Anda di halaman 1dari 20

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Lembaga dan Instrumen Keuangan Jumi Herlita, S.E, M. Sc.


Syariah

PEGADAIAN SYARIAH

Disusun oleh:
(Kelompok 6)
Kelas: C
Muhlis Rasit : 180105010115
Nur Khopipah Rosita : 180105010150
Fadia Rima Inayatni : 180105010474

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.,
atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga makalah “Pegadaian Syariah” ini
dapat diselesaikan dan disajikan kepada para pembaca dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Lembaga dan Instrumen Keuangan Syariah yang diampu oleh Ibu
Jumi Herlita, S.E., M. Sc. Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan
kita Nabi Besar Nabi Muhammad SAW., para keluarga, sahabat, serta pengikut
beliau hingga akhir zaman.

Makalah ini diharapkan dapat mempermudah para pembaca pada umumnya


dan mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Antasari Banjarmasin
pada khususnya sebagai sumber bacaan atau bahan belajar mengenai Pegadaian
Syariah, baik itu pengertiannya, dasar hukum, perbedaan antara gadai syariah
dengan konvensional, serta landasan konsep dan prospek kedepannya.

Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang


terlibat dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, dengan senang hati kami
menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Perkembangan Pegadaian Syariah ............................................................... 3

B. Pengertian Pegadaian Syariah ...................................................................... 3

C. Dasar Hukum Pegadaian Syariah ................................................................. 4

D. Perbedaan dan Persamaan antara Rahn dan Gadai Menurut Hukum Islam
dan Perdata .......................................................................................................... 6

1. Perbedaan antara Rahn dan Gadai. ........................................................... 6

2. Persamaan antara Rahn dan Gadai. .......................................................... 8

E. Landasan Konsep Pegadaian Syariah........................................................... 9

F. Prospek Gadai Syariah ............................................................................... 10

1. Kekuatan (Strength) . ............................................................................. 10

2. Kelemahan (weakness) ........................................................................... 12

3. Peluang (opportunity) ............................................................................. 13

4. Ancaman (threat) .................................................................................... 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Taraf hidup yang berbeda disuatu negara akan semakin terasa pada saat
bangsa itu mulai membutuhkan aneka rupa barang bagi kehidupannya, khususnya
yang menyangkut pangan, sandang, papan, dan lain-lain.(Sanusi, 2009, hlm. 1)
Semakin berkembang dunia bisnis, tentunya akan selalu diikuti akan kebutuhan
kredit, dan pemberian kredit selalu memerlukan jaminan demi keamanan
pemberian kredit tersebut.

Kata pegadaian tidak begitu asing di masyarakat negeri ini, pegadaian


merupakan lembaga keuangan bagi masyarakat yang mana sebagai pilihan dalam
pembiayaan disektor riil. Biasanya pegadaian ini dipilih oleh masyarakat menengah
kebawah yang membutuhkan pembiayaan dalam jangka pendek dalam upaya
memberikan solusi dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi banyak
prinsip dalam perusahaan pegadaian yang sekarang dipertanyakan bagi masyarakat
muslim adalah apakah transaksi itu dikatakan halal. Bahkan menurut sebagian
ulama adalah haram. Karenanya, pegadaian akhirnya membentuk pengelolaan baru
dengan prinsip dan sistem pegadaian syariah.

Idealnya sebagai lembaga bisnis yang memiliki nilai syariah, tentunya


pegadaian syariah harus berbeda dengan pegadaian konvensional. Pegadaian
syariah harus akomodatif terhadap berbagai persoalan yang berhubungan dengan
ekonomi masyarakat, karena praktek gadai syariah ini sangat strategis.

Dengan pemaparan diatas, makalah ini dibuat dengan pembahasan


mengenai perkembangan pegadaian syariah, tinjauan dalam perspektif Islam,
persamaan dan perbedaan antara gadai syariah dengan konvensional, serta landasan
konsep dan prospek kedepannya.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan pegadaian syariah?
2. Bagaimana pengertian gadai syariah?
3. Bagaimana dasar hukum menurut Al-Qur’an dan Hadits, Ijma, dan
Kaidah Fiqih?
4. Apa perbedaan dan persamaan antara rahn dan gadai menurut hukum
Islam dan Perdata?
5. Bagaimana landasan konsep pegadaian syariah?
6. Bagaimana prospek gadai syariah?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pegadaian syariah.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengertian gadai syariah.
3. Untuk mengetahui bagaimana dasar hukum menurut Al-Qur’an dan
Hadits, Ijma, dan Kaidah Fiqih.
4. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara rahn dan gadai
menurut hukum Islam dan Perdata.
5. Untuk mengetahui landasan konsep pegadaian syariah.
6. Untuk mengetahui prospek gadai syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pegadaian Syariah


Syariah merupakan sumber prinsip ekonomi dalam Islam, syariah
merupakan prinsip yang dijadikan acuan dalam prinsip ekonomi Islam dan
merupakan suatu keunikan dan perbedaan yang ada dalam ekonomi
konvensional.(Muhammad, 2003, hlm. 72)

Hadirnya lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia merupakan


fenomena yang bisa dikatakan baru dan menarik dalam bisnis keuangan modern.
Perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah seperti asuransi syariah, pasar
modal syariah, leasing syariah, pegadaian syariah dan bentuk bisnis syariah lainnya
mulai berkembang dengan pesat. (Ismanto, 2009, hlm. 1) Bersamaan dengan
perkembangan produk-produk berbasis syariah yang kian memarak di Indonesia,
sektor pegadaian juga ikut mengalami perkembangan. Pegadaian syariah hadir
dalam bentuk kerja sama bank syariah dengan perum pegadaian membentuk unit
layanan gadai syariah.(Suhaina, 2016, hlm. 3)

Masyarakat memiliki keinginan terhadap berdirinya lembaga gadai syariah


dalam bentuk perusahaan mungkin karena umat Islam menghendaki adanya
lembaga gadai yang benar-benar menerapkan prinsip syariah. (Anshori, 2005, hlm.
76). Di pegadaian syariah, saat melakukan perjanjian gadai memungkinkan
masyarakat muslim untuk mempraktekkan agama mereka dengan mengamankan
mereka dari mengambil pinjaman bunga.

B. Pengertian Pegadaian Syariah


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gadai didefinisikan sebagai
meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai

3
4

tanggungan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus, barang itu menjadi hak
yang memberi pinjaman. (KBBI Daring).

KUH Perdata merumuskan gadai pada bab XX tentang gadai pasal 1150,
yakni: “gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain
atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-
orang berpiutang lainnya.(Subekti & Tjitrosudibio, 1985, hlm. 270).

Dalam bahasa Arab, gadai dikenal dengan istilah Rahn yang memiliki arti
tetap dan langgeng, penetapan dan penahanan atau menahan. Dari asal kata rahana-
yarhanu-rahnan, dalam bentuk plural rihan-ruhun-ruhunun. Pengertian gadai atau
rahn menurut pendapat M. Syafi’i Anotonio, Rahn adalah menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Yang
dijaminkan dan ditahan adalah barang yang memiliki nilai ekonomis. (Antonio,
1999, hlm. 195). Rahn artinya menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman dari peminjam (murtahin).

Jadi, gadai atau rahn pada dasarnya adalah menjadikan suatu benda bernilai
menurut pandangan syara’ sebagai tangguhan utang, dengan adanya benda yang
menjadi tangguhan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima. Dapat dikatakan
gadai adalah transaksi utang pitang yang disertai agunan dalam bentuk harta
bergerak dari debitur kepada kreditur sebagai jaminan utangnya saat jatuh tempo.
Dan jika debitur tidak dapat melunasi hutangnya, maka barang jaminan dijual
sebagai pengganti utang.

C. Dasar Hukum Pegadaian Syariah


Dasar hukum rahn dapat merujuk pada dalil-dalil yang didasarkan pada Al-
qur’an, Hadits, Ijma, dan fatwa DSN-MUI. Dasar hukum tentang rahn didalam Al-
Qur’an dapat dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 283:
5

ِ َّ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْلي َُؤ ِد الَّذِي اؤْ ت ُ ِمنَ أَ َمانَتَهُ َو ْليَت‬


‫ق‬ ُ ‫ضةٌ ۖ فَإ ِ ْن أ َ ِمنَ بَ ْع‬ َ ‫َان َم ْقبُو‬ ٌ ‫سفَ ٍر َولَ ْم ت َِجد ُوا كَاتِبًا فَ ِره‬ َ ‫َوإِ ْن ُك ْنت ُ ْم َعلَ ٰى‬
َّ ‫ش َهادَة َ ۚ َو َم ْن يَ ْكت ُ ْم َها فَإِنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ ۗ َو‬
‫اَّللُ بِ َما ت َ ْع َملُونَ َع ِلي ٌم‬ َّ ‫اَّللَ َربَّهُ ۗ َو ََل ت َ ْكت ُ ُموا ال‬
َّ

Yang artinya: “Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh orang yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-
Baqarah: 283).

Dari kalimat “hendaklah ada barang tanggungan” diartikan sebagai


gadai.(Pasaribu & Lubis, 2004, hlm. 141).

Dalam hadits Rasulullah SAW dapat diketemukan dalam ketentuan hadits


yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r.a. yang artinya: “Dan dari Aisyah r.a.
bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi secara bertempo, sedang nabi SAW menggadaikan sebuah baju
besi kepada Yahudi itu. (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun landasan ijma dapat dikemukakan paparan Sayyid Sabiq yang


mengatakan jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai, mereka
tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian landasan hukumnya. Hal
ini dimaksud didasarkan pada kisah Nabi Muhammad yang menggadaikan baju besi
untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi. (Sabiq, 1996, hlm. 155).

Selain itu, fatwa DSN-MUI juga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam
melakukan transaksi gadai, diantaranya Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn; Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas; dan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily. Fatwa ini dijadikan rujukan yang
6

berlaku umum dan mengikat bagi masyarakat yang bertransaksi di pegadaian


syariah. (Mulazid, 2012)

D. Perbedaan dan Persamaan antara Rahn dan Gadai Menurut Hukum


Islam dan Perdata
1. Perbedaan antara Rahn dan Gadai.
Gadai dan rahn tentunya memiliki perbedaan, dilihat dari sisi hukum
Islam dan hukum Perdata:
a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong
menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum
perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik
keuntungan dengan cara menarik bunga atas sewa modal yang telah
ditetapkan.
b. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang
bergerak, sedangkan dalam hukum Islam rahn berlaku pada seluruh
harta, baik harta bergerak maupun tidak bergerak. Pada hukum perdata
penjaminan dengan harta tidak bergerak seperti kapal laut, tanah, dan
pesawat udara disebut dengan hak tanggungan yang diatur dalam UU
No. 4 tahun 1996.
Perbedaan pertama antara gadai syariah (rahn) dan gadai konvensional
adalah landasan hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150-
1160 dijadikan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan gadai
konvensional. Sedangkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn dan fatwa No. 46/DSN-
MUI/III/2002 tentang rahn emas dijadikan sebagai landasan hukum dari
transaksi gadai syariah.
Subjek pelaksana gadai konvensional disebut dengan debitur gadai
(pemberi gadai) dan kreditur gadai (penerima gadai), sedangkan subjek dalam
gadai syariah disebut dengan Rahin (pemberi barang jaminan) dan murtahin
(penerima barang jaminan).
7

Dalam transaksi gadai konvensional, bukti perjanjiannya disebut


dengan Surat Bukti Kredit (SBK), sedangkan dalam transaksi gadai syariah
disebut dengan Surat Bukti Rahn (SBR).
Hanya terdapat satu perjanjian kredit pada gadai konvensional, sebab
perjanjian gadai hanya merupakan suatu perjanjian accesoir (perjanjian
tambahan) dimana kedudukan perjanjian pokok lebih tinggi dibandingkan
dengan perjanjian tambahan, sedangkan untuk gadai syariah terdapat dua akad
yaitu akad rahn dan akad ijarah (jasa sewa tempat penitipan dan penyimpanan
barang jaminan) dimana kedudukan kedua akad tersebut sejajar dan penting
dalam gadai syariah.
Dari segi keuntungan untuk pegadaian, gadai konvensional
memperoleh keuntungan berupa sewa modal yang ditentukan berdasarkan
besarnya nilai pinjaman yang diminta oleh nasabah. Sedangkan untuk gadai
syariah, keuntungan yang didapat seperti diatur oleh DSN yaitu
memberlakukan biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan dari
barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang bukan dari jumlah
pinjaman.
Secara garis besar, pelaksanaan prosedur tidak terdapat perbedaan
antara gadai konvensional dengan gadai syariah. Perbedaan lebih akan terlihat
jika telah sampai pada hal kelebihan uang hasil lelang jika peminjam
mengalami wanprestasi. Kelebihan uang hasil lelang yang tidak diambil oleh
nasabah dalam jangka waktu 1 tahun sejak tanggal pelelangan barang jaminan
akan menjadi milik pegadaian dalam pelaksanaan gadai konvensional.
Sedangkan untuk pelaksanaan gadai syariah, kelebihan uang hasil lelang akan
diberikan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang
terakreditasi. Namun, jika uang hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar
lunas hutang debitur ditambah biaya administrasi maka kekurangan ditanggung
oleh perusahaan, baik konvensional maupun syariah. (Anshori, 2005, hlm. 102)
8

2. Persamaan antara Rahn dan Gadai.


Rahn (agunan) merupakan harta yang dijadikan jaminan utang
(pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib
membayarnya, jika dia gagal menunaikannya. Sedangkan gadai merupakan
suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan
kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut merupakan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkan, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya
mana harus didahulukan. Kesimpulannya, pegadaian konvensional dan
pegadaian syariah adalah sama-sama lembaga keuangan yang memberikan
pinjaman kepada masyarakat atas dasar gadai.
Pada gadai konvensional, pemberi gadai adalah debitur atau pihak III,
sedangkan pada rahn pemberi gadai juga debitur. Penerima gadai pada
pegadaian konvensional merupakan orang perseorangan, begitu juga dengan
rahn.
Persamaan antara rahn dan gadai juga dilihat dari segi pemanfaatan
barang gadai, dimana rahn dan gadai konvensional sama-sama tidak boleh
mengambil manfaat barang yang digadaikan. Persamaan hak penerima gadai
antara rahn dan gadai konvensional adalah hak menjual/lelang untuk
mengambil pelunasan apabila waktu peminjaman uang telah habis.
Persamaan kewajiban penerima gadai antara rahn dan gadai
konvensional adalah memelihara dan menyimpan benda gadai, memberi tahu
debitur agar segera melunasi hutangnya, mengembalikan uang sisa eksekusi.
Mengenai hak pemberi gadai, persamaan rahn dan gadai adalah
menerima pengembalian uang sisa eksekusi, menerima ganti rugi kalau benda
gadai rusak/hilang. Persamaan kewajiban pemberi gadai pada rahn dan gadai
konvensional yaitu wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam
tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan
9

oleh penerima gadai. Menjamin bahwa benda gadai adalah milik pemberi
gadai. (Suhaina, 2016, hlm. 7).
Jadi, pada dasarnya konstruksi hukum gadai syariah atau rahn identik
dengan gadai konvensional, terdapat beberapa persamaan diantaranya sama-
sama lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada masyarakat atas
dasar gadai. objek gadai merupakan benda bergerak, tidak boleh mengambil
manfaat barang yang digadaikan, penerima gadai bisa menjual benda gadai
(eksekusi) dalam hal debitur wanprestasi untuk mengambil pelunasan dengan
kewajiban mengembalikan uang jika ada sisa dari hasil penjualan.

E. Landasan Konsep Pegadaian Syariah


Implementasi operasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian
konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk
memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan
bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat
diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja).
Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan
sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep
pegadaian syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Hadist Nabi SAW, juga dari ijma ulama dan diperkuat dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang rahn.
Dari landasan syariah tersebut maka mekanisme operasional pegadaian
syariah dapat digambarkan sebagai berikut: melalui akad rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul
dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi
tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas
10

dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai
jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Untuk dapat memperoleh layanan dari pegadaian syariah, masyarakat hanya
cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk
dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf penaksir akan
menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai
patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang
pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai
intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Setelah tahan
ini, pegadaian syariah dan nasabah melakukan akad dengan berbagai macam
kesepakatan.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar
jasa simpan, maka pegadaian syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan
cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan
pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi
kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan, dan jika dalam
satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, pegadaian syariah akan
menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat. (Setiawan, 2014, hlm.
195).

F. Prospek Gadai Syariah


Prospek gadai syariah (rahn) secara relatif dapat dilihat dari analisis SWOT
(Martono, 2009, hlm. 39) sebagai berikut:

1. Kekuatan (Strength)
a. Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.
Perusahaan gadai syariah telah lama menjadi dambaan umat Islam
Indonesia sejak masa kebangkitan nasional yang pertama. Hal ini
menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat Islam terhadap
adanya gadai syariah.
b. Dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia.
11

Adanya gadai syariah yang sesuai dengan prinsip syariah sangat


penting untuk menghindarkan umat dari kemungkinan terjerumus kepada
yang haram. Oleh karena itu pada konferensi ke 2 menteri-menteri luar
Negeri negara muslim di seluruh dunia bulan Desember 1970 di Karachi,
Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama mendirikan Islamic
Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan prinsip
syariah. IDB secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 dimana
Indonesia menjadi salah satu negara anggota pendiri. IDB pada (Articles
of Agreement-nya, 1994:6) pasal 2 ayat XI akan membantu berdirinya
bank dan lembaga keuangan yang akan beroperasi sesuai dengan syariah
Islam di negara anggotanya. Beberapa bank Islam yang berskala
internasional telah datang ke Indonesia untuk menjajaki kemungkinan
membuka lembaga keuangan syariah secara patungan. Hal ini
menunjukkan besarnya harapan dan dukungan lembaga keuangan
internasional terhadap adanya lembaga keuangan syariah di Indonesia.
c. Pemberian pinjaman lunak Al-Qardhul Hassan dan pinjaman
mudharabah dengan sistem bagi hasil gadai syariah sangat sesuai
dengan kebutuhan pembangunan.
1) Penyediaan pinjaman murah bebas bunga yang disebut al-qardhul
hassan sebagai pinjaman lunak yang diperlukan masyarakat saat
ini mengingat kian tingginya tingkat bunga.
2) Penyediaan pinjaman mudharabah mendorong terjalinnya
kebersamaan antara bank syariah dan nasabahnya dalam
menghadapi risiko usaha dan membagi laba/rugi secara adil.
3) Pada pinjaman mudharabah, bank syariah takkan membebani
nasabahnya dengan biaya tetap yang berada diluar jangkauannya.
Nasabah hanya wajib membagi hasil usahanya sesuai dengan akad
yang ditetapkan sebelumnya. Bagi hasil kecil kalau laba usahanya
kecil dan bagi hasil besar kalau hasil usahanya besar.
12

4) Investasi yang dilakukan nasabah mudharabah tidak tergantung


kepada tinggi rendahnya tingkat bunga karena tidak ada biaya
bunga pinjaman yang harus diperhitungkan.
5) Gadai syariah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh oleh gejolak
moneter baik dalam maupun luar negeri karena kegiatan
operasional tidak menggunakan perangkat bunga.

2. Kelemahan (weakness)
a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa
semua orang yang terlibat dalam akad bagi hasil adalah jujur. Namun,
hal itu dapat menjadi bumerang terhadap pegadaian syariah bagi
nasabah yang mempunyai itikad tidak baik.
b. Perlunya kecermatan yang lebih besar dalam hal perhitungan agar
dapat menghindari kesalahan perhitungan, terutama dalam
menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang
kecil-kecil.
c. Rahn memerlukan tenaga profesional yang andal karena membawa
misi bagi hasil yang adil. Kekeliruan dalam menilai kelayakan proyek
yang akan dibiayai dengan sistem bagi hasil berdampak lebih berat
daripada konvensional yang hasil pendapatannya tetap dari bunga.
d. Masih diperlukannya petunjuk pelaksanaan untuk pembinaan dan
kontrol, juga adaptasi sistem akuntansi gadai syariah terhadap sistem
akuntansi yang telah baku.

Dengan mengenali berbagai kelemahan yang ada pada gadai syariah


ini, maka sudah seharusnya semua pihak terkait untuk memikirkan solusinya.
13

3. Peluang (opportunity)
a. Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama.
1) Sudah semakin banyak masyarakat muslim Indonesia sadar akan
riba sudah jelas dilarang, maka banyak muslim yang tidak mau
memanfaatkan jasa pegadaian konvensional. Namun, hal ini
tetaplah harus digalakkan melalui sosialisasi kepada masyarakat
mengenai riba.
2) Meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan hasil
pembangunan di sektor agama memperbanyak jumlah perorangan,
yayasan, pondok pesantren, masjid, madrasah, dan baitul mal yang
belum memanfaatkan jasa gadai konvensional yang sudah ada.
3) Kekhawatiran terhadap sistem pengenaan biaya uang/sewa modal
dalam sistem pegadaian sekarang dikhawatirkan mengandung
unsur yang tidak sejalan dengan syariah. Rahn hadir untuk
menghindari unsur-unsur yang tidak sejalan dengan syariat Islam.

b. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya gadai syariah.


1) Selama orde reformasi masih melanjutkan pembangunan yang
diperkirakan mencapai jumlah yang sangat besar. Dari jumlah
tersebut diharapkan sebagian besar dapat disediakan dari tabungan
dalam negeri dan dana dari luar negeri sebagai pelengkap saja. Dari
tabungan dalam negeri diharapkan dapat dibentuk melalui
tabungan pemerintah yang kemampuannya kian kecil
dibandingkan melalui tabungan masyarakat yang melalui sektor
perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
2) Besarnya peranan dari tabungan masyarakat melalui sektor
perbankan, perlu dicarikan jalan dan peluang untuk mengerahkan
dana dari masyarakat. Rahn berfungsi mencairkan simpanan
berupa perhiasan dan barang lain yang lalu diinvestasikan melalui
mekanisme pinjaman mudharabah.
14

3) Konsep rahn mengutamakan kegiatan produksi dan perdagangan,


menghadapi risiko usaha dan bagi hasil usaha akan memberikan
sumbangan yang besar kepada perekonomian dalam penyediaan
kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.

4. Ancaman (threat)
a. Adanya rahn dianggap berkaitan dengan fanatisme agama bagi
sebagian orang. Akan ada pihak yang akan menghalangi
berkembangnya gadai syariah semata-mata karena tidak suka melihat
umat Islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Padahal rahn
jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang suku, agama, ras,
dan adat istiadat.
b. Munculnya rahn yang menuntut pemerataan pendapatan lebih adil
dirasakan oleh mereka sebagai ancaman terhadap status quo yang
telah dinikmatinya selama puluhan tahun.

Dari analisis SWOT yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa
gadai syariah atau rahn memiliki prospek yang bagus, terlebih jika kelemahan yang
ada dapat dikurangi dan ancaman dapat diatasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Bersamaan dengan perkembangan produk-produk berbasis syariah yang
kian memarak di Indonesia, sektor pegadaian juga ikut mengalami
perkembangan. Masyarakat memiliki keinginan terhadap berdirinya
lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan mungkin karena umat
Islam menghendaki adanya lembaga gadai yang benar-benar menerapkan
prinsip syariah.
2. Pegadaian syariah atau Rahn artinya menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman dari peminjam (murtahin). gadai
adalah transaksi utang pitang yang disertai agunan dalam bentuk harta
bergerak dari debitur kepada kreditur sebagai jaminan utangnya saat jatuh
tempo. Dan jika debitur tidak dapat melunasi hutangnya, maka barang
jaminan dijual sebagai pengganti utang.
3. Dasar hukum rahn dapat merujuk pada dalil-dalil yang didasarkan pada Al-
qur’an, Hadits, Ijma, dan fatwa DSN-MUI. Dasar hukum tentang rahn
didalam Al-Qur’an dapat dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 283. Dalam
hadits tentang Nabi Muhammad yang menggadaikan baju besinya kepada
Yahudi untuk membeli makanan. Ijma ulama sepakat menyatakan hukum
rahn adalah mubah/boleh. Fatwa DSN-MUI tentang rahn juga dijadikan
sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan gadai syariah di Indonesia.
4. Perbedaan rahn dengan gadai konvensional yaitu landasan hukumnya,
penyebutan subjeknya, bukti perjanjiannya, banyaknya perjanjian, segi
keuntungan, dan perlakuan terhadap kelebihan uang eksekusi. Sedangkan
persamaan rahn dan gadai konvensional yaitu sama-sama lembaga
keuangan yang memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar gadai,
obyek gadai merupakan benda bergerak, tidak boleh mengambil manfaat
barang yang digadaikan, penerima gadai bisa menjual benda gadai

15
16

(eksekusi) dalam hal debitur wanprestasi untuk mengambil pelunasan


dengan kewajiban mengembalikan uang jika ada sisa dari hasil penjualan.
5. Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep
pegadaian syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW, juga dari ijma ulama dan diperkuat
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang
rahn.
6. Dari analisis SWOT dapat disimpulkan bahwa gadai syariah atau rahn
memiliki prospek yang bagus, terlebih jika kelemahan yang ada dapat
dikurangi dan ancaman dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, A. G. (2005). Gadai Syariah di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

Antonio, M. S. (1999). Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan. Tazkia
Institute.

Hasil Pencarian—KBBI Daring. (t.t.). Diambil 11 Maret 2021, dari


https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gadai

Ismanto, K. (2009). Manajemen Syariah. Pustaka Pelajar.

Martono, M. (2009). Prospek Rahn (Gadai Syariah) Dalam Mendukung


Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Al-Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi
Syariah, 1(2).

Muhammad. (2003). Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam. Ekonisia.

Mulazid, A. S. (2012). Kedudukan sistem pegadaian syariah dalam sistem hukum


nasional di Indonesia. Kementerian Agama RI.

Pasaribu, C., & Lubis, S. K. (2004). Hukum Perjanjian Dalam Islam. Sinar Grafika.

Sabiq, S. (1996). Fikih Sunah. PT. Al-Maarif.

Sanusi, B. (2009). Pengantar Ekonomi Pembangunan. PT. Rineka Cipta.

Setiawan, I. (2014). Gadai Pada Pegadaian Syariah. ADLIYA: Jurnal Hukum dan
Kemanusiaan, 8(2), 185–210.

Subekti, & Tjitrosudibio, R. (1985). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Pradya Paramita.

Suhaina, S. (2016). Perbandingan Hukum Gadai Syariah dengan Gadai


Konvensional pada PT. Pegadaian Pekanbaru-Neliti.
https://www.neliti.com/publications/186705/perbandingan-hukum-gadai-
syariah-dengan-gadai-konvensional-pada-pt-pegadaian-pek

17

Anda mungkin juga menyukai