
‰Ïnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #’oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ

“ Lalu jika kalian khawatir tidak bisa adil, cukuplah satu saja.” (An- Nisa : 3)

Beliau SWT juga bersabda,

“ Barang siapa mempunyai dua istri, sementara ia lebih condong kepada salah satu diantara
keduanya, maka pada hari kiamat nanti akan datang dengan menyeret salah satu belahan
tubuhnya yang terjatuh atau miring.”

Miring yang diperingatkan dalam hadist ini adalah ketidakadilan dalam hak-haknya, bukan
sekedar kecenderungan hati, karena yang disebut terakhir  ini termasuk hal yang susah dipenuhi,
bahkan dimaklumi dan dimaafkan Allah Swt.

Menurut beberapa ulama, setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, mereka telah menetapkan
bahwa menurut asalnya, Islam sebenamya ialah monogami. Terdapat ayat yang mengandungi
ugutan serta peringatan agar tidak disalah gunakan poligami itu di tempat-tempat yang tidak
wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan
dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat
diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam
dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhuatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh
keburukannya.
Jadi, sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan poligami yang diperbolehkan kerana
hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam memperbolehkan umatnya berpoligami
berdasarkan nas-nas syariat serta realiti keadaan masyarakat. Ini bererti ia tidak boleh dilakukan
dengan sewenang-wenangnya demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Islam, demi untuk
menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.

Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut;

1. 1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya.

Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;

÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uK»tGu‹ø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9
z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/â‘ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9ω÷ès? ¸oy
‰Ïnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #’oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ

“Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain):
dua, tiga atau empat.” (Al-Qur’an, Surah an-Nisak ayat 3)

Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin
tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh
dua, tiga atau empat saja.

Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak
berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan
jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak
menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak
wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak
lelaki tidak memperolehi isteri.

1. 2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali


persaudaraan menjadi isterinya.

Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak
saudara baik sebelah ayah maupun ibu.
 

Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga.
Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;

“Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan
silaturrahim di antara sesama kamu.” (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)

Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini,
maksudnya;

Bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka
beliau menjawab; “Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa’i)

Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau
memberitahu kepada Rasulullah bahwa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka
Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya
lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.

3. Disyaratkan pula berlaku adil,

sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);

÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uK»tGu‹ø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9
z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/â‘ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9ω÷ès? ¸oy
‰Ïnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #’oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ

“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka
(kahwinlah dengan) seorang saja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan
kezaliman.” (Al-Qur’an, Surah an-Nisa ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami.
Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang
saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun
masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.

Para mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya
adil terhadap para isteri saja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh karena itu
seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:

 Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.

Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki,
sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini
bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.

 Adil di antara para isteri.

Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan
hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang
diwajibkan Allah kepada setiap suami.

Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak
ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;

“Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di
antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan
datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (Hadis riwayat Ahmad bin
Hanbal)

 Adil memberikan nafkah.

Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah
seorang isterinya dengan alasan bahwa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali
kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal
nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-
lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan
memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
 

Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri
yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan
tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau yang
dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.

 Adil dalam menyediakan tempat tinggal.

Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa suami bertanggungjawab menyediakan
tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan
sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.

 Adil dalam giliran,

Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya
dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti
menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-
isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit,
suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata
untuk mengadakan ‘hubungan seks’ dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk
menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini
diterangkan Allah dengan firman-Nya;

ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurø—r& (#þqãZä3ó¡tFÏj9


$ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômu‘ur 4 ¨bÎ) ’Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9
tbrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ

“Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahwa la


menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu
bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri)
perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi
keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir.” (Al-
Qur’an, Surah ar-Ruum ayat 21)

Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima
seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan
pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam
sampai ke anak cucunya.

Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 hingga 8;

`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§‘sŒ #\ø‹yz ¼çnttƒ ÇÐÈ   `tBur ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB ;o§‘sŒ
#vx© ¼çnttƒ ÇÑÈ

“Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat
amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat
amalnya).”

1. 4. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan,


pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.

Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeza-bezakan antara anak si
anu dengan anak si anu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahwa
nafkah anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan
berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka
berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai
mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-
anaknya saja.

Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara dari sikap
curang yang dapat merosakkan rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara
dari terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa dendam di antara
sesama isteri.

Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam hal menegakkan keadilan antara para
isteri, nyatalah bahwa sukar sekali didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan
sewajarnya.

Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih sayang terhadapisteri-isteri, adalah satu
tanggungjawab yang sangat berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam
kemampuan manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih sayang, kecenderungan
hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan melakukannya, mengikut tabiat
semulajadi manusia.

Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisak ayat 129 yang
berbunyi;

`s9ur (#þqãè‹ÏÜtFó¡n@ br& (#qä9ω÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$# öqs9ur öNçFô¹tym ( Ÿxsù


(#qè=ŠÏJs? ¨@à2 È@øŠyJø9$# $ydrâ‘x‹tGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)Gs?ur
cÎ*sù ©!$# tb%x. #Y‘qàÿxî $VJŠÏm§‘ ÇÊËÒÈ

“Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun
kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan
melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan
isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang).”

Selanjutnya Siti ‘Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;

Bahwa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-
isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya: “Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa
yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi
milikku dan apa yang bukan milikku”

Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; “Keadilan yang dijadikan syarat diperbolehkan
poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisak. Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisa pula
menyatakan bahwa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang
dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang
menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap poligami
yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung
sepenuh-penuhnya kepada salah seorang saja di antara para isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan
yang lain seperti tergantung-gantung.”

Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan; “Orang yang boleh beristeri
dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada
keraguannya. Jika dia ragu, cukuplah seorang saja.”

“Adil yang dimaksudkan di sini ialah ‘kecondongan hati’. Dan ini tentu amat sulit untuk
dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu
diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil.”

Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang isterinya
terkatung-katung, digantung tak bertali. Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah
seorang isteri yang menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan
hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, iaitu condong hati
kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada mengurangkan hak yang seorang lagi.

Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan; “Makna adil di dalam
ayat tersebut ialah persamaan; yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang
bersifat lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga
dalam hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri.”

1. 5. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak.

Jadi, suami mesti yakin bahwa perkahwinannya yang baru ini tidak akan menjejaskan serta
merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam
adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan
baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.

1. 6. Berkuasa menanggung nafkah.

Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.)
bersabda yang bermaksud;
 

“Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka
hendaklah kamu berkahwin. Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa.”

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki supaya
berkahwin tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan
mereka tidak berkemampuan, maka tidak digalakkan berkahwin walaupun dia seorang yang sihat
zahir serta batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan agar berpuasa. Jadi,
kalau seorang isteri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah tentulah Islam melarang
orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib sebaik saja
berlakunya suatu perkahwinan, ketika suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si
isteri wajib mematuhi serta memberikan perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-
hari.

Kesimpulan dari maksud kemampuan secara zahir ialah;

 Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.


 Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
 Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
 Sihat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang boleh menyebabkan ia gagal
memenuhi tuntutan nafkah zahir yang lain.
 Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.

3.2 Hikmah  Diperbolehkannya Poligami

Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya ia menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena
itulah, ia juga membawa syariat yang universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk
semua zaman dan untuk semua umat manusia.

Ia tidak membuat syariat untuk orang kota dengan melalaikan orang desa, tidak untuk
masayarakat daerah beriklim dingin dengan merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak
pula suatu abad dengan melupakan abad dan generasi lain.

 
Ia telah mengukurkebutuhan individu, kebutuhan masyarakat, sekaligus kadar kepentingan
semua pihak. Ada diantara mereka yang memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan,
akan tetapi diberi rezeki dengan istri yang tidak beranak karena mandul, berpenyakit, atau sebab
lainnya.

Ada satu diantara tiga pilihan bagi perempuan yang jumlahnya berlebih dibanding dengan
jumlah laki-laki:

1. Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan kenyataan pahit tidak


mendapatkan jodoh.
2. Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang yang
diharamkan.
3. Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang mampu memberi nafkah dan berlaku
baik.

Tidak diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif yang adil, dan merupakan solusi terbaik
terhadap permasalahan yang akan dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum islam,

zNõ3ßssùr& Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# tbqäóö7tƒ 4 ô`tBur ß`|¡ômr& z`ÏB «!$# $VJõ3ãm 5Qöqs)Ïj9


tbqãZÏ%qムÇÎÉÈ

“ Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin “

Itulah poligami, yang tdak diterima orang-orang barat yang Nasrani itu. Mereka mencibir dan
memperolok-olok kaum muslimin dengan syariat yang membolehkan poligami ini. Namun pada
waktu yang bersamaan, mereka mengizinkan kaum lelakinya berhubungan dengan perempuan-
perempuan nakal dan teman-eman hidup tanpa batas atau pun perhitungan, tidak berdasarkan
pada undang-udang atau pun norma yang patut bagi perempuan dan keturunan yang dilahirkan,
sebagai buah dari “poligami” atheis dan amoral.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :
Dari data-data yang saya peroleh, baik dari buku, internet serta dari teman-teman yang saya
mintai pendapat, Saya dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya poligami diperbolehkan oleh
agama apabila tujuannya baik dan sang suami dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya dan
jumlah istrinya tidak melebihi 4 orang. Namun masyarakat masih beranggapan negatif kepada
orang-orang yang berpoligami. Hal ini terjadi karena masalah poligami masih tabu di
masyarakat.

Saran :

Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif terhadap seseorang yang melakukan
poligami karena ia pasti memiliki alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas untuk melakukan
poligami. Selain itu, sebaiknya para suami jangan melakukan poligami apabila tidak dapat
berlaku adil bagi istri-istrinya karena hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil sangatlah
pedih.

Nabi bersabda, “Barang siapa beristri dua dan tidak berlaku adil pada keduanya maka ia akan
datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim)

Daftar Pustaka

Qardhawi, Yusuf.2007.Halal Haram Dalam Islam.Surakarta:Era Intermedia.

Abdillah, Abu Azzam.2007.Agar Suami Tak Berpoligami.Bandung: Ikomatuddin Press.

Aydi, Hasan.2007.Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum Perempuan.Bandung: Alfa Beta.

Faqih, Khoyin Abu.2007.Poligami Solusi atau Masalah.Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat.

Gusmaian,Islah.2007.Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami.Jogjakarta:Putaka Marwa.

Hathaut, Hasan.2007.Panduan Seks Islami.Jakarta:Zahra.

Husaein, Abdulrahman.2006.Hitam Putih Poligami.Jakarta:Fakultas Ekonomi UI.

Sumber internet:

www.wikipedia.com
www.google.com
www.liputan6.com

Anda mungkin juga menyukai