MODESTA B A YABARMASE
Ns2114901104
Identitas Anak
Nama : An. A
Umur : 2 tahun
Diagnosa Medis : Dyspnea + Suspek Bronkopneumonia
Kondisi anak : Sesak napas, batuk berdahak sesekali
A. Tahap Perkembangan
1. Personal Sosial
a. Menurut Teori :
Perkembangan sosial anak adalah proses perubahan yang
berlangsung secara terus menerus menuju kedewasaan yang
memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat. Perkembangan
sosial bagi anak sangat diperlukan karena anak merupakan manusia
yang tumbuh dan berkembang yang akan hidup di tingah –tengah
masyarakat. Pada masa anak-anak merupakan awal kehidupan sosial
yang berpengaruh bagi anak, dimana anak akan belajar mengenal dan
menyukai orang lain melalui aktifitas sosial. Apabila pada masa
kanak-kanak ini anak mampu melakukan penyesuaian sosial dengan
baik dan anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial
ditempat mereka mengembangkan diri. Perkembangan sosial anak
adalah tahapan kemampuan anak dalam berperilaku sesuai dengan
harapan lingkungan
Berdasarkan grafik dari denver II anak yang berumur 32 bulan
sudah bisa :
1) Membentuk 2 kubus
2) Mencoret-coret.
3) Menyusun 2 kubus.
4) Memegang dengan ibu jari dan jari.
b. Menurut Kondisi Anak :
1) Tampak anak mengambil mainannnya dengan menggunakan
tangan dan digenggam dengan erat.
2) Tampak anak masih lemah untuk mencoret.
3) Tampak mampu mengambil benda yang ditunjukkan
4) Tampak mampu membentuk 2 buah kubus.
3. Bahasa
a. Menurut Teori :
Menurut Kennison (2013), ada empat komponen utama dalam
pengembangan bahasa (Language Development) yaitu sebagai berikut.
1) Fonologi meliputi aturan urutan struktur kata atau kalimat.
2) Semantik terdiri atas kosakata dan konsep bagaimana
mengekspresikan kata.
3) Tata bahasa meliputi dua bagian, yang pertama, syntax, aturan kata
yang menyusun dalam kalimat, yang kedua, morphology,
digunakan sebagai penanda gramatikal (meliputi tense, active dan
passive voice) dan pragmatik meliputi aturan yang sesuai dan
komunikasi yang efektif.
4) Pragmatik meliputi tiga bagian, penggunaan bahasa untuk salam,
permintaan, dan lain-lain, mengubah bahasa untuk berbicara yang
berbeda bergantung pada siapa anda berbicara, mengikuti alur
seperti tetap berada pada topik dan mengambil kesempatan dalam
berbahasa yang benar.
Menurut Santoso (2009), tahapan-tahapan pemerolehan bahasa
anak secara umum ada 5, seperti dipaparkan berikut ini:
1) Reflexive vocalization Pada usia 0-3 minggu bayi akan
mengeluarkan suara tangisan yang masih berupa refleks. Jadi, bayi
menangis bukan karena ia memang ingin menangis, tetapi hal
tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
2) Babbling Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar
atau tidak nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda
dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan ini telah dapat
dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.
3) Lulling Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-
suara namun belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2
s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku
kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….”
4) Echolalia Pada tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan,
ia mulai meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya,
serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan
ketika ingin meminta sesuatu.
5) True speech Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu
usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut batita. Namun,
pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.
Berdasarkan grafik dari denver II anak yang berumur 32 bulan
sudah bisa :
1) Berbicara menggunakan 3 kata.
2) Berbicara menggunnakan 2 kata.
3) Berbicara menggunakan 1 kata.
4) Menyebutkan 1 gambar yang ditunjukkan.
5) Menyebutkan anggota tubuh seperti mata, telinga, kaki dan tangan.
b. Menurut Kondisi Anak :
1) Tampak anak mampu berbicara dengan menggunakan 3 kata
2) Tamapak anak mampu berbicara dengan menggunakan 2 kata.
3) Tampak anak mampu berbicara dngan menggunkan 1 kata.
4) Tampak anak mampu menyebutkan satu gambar yang ditunjukkan.
5) Tampak anak mampu menyebutkan anggota tubuh seperti mata,
telinga, kaki serta tangan.
4. Motorik Kasar
a. Menurut Teori :
Menurut Sharma dan Kaur (2014) tahapan perkembangan
motorik kasar adalah menunjuk pada kontrol anak atas tubuhnya
dengan meningkatkan mobilitas, yang mana termasuk penggunaan
sejumlah otot besar untuk duduk, berdiri, berjalan, berlari, mengontrol
kepala, naik tangga. Perkembangan awal motorik anak sangat penting
untuk diperhatikan karena ada akibat tersendiri dari kurang
berkembangnya motorik anak. Seperti studi yang telah dilakukan oleh
Vira dan Ruadsepp (dalam Zadeh, 2014) bahwa bila ketrampilan
motorik ini kurang adekuat maka menyebabkan hilangnya
keberhasilan dan munculnya perasaan tidak mampu dalam permainan,
yang mana juga akan mengarah pada penyingkiran bertahap akan
aktivitas fisik selama hidup (Deflandre dalam Zadeh, 2014), dan
tingkat penyesuaian fisik yang tidak tepat (Reeves dalam Zadeh,
2014). Selain itu anak yang lemah ketrampilan motoriknya tidak akan
mudah melakukan hubungan sosial dengan orang lain dan mempunyai
tingkat kecemasan lebih tinggi dan tingkat harga diri lebih rendah
dibanding teman sebaya yang ketrampilan motoriknya lebih bagus
(Piek dalam Zadeh, 2014).
Berdasarkan grafik dari denver II anak yang berumur 32 bulan
sudah bisa:
1) Berjalan mundur.
2) Berjalan dengan baik.
3) Membungkuk kemudian berdiri.
4) Mulai berjalan menaiki tangga.
5) Menendang bola ke depan.
6) Sudah bisa melompat.
b. Menurut Kondisi Anak :
1) Tampak anak mampu berjalan mundur.
2) Tampak berjalan dengan baik.
3) Tampak membungkuk kemudian berdiri tetapi masih tetap dalam
pengawasan orang tua.
4) Tampak mampu melompat
5) Tampak mampu menaiki tangga
6) Tampak mampu menendang bola ke depan.
B. Jenis permainan
Bermain mobil-mobilan dan mencoret-coret.
C. Aturan bermain
1. Permainaan yag dapat dilakukan di tempat tidur.
2. Permainaan yang tidak membutuhkan baanyak energi dan sederhana.
3. Permainan harus melibakan orang tua didalamnya.
E. Tujuan Bermain
1. Bisa merasa tenang dan senang selama berada di instalasi keperawatan
anak (Ruangan Parkit).
2. Anak dapat bersosialisasi dengan teman sebaya.
3. Anak tidak cemas dan takut akibat hospitalisasi.
4. Anak menjadi lebih percaya dan tidak takut dengan perawat.
F. Pelaksanaan
1. Setting Tempat
Keterangan :
: Orang tua
: Pasien
G. Evaluasi
1. Tahap Perkembangan
Tahap praoperasional (preoperational)
Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi para rentang
usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia
dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini
menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui
hubungan informasi inderawi dan tindakan fisik. Cara berpikir anak pada
pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis.
Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
a. Transductive reasoning yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau
deduktif tetapi tidak logis.
b. Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan
sebabakibat secara tidak logis.
c. Animisme yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti
dirinya.
d. Artificialism yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang
dilihat atau didengar.
f. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
h. Egosentrisme yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut
kehendak dirinya.
2. Hambatan
Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu
yang bersamaan.
a.
3. Dokumentasi