Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Piaget Tentang Perkembangan Kognitif


Teori Piaget adalah kisah terpadu yang menjelaskan bagaimana faktor biologis
dan pengalaman membentuk perkembangan kognitif. Piaget berpikir sebagaimana
tubuh fisik kita memiliki struktur yang memampukan kita beradaptasi dengan dunia,
struktur-struktur mental kita juga membantu kita beradaptasi dengan dunia.
Piaget menekankan bahwa anak-anak secara aktif membangun dunia-dunia
kognitif mereka sendiri; informasi dari lingkungan tidak begitu saja dituangkan
kedalam pikiran-pikiran mereka.
1. Proses-proses Perkembangan
Menurut Piaget proses-proses tersebut meliputi skema, asimilasi, akomodasi,
organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan.
a. Skema
Piaget mengatakan bahwa ketika seorang anak mulai membangaun
pemahamannya tentang dunia, otak yang berkembang pun membentuk
skema. Ini merupakan tindakan-tindakan atau representasi-representasi
mental yang mengorganisasikan pengetahuan.
b. Asimilasi dan Akomodasi
Asimilasi konsep Piaget mengenai penggabungan informasi baru
kedalam pengetahuan yang ada (skema). Sedangan akomodasi konsep Piaget
mengenai pembentukkan skema agar sesuai dengan informasi dan
pengalaman baru.
Asimilasi terjadi ketika anak-anak memasukkan informasi baru kedalam
skema-skema yang ada. Akomodasi terjadi ketika anak-anak menyesuaikan
skema-skema mereka dengan informasi dan pengalaman-pengalaman baru.
c. Organisasi
Dalam teori Piaget organisasi adalah pengelompokkan perilaku-perilaku
dan pemikiran-pemikiran yang terisolasi kedalam sistem yang lebih teratur
dan lebih tinggi. Perbaikan organisasi ini secara terus-menerus merupakan
bagian tak terpisahkan dari perkembangannya.
d. Penyeimbangan dan Tahap-tahapan Perkembangan Penyeimbangan
Menurut Piaget adalah suatu mekanisme yang diajukan untuk
menjelaskan bagaimana anak-anak berpindah dari satu tahapan pemikiran ke
tahapan pemikiran berikutnya. Perpindahan ini terjadi karena anak
mengalami konflik kognitif atau disequilibrium dalam usahanya memahami
dunia. Pada akhirnya mereka akan menyelasaikan konflik tersebut dan
mencapai suatu keseimbangan pemikiran.
2. Tahapan Perkembangan Menurut Piaget
a. Tahap Sensori Motor

Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas


motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas
rangsangan-rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks misalnya
refleks menangis, dan lain-lain. Refleks ini kemudian berkembang lagi
menjadi gerakan-gerakan yang lebih canggih, misalnya berjalan (Sunarto,
2008:24)
Piaget membagi tahap sensori motor dalam enam periode, yaitu :
1) Refleks (umur 0-1 bulan)
Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks, spontan tidak
sengaja, dan tidak terbedakan.
Contoh: refleks menangis, mengisap, menggerakkan tangan dan
kepala, mengisap benda didekatnya, dan lain-lain.
2) Kebiasaan (umur 1-4 bulan)
Kebiasaan dibuat dengan dengan mencoba-coba dan mengulang-
ulang suatu tindakan.
Contoh: seorang bayi mengembangkan kebiasaan mengisap jari.
Awalnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulut, lalu pelan-
pelan mencoba dan akhirnya bisa. Setelah itu menjadi lebih cepat
melkukan kembali. Maka itu, terjadilah suatu kebiasaan mengisap ibu
jari.
3) Reproduksi kejadian yang menarik (4-8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan
memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya.
Misalnya seorang bayi diletakkan diatas ranjang dan diberi mainan
yang akan berbunyi jika talinya dipegang. Suatu saat ia main-main
dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang.
Maka, ia akan menarik tali itu agar muncul bunyi yang sama.
4)  Koordinasi skemata (8-12 bulan)
Seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil
tindakannya.
Contoh: seorang bayi diberi mainan tetapi letaknya jauh. Di dekatnya
terdapat tongkat kecil dan dia akan menggunakannya untuk
menggapai mainan tersebut.
5) Eksperimen (12-18 bulan)
Masa anak mulai mengembangkan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan dengan eksperimen.
Contoh: anak diberi makanan yang diletakkan di meja. Ia akan
mencoba menjatuhkan makanan itu dan memakannya.
6) Representasi (18-24 bulan)
Seorang anak sudah mulai menemukan cara-cara baru yang tidak
hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal tetapi juga dengan
koordinasi internal dalam gambarannya
Misal: Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia tidak berhasil
karena pintu disangga oleh sebuah kursi diseberangnya. Ia pergi di sisi
lain dan memindahkan kursi yang menghambat tersebut, padahal ia
tidak melihat. Dari kejadian tersebut, tampak jelas bahwa lauren dapat
mengerti apabila penyebab pintu itu adalah sesuatu yang berada
dibelakang pintu tersebut, meskipun ia tidak melihat.
b. Masa Pra-Operasional (2-7 tahun)
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang
mewakili suatu konsep. Misal, seseorang anak yang pernah melihat dokter
berpraktek, akan dapat bermain “dokter-dokteran” (Sunarto, 2008:24). Piaget
membagi perkembangan kognitif tahap praoperasional dalam dua bagian:
1) Umur 2-4 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran logis
Piaget membedakan antara “simbol” dan “tanda” dengan “indeks” dan
sinyal.dalam pengertian simbol dan tanda (sign) dibedakan antara objek
yang ditandakan dengan  tandanya sendiri misalnya anak bermain pasar
pasaran  dengan uang dari daun.”daun”di sini sebagai tanda ,sedangkan
“uang”adalah yang di tanda kan.dalam kenyataan daun dan uang tidak
sama.dalam pengertian”indeks” dan “sinyal” tidak di bedakan antara tanda
dan objek yang di tandakan.
Piaget  juga membedakan antara “simbol” dan “tanda”. Simbol adalah
suatu hal yang lebih menyamai dengan yang di simbolkan seperti
gambaran dan bayangan . tanda lebih merupakan sembarang benda yang di
guna kan tanpa ada kesamaan dengan yang ditandakan.
2) Umur 4-7 tahun, dicirikan oleh perkembangan pemikiran intuitif
Menurut piaget (1981) pemikiran anak pada umur 4 -7 tahun
berkembang pesat secara bertahap ke arah konsep tualisasi. Ia berkembang
dari tahap simbolis dan prakonseptual ke permulaan oprasional . tetapi
perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami oprasi yang
tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran yang semi simbolis atau
penalaran intuitif yang tidak  logis. Dalam hal ini seseorang anak masih
mengambil keputusan hanya dengan aturan-aturan intuitif yang masih
mirif dengan tahap sensorimotor.
Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi
tanpa di nalar terlebih dahulu. kelemahan pemikiran ini adalah bahwa
pemikiran nya searah (centred) dimana anak hanya dapat melihat dari satu
segi saja.dalam pemikiran ini anak belum dapat melihat pluralitas gagasan
tetapi hanya satu persatu. apabila beberapa gagasan di gabungkan
pemikiran anak menjadi kacau. Pada tahap ini anak belum dapat berpikir
decentred yaitu melihat berbagai segi dalam satu kesatuan.
3) Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang
didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret
tetap ditandai dengan asanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang
kelihatan nyata/konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada
barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis.
4) Tahap Operasional Formal (11 tahun-dewasa)
Menurut Piaget ketika tahap ini remaja memasuki level tertinggi
perkembangan kognitif.  Tidak lagi terbatas oleh disini dan sekarang,
mereka sudah dapat memahami waktu historis dan ruang luar angkasa
(dalam Human Development, Papalia, Old, Feldman, 2008;554).
Selain itu pada tahap ini individu dapat berpikir secara abstrak,
menangani situasi-situasi perumpamaan dan berpikir mengenai berbagai
kemungkinan (dalam Human Development, Papalia, Old, Feldman, 2009 ;
46).  Sehingga ketika masa ini individu sudah dapat berpikir logis, berpikir
dengan pemikiran teoretis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan
hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang diamati
saat itu.
B. Teori Piaget Tentang Perkembangan Moral
1. Pengertian Moral Menurut Piaget
Kata moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Kata mos
jika akan dijadikan kata keterangan atau kata sifat lalu mendapat perubahan dan
belakangannya, sehingga menjadi “morris” kepada kebiasaan moral dan lain-lain
dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan moral dan lain-lain, dan moral
adalah kata nama sifat kebiasaan itu, yang semula berbunyi moralis. Kata sifat
tidak akan berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari selalu dihubungkan dengan
barang lain. Begiu pula kata moralis dalam dunia ilmu lalu dihubungkan dengan
scientia dan bebrunyi scientis moralis, atau philosophia moralis. Karena biasanya
orang-orang telah mengetahui bahwa pemakaian selalu berhubungan dengan kata-
kata yang mempunyai arti ilmu. Maka untuk mudahnya disingkat jadi moral.
Perkata diartikan dengan ajaran kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Dengan
demikian moral dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai
kesusilaan.
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang dalam berinteraksi dengan
orang lain. Para pakar perkembangan anak mempelajari tentang bagaimana anak-
anak berpikir, berperilaku dan menyadari tentang aturan-aturan tersebut. Minat
terhadap bagaimana perkembangan moral yang dialami oleh anak membuat Piaget
secara intensif mengobservasi dan melakukan wawancara dengan anak-anak dari
usia 4-12 tahun. Ada dua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai
perkembangan moral anak dan remaja:
a. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng, sambil
mempelajari bagaimana mereka bermain dan memikirkan aturan-aturan
permainan.
b. Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan etis,
misalnya mencuri, berbohong, hukuman dan keadilan.

2. Tahap-Tahap perkembangan moral


Dari hasil studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa
anak-anak berpikir dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang moralitas,
tergantung pada kedewasaan perkembangan mereka Piaget mengemukakan bahwa
seorang manusia dalam kehidupannyaakan mengalami rentangan perkembangan
moral sbb :
a. Tahap heteronomous
Seseorang yang pada saat awal kehidupannya belum memiliki pendirian
yang kuat dalam menentukan sikap dan perilaku atau dapat dikatakan bahwa
dalam mnentukan pilihan keputusan sebuah perilaku masih dilandasi oleh
anekaragam dan sering bertukarnya ketentuan dan kepentingan. Contoh : anak
kecil jika ditanya pilih warna merah atau kuning . Maka antara jawaban
pertama kedua dan seterusnya besar kemungkinan akan berbeda.
1) Heteronomous Morality
a) Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori
Piaget yang terjadi kira-kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan
aturan-aturan dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak
boleh berubah, yang lepas dari kendali manusia.
b) Pemikir Heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku
dengan mempertimbangkan akibat dari perilaku itu, bukan maksud
dari pelaku. Misal: memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja
lebih buruk daripada memecahkan 1 gelas dengan sengaja, ketika
mencoba mencuri sepotong kue.
c) Pemikir Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah
dan digugurkan oleh semua otoritas yang berkuasa. Ketika Piaget
menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalam
permainan kelereng), anak-anak kecil menolak. Mereka bersikeras
bahwa aturan harus selalu sama dan tidak boleh diubah.
d) Meyakini keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu
aturan dilanggar, hukuman akan dikenakan segera. Yakin bahwa
pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan hukuman.
2) Tahap Autonomou
Seorang anak telah memiliki sikap dan perilaku moralitasnya yang
tercermin dari dirinya dan telah didasari oleh pendiriannya sendiri.
Contoh : anak yang menginginkan sebuah mainan dia akan tetap
berusaha memainkan mainan tersebut meskipun harus antri menunggu
giliran .
a) Autonomous Morality
Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget,
yang diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia
10 tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan
dan hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai
suatu tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-
maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya.
b) Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai
yang terpenting.
c) Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir
Autonomos, dapat menerima perubahan dan mengakui bahwa
aturan hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang sudah
disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan menurut
kesepakatan.
d) Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya
terjadi apabila seseorang yang relevan menyaksikan kesalahan
sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.

Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi lebih pintar
dalam berpikir tentang persoalan sosial, terutama tentang kemungkinan-
kemungkinan dan kerja sama. Pemahaman sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui
relasi dengan teman sebaya yang saling memberi dan menerima. Dalam kelompok
teman sebaya, setiap anggota memiliki kekuasaan dan status yang sama,
merencanakan sesuatu dengan merundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan
pada akhirnya disepakati. Relasi antara orang tua dan anak, orang tua memiliki
kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknya kurang mengembangkan pemikiran
moral, karena aturan selalu diteruskan dengan cara otoriter. Untuk memperjelas
teori Piaget yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
C. Teori Piaget Dalam Pembelajaran Di Kelas Untuk Siswa

Piaget bukan seorang pendidik, namun ia memberikan landasan konseptual yang


sehat bagi dunia pendidikan dan pembelajaran. Berikut ini beberapa pemikiran piaget
yang dapat diterapkan untuk mendidik anak didik :

1. Gunakan pendekatan konstruktif, piaget melawan metode-metode pengajaran


yang memperlakukan anak sebagai penerima yang pasif. Implikasi edukasional
dari pandangan piaget adalah bahwa, dalam semua pelajaran, semua murid akan
belajar baik dengan melakukan eksperimen dan berdiskusi ketimbang hanya
membabi buta menirukan guru atau melakukan sesuatu secara hafalan.
2. Melakukan pembelajaran fasilitatif alih-alih pembelajaran langsung. Guru-guru
yang efektif mendesain situasi-situasi yang memberikan murid-murinya belajar
sambil bertindak. Situasi-situasi seperti mengembangkan penalaran dan
kreativitas murid. Dan amatilah mereka dan pahami bagaimana mereka berfikir.
Tanyakan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk merangsang pemikiran
mereka, dan mintalah mereka menjelaskan jawaban mereka.
3. Pertimbangkan pengetahuan anak dan tingkat pemikiran mereka. Murid tidak
datang ke kelas dengan pikiran yang kosong. Mereka memiliki konsep
pemahaman tentang dunia fisik dan alam. Guru perlu menerjemahkan apa yang
dikatakan seorang murid dan meresponny secara tidak terlampau jauh dari tingkat
pemikiran mereka. Piaget juga menyarankan pentingnya menilai kesalahan-
kesalahan anak dalam berfikir,bukan saja untuk membenarkan cara berfikir
mereka tetapi juga untuk membimbing mereka menuju tingkat pemahaman yang
lebih tinggi.
4. Gunakan penilaian yang bersinambungan. Makna-makna yang terkonstruksi
secara individual tidak dapat diukur dengan tes-tes yang distandarkan. Portofolio
matematika dan bahasa yang terdiri dari pekerjaan mereka yang belum selesai
maupun hasil yang lengkap, musyawarah-musyawarah di mana murid dapat
mendiskusikan strategi-strategi pemikiran mereka, serta penjelasan-penjelasan
verbal dan tertulis dari murid tentang pemikiran-pemikiran mereka dapat
digunakan untuk mengevaluasi kemajuan mereka.
5. Tingkatkan kesehatan intlektual murid. Penekanan terhadap anak untuk selalu
memegang buku pelajaran agar belajar adalah hal yang salah. Dalam pandangan
piaget, hal seperti itu bukanlah cara terbaik anak belajar. Penekanan semacam itu
menimbulkan beban dalam mempercepat perkembangan intelektual, menjadikan
proses pembelajaran bersifat pasif dan tidak membawa hasil yang diharapkan.
6. Ubahlah ruang kelas menjadi ruang untuk eksplorasi dan penemuan. Guru-guru
menekankan eksplorasi dan penemuan murid. Ruang-ruang kelas memiliki
struktur yang berbeda dari ruang kelas pada umumnya.

D. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran


1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.

Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai
berikut:
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada
produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses
yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam
inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas
Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak
didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan
dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk menjadikan
anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori
Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan
perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai