Anda di halaman 1dari 20

PERBANKAN DAN ASURANSI DALAM ISLAM

DOSEN

PEMBIMBING
KHAIRIL AZMI NASUTION S,H.I., M.A

DISUSUN OLEH :
DENDY IRAWAN
2006200525

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA


FAKULTAS HUKUM
2021

DAFTAR ISI
1
BAB I...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
Latar Belakang................................................................................................................3
Rumusan Masalah..........................................................................................................4
Tujuan............................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
Pengertian dan Fungsi Perbankan..................................................................................6
Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah......................................................6
Riba, Bunga dalam Islam..............................................................................................10
Pengertian Asuransi.....................................................................................................14
Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah.............................................14
Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah.............................................16
BAB III..............................................................................................................................18
PENUTUP.........................................................................................................................18
Kesimpulan...................................................................................................................18
Saran............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang giat-giatnya menegakkan keberadaan ekonomi
syariah. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan penggabungan bank syariah
milik BUMN meliputi bank BNI syariah, BRI syariah serta Mandiri syariah
menjadi Bank Syariah Indonesia. Ekonomi syariah semakin memasyarakat di
Indonesia. Salah satu sektor ekonomi yang juga berkembang berdasarkan sistem
syariah adalah industry asuransi. Seiring dioperasikannya perbankan syariah,
timbul pula keinginan untuk mendirikan asuransi berdasarkan syariah. Di samping
sebagai mitra operasional perbankan syariah, juga untuk memenuhi kebutuhan
ummat Islam di Indonesia yang ingin terhindar dari sistem asuransi konvensional
yang bersifat maisir (gambling, peruntung-untungan), gharar (ketidakjelasan,
uncertainty, ketidakpastian,) dan riba (bunga). Asuransi syariah atau asuransi
Islam menerapkan kebersamaan dalam menanggung resiko yang diakibatkan oleh
musibah atau risk sharing (berbagi resiko), berbeda dengan asuransi konvensional
yang menerapkan risk transfer (transfer resiko). Para peserta asuransi syariah
diharapkan mempunyai kesepakatan untuk saling bertanggung jawab, bekerja
sama, saling melindungi, dan berbagi kesusahan antara satu sama lain. (Jurnal:
Manajemen Syariah Dalam Praktek Pengupahan Karyawan Perusahaan Syariah,
oleh: Arijulmanan)
Setiap orang akan senantiasa berhadapan dengan kemungkinan terjadinya
malapetaka dan bencana yang membawa kerugian dalam hidupnya. Sebagai
seorang muslim, kita yakini bahwa rangkaian peristiwa tersebut bisa jadi berupa
cobaan, teguran maupun azab yang datangnya dari Allah. Dalam tataran tersebut,
semuanya berada dalam bingkai jargon agama qadha dan qadar Allah yang
berlaku bagi semua mahluk-Nya. Manusia dituntut untuk menghadapi peristiwa-
peristiwa itu dengan segala upaya, ikhtiyar dan do’a agar apa yang menderanya
3
dapat diminimalisir dampak yang diakibatkannya. Risiko di masa mendatang
dapat berupa sakit, kecelakaan, bahkan kematian. Dalam dunia bisnis, risiko yang
dihadapi dapat berupa kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan
maupun risiko-risiko lainnya. Oleh karena itu, setiap resiko harus ditanggulangi
sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Untuk mengurangi risiko yang tidak kita inginkan dimasa yang akan
datang, orang kemudian membutuhkan suatu model untuk dapat menanggung
berbagai kerugian yang akan ditanggung. Salah satu cara menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana atau malapetaka tersebut ialah dengan
menyimpan atau menabung uang. Dalam hal ini, perusahaan yang mau dan
sanggup menanggung setiap resiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya adalah
perusahaan asuransi.
Sistem atau akad yang dijalankan pada perusahaan asuransi ternyata tidak
sejalan dengan prinsip dasar yang ada dalam ajaran Islam, maka untuk memenuhi
tujuan yang sama, dengan tetap berjalan pada ajaran pokok Islam, ditemukan satu
formulasi sistem tersendiri, yang selanjutnya dikenal dengan nama asuransi
takâful. Sistem ini didasarkan pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan (ta’âwanu alâ al-birri wa al-taqwâ). Berbeda dengan konsep dasar
asuransi non-Islam atau konvensional yang mendasarkan akad sistemnya pada
sistem jual beli (sistem tabâdulî). (Jurnal: Asuransi Dalam Persfektif Hukum
Islam, oleh: Muh. Fadhail Rahman)

Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian dan Fungsi Perbankan?
b. Apa saja Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
c. Apa itu Riba, Bunga dalam Islam?
d. Bagaimana Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam?
e. Apa Pengertian Asuransi?
f. Apa Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah?
g. Apa saja Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah?

4
Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengertian dan Fungsi Perbankan
b. Untuk mengetahui Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah
c. Untuk memahami Riba, Bunga dalam Islam
d. Untuk mengetahui Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam
e. Untuk mengetahui Pengertian Asuransi
f. Untuk memahami Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi
Syariah
g. Untuk mengetahui Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi
Syariah

5
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian dan Fungsi Perbankan


Perbankan adalah lembaga yang mempunyai peran utama dalam
pembangunan suatu negara. Peran ini terwujud dalam fungsi bank sebagai
lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan
kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat (Perbankan Syariah, Raja Grafindo Persada,
Hal 01)
Bank adalah lembaga yang melakukan tiga fungsi utama, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang.
Didalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan
akad yang sesuai syari’ah telah menjadi bagian tradisi umat islam sejak jaman
Rasulullah SAW. Pratik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan
uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis serta melakukan
pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak jaman Rasullullah SAW (Bank
Syariah, Erlangga, Hal 15-16)

Perbandingan Bank Konvensional dan Bank Syariah


Bank syari’ah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga yang produknya dikembangkan berlandaskan Al-
Qur’an dan Hadits. Sedangkan Bank konvensional sendiri adalah bank yang
system operasinya diterapkan atas dasar kemampuan menghimpun dana
masyarakat melalui pelayanan dan sistem bunga yang menarik.
6
Perbedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank
syari’ah secara ringkas dapat dilihat dari empat aspek yaitu:
a. Falsafah: Pada bank syari’ah, tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi, dan
ketidakjelasan, sedangkan pada bank konvensional berdasarkan atas
bunga.
b. Operasional: Pada bank syari’ah, dana masyarakat merupakan titipan dan
investasi baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu,
sedangkan pada bank konvensional, dana masyarakat merupakan
simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi
penyaluran, bank syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang
halal dan menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal
tidak menjadi pertimbangan utama.
c. Sosial: Pada bank syari’ah aspek sosial dinyatakan secra eksplisit dan
tegas yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan pada bank
konvensional tidak tersirat secara tegas.
d. Organisasi: Bank syari’ah harus memiliki DPS, Sementara itu bank
konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syari’ah
Meskipun terdapat perbedaan antara Bank syariah dan bank konvensional,
namun dalam beberapa hal memiliki persamaan terutama dalam sisi teknis
penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan,
persyaratan umum pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan,
dan sebagainya. (Bank Syari’ah, Erlangga, Hal 09-11)

Perbandingan Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional

Aspek Bank Syari’ah Bank Konvensional

Legalitas Akad syari’ah Akad konvensional

Struktur Organisasi Penghimpunandan Tidak terdapat


penyaluran dana harus sesuai dewan sejenis
dengan fatwa DPS

7
Bisnis dan Usaha Melakukan investasi yang Investasi yang halal
yang halal saja, hubungan dengan dan haram,
Dibiayai nasabah dalam bentuk hubungan dengan
hubungan kemitraan, nasabah dalam
berdasarkan prinsip bagi bentuk hubungan
hasil, jual beli, atau sewa, kreditor-kreditor
beorientasi pada keuntungan, memakai perangkat
kemakmuran dan bunga
kebahagiaan dunia akhirat

Lingkungan kerja Islami Non islami

Secara umum Bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal


mempunyai lima prinsip operasional, yaitu:
1. Prinsip simpanan Giro (Al-Wadiah)
Yaitu fasilitas yang diberikan oleh bank untuk memberikan kesempatan
kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al
wadiah, yang diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindah bukuan, bukan
untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan
atau deposito
2. Prinsip bagi hasil (Syirkah)
Meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemilik dana dan
pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan
penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerimaan dana. Bentuk
produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih
jauh prinsip mudharabah dapat digunakan sebagai dasar baik untuk produk
pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah
lebih banyak untuk pembiayaan.
3. Prinsip jual beli (At-Tijarah)

8
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengakat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin)
4. Prinsip sewa (Al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa
murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang
dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah
disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana sipenyewa mempyunyai hak
untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease)
5. Prinsip jasa (Al-Ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring,
inkaso, jasa transfer, dll. Secara syari’ah prinsip ini didasarkan pada konsep Al-
Ajr walumullah (Manajemen Dana Bank Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Hal
27-28)
Perkembangan bank syari’ah ditanah air, dimulai pada tahun 1992 melalui
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia TBK. (PT BMI) atau 4 tahun setelah
deregulasi pakto 88 perkembangan perbankan syari’ah berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan bank kovensional.

Dalam sistem perbankan konvensional, selain berperan sebagai jembatan


antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat
antara keduanya kerena tidak adanya transferability risk dan return. Tidak
demikian halnya sistem perbankan syari’ah dimana perbankan syari’ah menjaddi
manajer investasi, wakil, atau pemegang amanat (custodian) dari pemilik dana
atas investasi disektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko
dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada

9
pemilik dana sehingga menciptakan suasana harmoni. (Manajemen Dana Bank
Syari’ah, Raja Grafindo Persada, Hal 13-17)

Riba, Bunga dalam Islam


Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan (az-ziyadah),
berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa) dan membesar (al-uluw). Dengan
kata lain riba adalah penambahan, pengembangan, peningkatan, dan pembesaran
atas pinjaman pokok yang diterima oleh pemberi pinjaman.
Riba merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang umurnya sudah cukup
tua. Bahkan pada zaman Arab Jahiliyah praktir riba telah ada terutama riba dalam
utang piutang. Riba dalam bentuk apapun merupakan kejahatan kemanusiaan.
Riba juga mala petaka bagi manusia karena bagian dari bentuk eksploitasi yang
kuat terhadap yang lemah.
Dalam Al-Qur’an ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali,
terdapat dalam empat surah yaitu: al-Baqarah, Ali Imran, al-Nisa dan al-Rum.
Dalam surah al-Rum ayat 39 ALLAH berfirman:

Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).”
Secara garis besar riba dikelompokan menjadi dua bagian masing-masing
adalah riba utang piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi
menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua adalah riba jual
beli yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.
 Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap orang yang berhutang
 Riba jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena
sipeminjam tidak mampu mebayar utangnya pada waktu yang ditetapkan
10
 Riba fadhl yaitu pertukuran antara barang sejenis dengan kadar atau
takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam
jenis barang ribawi
 Riba nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil, para
pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar
berusaha dan mengembalikannya, misalnya dua puluh lima persen lebih tinggi
dari yang dipinjamkannya.
Untuk itulah islam menjauhi sistem bunga dalam sistem perbankan konvensional
yang merupakan bagian dari praktik riba, dengan memberikan solusi yaitu bagi
hasil bagi pemilik dana.

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil


Bunga Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi
akad dengan asumsi harus selalu hasil dibuat pada waktu akad dengan
untung berpedoman pada kemungkinan
untung atau rugi
Besarnya presentase berdasarkan pada Berdasarkan rasio bagi hasil
jumlah uang (modal) yang berdasarkan pada jumlah keuntungan
dipinjamkan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah keuntungan proyek yang dijalankan.
proyek yang dijalankan oleh pihak Bila usaha merugi, kerugian akan
nasabah untung atau rugi ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat
meningkat sekalipun jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan
ekomoni sedang”booming”

11
Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak ada yang meragukan
tidak dikecam) oleh semua agama, keabsahan bagi hasil
termasuk islam

A. Ketentuan Deposito, Obligasi, dan Kredit dalam Islam


a. Ketentuan Deposito
Deposito termasuk akad wadi’ah yang artinya titipan uang, barang, dan
surat berharga. Bank islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat
dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat berharga sebagai
amanah yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank islam.
Pada sisi lain bank berhak untuk menggunakan dana yang didepositokan
itu tanpa harus membayar imbalannya (riba), tetapi bank harus menjamin dapat
mengembalikan dana itu pada waktu pemiliknya memerlukannya. Bank sebagai
penerima dana dari masyarakat berjangka 1, 3, 6, 12 bulan dan seterusnya sebagai
penyertaan sementara pada bank. Deposan yang akad depositonya mendapat
nisbah bagi hasil keuntungan yang lebih kecil daripada mudharabah dan bagi
hasil yang diterima bank dalam pembiayaan kredit nasabah dibayar tiap bulan.

b. Ketentuan Obligasi
Obligasi berdasarkan definisinya adalah suatu surat berharga jangka
panjang yang bersifat utang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang
obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi
pokok pada saat jatuh tempo.
Dalam ajaran islam kegiatan/usaha bisnis diketegorikan kegiatan tijarah. Obligasi
dalam kaca mata konvensional tidak dapat dilepaskan dari sistem riba/bunga.
Batasan-batasan obligasi yang diperbolehkan dalam syari’ah islam yaitu:
1. Obligasi tidak dibenarkan menurut syari’ah yaitu obligasi yang bersifat
utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.
2. Obligasi yang dibenarkan menurut syari’ah yaitu obligasi yang
berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah
Akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syari’ah, antara lain:
12
1. Mudharabah
2. Murabahah
3. Salam
4. Istishna
5. Ijarah

c. Ketentuan kredit dan kartu kredit


Kredit secara umum adalah cara penjualan barang dengan pembayaran
tidak secara tunai (diangsur). Kredit juga dimaknai dengan membeli barang
dengan harga berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan tenggang
waktu. Pada dasarnya kredit adalah salah satu bentuk muamalah yang bertujuan
untuk membantu sesama muslim.
Hukum kartu kredit dalam islam, kartu kredit adalah suatu jenis alat
pembayaran sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat ditukarkan
apa saja yang kita inginkan. Dalam pandangan syariat, maka penggunaan kartu
kredit ini telah terjadi proses tolong-menolong yang diperbolehkan, dimana
pemegang kartu tergolong dalam hal kebutuhan pembayaran dengan uang tunai
pada satu sisi, dan disisi lain pedagang juga tertolong karena barangnya terjual.
Terdapat beberapa perjanjian yang dikenal dalam sistem manajemen
operasional perbankan syari’ah yang berkaitan dengan kartu kredit yaitu:
1. Al-‘ariyah (perjanjian kredit)
2. Al-wakalah (perjanjian pemberian kuasa)
3. Al-kafalah (perjanjian penanggungan)
Ada ketentuan dan batasan dalam penggunaan kartu kredit:
1. Tidak boleh menimbulkan riba
2. Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat
3. Tidak mendorong israf (penggeluaran yang berlebihan antara lain dengan
cara menetapkan pagu)
4. Tidak mengakibatkan hutang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn)
5. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk
melunasi pada waktunya (Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 104-116)

13
Pengertian Asuransi
Asuransi (al-ta’min) dalam Ensiklopedi Hukum Islam yaitu transaski
perjanjian antara dua pihak dimana pihak yang satu berkewajiban membayar iuran
dan pihak yang lain berkewajiban memeberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan
perjanjian yang dibuat. (Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 117-118)
Sedangkan, Dalam Ensklopedi Indonesia disebutkan bahwa asuransi ialah
jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasanya kantor
asuransi) kepada yang tertanggung untuk risiko kerugian sebagai yang ditetapka
didalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan
sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan
lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan
kepada penanggung tiap-tiap bulan. (Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga
Keuangan, Raja Grafindo Persada, Hal 57)

Pengertian Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah


Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang
memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan
peserta dan operator.
Istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi syariah adalah takaful.
Takaful dalam pengertian muamalah ialah sering memikul risiko diantara sesame
orang sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas risiko yang
lainnya, semuanya dilakukan atas dasar menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkkan dana tabarru’, sumbangan, derma yang
ditunjukkan untuk menanggung risiko.
Konsep Asuransi Islam berasarkan konsep takaful yang merupakan
perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Untuk itu harus
ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan
keuangan sebagai derma (tabarru’) karena Allah semata dengan niat membantu
14
sesame peserta yang tertimpa musibah. Adapun prinsip-prinsip asuransi Islam
adalah:
1. Saling bertanggung jawab
2. Saling bekerja sama untuk bantu membantu
3. Saling melindungi dari segala kesusahan.
Ketentuan-ketentuan dalam Islam yang berkaitan dengan asuransi adalah
tidak boleh mengandung unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), dan riba.
Unsur gharar dalam asuransi konvesional terletak pada bentuk akadnya, yaitu
akad tabadduli atau akad pertukaran. Syarat akad tabadduli adalah harus jelas
besar pembayaran premi yang harus dibayar oleh peserta dan besar uang
pertanggungan yang akan diterima oleh peserta. Hal ini menjadi tidak jelas,
karena tidak dapat ditentukan jumlah premi yang harus dibayarkan secara tepat
karena jumlah premi amat tergantung pada takdir. Solusi yang dilakukan dalam
menghindari sifat gharar ini dalah dengan mengganti sifat tabadduli dengan akad
takaffuli atau akad tabarru.
Unsur maysir yang terkandung dala asuransi konvensional pada saat
peserta mengundurkan diri dari kepersertaan, ia tidak akan menerima kembali
yang telah dibayarkan, kecuali sebagian kecil saja. Akibatnya peserta mengalami
kerugian, sedangkan perusahaan mendapatkan keuntungan. Pada asuransi syariah,
hal ini tidak terjadi, karena rekening peserta beserta hasil investasinya akan
dikembalikan kepada peserta, kecuali dana yang ada pada rekening tabarru.
Unsur riba dieliminir dengan konsep mudharabah dalam
menginvestasikan dana peserta. Kemudianhasilnya akan dibagikan kepada peserta
dan pengelola (perusahaan asuransi) sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di
awal akad.
Pada awalnya asuransi konvensial dibenarkan beroperasi untuk orang
Islam, tetapi pada umumnya apa saja bentuk kontrak yang dibuat dalam asuransi
konvensional tidaklah berdasarkan syariah, yang hal tersebut dilarang dalam Islam
karena terdapatnya perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi
syariah.

15
Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
a. Asuransi Konvensional
1. Mengandung unsur maysir (judi), gharar (unsur
ketidakpastian), dan riba. Hal ini tidak selaras dengan syariah
Islamkarena diharamkan dalam muamalah.
2. Asuransi konvensional bebas melakukan investasi pada
sembarang tempat yang tidak terbatas pada halal atau haram.
3. Asuransi konvensional pengurus dianggap sebagai pekerja dan
gajinya ditetapkan sebagai karyawan biasa.
4. Dalam asuransi konvensional biaya agen ditanggung oleh
nasabah.
5. Dalam asuransi konvensional seluruh premi baik yang diterima
maupun yang akan diterima diakui sebagai pendapatan.
6. Dalam asuransi konvensional investasi yang dilakukan untuk
kepentingan perusahaan.
7. Asuransi konvensional hukum yang dipakai yaitu hukum yang
dibuat oleh manusia bersumber dari pikiran manusia.
8. Asuransi konvensional Dewan Pengawas Syariah tidak ada
sehngga dalam praktiknya bertentangan dengan kaidah-kaidah
syara’.
b. Asuransi Syariah
1. Dalam asuransi syariah bersih dari unsur maysir (judi), gharar
(unsur ketidakpastian), dan riba. Asuransi syariah mengandung
prinsip mudharabah, prinsip tolong-menolong dan saling
menjamin antara para peserta asuransi yang satu dengan peserta
yang lain.
2. Asuransi syariah investasi dilakukan dengan hal-hal yang diizinkan
syara’ seperti sector riil dengan proyek-proyek mudharabah atau
pada pengusaha yang sudah kuat.
3. Asuransi syariah antara pengurus dan pemilik melakukan kontrak
mudharabah, pengurus sepenuhnya menjadi pelaksana dan tidak
mendapatkan gaji dari perusahaan.
16
4. Asuransi syariah biaya agen ditanggung oleh perusahaan.
5. Asuransi syariah uang premi nasabah yang berbentuk tabungan
diakui sebagai utang, pendapatan dan sebagai cadangan.
6. Asuransi syariah setiap investasi keuntungannya dibagi dua antara
perusahaan dan nasabah dengan prinsip yang adil.
7. Asuransi syariah dasar hukumnya bersumber dari syariat Islam
atau hukum Allah seperti Al-Quran dan Sunnah Rasul/Nabi.
8. Asuransi syariah ada dewan pengawas syariah yang berfungsi
mengawasi perusahaan asuransi syariah.
9. Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang
mengakui apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional
menggunkan sistem accrual basis yang mengakui asset, biaya,
kewajiban yang sebenarnya belum ada.
10. Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari
keuntungan yang di peeroleh sedangkan asuransi konvensional
tidak.
11. Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk di mana
terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan
peserta lainnya (ta’awun), sedangkan pada asuransi konvensional
yang dilakukan adalah transfer of risk, di mana terjadi pengalihan
risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).
(Studi Islam 2, Ratu Jaya, Hal 116-123)

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Bank syari’ah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga yang produknya dikembangkan berlandaskan Al-
Qur’an dan Hadits. Sedangkan Bank konvensional sendiri adalah bank yang
system operasinya diterapkan atas dasar kemampuan menghimpun dana
masyarakat melalui pelayanan dan sistem bunga yang menarik. Bank Syariah
melakukan investasi yang halal saja, hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan, berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa,
beorientasi pada keuntungan, kemakmuran dan kebahagiaan dunia akhirat.
Sedangkan, Bank Konvensional investasi yang halal dan haram, hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan kreditor-kreditor memakai perangkat bunga.

18
Asuransi (al-ta’min) dalam Ensiklopedi Hukum Islam yaitu transaski
perjanjian antara dua pihak dimana pihak yang satu berkewajiban membayar iuran
dan pihak yang lain berkewajiban memeberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan
perjanjian yang dibuat. Dalam asuransi syariah bersih dari unsur maysir (judi),
gharar (unsur ketidakpastian), dan riba. Asuransi syariah mengandung prinsip
mudharabah, prinsip tolong-menolong dan saling menjamin antara para peserta
asuransi yang satu dengan peserta yang lain. Sedangkan, Asuransi Konvensional
mengandung unsur maysir (judi), gharar (unsur ketidakpastian), dan riba. Hal ini
tidak selaras dengan syariah Islamkarena diharamkan dalam muamalah.

Saran
Sebagai orang muslim dan muslimin seharusnya kita bangga karena di
dalam kitab suci Al-Quran telah diatur segalanya, dan non muslimpun harus
menyambut baik lembaga-lembaga keungan dan sistem ekonomi tanpa riba atau
bunga. Riba dapat merugikan siapapun, karena riba merupakan pendapatan yang
didapat secara tidak adil, para pengambil riba menggunakan uangnya untuk
memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikannya, misalnya dua
puluh lima persen lebih tinggi dari yang dipinjamkannya. Untuk itulah islam
menjauhi sistem bunga dalam sistem perbankan konvensional yang merupakan
bagian dari praktik riba, dengan memberikan solusi yaitu bagi hasil bagi pemilik
dana.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud Yunus Daulay, Nadirah Naimi. 2014. Studi Islam 2. Medan: Ratu Jaya
Amir Machmud, Rukmana. 2010. Bank Syariah. Ciracas, Jakarta: Erlangga
Umam, Khotibul. 2016. Perbankan Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hasan, Ali. 1996. Zakat, Pajak Asuransi, dan Lembaga Keungan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Muhamad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
https://media.neliti.com/media/publications/56493-ID-asuransi-dalam-perspektif-
hukum-islam.pdf
http://jurnal.stailhidayahbogor.ac.id/index.php/am/article/view108

20

Anda mungkin juga menyukai