Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

INTERAKSI OBAT
Dosen : Tsamrotul Ilmi., S.Si., Apt

IKE PRIHARTINI
(19650264)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2021
1. Download Medscape dan berlatihlah menggunakan Medscape drug interaction chekcker
untuk mengetahui terjadinya interaksi obat
Jawaban : bahasa inggris : lisinopril + Mefenamic acid
lisinopril, mefenamic acid. Either increases toxicity of the other by other (see comment).
Use caution/monitor. Comment : may result in renal functon deterioration, particularly in
elderly or volume depleted individuals.
Bahasa indonesia : lisinopril dan asam mefenamat. Baik meningkatkan toksisitas yang
lain oleh lain. Dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, terutama pada orang tua.

2. Cari mekanisme interaksi dan penyebabnya shg interaksi obat tersebut bisa
membahayakan (pada slide 36)
Jawaban :
a. ACE Inhibitor – Suplemen potassium
Mekanisme kerja ACE inhibitor dengan cara supresi system renin angiotensin
aldosterone. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) akan merubah angiotensin I
menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan merumakan vasokontriktor endogen
serta dapat merangsang sintesis dan sekresi aldosterone dalam korteks adrenal.
Peningkatan sekresi aldosterone akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan
cairan, serta meretensi kalium. ACEI mengurangi aldosterone dan dapat menaikkan
konsentrasi kalium serum. Menurut beberapa studi, obat ACE-Inhibitor yang
dikonsumsi bersamaan dengan suplemen tinggi kalium / potassium dapat
meningkatkan kadar kalium di dalam darah. Dengan tingginya kadar kalium dalam
darah akan berefek pada kerja jantung dan berisiko terhadap seseorang yang memiliki
riwayat hipertensi.

b. ACE Inhibitor – Spironolakton


Penggunaan spironolakton dapat memberikan efek yang baik pada penderita PAH
(Arteri Pulmonar Hipertensi) atau pada penderita gagal jantung kanan, efek tersebut
yaitu dengan menurunkan tekanan pada arteri pulmonalis sehingga menurunkan
afterload. Karena spironolakton adalah jenis diuretic hemat kalium maka
penggunaannya harus berhati-hati terhadap resiko hiperkalemia, pada penelitian yang
telah dilakukan untuk menghindari hiperkalemia dapat diberikan dosis aman yaitu
25mg/hari. Selain pemberian dosis aman, pasien yang mengkonsumsi rutin
spironolakton harus di pantau balans cairannya dengan seksama. Penggunaan
kombinasi dengan ACE inhibitor tidak dianjurkan karena bias menyebabkan resiko
hiperkalemia lebih tinggi.

c. Digoxin – Amiodaron
Pemberian amiodaron bersama digoksin akan meningkatkan kadar digoksin serum
hingga 100% sehingga menyebabkan intoksikasi. Peningkatan ini lebih tinggi lagi
pada anak-anak. Amiodaron diduga meningkatkan waktu transit intestinal,
menurunkan klirens renal dan distribusi volume, mengubah ikatan protein digoksin,
dan induksi hipotiroid ; semuanya itu berkontribusi pada peninghkatan kadar digoksin
serum.

d. Digoxin – Verapamil
Verapamil dapat meningkatkan konsentrasi digoxin dalam serum hingga dua kali lipat
dengan menghambat klirens ginjal dan non-ginjal dari digoxin.

e. Teofilin – Kuinolon
Pemberian obat golongan kuinolon dengan teofilin dapat mengakibatkan peningkatan
level serum teofilin sehingga mengakibatkan toksisitas. Kadar teofilin dalam plasma
akan meningkat karena penurunan klirens teofilin di ginjal akibat kuinolon.

f. Warfarin – Makrolida
Golongan makrolida seperti azitromisin, eritromisin dan klaritomisin mempunyai
risiko tinggi terhadap peningkatan risiko pendarahan. Penggunaan azitromisin atau
ertiromisin dan warfarin secara bersamaan akan mengakibatkan terjadinya penurunan
metabolisme warfarin dengan cara menghambat enzim hati sehingga bioavailibitas
dan efek dari warfarin meningkat menjadi lebih besar dan lebih lama. Penggunaan
dari kedua obat tersebut perlu dilakukan pemantauan INR saat memulai terapi
antibiotic dan setelah penghentian penggunaan antibiotik.

g. Warfarin – NSAID
Dalam sirkulasi warfarin akan terikat dengan albumin. Sehingga bila warfarin
diberikan bersamaan dengan NSAID yang juga terikat kuat pada protein albumin
maka warfarin akan terlepas dari ikatan tersebut sehingga kadar warfarin bebas dalam
darah akan meningkat 96-98%. Hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
pendarahan.

h. Warfarin – Fenitoin
Mekanisme interaksi kompleks dimana fenitoin akan mengurangi metabolisme
warfarin, sehingga kadar warfarin di dalam darah akan meningkat dan dapat terjadi
pendarahan.

i. Warfarin – Kuinolon
Pemberian antibiotik golongan kuinolon bersamaan dengan warfarin dapat
meningkatkan nilai INR selama penggunaan warfarin dengan cara menghambat
CYP1A2 yang merupakan salah satu enzim utama yang bertanggung jawab untuk
metabolisme warfarin. Menurut O’Connor dan O’Mahony (2003) efek penghambat
enzim yang paling kuat adalah enosasin. Cukup kuat adalah siprofloksasin dan
peflokasin, dan tidak signifikan adalah norfloksasin dan ofloksasin. Enosasin
dilaporkan dapat menyebabkan penurunan clearance warfarin dengan menghambat
jalur metabolic (R)-6-hydroxywarfarin.

j. Warfarin – Obat-obat golongan sulfa


Interaksi antara antibiotic sulfa dengan warfarin dapat meningkatkan nilai INR
dengan tingkat yang sangat tinggi hanya dalam waktu tiga hari setelah inisiasi terapi.
Peningkatan nilai INR secara signifikan pada 69% pasien sehingga beberapa ahli
merekomendasikan pengurangan dalam dosis warfarin pada saat pengobatan
antibiotik tersebut dimulai. Pengurangan dosis sekitar 10-20% warfarin menjadi
strategi yang sangan efektif untuk mempertahankan tingkat terapeutik antikoagulan
pada pasien yang memulai pengobatan dengan sulfa.

3. Cari mekanisme interaksi dan penyebabnya shg interaksi obat tersebut bisa mematikan
(pada slide 38)
Jawaban :
1. Kolkisin dan P-glikoprotein (P-gp) atau inhibitor kuat CYP34A
Absorpsi kolkisin dari saluran pencernaan dibatasi oleh resistensi efluks transportes
P-glikoprotein (P-gp) dari beberapa obat. Kolkisin dimetabolisme ke metabolit
inaktifnya melalui usus dan sitokrom hepatik P450 CYP3A4. Kolkisin utamanya
dibersihkan oleh ekskresi hepatobiliari melalui tinja, ekskresi ginjal hanya terjadi
pada 10-20% senyawa. Di tahun 2009, Health Sciences Authority di Singapura
mempublikasikan peringatan ke semua tenaga kesehatan mengenai kombinasi
mematikan antara kolkisin dan P-glikoprotein (P-gp) atau inhibitor kuat CYP34A,
diikuti dengan sitasi laporan dari 117 kematian disebabkan toksisitas kolkisin pada
dosis terapeutik standar, tetapi bersamaan dengan penggunaan inhibitor CYP34A,
clarithromycin. Hasilnya, FDA menyimpulkan bahwa ada risiko interaksi obat serius
antara kolkisin dan P-gp dan inhibitor kuat CYP34A, seperti siklosporin, makrolida,
penghambat kanal kalsium dihidropiridin (verapamil, diltiazem) dan azole
(ketokonazol, itraconazol) pada pasien dengan gangguan ginjal atau hati yang
mengonsumsi kolkisin. Jika kombinasinya tidak bisa dihindari, maka penurunan dosis
atau interupsi kolkisin mungkin perlu dilakukan.

2. Trimetroprim-sulfametoxazol dan kalium


Berdasarkan penelitian dari tahun 1994 hingga 2012 pada 1,6 juta pasien lansia
(berusia ≥66 tahun) di Ontario, Kanada, lebih dari 11.000 pasien yang meninggal
secara tiba-tiba saat menggunakan spironolakton, lebih dari 300 dari mereka
mendapat paparan antibiotik dalam periode waktu 14 hari. Dalam subkelompok ini,
penggunaan trimetoprim-sulfametoxazol dihubungkan dengan lebih dari dua kali
peningkatan risiko kematian mendadak. Kejadian serupa juga ditemukan pada pasien
pengguna trimetoprim-sulfametoxazol dan ACEI atau ARB. Peningkatan risiko
trimetoprim-sulfametoxazol kemungkinan disebabkan kapasitasnya dalam
meningkatkan kalium serum, yang bisa jadi fatal dibandingkan obat lain yang
menyebabkan hiperkalemia – ACEI/ARB, diuretik hemat kalium dan suplemen
kalium. Jika kombinasi trimetoprim-sulfametoxazol dan ACE/ARB/diuretik hemat
kalium tidak bisa dihindari, dikomendasikan untuk memonitor kadar kalium serum
maka dosis dan durasi harus diturunkan untuk penggunaan obat tersebut.

3. Antihipertensi dan OAINS


Antihipertensi (ACEI/ARB), diuretik dan OAINS dikenal sebagai tiga efek yang
tidak diinginkan merupakan kombinasi obat yang fatal, dengan tingginya hubungan
dengan gagal ginjal akut dan kematian. Namun, banyak laporan kematian disebabkan
tiga kombinasi obat ini tidak dilaporkan karena pasien yang menggunakan anti-
hipertensi ini mengobati dirinya sendiri dengan OAINS OTC. Faktor risiko tiga
kombinasi obat ini meliputi usia tua, gangguan ginjal yang sudah ada sebelumnya dan
dehidrasi. Dengan adanya faktor risiko, apoteker harus menghindari penggunaan
OAINS bersamaan dengan atau memberikan OAINS dengan durasi terpendek pada
dosis efektif yang paling rendah.

4. Metotreksat (MTX) dan probenecid


Probenecid di indikasikan untuk terapi gout dengan meningkatkan sekresi asam urat
dalam urin. Probenecid juga bekerja sebagai penghambat sekresi tubulus aktif untuk
mencegah ekskresi urin dari obat lain. Dengan kata lain, probenecid meningkatkan
waktu paruh eliminasi obat, memperpanjang durasi aksi, seperti dalam kasus terapi
gonorrhea dengan kombinasi probenecid dan penicillin G. Meskipun demikian,
kombinasi probenecid dan MTX bisa jadi fatal karena akumulasi MTX. Apoteker
harus memberikan arahan untuk menghindari penggunaan kombinasi mematikan obat
ini untuk digunakan sebagai obat kronik.

5. Bromokriptin dan Pseudoefedrin


Bromokriptin biasanya digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson. Kombinasi
ini bisa menyebabkan vasokontriksi perifer yang parah, takikardi ventrikular, kejang,
dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Pasien Parkinson yang menggunakan
bromokriptin harus diperingati mengenai penggunaan dekongestan OTC seperti
pseudoefedrin. Alternatif dekongestan seperti oxymetazoline hidung bisa diberikan
dengan durasi penggunaan terpendek.

lisinopril + Mefenamc acid

Anda mungkin juga menyukai