Anda di halaman 1dari 17
BAB II MANUSIA DAN KEBUDAYAAN 1, Pendahuluan Dengan mepelajari Modul 2 ini Anda akan lebih memahami kebudayaan, bagaiman logika kebudayaan sebagai hasil pemikiran dan perasaan manusia yang mampu menuntun tindakannya, Dalam modul 2 ini anda akan mendapatkan Konsep-konsep manusia dan kebudayaan. Setelah anda mempelajari konsep-Konsep tersebut di atas diharapkan anda mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam masyarakat dalam perspektif kebudayaan, Agar anda bethasil dengan baik dalam mempelajari modul 2 ini ikuti petunjuk belajar sebagai berikut: 1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sehingga Anda memahami kerangka umum modul, manfaat dan bagaimana ‘mempelajarinya. 2. Bacalah secara global atau sepintas dan cari kata-kata kunci, atau kata-kata yang menurut anda asing. Carilah maksudnya dalam elosarium atau kamus yang ada. 3, Bacalah secara cermat, ulangi bacaan anda jika menemukan konsep yang menurut anda sulit dipabami, 4, Kerjakan latihan-latihan yang ditawarkan. 5. Lakukan diskusi masalah-masalah sosial yang paling -urgen ditangani saat ini dengan menggunakan perspektif kebudayaan. 2. Konsep Manusia dan Kebudayaan Manusia adalah mahluk ciptaan Nya yang paling unggul dari segi Kecerdasan sehingga mampu melahirkan kebudayaan. Kebudayaan Jahir perkat adanya kecerdasan akal budi tersebut. Untuk menjelaskan ‘kebudayaan ini pertu dibahas tentang akal budi ini 2.1 Fungsi akal budi bagi manusia Manusia dari segi biologis mempunyai volume otak tiga cee besar dari chimpanse sehingga mampu berpikir dan fee mi " gagasan karena kecerdasannya, Seekor chimpanse punya kecer oe ne a mengambil' sebatang ranting kayu untuk mengambil buah yang i" se dijangkau dengan tangannya. Tetapi chimpanse tidak mampu untuk berpikir melalui simbol sehingga mempunyai bahasa dan angka sebagai mana halnya manusia. Melalui bahasa dan angka manusia mampu mengembangkan pikiren yang rumit. Disinilah peran akal budi manusia yang mampu berimaginasi untuk mengubah dunia abstrak menjadi kenyataan. Bisa juga sebaliknya dari dunia nyata menjadi suatu imaginasi (Leaky, 2003). Leonardo da Vinci sudah mempunyai gagasan tentang pesawat terbang pada masa Renaissance. Manusia masa lalu dengan cerita dongengnya bisa terbang ke bulan, hal itu-menjadi kenyataan dengan pesawat Apollo dari USA dan Soyuz dari Uni Sovyet berhasil mendarat di bulan pada akhir dasawarsa enampuluban. Kebalikan dari itu manusia mampu mengabstrakan tealita menjadi gagasan yang abstrak, salah satu di antara nya adalah teori- teori ilmu pengetahuan. Bahasa dan simbol-simbol iainnya merupakan media manusia untuk mengembangkan pikiran dan imajinasinya untuk mengubah dunia. Manusia mempunyai 50 fonem yang melahirkan 100,600 Kosa kata dan semua bisa dipadukan dalam kalimat-kalimat yang tak terbatas jumlahnya(Leaky, 2003). Bahasa merupakan peti ‘kemas yang menyimpan gagasan. Gagasan satu bersinergi dengan gagasan lain menimbulkan gagasan baru begitulah seterusnya sehingga lahirlah ilmu pengetahuan, seni, agama dalam berhadapan dengan pengalaman sebari-hari dalam setting lingkungan yang didiaminya, 2.2 Pengertian Kebudayaan Kata kebudayaan telah akrab terdengar atau terbaca oleh kita dari tingkat pemahaman orang awam sampai Pemahaman oleh para ahli, Ketika penulis melontarkan diskusi kepada mahasiswa dalam Pelajaran ISBD, 16 bersifat kedaerahan. Bahasan tentang kebudayaan tidak terbatas kepada adat istiadat dan kesenian saja, memahami kebudayaan harus dengan kompleksitas yang lebih agar kita dapat memahami mengapa suatu kelompok sosial mempunyai pikiran, tingkah laku, dan benda-benda budaya yang dihasilkan. Basis dari kelompok sosial bisa berupa etnik, agama, organisasi sosial dari masyarakat yang berasal dari kelompok berburu -sampai masyarakat yang paling canggih saat ini yaitu society 5.0. Kita tidak akan mampu mendeskripsikan sesuatu kebudayaan karena akan memerlukan pikiran-pikiran kelompok sosial tertentu yang sangat luas karena kebudayaan merupakan suatu sistem. Geertz membagi kebudayaan menjadi subsistem-subsistem antara lain: Kesenian, Religi, Common Sense, Ideologi, sedangkan Koentjaraningrat dengan 7 unsur kebudayaan antara lain: Religi, Organisasi Sosial, Sistem Pengetahuan, Bahasa, Kesenian, Ekonomi, dan Teknologi, Dari pendapat dua abli di atas ternyata cakupan kebudayaan sangat luas, tidak memadai kita bicara tentang Kebudayaan Jawa dengan hanya melihat pembawaan lahir orang Jawa yang santun atau orang Batak yang lugas, melihat wayang, tari tor tor. Selain itu kebudayaan bisa berubah, orang Jawa yang ada di Yogyakarta tentu akan berbeda dengan orang Jawa yang telah lahir di Sumatra. Orang Jawa masa tahun lima pufuhan dan orang, Jawa saat ini. Lantas bagaimana caranya agar kita memahami kebudayaan karena kebudayaan itu sangat luas terkait dengan permasalahan ruang dan waktu. Dalam hal ruang, bahasan tentang kebudayaan Jawa sangat tergantung lokasi orang Jawa yang berada di pantai utara mengembangkan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan Jawa yang agak ke dalam seperti Yogyakarta, berbeda pula dengan Jawa Timur. Orang Jawa yang ada di pedesaan berbeda dengan orang Jawa yang ada di perkotaan. Dari segi waktu terjadi perbedaan orang-orang Jawa tahun limapuluhan dan orang Jawa abad milenial. Kelompok kesukuan sering dikaitkan dengan kebudayaan tetapi selain kelompok kesukuan konsep kebudayaan dapat diterapkan juga kepada kelompok sosial seperti organisasi dengan konsep Corporate Culture, kelompok profesional, bahkan kelas-kelas di dalam kampus akibat adanya interaksi antara mahasiswa memibentuk kebudayaan sendiri mengapa mahasiswa dari FMIPA mempunyai tingkah laku yang khas berbeda dengan tingkah laku anak-anak dari jurusan seni, Jadi konsep kebudayaan ditujukan. agar mampu menjawab pertanyaan mengapa kelompok sosia! tertentu dalam 17 aku tertentu. Selain untuk ruang dan waktu menghasilkan tingkah dengan kelompok lainnya menjawab mengapa tingkah laku kelompok satu ; eee eeu berbeda misalnya mengapa orang Jawa yang ada di Yosy’ ain ee tingkah laku dengan orang Jawa yang di Sumatra _— _- = dan antara Geertz yang membagi kebudayaan menjadi empat va a Koentjaraningrat membagi menjadi 7 unsur kebudayaan, kemudian ketika kita temukan fakta orang Jawa di Pulau Jawa yang berbeda dengan orang Jawa yang labir dari generasi kolonial di Sumatra, sama-sama etnis Jawa tapi detail-detail kebudayaan mereka berbeda. Intinya adalah tidak memadainya menjelas kebudayaan hanya melihat tingkah laku yang bersifat lahir, melihat benda-benda budaya seperti rumah adat, ukiran, patung, dan lain-lain. Akar kata dari kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Yang berkenaan dengan akai budi dalam penekanan kata kerjanya bahasa Latin menyebutnya sebagai colera yang artinya mengolah, menyuburkan, mengembangkan tanah. Dari kata Latin ini lahirlah turunan dalam bahasa Inggrisnya sebagai culture yang umum di kalangan antropologi diterjemahkan sebagai kebudayaan. Sedangkan cultural diterjemahkan menjadi budaya. Antropolog Krober dan Kluckhohn telali menghimpun 164 definisi kebudayaan, di mana definisi-definisi tersebut _memberi penekanan- penekanan kepada deskripsi, historis, normatif, psikologis, struktural dan genetis (dalam Saifuddin, 2005). Sedangkan Keesing (dalam Saifuddin, 2005) mengidentifikasi empat pendekatan terhadap kebudayaan antare lore sebagai berikut: Pertama, kebudayaan sebagai sistem adaptif yang fungsi utamanya penyesuaian diri suatu masyarakat terhadap lingkungannya. Kedua, kebudayaan sebagai sistem kognitif yang merupakan cara berpikir bagi warga kebudayaan. Ketiga, kebudayaan sebagai sistem struktur dark simbol-simbol yang dimiliki bersama yang memiliki analogi dengan struktur pemikiran manusia. Keempat, kebudayaan sebagai sistem simbol terdiri dari simbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersam: yang dapat diidentifikasi, dan bersifat publik. aan Dari semua definisi tersebut akhirnya bermuara kepada apakah kebudayaan itu merupakan kognitif atau konkrit. Karena sebagian ahli berpendapat bahwa kebudayaan merupakan kawasan kognitif yang berada dalam pikiran manusia. Sebagian ahli mengatakan bahwa kebudayaan itu konkrit sifatnya. Untuk menengahi kedua kutub tersebut Lawlwess dalam Saifuddin (2005) mendefinisikan kebudayaan sebagi pola-pola kelakuan dan keyakinan (dimediasi oleh simbol) yang dipelajari, rasional, terintegrasi, dimiliki bersama, dan secara dinamik adaptif dan yang tergantung pada interaksi sosial manusia. Dengan demikian suatu kebudayaan merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang dadalammnya sangat tergantung kepada simbol-simbol (citra bunyi, kata, gambar) yang mempunyai makna. Untuk melarang anaknya bermain di semak belukar, si orang tua tidak akan mengatakan: “Nak, kau jangan main di semak sana karena di sana ada binatang seperti cacing, besar, bersisik, lidah yang bercabang, bisa bergerak dengan cepat, kalau menggigit bisa mematikan”. Terlalu panjang untuk menyebut binatang yang dimaksud dengan “ular”. Kata “ular” itu sendiri merupakan sebutan yang mengandung sisi kognitif seperti seperti cacing, lebih besar dari cacing, bersisik, berbisa, mempunyai Sidah yang bercabang. Binatang yang dimaksud wlar dalam bahasa Indonesia, ulo dalam bahasa Jawa, snake dalam bahasa Inggris. Begitulah contoh sederhana bagaimana sustu simbol beroperasi dalam pikiran manusia. Pikiran-pikiran dalam kebudayaan manusia tentu jauh lebih rumit dari paula contoh di atas, karena kebudayaan tidak hanya sebatas kata tetapi juga tindakan, keduanya bisa menjadi simbolik. Sifat pengetahuan tadi tidak bersifat biologis namun bisa dipelajari di antaranya melalui sosialisasi daiam keluarga dan masyarakat schingga Kebudayaan bukan lah milik pribadi melainkan milik suatu kelompok sosial 2.3. Manusia sebagai pencipta kebudayaan Kebudayan berisi serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, Tesep-resep, rencana-rencana, strategi-strategi yang terdiri dari serangkaian. model-model kognitif yang digunkan secara selektif oleh kelompok manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapi (Suparlan, 1980), Selain beradaptasi dengan lingkungannya manusia juga mempunyai 19 kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi yan& dalam memenuhinya manusia terikat dengan aturan-aturan. Kebutuhan tersebut adalah: jnum, bernafas, buang air, 1. Kebutuhan primer seperti: makan, ml perlindungan terhadap pelepasan dorongan seksual dan reproduksi, alam. : | 2. Kebutuhan sekunder: Untuk memenuhi kebutuhan primer Lee membentuk kerjasama antar anggota kelompok dengan menjalin komunikasi, kegiatan bersama, pendidikan dan lain-lain. 3. Kebutuhan integratif adalah kebutuhan yang fungsinya adalah mengintegrasikan berbagai kebutuhan seperti yang disebutkan di atas menjadi masuk akal, keadilan, keindahan, sentimen kebersamaan, ungkapan estetik, rekreasi, hiburan dan lain-lain (Suparlan, 1985). Konsep-konsep di atas jika dibuatkan suatu model akan berbentuk seperti di bawah ini sebagai model kebudayaan yang dibuat oleh Suparlan dan disesuaikan oleh penulis untuk kondisi sekarang. 2.4, Model Kebudayaan Kebutuhan primer, Dey sekunder, integratif alam, sosial, budava, cvber Kebidayaan: perangkat model-model pengetahuan |“ Pranata-pranata dari 7 ASPEK unsur kebudayaan: Bahasa, |] | KOGNITIF Komunikasi, Iptek, Ekonomi, Organisasi Sosial, Religi, Kesenian ASPEK ‘TINGKAH LAKU ASPEK MATERIAL Menurut model kebudayaan ini kebudayaan merupakan strategi dalam upaya memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan integratif manusia, Selain itu suatu kelompok manusia hidup dalam setting lingkungan alam, sosial, budaya, untuk yang lebih baru adalah lingkungan cyber, Adanya kebutuhan-kebutuhan dan lingkungan-lingkungan seperti yang tertera dalam model di atas kelompok manusia akan melahirkan pemikiran, tindakan, kebudayaan materi yang berbeda masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Pada model di atas disebutkan ada tujuh unsur kebudayaan. sangat tumit, kita hanya mampu menjelaskan salah satu dari unsur tersebut. Dari salah satu unsurpun tersebut kita hanya mampu juga menjelaskan sedikit saja untuk kepentingan mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Untuk menjelaskan secara luas dan mendalam hanya dilakukan untuk kepentingan mahasiswa antropologi. Konsep kebudayaan untuk kepentingan mata kuliah Iimu Sosial Budaya Dasar kita hanya fokus kepada sepenggal masalah- masalah kebudayaan yang sedang kita hadapi. Masalah-masalah kebudayaan yang kita hadapi dalam era informasi sekarang memberi pengaruh terhadap kebudayaan belajar mahasiswa. Terdapat perbedaan kebudayaan belajar mahasiswa pada jaman tahun sembilan puluhan dan sekarang akibat adanya lingkungan yang berbeda. Pada masa tahun sembilan puluhan lingkungan cyber belum begitu terasa, pada era informasi menuntut cara belajar yang berbeda. Oleh sebab itulah suatu lingkungan akan melahirkan kebudayaan yang khas. Cobalah amati lingkungan belajar Anda, refleksikan dengan menggunakan konsep dan model kebudayaan, kemudian identifikasilah jnasalah-masalah dalam pembelajaran Anda menggunakan perspektif kebudayaan. Lalu berilah solusi terhadap masalah-masalah kebudayaan belajar kita dengan menggunakan konsep dan model kebudayaan. 2.5 Perubahan Kebudayaan Kebudayaan bukan sesuatu yang beku tak mempan akan perubaban Banyak hal-hal, cara-cara tingkah laku, dan pemikiran baru yang dahulunya tidak dikenal, Ada juga hal-hal yang dahulu ada sekarang menjadi tiada. Begitulah kebudayaan berubah dan kebudayaan hilang, Hilang karena tidak mampu menyesuaikan terbadap hal-hal baru yang datang, sedangkan yang mampu beradaptasi dengan hal-hal, cara-cara, dan Jingkungan baru 21 ebudayaan mengalami perubahan. Ada 2 penyebab ulam® ey kebudayaan: pertama karena adanya kesukarelaan dari pemangkunya; kedua: adanya paksaan yang berasal dari external. 2.5.1 Perubahan secara suka rela: 2.5.1. 1 Inovasi Inovasi merupakan penyebab perubahan kebudayaan karena adanya ide, metode, dan peralatan yang tersebar karena adanya penerimaan masyarakat. Inovasi primer adalah kreasi, penemuan hasil imajinasi, penemuan hasil ekplorasi yang menghasilkan ide, metode, dan peralayan baru, Sedangkan inovasi sekunder adalah aplikasi atau modifikasi modifikasi ide, metode, peralatan yang sudah ada (Haviland et al. 2011: 365) 2.5.1.2. Difasi Difusi ‘adalah menyebamya ide-ide, kebiasaan-kebiasaan, dan praktek-praktek baru dari satu kebudayaan ke kebudayaan Jain. (Haviland et al: 2011; 367). Pemangku suatu kebudayaan meminjam, mengambil, memilih dari berbagai kemungkinan dan sumber elemen-elemen dari luar kebudayaan yang bersangkutan. Untuk mempercepat laju pertumbuhan. industri-nya Jerman’ mengadopsi teknologi Inggris untuk menghindari kegagalan-kegagalan dan kesalahan. : 2.5.1.3 Cultural Loss Cultural Joss adalah tindakan meninggalkan praktek-praktek atau traits kebudayaan yang telah ada. Pada 1500 tahun yang latu Maroko hingga Afghanistan meninggalkan kereta kuda dengan onta. Penggantian ini bukan suatu kemunduran tetapi onta dapat bekerja lebih baik untuk mengangkut beban (Haviland et al 2011:370) 2.5.2 Perubahan kebudayaan karena represi: Perubahan kebudayaan karena represi adalah perubaban yang tidak diinginkan tetapi dipaksakan oleh satu atau beberapa kelompok dari luar kebudayaan yang bersangkutan. Peruabahan ini karena adanya penaklukan dan kolonialisme. 22 2.5.2.1 Akulturasi Akulturasi adalah perubahan kebudayaan yang masif yang terjadi dalam suatu masyarakat yang mengalami kontak langsung secara intensif dengan masyarakat Iain yang lebih kuat (Haviland et al, 2011: 371). Hasil kontak langsung tersebut dapat menghasilkan hasil yang berbeda-beda antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya seperti: bertahan, sinkretisme, reinterpretasi, atau kontra (Leal, 2011: 313-336) 2.5.2.2 Ethnocide: Bangsa yang kuat menghapus dengan kekerasan identitas kolektif suatu kelompok sosial yang berbeda. Hal ini terjadi ketika kelompok dominan dengan sengaja bertujuan untuk merusak warisan budaya masyarakat lain. Bangsa yang lebih kuat secara agresif memperluas kontrol teritorial dengan menganeksasi teritorial beserta orang-orangnya. Kebijakan ethnocide antara lain: melarang menggunakan bahasa nenek moyang, mengkriminalisasi tradisi, merusak organisasi sosial, melenyapkan atau mengusir para pembangkang. Hal itu dilakukan oleh tentara komunis Cina kepada Tibet tahun 1950 (Havilland et al., 2011: 372). Fakta terbaru yang juga dilakukan Partai Komunis Cina terhadap Uyghur, selain itu Israel tethadap Gaza. 2.5.3 Revolusi Revolusi adalah perubahan secara drastis dan cepat biasanya disertai dengan pemberontakan [Ember (et al) 2002:470]. Revolusi Iran pada tahun 1979 diawali dengan penggulingan rezim Shah Iran Reza Pablevi. Penggulingan tersebut membawa perubahan-perubahan dalam sendi-sendi kehidupan rakyat Iran dari sekuler menjadi Islam. Begitu juga Mustafa Kemal Attaturk mengubah masyarakat Turki dari Islam menjadi sekuler. 2.6 Persoalan-persoalan Kebudayaan Demikian luasnya cakupan kebudyaan membuat semakin nampak banyaknya persoalan-persoalan di tingkat detailnya yang tak akan habis- habisnya untuk dipahami dan dikaji, Namun dalam kepentingan kita ada dua permasalahan penting yang kita hadapi bersama adanya globalisasi yang menyebabkan adanya penyeragaman, pada sisi yang lain akibat adanya 23 pluralisasi dunia kehidupan melahirkan keragaman yang akan dijelaskan dalam multikulturalisme. 2.6.1 Globalisasi Globalisasi adalah mengintebsifnya hubungan-hubungan sosial dunia di mana tempat-tempat yang berjauhan dapat saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dengan demikian kejadian di satu tempat diakibatkan oleh kejadian-kejadian yang bermil-mil jauhnya. Demikian juga sebaliknya kejadian di sini akan berakibat pula kepada kejadian-kejadian di sana (Giddens, 1990). Dalam artian yang lebih sempit (ekonomi) globalisasi dapat dipahami sebagai karakteristik globalisasi adalah kecendrungan menyatunya internasionalisasi produksi, pembagian kerja internasional yang baru, perpindahan penduduk dari selatan ke utara, lingkungan kompetisi baru yang mempercepat proses itu, dan internasionalisasi negara yang membuat negara menjadi agen globalisasi dunia (Robert Cox dalam Pontoh, 2003). Kunci utama dalam memahami globalisasi adalah perekonomian kapitalisme mutakhir dan industrialisme. Kapitalisme adalah sistem produksi komoditi, yang dipusatkan atas hubungan kepemilikan pribadi atas modal dan ke-tanpapemilik-an pribadi dari tenaga kerja. Sistem ini melahirkan sistem kelas antara pemilik modal dan tenaga kerja. Usaha kapitalis bergantung kepada pasar-pasar kompetitif, harga-harga yang menjadi petanda bagi investor, produsen, dan konsumen. Masyarakat Kapitalis mempunyai ciri-ciri institusional tertentu. Pertama: tatanan ekonomi yang sifetnya kompetitif dan ekspansif, selalu konsisten dengan inovasi teknologi. Kedua: ekonomi “diisolasi” dari institusi politik. dan ekonomi yang didasarkan Pembaharuan dalam ekonomu dapat mengguncang institusi-institusi lainnya. Ketiga: adalah penyekatan antara politik dan ekonomi yang didasarkan atas keunggulan dan kepemilikan pribadi dalam cara produksi. Keempat: ekonomi dikondisikan oleh hal-hal yang menggantungkan nasib pada akumulasi modal (Giddens, 1990). Kapitalisme beriringan dengan industrialisme. Industrialisme adalah suatu cara. produksi yang menggumakan sumber energi yang berasal dari nom hidup yang berperan dalam permesinan dalam memproduksi barang-barang- Organisasi sosial harus teratur dalam berproduksi agar aktifitas manusia, mesin, input dan output bahan-bahan mentah dan barang-barang dapat 24 terkordinasi dengan baik. Cara produksi dan organisasi sosial harus menciptakan tempat kerja, transportasi, komunikasi, dan kehidupan domestik harus menopang industrialisme sehingga _industrialisme perlu mengadakan pengawasan (surveillance) yang ketat, 2.6.2. Adaptasi terhadap globalisasi Tidak ada negara yang mampu membentengi diri dari globalisasi karena tidak ada negara yang mampu berdiri sendiri dalam mencukupi kebutuhannya. Indonesia perlu devisa tetapi jika sumber daya manusianya belum mampu mengolah sumber daya alam maka Indonesia mengundang investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya tersebut. Harga BBM di Indonesia menyesuaikan dengan harga BBM di pasar internasional, penjualan aset-aset BUMN kepada asing. Kecap cap “Bango” telah menjadi milik Unilever dari Belanda. Pabrik rokok Sampurna sekarang dimiliki oleh perusahaan Philip Morris yang memproduksi rokok Marlboro. Inilah fenomena-fenomena globalisasi yang kita hadapi, sehingga kita perlu mendefinisikan ulang tentang nasionalisme. Logika globalisasi yang merupakan anak kandung dari kapitalisme membuat pemerintah hampir semua negara dunia tidak berdaya dalam menghadapi perusahaan multinasional. Dulu pemerintah kita mensubsidi BBM untuk rakyatnya, namun hal itu sedikit demi sedikit akan hilang. Bagi kapitalisme subsidi akan mendistorsi pasar. “Dunia pendidikan kita sangat menyesuaikan diri dengan kondisi ‘global dengan semakin mudahnya perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia, Wacana terakhir yang dikemukakan oleh pemerintah adalah mendatanpkan orang asing untuk menjadi rektor di perguruan tinggi. Dalam menghadapi globalisasi dalam bidang pendidikan safw-satunya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya mamsia Indonesia. Hal ini dapat dicapai melalui pendidiken manusia Indonesia. Dalam praktek yang telah dilakukan, pemerintah selalu mengul soba kebijakan-kebijakan kurikulum agar mampu beradaptasi dengan global lisesi. Pada tataran operasionalnya perguruan tinggi harus mempunyat vi Pa dan tujuan yang jelas dalam menghadapi globalisast yang dept = sebagai peningkatan sumber daya manusia sesuai dengan standar m\ internasional. Jurusan di perguruan tinggi harus menetapkan kompetenst 25 secara umum, sehingga mata kuliah dibuat yang, a ae kebutuhan. Kebutuhan soat ini. Dalam talaran pembelajaran ‘16h teach Perubatan kebudayaan belajar yang berbeda dengan mahasisys-males Sit ada masa lalu, Mahasiswa perlu mengaplikasikan teort untuk memecahkan persoalan. Persoalan praktis dalam kehidupan sosial. Peran dosen berubah dar, Penyuplai ilmu menjadi fasilitator dalam pembelajaran karena buku teks, jurmal ilmiah, data-data lain tersebar dengan tak terbatas dalam dunia cyber yang bisa diakses oleh siapa saja. Hal yang dideskripsikan di atas adalah dalam rangka adaptasi_ terhadap globalisasi. Salah satu indikator kebethasilan dalam hal mutu adalah ketika para Julusan dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja internasional. Deskripsi di atas diharapkan Anda mampu menghubungkan konsep kebudayaan dan model kebudayaan di atas bagaimana_globalisasi mempengaruhi kita, kemudian kita beradaptasi dengannya dengan merubah kebudayaan belajar kita, Begitulah kebudayaan beroperasi dalam kehidupan Kita. 2.6.3 Multikulturalisme Persoalan multikulturalisme perlu menjadi pusat perhatian dalam rangka membangun masyarakat yang terintegrasi. Kekayaan kebudayaan Indonesia dapat menjadi sumber konflik apabila tidak ditangani dengan benar. Contoh yang representatif adalah masyarakat Sumatra Utara yang sangat beragam menyimpan potensi konflik, akan menjadi konflik apa bila tidak dikelola dengan benar. Sejauh ini masyarakat Sumatra Utara mampu mengatasi gesekan-gesekan dalam Peristiwa-peristiwa politik. Negara- negara maju mengembangkan kebijakan multikulturalisme untuk mengintegrasikan penduduknya yang _beraneka ragam dari segi kebudayaannya. Untuk Indonesia potensi: ite ada karena semboyan kita adalah Bhineka Tunggal Ika karena Indonesia merupakan_masayarakat majemuk. Modal utama dari multikulturalisme adalah masyarakat majemuk. 2.6.3.1 Masyarakat majemuk Dalam kajian masyarakat majemuk, banyak mengambil perhatian para abli. Kaji Barth [dalam Barth (ed.) 1969: 9.38} me, kajian tentang etnisitas telah ian yang telah dilakukan oleh ngatakan bahwa etnisitas adalah 26 organisasi sosial yang sifatnya askriptif yang berkenaan dengan dengan asal muasal dari para pelakunya. Kajiannya memusatkan pada antar hubungan dengan identitas etnisnya sebagai atribut dalam interaksi sosial. Secara kolektif para anggota kelompok mengidentifikasi diri dan dikategorikan oleh kelompok-kelompok lainnya. Yang pada kesimpulannya bahwa identifikasi kolektif tersebut secara inheren adalah bersifat politis. Sedangkan kajian Durham secara berterus terang bahwa etnisitas senyata- nyatanya adalah poloitis. Etnisitas lebih sekedar sebuah cara identifikasi dan afiliasi dengan sistem budaya tertentu tetapi ia juga merupakan strategi yang digunakan oleh orang-orang yang berafiliasi di dalamnya. Etnisitas timbul sebagai pernyataan politis dan ekonomi yang asimetri di dalam masyarakat yang berstratifikasi, Etnisitas bertumbuh subur dalam situasi konflik dengan “the other” dianggap sebagai “ancaman sehingga identitas etnik perlu dibangkitkan kembali dan diperkuat menjadi respon logis dan strategis dalam beberapa segi di mana isu yang remah dapat diperluas tentang etnis lain dipandang sebagai ancaman terhadap keseluruhan masyarakat. etnisitas dapat dipakai sebagai alat legitimasi respon. Etnisitas juga bisa dipakai untuk membangun kohesi sosial dan loyalitas kepada penggerak [Durham dalam Gonzales danMcCCommon (ed.) 1989: 138-145}. Dalam membentuk organisasi-organisasi politik banyak yang berdasarkan loyalitas kepada etnik dan agama Resiko yang paling berbahaya dari etnisitas dalam suatu relung ekologis di mana sumber daya diperoleh .dengan tingkat kesulitan yang tinggi, pembangkitan primordialisme dengan alat sentimen etnisitas adalah cara yang ampuh dalam pengorganisasian kelompok-kelompok yang memperebutkan sumber daya tersebut, Adanya perlawanan terhadap etnis Bugis, Buton, Makassar di Ambon, kemudian anti Bugis di Kupang, Nusa Tenggara Timur(Lihat kajian Suparlan (2000;1- 14) dalam jurnal Antropologi Indonesia Th XXv, No.63, September- Desember 2000). Resiko etnisitas adalah prasangka-prasangka, stereitype- stereotype, stigma-stigma, dan diskriminasi yang ditujukan kepada etnis lain. Tsuda (2004) mengkaji prasangka etnis dalam media televisi terhadap orang Jepang-Brazil yang bermigrasi ke Jepang untuk mencari penghasilan yang lebih baik, sebagai orang Jepang palsu karena karena mempunyai gaya hidup berlainan dengan masyarakat Jepang pada umumnya. Nenek moyang mereka dianggap meninggalkan Jepang ke Brazil pada masa Jepang 27 kesulitan ekonomi dan sekarang keturunannya Kembali lagi ke jepang karena tidak berhasil secara ekonomi di Brazil. Masyarakat majemuk menurut Fumival yang dikutip oleh Hefner [dalam Hefner (ed.), 2007: 11-92] adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen-elemen tatanan sosial yang hidup berdampingan, namun tanpa membawa “kehendak sosial umum” di antara mereka. Suparlan kemudian menegaskan ciri masyarakat majemuk ditandai oleh penekannya Pada etnisitas dengan coraknya yang destrukiif karena menghasilkan batas- batas etnisitas yang didasari oleh stereotdype dan prasangka. Etnisitas yang tumpang tindih dengan wilayah sebagai hak ulayat yang menyebabkan diskriminasi tethadap Pendatang, pendatang harus bersifat asor sedangkan penduduk asli harus unggul, sehingga masyarakat majemuk tidak menghasilkan tatanan kehidupan yang demokratis tetapi sebuah masyarakat yang berpotensi otoriter despotik karena strruktur sosialnya merupakan Kelompok ctnis yang berancka ragam dari feodalistik dan paternalistik sampai dengan etnosentris dan tribalistik (Suparlan, 2001: 1-12). Untuk menghindari Prasangka-prasangka etnis tersebut negara maju yang mempunyai multi etnis telah mengembangkan gagasan multikulturalisme pada tahun enampuluban, 2.6.3.2 Multikuituralisme Sebagai Ideologi Multikulturalisme adalah sebuah ideologi_ yang mengakui dang mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, bai perbedaan individual maupun perbedaan kelompok yang perbedaan tersebut dilihat secara budaya. Ideologi ini merupakan sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terjadinya pluralisme budaya atau keragaman berdasarkan atas perbedaan- perbedaan secara sebagai corak tatanan kehidupan masyarakat [Suparlan (dalam Chrysnanda dan Syafri (ed.), 20018: 725-744}, Kesamaan dan kesederajatan ini implikasi politisnya adalah ae Pengakuan atas hak-hak minoritas dalam mengaktualisasikan dirj tanpa ada intervensi negara dan kelompok mayoritas. Dalam pembentukan bangsa homogenisasi budaya Terbntuknya negara bangsa terj dari munculnya kapitalisme, identitas bangsa, nasionalisme, dan nega Sangat diperlukan dalam nama persatuan. adi secara simultan dengan dan sebagai hasil * Pertumbuhan perdagangan, bertambah 28 meluasnya kaum melek huruf, ledakan penduduk, dan urbanisasi, tidak ada kelompok sosial mendominasi kelompok sosial lainnya di mana prinsip- prinsip hubungan soial didasarkan atas hubungan kesederajatan, Multikulturalisme lahir di Amerika Serikat dan Canada untuk mengeliminasi diskriminasi oleh orang kulit putih terhadap orang-orang Amerika keturunan Afrika (Banks, 1997) yang dalam pelaksanaanya menghasilkan integrasi masyarakat Amerika Serikat. Penerapan ideo:ogi multikulturalisme telah banyak menghasilkan sumbangan _integrasi masyarakat negara-negara maju yang terdiri berbagai etnis, agama, dan kebangsaan. Penerapan ideologi multikulturalisme ini ditanamkan melalui poendidikan multikulturalisma. Pendidkan multikulturalisme berawal di Amerika Serikat pada tahun 1960-an dengan gagasan dasar agar setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan dalam sekolah tanpa memperhatikan gender, kelas sosial, etnisitas, rasial, dan kebudayaan khas(Banks dalam Banks (ed.), 1989: 3-31). Awalnya ditujukan untuk mengatasi ketidaksamaan dalam mengakses pendidikan namun membawa- konsekuensi terintegrasinya masyarakat dalam arti memahami orang-orang lain yang budayanya berbeda, terjadinya komunikasi yang bai, demokratis sehingga menjadi alat yang mampu memcahkan konflik dua atau lebih antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Dalam membangun kurikulum multikultural menurut Banks [dalam Banks&Banks (ed.) hal 229-250] pada mulanya mengalami beberapa hambatan salab satu di antamya adalah pengetahuan guru hanya terbatas pada.buku teks bukan pengetahuan yang mendalam terhadap etnik yang bersangkutan. Untuk mengatasi hal tersebut pendidikan multikulutralisme harus dibangun berdasarkan pengalaman baik pengajar maupun mahasiswa. Banks mengatakan bahwa pendidikan multikulturalisme pertama-tama difokuskan, salah satunya, pada pengenalan kesenian yang menjadi identitas etnik, Dengan pengenalan terhadap kesenian dari etnik tertentu dapat “menyeret” kita lebih jauh untuk memahami kebudayaan lain. Seni merupakan salah satu unsur kebudayaan yang terkai dengan unsur-unsur lainnya dalam suatu kebudayaan. 29 Daftar Pustaka Banks, James (1989). “Approach to Multicultural Curriculum Reform? dalam Banks&Banks. Multicultural Edugation Issues and Perspective, Boston: Allyn and Bacon, hal 329-350. Banks, James (1989), “Multicultural Education: Characteristic and Goal dalam Banks&Banks. Multicultural Education Issues and Perspective Boston: Allyn and Bacon. hal 3-31 Barth, F (ed.) (1969). Ethnics Group and Boundaries. Boston: Little, Brown &Co. Durham, W (1989). “Conflict, Migration, and Ethnicity: A Summary” dalam Gonzales & McCommon. Conflict, Migration, and Expression of Ethnicity. San Fransisco: Westview Press. Hal 138-145. Ember, C (et al) (1993). Anthropology. New Jersey: Prentice Hall. Haviland (et al) (2011). Cultural Anthropology: The Human Challenge. Wadsworth: Cencage Learning. Giddens, A. (1990). The Cosequences of Modernity. Stanford: Stanford University Leal, J (2011). “The past is a foreign country?. Acculturation theory and the anthropology of globalisasi” dalam Etnografica, Juni 2011, vol 5: 313-336. Leaky, Richard (2003). Asal-usul Manusia. Jakarta:KPG Saifuddin, AF (2005). Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakrta: Pranada Media. ‘Suparlan, P (2000). “Masyarakat Majemuk dan Perawatannya” dalam jumal ‘Antropologi Indonesia, Th XXIV, No.63, Sep-Des 2000, hal 1-14, (2001). “Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia” dalam jumal Antropologi Indonesia Th XXv, No.66, Sept-Des 1-12. 30 (2008) “Multikulturalisme Dalam Kebijakan Pemukiman Perkotaan di Indonesia” dalam Chrysnanda dan Syafri (ed). Dari Masyarakat Majemuk Menuju Masyarakat Multikultural. Jakrta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisisan, hal 725-735. Pontoh, Ch. 2003. Akhir Globalisasi. dari Perdebatan Teori Menuju Gerakan Massa. Jakarta: C-Books. 31

Anda mungkin juga menyukai