5.4) Menjelaskan perbedaan PPh WPOP yang melakukan usaha dan yang tidak melakukan
usaha/pekerjaan bebas
5.7) Pengertian kredit pajak, dan variabel-variabel dalam penghitungan PPh orang pribadi
5.1) Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Pada prinsipnya, orang pribadi yang
menjadi subyek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah
mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
a. Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas
1) WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
(berstatus sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada satu pemberi kerja tidak memiliki
kewajiban untuk membayar pajak sendiri setiap bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh
seubungan dengan pekerjaan.WP Orang Pribadi ini juga tidak memiliki kewajiban untuk
membuat laporan (Surat Pemberitahuan Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.
Perusahaan tempat wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki kewajiban untuk
memotong pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan yang dibayarkan/terutang kepada
karyawannya setiap bulan dan menyetorkannya ke Kas Negara serta melaporkannya ke kantor
pelayanan pajak setempat. Oleh karena itu gaji yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi
yang berstatus sebagai karyawan adalah gaji bersih setelah dipotong pajak penghasilan.Pajak
yang terutang atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh Pasal
21.
2) WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang bukan obyek PPh Final.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari satu pemberi kerja, baik
karena bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja maupun memiliki penghasilan lain selain dari
pekerjaan dan penghasilan lain tersebut bukan merupakan obyek PPh final.
Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung berdasarkan PPh
yang terutang dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya setelah dikurangi dengan pemotongan
yang dilakukan pihak lain yang dapat dikreditkan dan dibagi 12 (dua belas).
Jatuh tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya.Jika jatuh
tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya. Pembayaran Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke kantor pelayanan pajak
tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
3) WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang merupakan obyek PPh
Final.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan lain selain dari satu pemberi kerja, dan
memiliki penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final, maka selain diwajibkan untuk
melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki kewajiban untuk membayar dan
melaporkan PPh final pasal 4 (2).
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran PPh-nya
wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib pajak) adalah sebagai berikut :
b. Kewajiban Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan Kegiatan Usaha atau
Pekerjaan Bebas.
Bagi wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha atau pekerjaan
bebas, setelah terdaftar di kantor pelayanan pajak dan memperoleh NPWP maka akan
memiliki kewajiban pajak yang harus dilaksanakan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas selaku pemberi kerja selain diwajibkan untuk
membayar dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya sendiri juga diwajibkan untuk menyetorkan dan melaporkan PPh yang
terutang atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada karyawannya.
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak Orang Pribadi yang melakukann
kegiatan usaha/pekerjaan bebas setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut :
a. Pengertian pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Badan dihitung sesuai dengan prinsip pembukuan
berdasarkan prinsip akuntansi yang direkonsiliasi menurut ketentuan fiskal yaitu berupa
laporan laba rugi. Khusus untuk Wajib Pajak Badan wajib menyelenggarakan pembukuan
yang output-nya berupa laporan keuangan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh), Wajib Pajak yang
akan menggunakan Norma Penghitungan harus memberitahukan kepada Ditjen Pajak
dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak
yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap
memilih menyelenggarakan pembukuan.
Perlu dicatat, Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya diperuntukkan bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi. Wajib Pajak Badan harus memakai pembukuan dimana laba
komersil akan dikoreksi dan menghasilkan penghasilan neto.
Norma Penghitungan digunakan untuk menghitung pajak terhadap Wajib Pajak yang
diizinkan untuk hanya mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi, di samping
diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang diizinkan hanya menyelenggarakan pencatatan,
Norma Penghitungan diterapkan juga terhadap Wajib Pajak yang seharusnya
menyelenggarakan pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pembukuan, tidak bersedia menunjukkan pembukuan, bukti-bukti
pembukuan pada saat dilakukan pemeriksaan pajak.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan untuk
menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat
oleh Wajib Pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya.
Pada prinsipnya Wajib Pajak baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan
diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut penghasilan
kena pajak dapat dihitung. Namun, khusus Wajib Pajak Orang Pribadi, tidak disyaratkan
menyusun pembukuan, cukup menyelenggarakan pencatatan saja.
5.6) 1) Laporan keuangan
Pendapat lain mengatakan bahwa laporan keuangan adalah produk akhir proses akuntansi
suatu perusahaan dalam satu periode tertentu dimana informasi di dalamnya merupakan
hasil pengumpulan dan pengolahan data keuangan, dengan tujuan untuk membantu
perusahaan membuat keputusan atau kebijakan yang tepat.
Proses penyusunan financial statement menggunakan berbagai sumber data, mulai dari
faktur, bon, nota kredit, laporan, bank dan lain sebagainya. Semua data asli transaksi
keuangan tersebut digunakan untuk mengisi buku perkiraan dan sebagai bukti keabsahan
transaksi.
2) Koreksi fiskal
Beda Tetap
Beda tetap maksudnya adalah ditemukannya transaksi perusahaan yang sejatinya
tidak menjadi standar wajib pajak. Contohnya adalah penghasilan dari sumbangan
dan semacamnya. Jika ini dipaksakan masuk ke dalam draft, tentu akan terjadi
perbedaan di pajak. Sehingga koreksi perlu dilakukan.
Namun, ada transaksi “beda tetap”, tetapi masih harus dibayarkan pajaknya.
Diantaranya adalah penghasilan dari sewa tanah, perpindahan harta, bunga
deposito dan yang lain.
Kredit pajak merupakan perhitungan Pajak Penghasilan yang telah dibayar atau dipungut
pada awal periode. Dalam setiap Tahun Pajak yang berjalan, Wajib Pajak harus melunasi pajak
yang diperhitungkan akan terutang pada Tahun Pajak tersebut. Pelunasan dilakukan melalui
pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak berwenang atau melalui
pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak.Pembayaran pajak dalam satu Tahun
Pajak berjalan dapat dikreditkan yaitu dengan melunasi angsuran pembayaran. Angsuran tersebut
diperhitungkan dengan mengkreditkan Pajak Penghasilan yang terutang dalam Tahun Pajak
terkait. Ketentuan ini tidak berlaku untuk penghasilan yang dikenai pajak bersifat Final.
Sesuai dengan aturan yang termuat dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Perpajakan sebagaimana diubah dengan peraturan terbaru yaitu UU Nomor 28
Tahun 2007 atau dikenal dengan UU KUP. Dalam kebijakan tersebut, Wajib Pajak bisa
mengkreditkan pajak yang telah dipungut dan dipotong untuk mengurangi jumlah pajak terutang
pada akhir tahun.Dari penjelasan yang telah dipaparkan, kredit pajak diartikan sebagai jumlah
pembayaran pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak sendiri. Pembayaran tersebut telah
ditambah dengan pajak yang dipungut oleh pihak lain, serta dikurangkan dengan semua pajak
yang terutang. Termasuk jika terdapat pajak atas penghasilan yang masih terutang di luar negeri.
Adapun jenis-jenis kredit pajak berdasarkan ketentuan pada Pasal 28 UU Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah mengalami beberapa kali perubahan, hingga yang
terakhir adalah UU Nomor 36 Tahun 2008 atau dikenal dengan UU PPh, yaitu sebagai berikut:
Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sesuai ketentuan yang termuat
dalam Pasal 21.
Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sesuai ketentuan yang termuat
dalam Pasal 22.
Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan
imbalan lain sesuai ketentuan yang termuat dalam Pasal 23.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai ketentuan yang termuat
dalam Pasal 24.
Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak terkait
sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 25.
Berdasarkan dalam Pasal 28 UU PPh, jika pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak
jumlahnya lebih besar daripada kredit pajak, maka kekurangan pajak yang masih terutang wajib
dibayarkan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah Tahun Pajak terkait berakhir, sebelum
penyampaian SPT diajukan. Akan tetapi, jika pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak
jumlahnya lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, maka kelebihan pembayaran pajak akan
dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. Ketentuan ini berdasarkan
aturan yang termuat dalam Pasal 28 UU PPh. Sementara untuk seluruh jenis penghasilan yang
telah dikenai pajak bersifat Final, kredit pajak tidak diberlakukan.
Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-
09/PJ.8/1998 Tanggal 2 Oktober 1988, Wajib Pajak dikatakan non efektif adalah :
Wajib Pajak yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak menyampaikan SPT;
Wajib Pajak yang sudah meninggal dunia atau bubar tetapi belum ada surat keterangan
resminya;
Wajib Pajak yang tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan pencariannya;
Wajib Pajak yang secara nyata tidak lagi menunjukkan kegiatan usaha.
Sebagai Wajib Pajak, tiap-tiap Wajib Pajak mempunyai hak-hak dan kewajiban perpajakan.
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak adalah :
Pengertian Ekstensifikasi adalah ”kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib
Pajak terdaftar dan perluasan obyek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam Surat Edaran tersebut menerangkan bahwa ruang lingkup pelaksanaan ekstensifikasi
Wajib Pajak meliputi :
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), termasuk pemberian NPWP secara
jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan
perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman, atau
perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing yang yang bertempat tinggal
di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang memperoleh atau
menerima penghasilan yang melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pemberian NPWP di lokasi usaha, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang
mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau
perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya
Penentuan jumlah angsuran PPh pasal 25 yang harus disetor dalam tahun berjalan,
dimulai sejak Januaritahun yang bersangkutan.
Pembayaran atau penyetoran pajak pada dasarnya dibedakan menjadi tiga yaitu
pembayaran masa, pembayaran kekurangan pajak setelah tahun pajak berakhir dan pembayaran
atas ketetapan pajak. Untuk batas waktu pembayaran atau penyetoran PPh Pasal 25 orang pribadi
adalah tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika tanggal jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran atau
penyetoran pajak harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan di Kantor Pos dan Giro atau
bankbank persepsi yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak. Setiap keterlambatan pembayaran atau
penyetoran pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dari
pokok pajak yang terutang, dihitung mulai dari tanggal jatuh tempo pembayaran dan bagian
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Dalam hal WP tidak mampu membayar pajak atau alasan
lainnya, berdasarkan Pasal 9 ayat (4) UU No.16/2000, WP yang betul-betul mengalami kesulitan
likuiditas diperkenankan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang
dengan mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak yang terutang.
Tunggakan pajak adalah utang pajak yang tidak dibayar sesudah jatuh tempo
pembayaran. Apabila Dirjen Pajak, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan
lain, mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang tidak benar, maka Dirjen Pajak dapat
menetapkan jumlah pajak yang terutang yang semestinya, menurut ketentuan perundang
undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang ini, Dirjen Pajak tidak berkewajiban untuk
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atas semua SPT yang disampaikan Wajib Pajak.
Penerbitan suatu SKP hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh
ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau ditemukannya data fiskal lainnya. Pencairan
tunggakan adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh seksi penagihan untuk menagih pajak yang
tidak atau kurang dibayar melalui tindakan penagihan aktif maupun pasif.
Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung
pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, pejabat segera
menerbitkan Surat Paksa. Selanjutnya, setelah lewat 2 kali 24 (dua kali dua puluh empat) jam
sejak Surat Paksa diberitahukan, Penanggung Pajak masih belum melunasi utang pajaknya, maka
pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Tetapi apabila utang pajak
dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah
lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat dapat
melaksanakan pengumuman lelang. Tindakan penagihan terakhir yang dilakukan pejabat adalah
dengan segera melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui Kantor Lelang, jika
setelah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, utang pajak dan biaya penagihan
yang masih harus dibayar tidak juga dilunasi oleh Penanggung Pajak.