Laporan Praktikum
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas sebagai proses akhir dari kegiatan
praktikum mata kuliah Geografi Tanah
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT.
Arif Ismail, S.Si., M. Sc.
Dibuat Oleh :
Andri (1602332)
Bunga Huriah Viawan (1603993)
Gunawan Wibisono (1600329)
Lutfia Ismira Dewi (1601837)
M Akbar Pratama (1605894)
Tiara Rawi Maryani (1600104)
Puji syukur penyusun panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum mata
kuliah Geografi Tanah yang telah dilaksanakan pada tanggal 6 dan 8 April 2018.
Shalawat serta salam niscaya selamanya terlimpahcurahkan kepada Baginda Besar
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta semua para pengikutnya.
Laporan ini disusun dengan judul “Analisis Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi
Tanah Serta Faktor-Faktor Pembentuknya di Daerah Sekitar Jayagiri, Gunung
Putri, dan Gunung Tangkuban Parahu, Bandung Jawa Barat”. Praktikum sangat
penting dalam menjembatani dasar-dasar teoretis perkuliahan terhadap kondisi di
lapangan. Hal ini mengingat bahwa proses perkuliahan tidak akan sempurna
manakala tidak disertai dengan kunjungan atau tinjauan langsung terhadap kondisi
di lapangan. Harus diakui bahwa terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada :
1. Allah SWT.,
2. Prof. Dr. Ir. Dede Rohmat, MT. selaku dosen mata kuliah Geografi Tanah,
3. Arif Ismail, S. Si., M. Sc. selaku dosen mata kuliah Geografi Tanah,
4. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil,
5. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Pendidikan Geografi UPI 2016 yang
tanpa lelah memberikan motivasi dan dorongannya,
6. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan tentunya
telah banyak membantu.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan, baik keluasan materi maupun ketajaman analisis. Oleh karena itu
dengan penuh keterbukaan kami mengharapkan adanya kritik konstruktif demi
menuju adanya sebuah perbaikan. Akhir kata kami berharap agar laporan ini dapat
memberikan manfaat luas baik bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Bandung 23 April 2018
Penyusun
i|Page
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan............................................................................................ 4
1. Geomorfologi/Topografi .............................................................................. 6
2. Geologi ......................................................................................................... 7
3. Hidrologi ...................................................................................................... 7
4. Klimatologi .................................................................................................. 8
ii | P a g e
c. Pelapukan Secara Kimia .................................................................... 14
a. Iklim................................................................................................... 16
b. Organisme ......................................................................................... 16
d. Topografi ........................................................................................... 17
e. Waktu................................................................................................. 17
c. Tekstur ............................................................................................... 20
d. Struktur .............................................................................................. 22
e. Konsistensi......................................................................................... 24
h. Pori-pori Tanah.................................................................................. 26
iii | P a g e
g. Mekanisme Penyediaan dan Penyerapan Unsur Hara ....................... 35
a. Makrofauna ........................................................................................ 36
b. Mikrofauna ........................................................................................ 37
c. Makroflora ......................................................................................... 37
d. Mikroflora ......................................................................................... 37
1. Populasi ...................................................................................................... 49
2. Sampel ........................................................................................................ 49
iv | P a g e
E. Data Lapangan yang Diambil ........................................................................ 53
BAB IV PEMBAHASAN
v|Page
C. Jenis Tanah di Lokasi Penelitian ................................................................... 83
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 92
B. Saran .............................................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA
vi | P a g e
DAFTAR GAMBAR
vii | P a g e
DAFTAR TABEL
viii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1|Page
Apabila kita menggali lubang pada tanah, jika diperhatikan dengan teliti
pada masing-masing sisi lubang tersebut akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang
mempunyai sifat yang berbeda-beda. Di suatu tempat ditemukan lapisan pasir
berselang-seling dengan lapisan liat, lempung, atau debu, sedang di tempat lain
ditemukan tanah yang semuanya terdiri dari liat, tetapi di lapisan bawah berwarna
kelabu dengan bercak-bercak merah, di bagian tengah berwarna merah, dari lapisan
atasnya berwarna kehitam-hitaman.
Perbedaan tersebut menimbulkan persebaran jenis tanah di muka bumi
berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan tanahnya. Tanah dapat terbentuk apabila tersedia bahan induk.
Perbedaan jenis batuan di satu wilayah dengan wilayah lainnya dapat menentukan
perbedaan jenis tanah di suatu wilayah. Selain itu, karakteristik iklim, topografi,
organisme dan manusia antar wilayah pasti memiliki perbedaan pula. Sehingga
jenis tanah yang terdapat di wilayah satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan.
Tanah di permukaan bumi juga memiliki beberapa sifat, yaitu sifat fisik,
sifat kimia, dan sifat biologi. Sifat fisik merupakan sifat morfologi tanah, yaitu sifat-
sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapangan, seperti warna tanah,
tekstur, struktur, konsistensi, pri-pori tanah, bulk density dan lain macam
sebagainya. Sedangkan faktor kimia berkaitan dengan pertumbuhan tanaman yang
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti sinar matahari, suhu, udara, air,
dan unsur hara di dalam tanah (N, P, K, dan lain-lain). Sehingga tanah merupakan
perantara penyediaan faktor-faktor tersebut kecuali sinar matahari. Lalu demikian,
sifat biologi berkaitan dengan berbagai jenis organisme yang hidup di dalam tanah
baik yang berukuran mikro maupun makro. Hal ini penting adanya, karena jika
organisme-organisme tersebut mati bersamaan dengan kotoran dan bahan organik
yang dihancurkan maka akan menjadi humus (Sarwono Hardjowigeno, 1987
halaman 37, 59 dan 151).
Persebaran jenis tanah di permukaan bumi tentu tidak cukup hanya disajikan
secara deskriptif dengan menggunakan kalimat saja, namun perlu digambarkan ke
dalam sebuah peta. Jenis tanah yang menutupi permukaan bumi disajikan ke dalam
sebuah peta dalam bentuk nama-nama tanah menurut sistem klasifikasi tanah
tertentu. Persebaran satuan-satuan tanah di permukaan bumi dikaji melalui metode
2|Page
dan teknik pemetaan tertentu secara konsisten yang meliputi penentuan lokasi
pengamatan, teknik pengamatan tanah, dan pengambilan contoh (sampel) tanah.
Sebagai mahasiswa pendidikan geografi sudah seharusnya mengetahui
persebaran jenis tanah dan faktor-faktor yang membentuknya. Maka dari itu kami
Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia angakatan 2016
mengadakan praktikum mata kuliah Geografi Tanah di daerah Jayagiri, Gunung
Putri, dan Gunung Tangkuban Parahu, di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat dengan tujuan untuk mengamati jenis, persebaran, sifat, serta faktor-faktor
pembentuk yang menimbulkan perbedaan jenis tanah di daerah tersebut
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hasil praktikum di daerah kajian penelitian?
2. Bagaimana pengaruh iklim terhadap karakteristik tanah di daerah kajian
penelitian?
3. Bagaimana pengaruh organisme terhadap karakteristik tanah di daerah
kajian penelitian?
4. Bagaimana pengaruh bahan induk terhadap karakteristik tanah di daerah
kajian penelitian?
5. Bagaimana pengaruh topografi terhadap karakteristik tanah di daerah kajian
penelitian?
6. Bagaimana pengaruh waktu terhadap karakteristik tanah di daerah kajian
penelitian?
7. Bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap karakteristik tanah di
daerah kajian penelitian?
8. Bagaimana pengaruh berbagai faktor pembentuk tanah terhadap
karakteristik tanah di daerah penelitian?
9. Apa jenis tanah di daerah kajian penelitian?
3|Page
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka laporan ini di susun
dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana hasil praktikum di daerah kajian penelitian.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh iklim terhadap karakteristik tanah
di daerah kajian penelitian.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh organisme terhadap karakteristik
tanah di daerah kajian penelitian.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh bahan induk terhadap karakteristik
tanah di daerah kajian penelitian.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh topografi terhadap karakteristik
tanah di daerah kajian penelitian.
6. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh waktu terhadap karakteristik tanah
di daerah kajian penelitian.
7. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap
karakteristik tanah di daerah kajian penelitian.
8. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh berbagai faktor pembentuk tanah
terhadap karakteristik tanah di daerah penelitian.
9. Untuk mengetahui jenis tanah di daerah kajian penelitian.
D. Manfaat Penulisan
Laporan ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara
teoretis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
a. Memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mendapatkan
pengetahuan tentang kondisi tanah secara umum di wilayah kajian;
b. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai persebaran jenis tanah
di lokasi praktikum;
c. Memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu geografi tanah,
terutama pada sifat kimia, fisika, dan biologi tanah;
4|Page
d. Memperkaya pengetahuan mengenai teori dan persebaran jenis tanah
dan faktor yang mempengaruhinya bagi mahasiswa.
2. Secara Praktis
a. Melatih kreativitas dan tanggung jawab mahasiswa dalam menyusun
output hasil praktikum lapangan;
b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian selanjutnya;
c. Mengaplikasikan teori yang diajarkan di kelas melalui pelaksanaan
praktikum lapangan;
d. Melatih cara berkomunikasi langsung yang baik dan benar dengan
masyarakat sekitar bagi mahasiswa;
e. Menambah pengalaman peneliti dalam melakukan praktikum lapangan
dan menyusun laporan sehingga dapat melakukan perbaikan bagi
praktikum selanjutnya.
5|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6|Page
2. Geologi
3. Hidrologi
7|Page
4. Klimatologi
Iklim yang sejuk menjadi suatu ciri dari Lembang. Dengan suhu rata-
rata 20,04oC, persentase kelembaban rata-rata 84,63% dan curah hujan 160,58
mm selama sepuluh tahun terakhir (2002-2011).
5. Penggunaan Lahan
Tanah tersusun dari empat komponen utama, yaitu bahan mineral, bahan
organik, air dan udara yang tentunya memiliki kapasitas yang berbeda pada jenis
tanah yang berbeda pula. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan
tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume)
bahan mineral, 5% bahan organik, 20 - 30% udara, 20 - 30% air (Hardjowigeno,
8|Page
2015: 4). Bahan mineral berasal dari pelapukan batuan dan dapat dibedakan
menjadi (1) fraksi tanah halus (fine earth fraction) yang berukuran < 2 mm, dan
(2) fragmen batuan (rock fragment) yang berukuran 2 mm sampai ukuran
horisontalnya lebih kecil dari sebuah pedon. Sementara itu, fraksi tanah halus
terbagi atas pasir (2 mm - 50 µ), debu (50 - 2µ) dan liat (< 2µ). Selain itu mineral
tanah dapat dibedakan menjadi mineral primer dan mineral sekunder. Mineral
primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk sedang
mineral sekunder adalah mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses
pembentukan tanah berlangsung. Mineral primer umumnya terdapat dalam
fraksi-fraksi pasir dan debu, sedang mineral sekunder umumnya terdapat dalam
fraksi liat. Beberapa jenis mineral sekunder yang sering ditemukan dalam tanah
antara lain kaolinit, haloisit, montmorilonit, gibsit, Fe oksida dan lain-lain.
Sedangkan mineral primer seperti tersaji dalam tabel berikut:
9|Page
halus atau humus. Humus berasal dari campuran bahan organik kasar serta
senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut
melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa
yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau cokelat dan mempunyai
daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tanah yang banyak mengandung
humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau top soil. Semakin
ke lapisan bawah maka lapisan bahan organik akan semakin berkurang sehingga
tanah akan semakin kurus. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat
tanah dan akibatnya diantaranya sebagai berikut:
10 | P a g e
Gambar 2.1: Hubungan antara kadar air dari air tersedia dengan tekstur tanah
Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya
adhesi, kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka air dalam
tanah dapat dibedakan menjadi:
a. Air higroskopik, yaitu air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak
dapat digunakan tanaman (adhesi antara tanah dan air),
b. Air kapiler, air di dalam tanah dimana daya kohesi (tarik menarik antara
butir-butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari
gravitasi. Sebagian besar air kapiler merupakan air yang tersedia (dapat
diserap) bagi tanaman,
c. Kapasitas lapang, keadaan tanah yang cukup lembap yang menunjukan
jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik
gravitasi. Air yang dapat ditahan tersebut terus menerus diserap oleh
akar-akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama semakin
kering,
d. Titik layu permanen, kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman
mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman
menjadi layu,
11 | P a g e
e. Air tersedia, yaitu banyaknya air yang tersedia bagi tanaman yaitu
selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi kadar air pada
titik layu permanen.
Apabila kita menggali lubang pada tanah, jika diperhatikan dengan teliti
pada masing-masing sisi lubang tersebut akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang
mempunyai sifat yang berbeda-beda. Di suatu tempat ditemukan lapisan pasir
berselang-seling dengan lapisan liat, lempung, atau debu, sedang di tempat lain
ditemukan tanah yang semuanya terdiri dari liat, tetapi di lapisan bawah
berwarna kelabu dengan bercak-bercak merah, di bagian tengah berwarna
merah, dari lapisan atasnya berwarna kehitam-hitaman. Lapisan-lapisan tersebut
pada selanjutnya dinamakan dengan horizon. Proses pembentukan horizon-
horizon tersebut akan menghasilkan benda alam baru yang disebut tanah.
Penampang vertikal dari tanah yang menunjukan susunan horizon tanah disebut
profil tanah. Ada enam horizon utama yang menyusun profil tanah berturut-turut
dari atas ke bawah yaitu horizon O, A, E, B, C, dan R. Sedang horizon yang
menyusun solum tanah hanya horizon A, E, dan B.
12 | P a g e
a. Horizon O: horizon organik dan banyak ditemukan pada daerah tanah
gambut dan dapat berupa berbahan fibrik/kasar (Oi) sehingga sisa
tanaman masih terlihat jelas, lalu bahan hemik (Oe) yang sisa
tanamannya tidak sejelas fibrik, dan bahan saprik (Oa) yang
menunjukkan sisa tanaman yang halus dan tidak terlihat lagi
bentukannya.
b. Horizon A: terdiri atas bahan organik dan bahan mineral berwarna lebih
gelap daripada horizon di bawahnya.
c. Horizon E: terjadi proses eluviasi/pencucian maksimum terhadap liat,
Fe, Al, bahan organik, dan berwarna pucat.
d. Horizon B: dapat berasal dari iluviasi/penimbunan liat (Bt), Fe dan Al
oksida (Bs), humus (Bh), penimbunan relatif (residual) Fe dan Al
Oksida (Bw), dan dari bidang kilir akibat gesekan agregat tanah (Bss).
e. Horizon C: terdiri dari bahan induk, sedikit terlapuk, lunak dan dapat
ditembus akar tanaman.
f. Horizon R: terdiri atas batuan keras yang belum melapuk dan tidak dapat
ditembus akar tanaman.
13 | P a g e
3. Proses Pelapukan Batuan dan Mineral
Tanah dapat berasal dari batuan keras (batuan beku, batuan sedimen tua,
dan batuan metamorf) yang melapuk atau dari bahan-bahan yang lebih lunak dan
lepas seperti abu volkan, bahan endapan baru, dan lain-lain. Dengan proses
pelapukan maka permukaan batuan yang keras menjadi hancur dan berubah
menjadi bahan yang lunak yang disebut regolit. Selanjutnya melalui proses
pembentukan tanah, bagian atas regolit berubah menjadi tanah. Proses
pelapukan dibedakan menjadi 3 yaitu:
14 | P a g e
dan reduksi. Oksidasi merupakan suatu proses dimana elektron-elektron
atau muatan listrik negatif menjadi berkurang sedang reduksi berarti
penambahan elektron. Oksidasi terjadi bila oksigen cukup tersedia
sedangkan reduksi akan berjalan bila tidak ada oksigen (tanah yang
tergenang). Oksidasinialah proses disintegrasi penting pada mineral
yang mengandung besi fero. Karena perubahan ukuran dan muatan dari
fero maka mineral-mineral menjadi mudah hancur. Lalu reduksi dapat
mengubah besi feri menjadi fero yang sangat mudah bergerak. Dalam
bentuk ini besi dapat hilang dari tanah kalau pencucian air terjadi. Bila
tidak tercuci besi fero akan bereaksi dengan sulfur membentuk sulfida
atau senyawa-senyawa lain sehingga terjadi warna hijau kebiruan. (3)
Hidrolisis, terjadi bila kation yang ada dalam struktur kristal rusak dan
diganti oleh hidrogen. Hidrolis merupakan pelapukan kimia yang
terpenting, karena dapat menghasilkan penghancuran yang sempurna
atau modifikasi drastis terhadap mineral-mineral yang mudah lapuk. (4)
Pelarutan (solution) terjadi pada mineral yang mudah terlarut seperti
karbonat, klorida, dan lain-lain.
4. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
15 | P a g e
a. Iklim
b. Organisme
c. Bahan Induk
Sifat-sifat dari bahan induk masih terlihat bahkan pada tanah daerah
humid yang telah mengalami pelapukan sangat lanjut. Misalnya tanah-tanah
16 | P a g e
bertekstur pasir adalah akibat dari kandungan pasir yag tinggi dari bahan
induk. Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya mempengaruhi
intensitas tingkat pelapukan tetapi kadang juga menentukan jenis vegetasi
yang akan tumbuh di atasnya. Vegetasi yang hidup di atas tanah yang
berasal dari batu kapur biasanya banyak mengandung basa-basa sehingga
proses pengasaman tanah menjadi lambat. Batu-batuan dimana bahan induk
tanah berasal dapat dibedakan menjadi batuan beku, batuan sedimen, dan
batuan metomorf.
d. Topografi
e. Waktu
17 | P a g e
terutama berupa proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral di
permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh bahan
organik tersebut. Hasilnya adalah pembentukan horizon A dan C. Sifat
tanah masih di dominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Termasuk jenis
tanah muda adalah jenis tanah Entisol. (2) tanah dewasa: dengan proses
yang lebih lanjut maka tanah-tanah muda dapat berubah menjadi tanah
dewasa yaitu dengan proses pembentukan horizon B. Horizon B yang
terbentuk adalah horizon B muda (Bw) sebagai hasil dari proses alterasi
bahan induk atau ada penambahan bahan-bahan tertentu dalam jumlah yang
sedikit dari lapisan atas. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan
bereproduksi yang tinggi, karena unsur-unsur hara di dalam tanah cukup
tersedia. Jenis tanah yang termasuk dalam tingkat ini antara lain Inceptisol,
Andisol, Vertisol, Mollisol, dan sebagainya. (3) tanah tua: dengan
meningkatnya umur maka proses pembentukan tanah berjalan lebih lanjut,
sehingga terjadi perubahan yang lebih nyata pada horizon A dan B dan
terbentuklah horizon-horizon A, E, EB, BE, Bt, Bs, Bo, BC dan lain-lain.
18 | P a g e
Gambar 2.4: Tingkat-tingkat perkembangan tanah
C. Sifat-sifat Tanah
1. Sifat Fisik
a. Batas Horizon
19 | P a g e
b. Warna Tanah
c. Tekstur
20 | P a g e
tanah dapat dilihat dengan merasakan tanah menggunakan jari dengan ciri-
ciri:
1) Pasir: sangat kasar, tidak lengket, tidak bisa dibentuk bola dan
gulungan.
2) Pasir berlempung: kasar, sedikit lengket, bisa dibentuk bola yang
mudah hancur.
3) Lempung berpasir: agak kasar, agak lengket, bisa dibentuk bola
yang mudah hancur.
4) Lempung: tidak kasar dan tidak licin, agak lengket, dapat dibentuk
bola agak teguh, dapat dibentuk gulungan mengkilat.
5) Lempung berdebu: licin, agak lengket, dapat dibentuk bola agak
teguh, gulungan mengkilat.
6) Debu: licin sekali, agak lengket, dapat dibentuk bola teguh,
gulungan mengkilat.
7) Lempung berliat: agak licin, agak lengket, bola agak teguh,
gulungan agak mudah hancur.
8) Lempung liat berpasir: halus sedikit kasar, agak lengket, bola agak
teguh, gulungan mudah hancur.
9) Lempung liat berdebu: halus agak licin, lengket, dibentuk bola
teguh, gulungan mengkilat.
10) Liat berpasir: halus, berat, sedikit kasar, lengket, bola teguh, mudah
digulung.
11) Liat berdebu: halus, berat, agak licin, sangat lengket, bola teguh,
mudah digulung.
12) Liat: berat, halus, sangat lengket, mudah dibentuk bola, mudah
digulung.
21 | P a g e
sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi.
Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah yang
bertekstur kasar. Berdasar atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir,
debu, dan liat maka tanah dikelompokan ke dalam beberapa kelas tekstur.
d. Struktur
22 | P a g e
Tabel 2.2: Bentuk struktur tanah
23 | P a g e
e. Konsistensi
1) Tidak lekat = tidak melekat pda jari tangan atau benda lain.
2) Agak lekat = sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.
3) Lekat = melekat pada jari tangan atau benda lain.
4) Sangat lekat = sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.
24 | P a g e
3) Plastis = dapat membentuk gulungan tanahlebih dari 1 cm,
diperlukan sedikit tekanan untuk merusak tekanan tersebut.
4) Sangat plastis = diperlukan tekanan besar untuk merusak tekanan
tersebut.
1) Lepas = tanah tidak melekat satu sama lain (misal tanah pasir).
2) Lunak = gumpalan tanah mudah hancur bila diremas.
3) Agak keras, keras, sangat keras, sangat keras sekali = berturut-turut
memerlukan tekanan yang makin besar untuk menghancurkan tanah
sampai tidak dapat hancur dengan remasan tanah.
f. Drainase Tanah
25 | P a g e
drainasenya tanah dibedakan menjadi kelas drainase terhambat (tergenang)
sampai sangat cepat (air sangat cepat hilang dari tanah). Kelas drainase tanh
ditentukan di lapang dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air
dalam penampang tanah. Misalnya warna pucat, kelabu, atau adanya
bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukan
adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk
adanya tanah berdrainase buruk. Adanya karatan menunjukan bahwa udara
masih dapat masuk ke dalam tanah sehingga terjadi oksidasi di tempat
tersebut dari bentuk senyawa-senyawa Fe+++ yang berwarna merah. Bila air
tidak pernah menggenang sehingga tata udara dalam tanah selalu baik, maka
seluruh profil tanah dalam keadaan oksidasi. Oleh karena itu tanah
umumnya berwarna merah atau cokelat. Keadaan drainase tanah
menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh. Misalnya padi yang dapat
hidup di lingkungan drainase buruk atau selalu tergenang air. Tetapi jagung,
karet, cengkeh, kopi, dan lain-lain tidak dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang selalu tergenang air.
h. Pori-pori Tanah
Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah
tapi terisi oleh air dan udara. Pori-pori tanah dapat dibedakan atas pori
26 | P a g e
kasar/makro dan pori halus/mikro. Pori-pori kasar berisi udara atau air
gravitasi. Sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. Tanah-
tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat.
Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman
mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai pori-pori total lebih tinggi
daripada tanah air. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan
organik tinggi.
𝐿𝑚 3 𝐷𝑏𝑑
𝐶𝑂𝐿𝐸 = − 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐶𝑂𝐿𝐸 = √ −1
𝐿𝑑 𝐷𝑏𝑚
27 | P a g e
lumpur cair sehingga bila diremas akan mudah sekali keluar dari
genggaman melalui sela-sela jari. Tanah seperti ini umumnya terdapat di
daerah pantai yang tenang sehingga lumpur yang dibawa sungai diendapkan
perlahan-lahan. Nilai kematangan tanah dapat menunjukan kemampuan
tanah menyangga beban fisik danbesarnya penyusutan bila tanah menjadi
kering.
𝐴 − 0, 2𝑅
𝑛=
𝐿 + 3𝐻
L = persen liat
n ≥ 1 = mentah, tanah encer seperti bubur, mudah lewat sela-sela jari kalau
diperas. Tanah selalu jenuh air kemampuan menyangga beban sangat rendah
dan penyusutan besar.
n = 0,7 – 1 = agak matang. Tanah agak sulit lewat sela-sela jari bila diperas.
Selalu jenuh air.
n 0,7 = matang, tanah tidak dapat lewat sela-sela jari bila diperas.
Kelembapan tanah kadang-kadang kurang dari kapasitas lapang.
k. Sifat-sifat Lain
28 | P a g e
yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesesuaian lahan untuk berbagai
penggunaan.
2. Sifat Kimia
a. Reaksi Tanah (pH tanah)
1
𝑝𝐻 = 𝐿𝑜𝑔 = − 𝐿𝑜𝑔 [H] [H + ]
[H + ]
29 | P a g e
Gambar 2.7: Hubungan antara pH tanah dengan tersedianya unsur hara
b. Koloid Tanah
30 | P a g e
merupakan kerumunan kation yang tertarik oleh partikel-partikel koloid
tersebut. Yang termasuk dalam koloid tanah adalah mineral liat (Al-silikat,
oksida-oksida Fe dan Al, dan mineral-mineral primer) serta humus (koloid
organik yang tersusun dari C, H dan O).
31 | P a g e
KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah.
Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na,
dapat meningkatkan kesuburan tanah. Tetapi bila didominasi oleh kation
asam, Al, H maka dapat mengurangi kesuburan tanah. Karena unsur-unsur
hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara
tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air. Tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada
tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah
berpasir.
d. Pertukaran Anion
32 | P a g e
kompleks jerapan tanah. Kation-kation basa umumnya merupakan unsur
hara yang diperlukan tanaman. Di samping itu basa-basa umumnya mudah
tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukan bahwa
tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah
yang subur. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana
tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah,
sedang tanah dengan pH tinggi mempunyai kejenuhan basa tinggi.
Unsur mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co)
33 | P a g e
Tabel 2.4: Bentuk-bentuk ion dan molekul unsur hara yang dapat diserap tanaman
N NH4+, NO3-
P H2P04- , HPO4
K K+
Ca Ca++
Mg Mg++
S SO4++
Mn Mn++
Mo MoO4- (Molibdat)
Cu Cu++
Zn Zn++
Cl Cl-
34 | P a g e
2) Phospor: pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan
bunga, buah, biji, mempercepat kematangan, memperkuat batang,
perkembangan akar, dan lain-lain.
3) Kalium: pembentukan pati, mengaktifkan enzim, pembukaan
stomata, proses fisiologis, proses metabolik sel, mempengaruhi
penyerapan unsur-unsur lain, daya tahan kekeringan dan penyakit,
perkembangan akar.
4) Kalsium: penyusunan dinding sel tanaman, pembelahan sel, tumbuh
memanjang.
5) Magnesium: pembentukan klorofil, sistem enzim, pembentukan
minyak.
6) Sulfur: pembentukan protein.
7) Zinc: pembentuk hormon tubuh, katalis pembentukan protein, dan
pematangan biji
8) Ferum: pembentukan klorofil, oksidasi reduksi, penyusun enzim dan
protein.
9) Cuprit: katalis pernapasan, penyusun enzim, pembentukan klorofil,
metabolisme karbohidrat dan protein.
10) Boron: pembentukan protein, metabolisem N dan karbohidrat,
perkembangan akar, pembentukan buah dan biji.
11) Mangan: metabolisme N dan asam anorganik, fotosintesis,
perombakan karbohidrat, pembentukan kerotin, riboflavin dan asam
askorbat.
12) Molibdenum: meningkatkan pengikatan N oleh bakteri simbiotik,
pembentukan protein.
13) Klorid: pertumbuhan akar dan tanaman terhambat kalau tidak ada
Cl.
14) Cobalt: fiksasi N oleh bakteri simbiotik, penyusun vitamin B-12.
Unsur hara dapat tersedia dengan cara: (1) aliran masa, adalah
gerakan unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman
35 | P a g e
bersama-sama gerakan massa air. Gerakan massa air di dalam tanah menuju
ke permukaan akar tanaman berlangsung terus menerus karena air diserap
akar dan menguap melalui proses transpirasi, (2) difusi, yaitu pergerakan
zat dari konsentrasi tinggi ke rendah, dan (3) intersepsi akar, yakni akar-
akar tanaman terus tumbuh dan memanjang menuju tempat-tempat yang
lebih jauh di dalam tanah sehingga menemukan unsur-unsur hara dalam
larutan tanah di tempat-tempat tersebut.
3. Sifat Biologi
a. Makrofauna
36 | P a g e
b. Mikrofauna
c. Makroflora
d. Mikroflora
37 | P a g e
bahan organik yang telah ada. Bakteri Autotroph bermanfaat dalam
mempengaruhi sifat tanah seperti yang ditunjukan oleh bakteri
Chemaautotroph yang mendapatkan energi dari oksida amonia, nitrit, S, Fe,
Mn, H, dan CO. Oksidasi ini mengubah senywa-senyawa yang kurang
bermanfaat menjadi senyawa-senyawa yang lebih bermanfaat dan lebih
mudah diserap oleh akar tanaman. Bakteri Autotroph yang terpenting di
dalam tanah adalah bakteri Nitrifikasi. Bakteri Heterotroph dalam tanah
dapat dibedakan menjadi pengikat bakteri pengikat nitrogen dari udara dan
bakteri bukan pengikat nitrogen. Bakteri pengikat nitrogen selanjutnya
dibedakan menjadi bakteri simbiotik yang hidup bersimbiosa dengan
tanaman lain dan bakteri nonsimbiotik yang hidup bebas dalam tanah.
Sedangkan bakteri bukan pengikat nitrogen adalah jenis bakteri heterotroph
yang paling banyak ditemukan di dalam tanah dan yang paling bertanggung
jawab dalam dekomposisi bahan organik.
38 | P a g e
D. Jenis Tanah dan Klasifikasinya
1. Sistem Klasifikasi Tanah
39 | P a g e
2. Tata Nama
Salah satu hal yang baru yang baru dalam sistem taksonomi tanah
USDA, 1975 adalah penggunaan tata nama. Dalam sistem ini nama-nama
tanah selalu mempunyai arti yang umumnya menunjukan sifat utama dari
tanah tersebut. Dalam kategori ordo nama tanah selalu diberi akhiran sol,
sedang suku kata sebelumnya menunjukan sifat utama dari tanah tersebut.
Untuk kategori yang lebih rendah dari ordo akhiran sol tidak digunakan lagi.
Sebagai gantinya maka untuk menunjukan hubungan sifat-sifat tanah dari
kategori tinggi ke kategori rendah digunakanlah akhiran yang merupakan
singkatan dari nama-nama masing ordo tersebut seperti terlihat pada tabel
2.6. Nama-nama pada kategori subordo terdiri dari dua suku kata sedang
great group terdiri dari tiga suku kata yang masing-masing menunjukan sifat
utama dari tanah tersebut sedang suku kata terakhir menunjukan nama dari
ordo tanah.
40 | P a g e
Untuk nama subgroup digunakan dua patahkata dimana kata kedua
merupakan nama great group sedang kata pertama menunjukan sifat utama
dari sub group tersebut. Pada tingkat famili, tanah diberi nama secara
deskriptif yang umumnya menerangkan susunan besar butir, susunan
mineral liat, regim suhu tanah, atau sifat-sifat lain yang spesifik dan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada tingkat seri tanah diberi nama
menurut nama tempat dimana tanah tersebut pertama kali ditemukan. Di
bawah ini adalah sebuah contoh:
41 | P a g e
dipertahankan tetapi menggunakan definis-definisi baru, diantaranya yaitu:
(Hardjowigeno, 2010 : 231-233)
42 | P a g e
k. Brunizem: seperti latosol, tetapi kejenuhan basa lebih dari 50%.
l. Kambisol: tanah dengan horison kambik, atau epipedon umbrik atau
mollik. Tidak ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air).
m. Nitosol: tanah dengan penimbunan liat (horison argilik). Dari horison
penimbunan liat maksimun ke horison-horison di bawahnya, kadar liat
turun kurang dari 20%. Mempunyai sifat ortosik (kapasitas tukar kation
kurang dari 24 cmol(+)/kg liat.
n. Podsolik: tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan
kejenuhan basa kurang dari 50% tidak mempunyai horison albik.
o. Mediteran: seperti tanah podsolik (mempunyai horison argilik), tetapi
kejenuhan basa lebih dari 50%.
p. Planosol: tanah dengan horison albik yang terletak di atas horison
dengan permeabilitas lambat (misalnya horison argilik atau natrik) yang
memperlihatkan perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau
fragipan, dan memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik sekurang-kurangnya
pada sebagian dari horison albik.
q. Podsol: tanah dengan horison penimbunan besi, Al oksida dan bahan
organik (=horison spodik). Mempunyai horison albik.
r. Oksisol: tanah dengan pelapukan lanjut dan mempunyai horison oksik,
yaitu horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat
dengan aktivitas rendah, kapasitas tukar kation rendah (kurang dari 16
cmol(+)/kg liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang
tidal jelas.
43 | P a g e
- Grumusol - Grumusol - Vertisol - Vertisol
44 | P a g e
E. Survei Tanah dan Pemetaan Tanah
1. Survei tanah
2. Peta Tanah
45 | P a g e
Tabel 2.8: Jenis-jenis peta tanah
Di Amerika Serikat
1:30.000
1:250.000
46 | P a g e
Berikut ini diuraikan jenis-jenis peta tanah yang banyak digunakan
di indonesia yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor:
47 | P a g e
BAB III
METODE PENELITIAN
Praktikum Geografi Tanah ini dilaksanakan pada tiga jalur, yaitu jalur A
Jayagiri, jalur B Gunung Putri, dan jalur C Gunung Tangkuban Parahu yang
tepatnya terletak di Desa Jayagiri dan Desa Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten
Bandung Barat. Dilaksanakan pada tanggal 8 April 2018 mulai dari pukul 06.00 –
17.00 WIB.
48 | P a g e
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
49 | P a g e
dilakukan secara acak tanpa melihat strata yang ada di dalam populasi itu.
Dengan demikian, semua tanah yang ada pada jalur A, B, dan C memiliki
peluang yang sama untuk menjadi sampel dengan tanpa melihat adanya
strata. Dalam pengambilan sampel ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, seperti ketinggian tempat, penggunaan lahan, jenis vegetasi,
kerapatan vegetasi dan tentunya keterjangkaun lokasi dalam mengambil
sampel. Dimana masing-masing dari itu semua akan berpengaruh terhadap
karakteristik tanah yang akan diamati. Jadi pengambilan sampel tidak
dilakukan secara acak sepenuhnya, tetapi acak berdasarkan kriteria tertentu.
Tabel 3.1: Lokasi koordinat plot sebagai acuan dalam pengambilan sampel
rimba
Hutan
7 1726,1 6° 47` 34,5” 107° 37` 20,5”
rimba
Hutan
8 1654,1 6° 47` 23,9” 107° 37` 21,6”
rimba
Perkebunan
9 1670,6 6° 47` 12,5” 107° 37` 20,3”
Perkebunan
10 1632,1 6° 47` 4,3” 107° 37` 7,6”
Perkebunan
11 1501,2 6° 45` 44,3” 107° 37` 2,6”
C Gunung Putri
Perkebunan
12 1573,4 6° 46` 6,8” 107° 37` 19,4”
Perkebunan
13 1558,6 6° 46` 38,3” 107° 37` 28,5”
Perkebunan
14 1545,3 6° 46` 37,4” 107° 37` 19”
Perkebunan
15 1527,9 6° 46` 49,7” 107° 37` 21,6”
Sumber: Data lapangan
50 | P a g e
C. Alat dan Bahan
51 | P a g e
16. Larutan H2O2, digunakan untuk dapat mengetahui kadar kandungan bahan
organik pada suatu sampel tanah.
17. Aplikasi GPS, digunakan untuk dapat mengetahui lokasi koordinat plot
sampel.
18. Peta RBI, digunakan sebagai acuan di dalam perjalanan dan proses
identifikasi lapangan.
19. Alat Tulis, digunakan untuk mencatat segala hal yang berkaitan dengan
proses analisis data dan identifikasi lapangan.
20. Timbangan, digunakan untuk mengukur berat awal dan akhir undisturbed
soil sampel setelah dilakukan metode kering angin.
21. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan segala sesuatu hal yang
dianggap perlu dan berkaitan dengan praktikum lapangan.
2. Uji Laboraturium
52 | P a g e
Beberapa sifat kimia yang dianalisis di laboraturium diantaranya yaitu pH
tanah, warna tanah, kandungan bahan organik, dan lain-lain.
3. Studi Kepustakaan
53 | P a g e
telah terbenam. Lakukan langkah kelima dan usahakan agar
pembenaman ring sampel tersebut lurus dan tidak miring,
g. Siapkan golok, dan ambil sebongkah tanah yang di dalamnya
terdapat ring rampel pertama,
h. Setelah itu iris-iris tanah yang masih menempel pada ring sampel
secara horizontal, agar keutuhan tanahnya tetap terjaga.
2. Disturbed Soil Sample
Sampel tanah tidak utuh lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa
(disturbed soil sample), merupakan sampel tanah yang diambil langsung
dengan menggunakan cangkul, sekop, pengeboran atau secara manual
dengan tangan. Karena pengambilan disturbed soil sample pada praktikum
ini dilakukan dengan cara pengeboran, berikut langkah-langkah yang perlu
diperhatikan dalam pengambilan disturbed soil sample di antaranya yaitu:
54 | P a g e
tanah dengan warna yang berbeda untuk diidentifikasi sifat
kimianya di laboraturium.
3. Profil Tanah
55 | P a g e
H. Teknik Analisis Data
1. Survei dan Penentuan Titik Plot
56 | P a g e
4. Uji Laboraturium
5. Analisa Hasil
57 | P a g e
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab 4 ini akan dibahas bagaimana hasil praktikum (berupa data) serta
deskripsi singkat tentang karakteristik tanah dari berbagai plot. Setelah itu data
dikaitkan dengan faktor-faktor pembentuk tanah dan jenis tanah berdasarkan
kecenderungan-kecenderungan yang ditemukan.
A. Hasil Praktikum
1. Jalur A (Jayagiri)
1) Plot 1
58 | P a g e
activity ada , serta berpori dan terdapat zona perakaran memiliki tingkat
keretakan yang sedang.
2) Plot 2
3) Plot 3
4) Plot 4
5) Plot 5
Tanah yang di temukan di plot ini memiliki tekstur secara umum halus
hingga kasar dominan lempung berpasir berstuktur lemah, memiliki konsistensi
gembur dan bahan organic yang terkandung tinggi dengan pH rata-rata 5,
59 | P a g e
kandungan karbon kecil serta memiliki batas horizon yang berangsur terdapat
sedikit mattles dan tidak terdapat concretion fauna activity ada serta berpori dan
terdapat zona perakaran memiliki tingkat keretakan yang sedikit.
Seperti yang dilihat pada gambar di atas, dapat diamati bahwa pada
dasarnya ketebalan solum pada setiap plot adalah berbeda. Seperti yang
dikatakan di awal bahwa horizon yang menyusun solum tanah adalah horizon A
dan B. Pada setiap plot pada jalur A ini tidak ditemukan adanya horizon O.
Horizon A yang paling tinggi berada di plot 2 dengan ketebalan 107 cm
sedangkan yang paling rendah terdapat pada plot 1 dengan ketebalan 38 cm.
Sedangkan pada plot 3, 4 dan 5 memiliki horizon A secara berurutan adalah 63
cm, 84 cm, dan 52 cm. Sedangkan horizon B adalah horizon penyusun solum
tanah yang berada di bawah horizon A. Ketebalan horizon B yang tertera pada
grafik di atas bukan merupakan ketebalan yang sebenarnya, melainkan hanya
ketebalan yang dapat diamatai saat di lapangan. Horizon B paling tinggi berada
di plot 3 dengan ketebalan 85 cm, diamana ketebalannya melebihi ketebalan
horizon A yang berada di atasnya dengan ketebalan 63 cm. Sedangkan horizon
B pada plot lainnya relatif tipis, dengan ketebalan secara berurutan pada plot 1,
2, 4 dan 5 adalah 24 cm, 30 cm, 43 cm, dan 38 cm. Jika dilihat dari ketebalan
solumnya, mulai dari plot yang paling atas (plot 5) sampai ke plot yang paling
60 | P a g e
bawah (plot 1) memiliki karakteristik semakin turun semakin naik ketebalan
solumnya, walaupun pada akhirnya mulai dari plot 2 dan plot 1 mengalami
penurunan kembali. Ketebalan solum (A + B) mulai dari plot 5 – 3 adalah 90
cm, 127 cm, dan 148 cm kemudian mengalami penurunan pada plot 2 dan plot
1 yaitu menjadi 137 cm dan 62 cm. Variasi ketebalan solum yang terjadi ini di
lapangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari curah hujan lokal,
tingkat erosi, kemiringan lereng, vegetasi yang berada di atasnya, pengendapan
yang berulang-ulang oleh genangan air dan lain sebagainya. Faktor-faktor itulah
yang kemudian menyebabkan profil dan ketebalan solum pada masing-masing
plot berbeda dengan sifat-sifatnya yang berbeda pula. Pada suatu plot ditemukan
lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan liat, lempung atau deu, sedang di
plot lain ditemukan ditemukan tanah yang semuanya terdiri dari liat, tetapi di
lapisan bawah berwarna kelabu dengan bercak-bercak merah, di bagian
tengahnya berwarna merah, dan lapisan atasnya berwarna kehitam-hitaman.
(Hardjowigeno, 2010: 12).
1) Plot 1
2) Plot 2
3) Plot 3
Tanah yang di temukan di plot ini memiliki tekstur secara umum pasir
berlembung berwarna coklat dan hitam dan tidak terkandung bahan organik
61 | P a g e
dengan pH rata-rata 5, tidak memiliki kandungan karbon terdapat sedikit
mattles memiliki ciri khusus warna tanah hitam pekat
4) Plot 4
Tanah yang di temukan di plot ini memiliki tekstur secara umum halus
hingga kasar gembur berwarna coklat kehitaman dan terkandung bahan organik
sedikit dengan pH rata-rata 5, tidak memiliki kandungan karbon memiliki sifat
permukaan serasah.
5) Plot 5
62 | P a g e
Deskripsi Profil Tanah
6) Plot 6
Tanah pada plot ini memiliki tekstur dominan lempung liat berpasir,
disertai juga dengan tekstur lempung berdebu dan lempung berpasir dengan
struktur lemah hingga sedang. Sementara itu konsistensi tanah dominan
tergolong gembur memiliki warna dominan cokelat gelap kekuningan. Tanah
pada plot ini juga memiliki kandungan bahan organik yang terlihat sedikit
berbuih ketika ditetesi H2O2, dan sedikit bereaksi ketika ditetesi HCl dengan
keluarnya gelembung. Untuk tanah di plot ini memiliki pH 5. Selain itu,
semakin ke bawah semakin terlihat adanya bercak tanah. Aktivitas organisme
di dalamnya hanya terlihat di horizon O dan A. Hal ini juga berhubungan
dengan keberadaan pori tanah yang dominan sedikit dan perakaran yang
dominan berada pada horizon O.
7) Plot 7
Pada plot ini, tanah yang dijumpai tidak memiliki horizon O. Untuk
tekstur didominasi dengan lempung liat berpasir, berstruktur sedang dan
berkonsistensi lekat. Warna tanah yang dijumpai juga dominan cokelat
kemerahan. Dengan kandungan bahan organik tinggi pada horizon A dan sedikit
bercak dan perakaran sedikit kecil, tanah di plot ini rata-rata memiliki kekerasan
sedang. pH tanahnya adalah 5.
8) Plot 8
Sama halnya dengan plot 7, plot 8 hingga plot 10 juga tidak memiliki
horizon O. Tekstur tanahnya mulai dari lempung liat berpasir, lempung,
lempung berdebu, lempung berpasir dan pasir berlempung dengan struktur
lemah serta konsistensi dominan teguh. Untuk warna tanahnya cukup beragam
yaitu cokelat gelap, coklat gelap kekuningan, merah kekuningan dan cokelat
pekat. Kandungan bahan organik yang terkandung cukup tinggi dan memiliki
pH 5. Pada plot ini, tanahnya memiliki batas horizon baur. Selain itu, rekahan
dan pori yang terlihat berukuran kecil. Perakaran tanahnya juga dominan kecil.
63 | P a g e
9) Plot 9
10) Plot 10
Pada plot ini, terkstur tanahnya yaitu lempung berpasir, lempung liat
berpasir, pasir berlempung dan lempung liat berdebu. Struktur tanahnya sendiri
dari lemah hingga kuat. Untuk warna tanah yaitu cokelat gelap kekuningan dan
cokelat sangat gelap. Kandungan bahan organik tanah tergolong tinggi hanya di
horizon A1 dan kandungan karbonatnya tergolong sedang. Untuk pH tanah
yaitu 5. Pada plot ini, terdapat batas horizon yang terlihat baur, jelas dan nyata.
Pada tanah di plot ini juga terdapat bercak, tingkat kekerasan, aktivitas
organisme, pori dan perakaran yang sedikit.
64 | P a g e
Gambar di atas merupakan grafik ketebalan solum jalur B. Sebagaimana
pada jalur A, jalur B juga memiliki ketebalan solum yang berbeda pada setiap
plotnya. Pada jalur B ini observasi lapangan di lakukan dari atas ke bawah, yaitu
dari plot 6 yang berada di kawah puncak Gunung Tangkuban Parahu hingga
plot 10 yang berada di daerah Jayagiri. Pada jalur B satu-satunya horizon O
hanya terdapat di plot 6 dengan ketebalan 25 cm. Perlu diketahui bahwa
pengambilan sampel di plot 6 ini berada sekitar 20 – 30 m dari lokasi kawah
dengan penggunaan lahan berupa hutan belantara. Hutan ini membentang jauh
sekitar 1 km sampai ke dekat plot 7. Hal inilah yang kemudian membuat tanah
di sekitar plot 6 sampai 1 km seterusnya memiliki konsentrasi horizon O yang
cukup banyak. Horizon ini terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang terbentuk di
atas lapisan mineral serta banyak ditemukan terutama pada tanah-tanah hutan
yang belum terganggu seperti hutan di daerah sekitar plot 6. Jika harus
diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi horizon O menurut Hardjowigeno
(2010: 13) horizon O pada plot 6 ini termasuk ke dalam horizon Oi, dimana
karakteristik horizon O pada kategori ini masih memperlihatkan bentuk asli
sisa-sisa tanaman, kandungan bahan organik kasar ¾ atau lebih (volume) dan
disebut bahan fibrik. Horizon O memang bukan horizon penyusun solum tanah,
tetapi keberadaannya pada praktikum ini sangat penting untuk mengetahui
karakteristik horizon O pada tempat sesuai dengan keadaan di sekitarnya.
65 | P a g e
Deskripsi Profil Tanah Boring
6) Plot 6
Untuk tanah boring pada plot ini memiliki tekstur dominan pasir
berlempung dan struktur lemah, kasar dan berbutir. Konsistensi tanahnya tidak
lekat. Dari segi warna beragam yaitu abu-abu sangat gelap, abu-abu, cokelat
gelap keabuan, abu-abu terang, cokelat terang agak kehijauan. Untuk pH
tanahnya dominan 5.
7) Plot 7
Pada plot ini, tanahnya memiliki tekstur dominan debu dan memiliki pH
5. Sementara untuk warna tanahnya beragam mulai dari cokelat tua, cokelat,
mocca, kopi hingga kekuningan.
8) Plot 8
9) Plot 9
10) Plot 10
Plot ini memiliki tekstur tanah lempung berdebu, lempung liat berdebu,
hingga debu dan memiliki pH 5. Konsistensi tanahnya tergolong teguh. Untuk
warna tanahnya sendiri didominasi oleh warna cokelat gelap.
66 | P a g e
3. Jalur C (Gunung Putri)
11) Plot 11
Tanah yang di temukan pada titik plot ini memiliki tekstur secara umum
dominan bertekstur berpasir, berstruktur Lemah(I), Sedang(II), Kuat(III),
semuanya tanpa konsistensi. Tanah yang di temukan berwarna dominan coklat
Tua dan terkandung bahan organik dominan sedikit dengan rata-rata memiliki
ph 5. Tanah ini tidak di temukan unsur karbonat tetapi ada batas horizon baur.
Tanah ini memiliki clay skin sedikit dan Tidak ada mattles Concretion tanah ini
sangat lemah dengan ada aktivitas fauna, serta tingkat keretakan tidak di
temukan, dan pori-pori tanah yang jumlah sedang dan sedikit, dengan zona
perakaran yang Banyak.
12) Plot 12
Tanah yang di temukan pada titik plot ini memiliki tekstur secara umum
dominan bertekstur berpasir, dan aja juga bertekstur pasir berlempung. Serta
berstruktur Kuat, memiliki konsistensi gembur, dan berwarna dominan coklat,
kekuning-kuningan gelap. Tanah ini terkandung bahan organik tinggi dengan
67 | P a g e
rata-rata memiliki ph 5. kandungan karbon tanah ini sangat Kecil, memiliki
batas horizon Jelas bergelombang. Tanah ini memiliki clay skin sedikit dan
Tidak ada mattles, concretionnya lemah, sedang, dan kuat dengan ada aktivitas
fauna, serta tingkat keretakan yang Sedikit, dan pori-pori tanah sedang, dengan
zona perakaran yang Banyak
13) Plot 13
Tanah yang di temukan pada titik plot ini memiliki tekstur yang berbaur,
berstruktur Sedang-kasar dan memiliki konsistensi Baur berwarna dominan
coklat tua, serta terkandung bahan organik - dengan rata-rata memiliki ph 5.
kandungan karbon tanah ini tidak ada, memiliki batas horizon Baur. Tanah ini
memiliki clay skin Sedang dan Tidak ada mattles, concretion – dan sedikit
aktivitas fauna, serta tingkat keretakan yang Sedikit, dan pori-pori tanah Sedikit,
dengan zona perakarannya yang Banyak.
14) Plot 14
Tanah yang di temukan pada titik plot ini memiliki tekstur dengan
dominan berdebu, berstruktur lemah, Sedang, Kuat dan tidak memiliki
konsistensi, tanah ini berwarna dominan coklat tua dan terkandung bahan
organik kecil dengan rata-rata memiliki ph 5. kandungan karbon Tinggi dan
memiliki batas horizon Baur. Tanah ini memiliki clay skin Sedikit dan Tidak
ada mattles, concretion – dan sedikit aktivitas fauna , serta tingkat keretakan
yang Sedikit, dan pori-pori tanah Sedikit, dengan zona perakaran Sedikit.
15) Plot 15
Tanah yang di temukan pada titik plot ini memiliki tekstur secara umum
dominan bertekstur debu, berstruktur Lemah dan tidak memiliki konsistensi,
berwarna dominan coklat tua dan terkandung bahan organik Tinggi dengan rata-
rata memiliki ph 5. kandungan karbon pada tanah sangat tinggi batas horizon
Baur. Tanah ini memiliki clay skin Sedikit dan Tidak ada mattles, concretion –
dan seditnya aktivitas fauna, serta tingkat keretakan yang Sedang, dan pori-pori
tanah Sedikit, dengan zona perakaran yang Sedikit.
68 | P a g e
Gambar 4.6: Grafik ketebalan solum jalur C
11) Plot 11
Tanah yang ditemukan pada titik plot ini memiliki tekstur berlempung
dan lempung berpasir, berstruktur agak kasar dan lembut. Tanah ini memiliki
konsistensi lembab dan berwarna coklat dan abu-abu sangat gelap. Tanah ini
mengandung bahan organic sedang dan ber ph rata- rata 5, memiliki karbon
sedang tanpa ada sifat permukaan, tidak memiliki ciri khusus,dan Tidak ada
Mattles.
69 | P a g e
12) Plot 12
Tanah yang ditemukan pada titik plot ini memiliki tekstur berdebu,
berstruktur Halus tanah ini memiliki konsistensi Gembur dan berwarna
dominan Coklat gelap. Tanah ini mengandung bahan organik Sedikit dan ber
ph rata- rata 6, memiliki karbon Sedikit, tanpa ada ciri khusus. Butir-butir tanah
mulai mendekati horizon c karena terdapat batu-batu berukuran sedang dan
Tidak ada Mattles.
13) Plot 13
Tanah yang ditemukan pada titik plot ini memiliki tekstur berdebu,
berstruktur Halus tanah ini memiliki konsistensi Gembur dan berwarna Coklat
gelap dan hitam. Tanah ini mengandung bahan organik Sedikit dan ber ph rata-
rata 5, memiliki karbon Sedikit dengan sifat permukaan Berumput serasak ciri
khusus tercampur dengan warna diatasnya dan Tidak ada Mattles.
14) Plot 14
Tanah yang ditemukan pada titik plot ini memiliki tekstur lempung
berdebu, tanpa berstruktur. Tanah ini memiliki konsistensi Gembur dan
berwarna dominan Coklat Kemerah-merahan gelap. Tanah ini mengandung
bahan organik Banyak dan ber ph rata- rata 6, memiliki karbon Sedang sifat
permukaan serasak ciri khusus Adanya bercak-bercak hitam dan Mattles Kecil.
15) Plot 15
Tanah yang ditemukan pada titik plot ini memiliki tekstur berdebu,
tanpa berstruktur. Tanah ini memiliki konsistensi Gembur dan berwarna
dominan Coklat gelap, tanah ini tidak mengandung bahan organik hanya ber ph
rata- rata 5. Tidak memiliki karbon, tidak ada sifat permukaan, tanpa ada ciri
khusus, dan tidak ada Mattles.
70 | P a g e
B. Tanah dan Faktor-faktor Pembentuknya
1. Pengaruh Iklim Terhadap Karakteristik Tanah di Daerah Kajian
Penelitian
71 | P a g e
tanah adalah untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap
tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH
sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut di
dalam air. Sedangkan pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap tanaman
karena diikat oleh Al, dan pada tanah alkalis unsur P juga tidak dapat diserap
tanaman karena difiksasi oleh Ca.
72 | P a g e
Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).
Gambar 4.8: Curah hujan rata–rata dari Tahun 2002–2011
2. Pengaruh Organisme Terhadap Karakteristik Tanah di Daerah Kajian
73 | P a g e
Berdasarkan telaah dari berbagai hasil penelitian, dapat dirumuskan
adanya beberapa karakter pinus yang berpotensi sebagai pengendali tanah
longsor, yaitu:
a. Daun dan tajuk pinus dapat mengurangi hujan netto melalui proses
intersepsi, Mulyana et al. (2002) dalam Pusat Pengembangan
Sumberdaya Hutan Perhutani (2002) menyebutkan bahwa kehilangan
air (curah hujan) akibat proses intersepsi dari hutan pinus adalah yang
tertinggi (15,7%) dibandingkan hutan agathis (14,7%) dan puspa
(13,7%). Sementara itu menurut Pudjiharta dan Salata (dalam Yonky
dan Wuri, 2008: 235) menemukan bahwa total intersepsi dari hutan
pinus umur 10 - 30 tahun berkisar antara 15 - 39,7%. Pengurangan
jumlah hujan netto (jumlah curah hujan yang sampai pada tanah)
melalui kemampuan intersepsi pada tanaman pinus, berarti dapat
mengurangi jumlah air infiltrasi yang dapat menjadi beban atau faktor
penggelincir dalam proses terjadinya longsor pada tanah-tanah miring.
b. Akar pinus yang panjang dan dalam dapat memperkuat tanah, menurut
Daniel et al (dalam Yonky dan Wuri, 2008: 235) sebagai pohon yang
memiliki buah besar, pinus secara genetis memiliki perakaran tunggang
yang dalam, sehingga akarnya dapat menembus lapisan yang kuat dan
dalam. Sifat genetis pinus tersebut berpeluang tinggi dalam memperkuat
tanah atau meningkatkan kekuatan tahanan geser tanah.
c. Pinus memiliki nilai evapotranspirasi yang tinggi sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya longsor, pinus sebagai pohon yang
evergreen memiliki nilai evapotranspirasi yang besar dibandingkan
dengan jenis pohon lain. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pudjiharta
(1995) di Ciwidey, nilai evapotranspirasi pinus adalah sebesar 64,5%
dari total curah hujan. Hal ini tentu amat baik bagi pengurangan tekanan
air pori tanah yang dapat memicu longsoran.
Kesimpulannya bahwa pohon pinus yang telah dibudidayakan sebagai
tanaman reboisasi di Jawa memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
pohon pengendali tanah longsor. Sifat-sifat pinus, yaitu 1) dapat mengurangi
jumlah curah hujan netto dengan tingginya nilai intersepsi, 2) memperkuat
74 | P a g e
lereng melalui perakaran yang panjang dan dalam, 3) dapat mengurangi gaya
beban oleh air melalui evapotranspirasi yang tinggi, 4) berat pohon pinus yang
tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dapat meningkatkan tegangan
kekang pada bidang longsor, menjadikan pinus memiliki potensi untuk
mengurangi kerentanan dan terjadinya tanah longsor. Selain itu produk utama
pinus berupa getah, dapat mempertahankan keberadaan tegakan pohon pinus
sebagai pohon pengendali longsor.
3. Pengaruh Bahan Induk Terhadap Karakteristik Tanah di Daerah
Kajian Penelitian
75 | P a g e
erupsi G. Tangkuban Parahu adalah kelompok piroksen dari jenis ortopiroksen
yaitu hypersthene dan kelompok amfibol yaitu hornblende. Selain itu terdapat
juga sedikit kelompok klinopiroksen, yaitu diopsid, dan mineral berat lainnya
seperti biotit, korondum, dan magnetit. Berdasarkan kenampakan mikroskopis
mineral ringan yang paling dominan adalah kelompok feldspar yaitu plagioklas
dominan albit. Terdapat juga mineral ringan lainnya yaitu kuarsa dan alkali
feldspar. Selain itu menurut Hardjowigeno (1987: 29) bahwa sifat-sifat bahan
induk akan masih tetap terlihat, misalnya pada tanah yang bertekstur pasir
adalah akibat dari kandungan pasir yang tinggi dari bahan induk. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pengamatan bahwa tanah pada plot 6 jalur B Tangkuban Parahu
yang diambil sekitar 20 meter dari kawah gunung api menunjukan kandungan
pasir yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan plot 7 yang berjarak sekitar
1 km dari kawah gunung api. Hal tersebut terjadi karena tanah di daerah sekitar
kawah adalah tanah yang baru terbentuk. Biasanya tanah tersebut memiliki
karakteristik tidak subur, pH sangat asam, bertekstur pasir, strukturnya lepas,
dengan solum tanah yang dangkal.
Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah
adalah topografi. Topografi adalah perbedaan ketinggian tempat atau lereng
dari suatu daerah yang didasarkan pada suatu dataran tinggi, sedang, sampai
pada dataran rendah (lembah). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
menunjukkan bahwa struktur tanah pada semua titik sampel tanah umumnya
sama yaitu berstruktur granular/butir-butir serta remah karena di dominasi oleh
tekstur partikel berukuran sedang dengan kelas tektur berlempung dengan
kandungan fraksi pasir dan debu yang hampir sama dan sedikit fraksi liatnya.
Pada umumnya tanah yang memiliki stuktur granural merupakan tanah yang
sangat baik untuk pertanian lahan kering karena tanah yang seperti ini banyak
mengandung bahan organik dan sifatnya sangat mudah diolah. Mengenai hal ini
diungkap oleh Romig et al. (1995) bahwa struktur tanah yang remah/kersai atau
bersatu tapi tidak keras merupakan tanah dengan kriteria sehat sedangkan
76 | P a g e
struktur tanah yang lekat atau teguh dan terpisah-pisah merupakan tanah yang
tidak sehat.
77 | P a g e
tahun untuk membentuk tanah dewasa. Menurut Van Bemmelen (1934) wilayah
kajian penelitian berbahan induk andesit berumur holosen (10.000 tahun yang
lalu) yang berasal dari erupsi Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Mindano.
Sehingga tanah nya merupakan tanah dewasa dengan proses lanjut
pembentukan horizon B muda (Bw). Tanah jenis ini biasanya mempunyai
kemampuan tinggi dalam bereproduksi karena unsur hara di dalam tanah cukup
tersedia dan pelapukan serta pencucian hara belum lanjut.
Penggunaan lahan setiap lokasi plot pada praktikum ini ada 3, yaitu
semak belukar pada plot 1 jalur A; perkebunan pada plot 2 – 5 jalur A, plot 9 –
10 jalur B, dan plot 11 – 15 jalur C; serta hutan rimba pada plot 6 – 8 jalur C.
Penggunaan lahan hutan memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah
seperti kadar air, permeabilitas, dan porositas. Lahan hutan merupakan kontrol
terhadap penggunaan lahan yang lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
lahan hutan memiliki nilai sifat fisik yang lebih baik dibandingkan penggunaan
lahan lainnya. Semakin rapat vegetasi dan semakin sedikit pengaruh campur
tangan manusia dalam hal pengolahan lahan maka akan semakin baik sifat fisik
tanah tersebut. Penggunaan lahan hutan menunjukan pengaruh yang nyata
terhadap C-organik, N-total dan K-tersedia. Kandungan C-organik pada lahan
hutan lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya dikarenakan
78 | P a g e
tingginya variasi vegetasi dan serasah yang menyumbang bahan organik lebih
banyak di bandingkan penggunaan lahan lainnya. Siklus N di lahan hutan
merupakan siklus tertutup antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme, kondisi
tersebut merupakan kondisi ideal ketersediaan Nitrogen di dalam tanah.
(Ayuningtias dkk, 2016: 28 - 29)
Menurut Shoji yang dikutip oleh Ayuningtias dkk (2016: 29) Nilai K
tersedia pada lahan hutan tergolong tinggi sedangkan pada kebun teh ren-dah.
Hal tersebut seiring dengan nilai pH pada masing-masing penggunaan lahan
dimana ni-lai pH lahan hutan lebih rendah dibandingkan kebun campuran. Nilai
pH memilik hubungan negatif dengan ketersediaan K yaitu saat pH naik maka
konsentrasi K akan menurun. Tanah Andisol memiliki kandungan mineral
muskovit yang banyak mengandung K dan Mg. Kandungan P tersedia pada
lahan hutan lebih rendah dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut
dikarenakan jerapan fosfat yang sangat kuat oleh mineral liat nonkristalin
alofan, imogolit dan ferihidrit sehingga sangat sedikit tersedia bagi tanaman.
Mineral alofan mampu meretensi P hingga 97,8 %, dan keberadaan Al dan Fe
dalam bentuk amorf juga mempunyai kemampuan dalam mengikat P
(Sukarman dan Dariah, 2014).
79 | P a g e
Sedangkan perkebunan yang berkembang di lokasi daerah kajian
penelitian diantaranya adalah perkebunan kopi bercampur dengan pohon pinus,
yang terdapat pada plot 2, 3, 4, dan sebagian 5. Hasil pengukuran yang
dilakukan oleh Dariah, dkk dalam jurnalnya yang berjudul “Kualitas Tanah
pada Lahan Usahatani Berbasis Tanaman Kopi” (2005: 53) respirasi tanah
menunjukkan bahwa aktifitas mikroorganisme pada lahan kopi nyata lebih
rendah dibanding pada lahan hutan, baik yang dikelola secara monokultur
maupun secara kebun campuran. Selain itu, respirasi tanah meningkat dengan
bertambahnya umur tanaman kopi. Tanaman kopi mempunyai kemampuan
untuk memulihkan sifat fisik tanah (dengan berkembangnya umur kopi), seperti
ditunjukkan oleh adanya beberapa parameter sifat fisik (yakni pori drainase
cepat dan pori air tersedia) yang tidak berbeda nyata dengan lahan hutan. Lahan
kopi dewasa cenderung mempunyai sifat fisik tanah (bobot isi, ruang pori tota,
dan distribusi pori) lebih baik dibandingkan lahan kopi muda.
80 | P a g e
memiliki suhu terendah 16° C dan tertinggi 28° C
dengan curah hujan yang turun berkisar antara
1500 – 3000 mm per tahun dan termasuk ke dalam
curah hujan yang tinggi.
81 | P a g e
lahan yaitu semak belukar, hutan rimba dan
perkebunan.
82 | P a g e
banyak; nilai pH 5 – 6; fauna activity sedikit, sedang sampai banyak; dan
memiliki perakaran sedang sampai banyak dengan ukuran akar relatif kecil
sampai sedang.
83 | P a g e
(Pegunungan Ijen). Salah satu pernyataan dalam sistem klasifikasi Dudal
dan Soepraptohardjo (1957, 1961) adalah bahwa tanah Andosol umumnya
dijumpai di dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 750 sampai 3.000 m dpl.
Bentuk wilayah atau topografi merupakan salah satu faktor pembentuk
tanah yang sangat mempengaruhi proses pembentukan tanah dan
pengelolaannya. Dilihat dari sisi bentuk wilayahnya tanah Andosol
menyebar pada daerah berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung.
Lebih lanjut diterangkan bahwa tanah Andosol di Indonesia sebagian besar
(61,99%) menempati daerah dengan bentuk wilayah bergunung, urutan
kedua di daerah berbukit (16,38%) dan yang paling sedikit menempati
daerah datar sampai berombak (8,69%). Namun demikian, sebagian besar
dari tanah tersebut terletak pada daerah berbukit sampai bergunung.
84 | P a g e
umumnya berupa bahan vulkanik bersifat andesitik, dasitik dan basaltik.
Bahan-bahan tersebut umumnya berupa bahan lepas seperti lahar, abu
vulkanik dan tuff baik yang bersifat masam, intermedier maupun basa. tanah
Andosol di Gunung Tangkuban Parahu, Perkebunan Ciater, Kabupaten
Bandung berkembang dari bahan induk vulkanik andesitik berumur
Holosen. Bahan vulkanik andesitik pembentuk tanah Andosol yang paling
banyak penyebarannya di Indonesia, dijumpai mulai dari Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, memanjang sampai ke Kabupaten Flores Timur.
(Sukarman dan Ai Dariah (2014: 35 - 36).
3. Iklim Andosol
85 | P a g e
Dikatakan di uraian sebelumnya bahwa Kecamatan Lembang
mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu rata-rata 20,04°C, persentase
kelembaban rata-rata 84, 63% dan curah hujan bulanan rata-rata 160,58 mm
selama sepuluh tahun terakhir. Sedangkan menurut Fakta dan Analisis
Detail Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Lembang (2002)
menyebutkan bahwa Kecamatan Lembang memiliki suhu terendah 16° C
dan tertinggi 28° C dengan curah hujan yang turun berkisar antara 1500 –
3000 mm per tahun dan termasuk ke dalam curah hujan yang tinggi.
86 | P a g e
diamana ekosistemnya sengaja dijaga dan dikelola agar tidak rusak. Lalu
vegetasi pinus yang berada di daerah sekitar Jayagiri, Gunung Putri, Cikole,
samapi ke Ciater sebagiannya merupakan lahan konservasi.
87 | P a g e
kecokelatan, dan cokelat kehitaman. Mengenai konsistensi ditemukan mulai
dari gembur, teguh, lekat, dan lepas tergantung keadaaan tanahnya serta
mempunyai sifat licin.
88 | P a g e
subangular.( Sukarman dan Ai Dariah, 2014: 47). Hasil analisis menunjukan
bahwa tanah memiliki konsistensi mulai dari gembur, teguh, lekat, dan lepas
tergantung keadaaan tanahnya. Artinya tanah di lokasi penelitian tergolong
kepada tanah lembab dan basah serta sebagiannya memiliki kandungan C
rendah dengan konsentrasi liat yang tinggi.
89 | P a g e
ditemukan adanya tanah dengan pH 5 – 6 yang tergolong masam. Dengan
demikian nilai pH yang ditemukan di lapangan cocok dengan pernyataan di
atas bahwa tanah andosol kebanyakan memiliki nilai pH antara 4,5 – 5.5
dan antara 5,5 – 6,5.
90 | P a g e
epipedon mollik atau umbrik atau kambik mempunyai bulk density kurang
dari 0,85 g/cc banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 50 % terdiri
dari abu vulkanik vitrik, cinders, atau bahan pyroklastik lain.
91 | P a g e
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
92 | P a g e
mineral ringan yang paling dominan adalah kelompok feldspar yaitu
plagioklas dominan albit.
4. Topografi mempengaruhi tanah dalam beberapa sifat, seperti tekstur,
struktur, konsistensi, kandungan bahan organik, kedalaman solum dan lain-
lain. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa
struktur tanah pada semua titik sampel tanah umumnya sama yaitu
berstruktur granular/butir-butir serta remah. Lalu konsistensi tanah pada tiap
titik pengamatan memiliki konsistensi gembur, teguh, sampai lepas. Hal ini
menunjukkan bahwa tanah yang konsistensi gembur merupakan tanah yang
mudah diolah sedangkan tanah dengan konsistensi teguh merupakan tanah
yang kurang baik karena agak sulit untuk dicangkul. Serta tekstur tanah
dimana di daerah tinggi (puncak) tanah bertekstur pasir karena masih baru
terbentuk.
5. Wilayah kajian penelitian berbahan induk andesit berumur holosen (10.000
tahun yang lalu) yang berasal dari erupsi Gunung Tangkuban Parahu dan
Gunung Mindano. Sehingga tanah nya merupakan tanah dewasa dengan
proses lanjut pembentukan horizon B muda (Bw).
6. Penggunaan lahan setiap lokasi plot pada praktikum ini ada 3, yaitu semak
belukar, perkebunan, serta hutan rimba. Penggunaan lahan hutan
menunjukan pengaruh yang nyata terhadap C-organik, N-total dan K-
tersedia. Kandungan C-organik pada lahan hutan lebih tinggi dibandingkan
penggunaan lahan lainnya dikarenakan tingginya variasi vegetasi dan
serasah yang menyumbang bahan organik lebih banyak di bandingkan
penggunaan lahan lainnya. Siklus N di lahan hutan merupakan siklus
tertutup antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme, kondisi tersebut
merupakan kondisi ideal ketersediaan Nitrogen di dalam tanah. Nilai K
tersedia pada lahan hutan tergolong tinggi sedangkan pada kebun teh
rendah. Hal tersebut seiring dengan nilai pH pada masing-masing
penggunaan lahan dimana ni-lai pH lahan hutan lebih rendah dibandingkan
kebun campuran. Kandungan P tersedia pada lahan hutan lebih rendah
dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut dikarenakan jerapan
fosfat yang sangat kuat oleh mineral liat nonkristalin alofan, imogolit dan
93 | P a g e
ferihidrit sehingga sangat sedikit tersedia bagi tanaman. Sedangkan
perkebunan yang berkembang di lokasi daerah kajian penelitian diantaranya
adalah perkebunan kopi bercampur dengan pohon pinus. Hasil pengukuran
menunjukan respirasi tanah menunjukkan bahwa aktifitas mikroorganisme
pada lahan kopi nyata lebih rendah dibanding pada lahan hutan, baik yang
dikelola secara monokultur maupun secara kebun campuran. Selain itu,
respirasi tanah meningkat dengan bertambahnya umur tanaman kopi.
7. Pengaruh berbagai faktor pembentuk tanah terhadap karakteristik tanah di
daerah penelitian secara umum adalah: tanah di lokasi penelitian memiliki
tebal solum mulai dari 30 cm sampai dengan > 150 cm; berstruktur granuler
dan remah; memiliki tekstur pasir, debu, lempung, pasir berlempung,
lempung berdebu, lempung liat berpasir, lempung berpasir, lempung berliat,
dan lempung liat berdebu; dengan warna warna cokelat kekuningan gelap,
cokelat pekat, cokelat sangat pekat, cokelat kemerahan gelap, cokelat
kemerahan, merah kekuningan, merah gelap, cokelat, hitam, cokelat terang,
merah kecokelatan, dan cokelat kehitaman; batas horizon mulai dari baur,
berangsur, nyata, jelas, dan bergelombang; konsistensi mulai dari gembur,
teguh, lekat, dan lepas; mottles dari Fn dan Mn; bahan organik sedikit,
sedang sampai banyak; nilai pH 5 – 6; fauna activity sedikit sampai banyak;
dengan perakaran sedikit sampai banyak ukuran akar relatif kecil sampai
besar.
8. Setelah dilakukannya analisis terhadap sifat-sifat tanah hasil temuan,
dibandingkan dengan berbagai referensi dan hasil penelitian penulis
menemukan kesamaan dan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi,
sehingga penulis memiliki kesimpulan kasar bahwa di lokasi penelitian
umumnya berjenis tanah Andosol serta Entisol/Inceptisol.
94 | P a g e
B. Saran
1. Diharapkan agar cukup menguasai teori tentang ilmu tanah terlebih dulu
sebelum melakukan pengamatan di lapangan.
2. Lakukan pengecekan dan usahakan agar setiap kelompok membawa alat
dan bahan yang akan digunakan dilapangan, tidak disarankan untuk
meminjam dari kelompok lain kecuali alat dan bahan tersebut memang
terbatas dan tidak dapat digantikan dengan yang lain.
3. Lakukan analisis dan pengolahan data secepat mungkin setelah melakukan
observasi lapangan. Karena keadaan sampel tanah mungkin saja berubah
karena kondisi yang berbeda.
4. Perbanyak dokumentasi sebagai bukti otentik dari berbagai kegiatan
praktikum.
95 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Afindani, Dodih, Dkk. (2011). Pengamatan Profil Tanah Di Desa Ciater, Desa
Berkembang Dari Dua Formasi Geologi Dan Umur Bahan Erupsi Gunung
Tangkuban Parahu”, Soilrens 15. (1). 20 – 28.
Ayuningtias, Nurina Hanum dkk. (2016). “Analisa Kualitas Tanah Pada Berbagai
Daniel, T.W., J.A. Helms, dan F.S. Baker. (1995). Prinsip - Prinsip Silvikultur
Dariah, Ai dkk. (2005). “Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Tanaman
Darmawijaya, M.Isa. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah
Devnita, Rina dkk. (2016). “Kajian Mineral Fraksi Pasir pada Andisol yang
Devnita, Rina. (2012. Identifikasi Mineral Berat dan Ringan pada Andisol yang
96 | P a g e
Desain Jaringan Tersier dan PIB D.I. Batang Asai Kabupaten Sarolangun (MYC)
Perkasa.
Indrajaya, Yonky Dan Wuri Handayani. (2008). “Potensi Hutan Pinus Merkusii
Kondisi umum Daerah Kecamatan Lembang tanpa tahun (tt), Repository IPB,
Nuri Nursjahbani. (2016). Pemetaan Sifat Fisik Dan Kimia Tanah Pada Tegakan
97 | P a g e
Primadani, Prasti. 2008, Pemetaan Kualitas Tanah Pada Beberapa Penggunaan
Lahan Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar, Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Pudjiharta, Ag. (1995). Hubungan Hutan dan Air. Informasi Teknis 53 : 4-7. Pusat
Penelitian dan Pengembang-an Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Rafi’I, Suryatna. (1982). Ilmu Tanah. Bandung: Penerbit Angkasa.
Romig, D.E, M.J Garlynd, R.F. Harris and K. McSweeney. (1995). How Farmers
assess soil health and quality. J. Soil Water. 50:225-232.
Sartohadi, Junun. (2012). Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Solihin, Muhammad Amir dan Betty Natalie Fitriatin. (2017). “Sebaran Mikroba
98 | P a g e
LAMPIRAN
lapisan I II III IV V
symbol
depth (cm)
horizon boundary
kriteria
matrix color
warna
kadar
mottles ukuran
bandingan
kadar
kekuatan
concretion
ukuran
warna
Ph
texture
consistency
perkembangan
structure kekerasan
bentuk
organik matter
fauna activity
clay skin
kadar
cracks
ukuran
kadar
pores
ukuran
kadar
rootes
ukuran
kadar
stones
jenis
TABEL PENGAMATAN PROFIL BORING
drainase: altitude: rentis:
lokasi: Jayagiri
no:
referensi: tanggal:
ciri-ciri
kedalaman warna karatan tekstur konsistensi konkresi pH
khusus
microrelief:
Andri 1602332 √ √ √ √ √ √ √
M.Akbar 1605894 √ √ √ √ √ √
Bunga 1603993 √ √ √ √ √ √ √
Lutfia 1601837 √ √ √ √ √ √ √
Tiara 1600104 √ √ √ √ √ √ √
wibisono 1600329 √ √ √ √ √ √
Tabel profil tanah jalur A Jayagiri
A1 A2 B1 B2 A1 A2 B A1 A2 B1 B2 A1 A2 B1 B2 A1 A2 B1 B2
Nomer I II III IV I II III I II III IV I II III IV I II III IV
(Gambar Plot
11-15)
Karakteristik A B1 B2 O A1 B1 B2 B3 A B1 B2 A B1 B2 A B1 B2 B3
Nomer I II III I II III IV V I II III I II III I II III IV
Kedalaman 0-18 18-31 >31 0-30 30-40 42-56 56-70 70-100 0-60 60-98 >98 0-36 36-61 61-80 >80
Pasir Pasir
Tekstur Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Baur Baur Baur Debu Debu Debu Debu Debu Debu Debu
Berlempung Berlempung
Lemah- Sedang- Lemah- Lemah- Lemah- Lemah-
Lemah- Sedang- Sedang- Kuat-Halus-
Struktur Lemah Sedang Kuat Lemah Kuat Kuat Kuat Sedang Sangat Kasar- Kasar- Kasar- Kasar- Halus-Butir- Kasar-
Halus Kasar Kasar Prisma
Prisma Prisma Prisma Prisma butir Prisma
Lempung Lempung Lempung liat Pasir Lempung Lempung Pasir Pasir agak Pasir Lempung
Tek st u r kasar halus kasar Pasir pasir
Berpasir Berpasir berpasir Berlempung Berliat Berliat Berlempung Berlempung kasar berlempung Liat Berpasir
Lemah,
Lemah,
St r u k t u r - - - - - - - - - - - - - - Kasar,
Kasar, Butir
Butir
pH 5 5 5 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5 6 5 6
sedikit,
sedikit, kecil medium, kecil,
K ar at an sedang, - - - - - - - - - - - - -
dan baur dan baur
dan jelas
Tanah
Semakin ke
tanah tanah tanah lebih berwarna
bawah
mudah berwarna cerah dan warna tanah hitam pekat
C ir i K h u su s Lereng 12% - - - - - - - warna tanah
ditumbuhi agak tidak banyak hitam pekat dari mulai
semakin
rerumputan cerah akar kedalaman
gelap
70 cm
Tabel boring jalur B Gunung Tangkuban Parahu
0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 0-20 20-40 40-70 70-90 90-100 0-23 24-35 36-50 51-68 69-82 0-80 81-125 126-175 0-30 30-60 60-100 100-160 >160 0-100 100-120
5 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 5 5 5 5 6 5
kecil/sedik
- - - - - - - - - - - - - - - - - - tidak ada
it
- - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - -
Tabel boring jalur C Gunung Putri
10 sampai
0-100 100-120 100-120 0-50 50-70 70-130 130-150 0-30 cm 30-50 cm 50-65 65-85 >85 0-10 10-130 130-150 0-10 65-95 95-130 130-180
65
Aga Agak
aga lembut lembut Halus Halus Halus halus halus
kasar Halus
6 5 5 6 6 6 6 5 5 5 5 5 6 6 5 6 6 5 5 5
Mulai
mendekati
horizon C tercampur
Butir- adanya adanya adanya
Butir-butir Butir-butir karena dengan
butir - - - bercak bercak bercak
tanah tanah terdapat batu warna
tanah hitam hitam hitam
batu diatasnya
berukuran
sedang