Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN

KONSTRUKTIVISME DAN LANDASAN PANCASILA

DOSEN PENGAMPU : ANISA NOVERITA, M.Pd

DISUSUN OLEH:

ZULFIDA AULIA (2104050001)

M. DARUSSALAM (2104050002)

SALSABIL NAILA (2104050057)

PRODI IPS SEMESTER I A

STKIP AL-MAKSUM STABAT

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KONSTRUKTIVISME DAN
PENDIDIKAN NASIONAL “ ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen Anisa noverita M.Pd pada studi landasan
pendidikan. Selain itu , makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
landasan kependidikan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini,baik dalam segi isi
maupun tulisan,oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangatlah di perlukan.Dan
harapan kami, semoga, makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadia lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap semoga makalah landasan filosofi kontruktivisme dan
pendidikan nasional (Pancasila) ini dapat menambah inspirasi terhadap para pembaca.

Stabat,17 September 2021

Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................I

DAFTAR ISI.............................................................................................................ll

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................lll
1.1.Latar Belakang...............................................................................................1
1.2.Rumusan masalah.........................................................................................2
1.3.Tujuan penulisan...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................2
2.1.pengertian filsafat konstruktivisme................................................................2
2.2.Konsep filsafat konstruktivisme.....................................................................3
2.3.Implikasi filsafat konstruktivisme terhadap pendidikan................................4
2.4.Pengertian pendidikan nasional berdasarkan pancasila...............................5
2.5.Implikasi filsafat pancasila bagi pendidikan..................................................7

BAB III PENUTUP..................................................................................................8


3.1.Kesimpulan....................................................................................................8
3.2.Saran..............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................9


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat bangkit didalam menghadapi berbagai
kesulitan. Tujuan Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat kehidupan, maka pendidikan pun
menjadi lebih kompleks.Oleh karena itu hal ini membutuhkan desain pendidikan yang tepat dan
sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori,metode dan desain serta pengajaran dibuat
dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan
permasalahan pendidikan itu sendiri.

Dalam proses pendidikan,. aliran konstruktivisme menghendaki agar anak didik dapat
menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
perkembangan ilmu dan teknologi. Anak didik harus aktif mengembangkan pengetahuan,
bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru,atau sesama siswa. Kreativitas dan
keaktifan siswa membantu untuk berdiri sendiri dalam kehidupan, aliran ini mengutamakan
peran siswa dalam berinisiatif.

Sedangkan penerapan dalam proses belajar mengajar aliran konstruktivisme memberikan


keleluasaan pada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman
yang telah mereka miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan
tidak bersifat obyektif atau stabil, tetapi bersifat temporer atau selalu berkembang tergantung
pada persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterpretasikan serta
mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Pengetahuan berguna jika mampu memecahkan persoalan yang ada.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini antara lain:

1) Apa yang dimaksud dengan filsafat konstruktivisme


2) Apa saja konsep dari filsafat kontruktivisme?
3) Bagaimana implikasi filsafat kontruktivisme terhadap pendidikan?
4) Apa yang dimaksud dengan Pendidikan nasional berdasarkan pancasila?
5) Apa Implikasi Filsafat Pancasila bagi pendidikan?

1.3. Tujuan Penulisan


a) Mengetahui arti dari filsafat kontruktivisme.
b) Mengetahui landasan filosofis pendidikan kontruktivisme.
c) Mengetahui pengaruh filsafat kontruktivisme dalam bidang pendidikan.
d) Mengetahui arti pendidikan nasional berdasarkan pancasila.
e) Mengetahui Implikasi Filsafat Pancasila bagi pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian filsafat konstruktivisme


Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh
Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan
filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan
dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana
membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat
menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu.

Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia


melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka.
Konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi
pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun
atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan
lingkungannya.

Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya
dengan kemampuan bantuan fasilitas orang lain. Sedangkan menurut Martin El Al
mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan bahwa pentingnya sikap siswa aktif
mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar
sebelumnya dengan belajar baru.

2.2.konsep filsafat konstruktivisme


Konsep Filsafat Umum konstruktivisme

1. Metafisika

Hakikat Realitas :

menurut pemahaman konstruktivisme, bahwa manusia tidak dapat pernah mengerti realitas
sesungguhnya secara ontologis (hakikat keberadaan). Kita hanya dapat mengerti mengenai
struktur konstruksi dari suatu obyek. Bentukan atau konstruksi itu harus berjalan dan tidak
harus selalu merupakan representasi dunia nyata. Mengenai hal ini Vico meyakini bahwa hanya
Tuhan-lah yang dapat mengerti alam raya ini, sebab hanya dia yang tau bagaimana
membuatnya. Sedangkan manusia hanya mengerti apa yang di konstruksikannya.

Dalam realitasnya, konstruktivisme menolak prinsip independensi atau prinsip berdiri


sendiri dan obyektivitas dari filsafat Realisme atau Empirisme,yang menyatakan bahwa realitas
berdiri sendiri, tidak tergantung atau bersandar pada pikiran, jiwa, spirit, maupun roh.
Keberadaan realitas berdiri sendiri terlepas dari subyek pengamat,namun terbuka untuk dapat
diketahui melalui pengalaman empiris.

Konstruktivisme juga menolak pandangan dari filsafat Idealisme yang mengungkapkan


bahwa realitas yang hakiki bersifat ideal/spiritual. Realitas dalam Idealisme diturunkan dari
substansi fundamental yang bersifat non-material. Benda-benda yang bersifat material yang
tampak nyata sesungguhnya di ciptakan dari pikiran/jiwa/roh. Sedangkan dalam konsep
konstruktivisme realitas itu tiada lain adalah fenomena sejauh dari apa yang difahami oleh
orang yang menangkapnya.
Manusia :

Dalam pandangan konstruktivisme, manusia dipandang bukan sebagai tabula rasa, tetapi
manusia dituntut untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri. Manusia dalam
konstruktivisme dipandang sebagai obyek yang menjadi subyek dimana hanya Tuhan-lah yang
tahu akan makna realitas, dan manusia hanya mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan oleh
dirinya.

2. Epistemologi dan Aksiologi

. Dilihat dari beberapa penjabarannya konstruktivisme memuat beberapa filsafat lain, dalam
pernyataan bahwa sumber pengetahuan berasal dari luar hal ini seperti mengutip dari faham
realisme. Realisme meyakini pengetahuan yang didapat berasal dari hal-hal yang nyata diluar
sana, bukan berasal dari pemikiran manusia. Selain realisme, konstruktivisme pun memuat
filsafat idealisme yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan diperoleh dari proses berfikir
manusia. Hal ini sesuai dengan penjabaran konstruktivisme yang meyakini bahwa penetahuan
itu dibangun, dikonstruksikan oleh diri individu itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa filsafat
konstruktivisme adalah muatan dari filsafat realisme dan idealisme.

Bagi para penganut kepercayaan konstruktivisme pengetahuan itu bukanlah sekedar potret
kenyataan dunia semata, tetapi pengetahuan adalah hasil dari konstruksi atau bentukan
melalui kegiatan subyek. Dimana subyek itu adalah manusia itu sendiri. Pengetahuan yang
dibentuk ini selalu merupakan konsekuensi dari konstruksi kognitif mengenai kenyataan melalui
kegiatan seseorang.

Kebenaran pengetahuan dalam konstruktivisme diganti dengan viability. Yang dengan


viabilitas ini, konstruktivisme hanya mementingkan berlakunya suatu konsep, maka
pengetahuan manusia ada tingkatannya, diantaranya ada pengetahuan yang berlaku untuk
banyak persoalan dan pengetahuan yang hanya cocok untuk beberapa persoalan saja.

2.3.Implikasi filsafat konstruktivisme terhadap pendidikan

Menurut Suparno ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran
berdasarkan pemikiran konstruktivisme personal dan sosial. Implikasi itu antara lain sebagai
berikut:

1.Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui konstruksi


individual dengan melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi dan bukan lewat
akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak
dapat secara langsung memberikan informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila
peserta didik berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh
oleh peserta didik atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan demikian
tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan objek pengetahuan secara
konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan pengalaman peserta didik atau
memberikan pengalaman-pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku, sikap, dll) untuk
dijadikan objek pemaknaan.

2.Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar
struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang
menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar maka
pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang
struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru.

3.Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus
menciptakan pengalaman yang autentik dan alami secara sosial kultural untuk para peserta
didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus kontekstual, relevan dan diambil dari
pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak dapat memaksakan suatu materi yang tidak
terkait dengan kehidupan nyata peserta didik.

4.Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan kognitif tingkat
tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan
menyimpulkan, dll.

5.Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari pemecahan masalah
secara individual dan kolektif sehingga meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam
mengembangkan pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi.

6.Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-luasnya agar terjadi
proses dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik,
sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah
tanggungjawab bersama.

2.4.Pengertian Pendidikan Nasional Berdasarkan Pancasila


Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah
Pancasila yang rumusannya termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu : “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan, Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”. Karena
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar
pendidikan nasional. Berkenaan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003
Tentang “Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa: “ Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 “.

Sehubungan dengan hal diatas dan arena Pancasila adalah filsafat hidup bangsa
Indonesia, maka pada hakikatnya bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan
tersendiri dalam system pendidikan nasionalnya, yaitu filsafat pendidikan yang berdasarkan
Pancasila. Sebab itu, kita perlu mengkaji nilai-nilai Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam
rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan. Barang kali muncul pertanyaan di benak
kita jika demikian halnya, untuk apa kita mempelajari landasan filosofis pendidikan dari
berbagai aliran (seperti: Idealisme, Konstruktivisme, Pragmatisme, dan sebagainya).
Sebagaimana telah dipelajari melalui bab-bab terdahulu, berbagai landasan filosofis pendidikan
tersebut tetap perlu kita kaji dengan tujuan untuk memahaminya, untuk kita pilah dan kita pilih
gagasan-gagasannya yang positif yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, untuk
diambil hikmahnya dalam rangka mengembangkan dan memperkaya kebudayaan (pendidikan)
kita. Hal ini memilki landasan yudiris yang kuat sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Konsep Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai konsep filsafat memiliki nilai-nilai luhur yang menjiwai kehidupan
bangsa Indonesia, karena didalamnya mengandung muatan-muatan filosofis yang dapat dikaji
dan diyakini kebenarannya.

a. Pancasila dan metafisika

Bangsa Indonesia meyakini adanya Tuhan YME sebagai causa prima. Keyakinan ini menjadi
pondasi terhadap seluruh perilaku bangsa Indonesia untuk kehidupan bernegara.

b. Pancasila dan epistemologi

Salah satu pokok pikiran dalam pekmbukaan UUD 1945 adalah Negara hendaknya mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pokok pikiran ini mengandung makna bahwa Negara
berupaya meningkatkan keadilan, kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di segala
bidang. Semuanya harus didukung melalui pengembangan ilmu pengetahuan
c. Pancasila dan aksiologi

Ilmu dan teknologi merupakan pondasi suksesnya pembangunan. Namun sukses tersebut
memerlukan disiplin dari manusianya.

2.5.Implikasi Filsafat Pancasila bagi Pendidikan


Tujuan Pendidikan, Pandangan pancasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan
hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut
hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk
mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja,
bukan hanya untuk terampil bekerja saja, melainkan demi berkembangnya seluruh potensi
peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.

Kurikulum Pendidikan disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

1. Peningkatan iman dan takwa


2. Peningkatan akhlak mulia
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
6. Tuntutan dunia kerja
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
8. Agama
9. Dinamika perkembangan global
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksudkan di atas di atur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional).

Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan fungsi kreasi. Fungsi
konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai - nilai, pengetahuan, norma , kebiasaan -
kebiasaan, yang dijunjung tinggi dan dipandang berharga untuk tetap dipertahankan. Adapun
fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai
sabagaimana diajarkan oleh sains modern. Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya
diletakkan pada upaya-upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi para pelajar agar
mereka tidak saja mampu memahami perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen
peubahan atau perajut realitas (A.Mappadjantji Amien,2005).

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia
menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu
dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai.

Pancasila adalah filsafat hidup bangsa Indonesia, maka pada hakikatnya bangsa Indonesia
memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam system pendidikan nasionalnya, yaitu
filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila. Sebab itu, kita perlu mengkaji nilai-nilai
Pancasila untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan.

3.2.Saran
Dengan adanya makalah ini semoga pembaca lebih memahami dan mengerti akan landasan
filosofis pendidikan, apalagi kita sebagai warga negara Indonesia khususnya yang akan menjadi
guru harus dapat menerapkannya jika akan menjadi pendidik. Serta tidak lupa juga bahwa
walaupun kita memiliki landasan filosofi pendidikan nasional kita harus tetap mempelajari dan
memahami landasan filosofis yang lain demi mengembangkan dan memperbaiki negara
Indonesia.

Demikianlah makalah berjudul “Landasan Filosofi Pendidikan Konstruktivisme dan Landasan


Pendidikan Nasional (Pancasila)” ini kami buat berdasarkan sumber - sumber yang ada.
Sehingga perlulah bagi kami, dari para pembaca untuk memberikan saran yang membantu
supaya makalah ini mendekati sempurna. Atas perhatian Anda semua, kami ucapkan
terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin,Tatang. Nur’aini. 2006.Landasan pendidikan.bandung : UPI Press.

Markus,Basuki. 22.07.Filsafat Konstruktivisme,

http://cor-amorem.blogspot.com/2010/01/filsafat-konstruktivisme.html

Syaripudin,Tatang dan Kurniasih,(2015). Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Percikan Ilmu.

Suparno,1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Filsafat.

Nadhira, A.N, “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan”, 25 Februari 2014,


http://nadianadhirah.wordpress.com/2014/02/25/filsafat-konstruktivisme-dalam-pendidkan/.

Jalaludin,H dan Abdullah Idi.1997.Fisafat Pendidikan (Manusia,Filsafat,pendidikan). Jakarta:


Gaya Media Pratama.

Anda mungkin juga menyukai