Anda di halaman 1dari 4

Nama/Nim : Fadillah Hanum / 7203510033

Tanggal : 11-11-2021
Topik : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN PERUSAHAAN
MANUFAKTUR PADA PT BURSA EFEK INDONESIA

Penulis : Berna Ratna Sari*)1, Atik Djajanti*)


Tahun : 2021
Judul : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN PERUSAHAAN
MANUFAKTUR PADA PT BURSA EFEK INDONESIA
Jurnal : Jurnal Aplikasi Manajemen dan Bisnis
Volume : Vol. 7 No. 3 , Hal 592-601

Landasan Teori : sebagai atas investasi pada saham perusahaan diharapkan dapat meningkatkan
kekayaan investor. Sesungguhnya perusahaan tidak diharuskan membagi dividen setiap tahun,
tetapi pemegang saham lebih menghargai saham-saham yang membagikan dividen secara rutin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Kami menganalisis hubungan antara kebijakan dividen
perusahaan dengan berbagai variabel penentu yang digunakan yaitu siklus hidup perusahaan,
kemampulabaan, struktur modal, likuiditas, aset perusahaan, dan kepemilikan saham
institusional. Dengan menggunakan analisis data panel dan analisis regresi berganda, kami
mengolah data dari laporan keuangan untuk periode tahun 2014-2016. Kami menemukan bahwa
kemampulabaan, struktur modal dan aset perusahaan berpengaruh signifikan terhadap dividen.
Penelitian ini memberi tambahan bukti empiris yang menjelaskan teori siklus hidup dan
pensinyalan pada kebijakan dividen perusahaan.
Metode subyek : Hasil investasi ini akan diperoleh baik melalui dividen dan atau capital gain. Di
sisi lain, pembagian dividen oleh perusahaan dapat dilakukan secara tunai atau dalam bentuk
saham. Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dapat diterima berulang kali
oleh investor selama investasi tersebut masih dimiliki oleh pemegang saham, sedangkan capital
gain adalah pengembalian pada akhir kepemilikan atau pada saat saham dijual.
Kebijakan dividen terkait dengan pengambilan keputusan yang pada hakekatnya merupakan
kewenangan manajemen dengan persetujuan Direksi melalui rapat umum pemegang saham
(RUPS). Kebijakan distribusi meliputi (1) tingkat distribusi, (2) Bentuk distribusi (uang tunai,
saham, atau aset) dan (3) stabilitas distribusi mengikuti prinsip-prinsip dasar, aturan dan praktik
tertentu yang digunakan oleh perusahaan. Perusahaan sebagai entitas yang menerima dana
investor tidak diwajibkan membayar dividen setiap tahun. Demikian pula tidak ada ketentuan
yang pasti mengenai proporsi keuntungan yang harus dibagikan. Namun jika dilihat dari Tabel 1
terlihat bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang membagikan dividen
cukup besar, yaitu sekitar 41-45% dari jumlah perusahaan yang tercatat di BEI dan sekitar 60%
perusahaan secara konsisten membayar dividen dalam 4 tahun. Para pemegang saham ingin
membayar dividen atas investasi yang telah dilakukan. Pemegang saham, meskipun dikenakan
pajak atas penerimaan dividen, akan lebih menghargai saham yang rutin membagikan dividen.
Oleh karena itu, kebijakan dividen dapat mempengaruhi harga saham (Baker & Powel, 2012).
Pemegang saham sebenarnya menghadapi risiko yang cukup besar karena penentuan dividen
oleh perusahaan. Dengan demikian, kebijakan dividen yang benar sebagai teka-teki yang terus-
menerus dalam keuangan modern adalah teka-teki dividen (Frankfurter & Wood, 2002). akan
lebih menghargai saham yang rutin membagikan dividen. Oleh karena itu, kebijakan dividen
dapat mempengaruhi harga saham (Baker & Powel, 2012). Pemegang saham sebenarnya
menghadapi risiko yang cukup besar karena penentuan dividen oleh perusahaan. Dengan
demikian, kebijakan dividen yang benar sebagai teka-teki yang terus-menerus dalam keuangan
modern adalah teka-teki dividen (Frankfurter & Wood, 2002). akan lebih menghargai saham yang
rutin membagikan dividen. Oleh karena itu, kebijakan dividen dapat mempengaruhi harga saham
(Baker & Powel, 2012). Pemegang saham sebenarnya menghadapi risiko yang cukup besar karena
penentuan dividen oleh perusahaan. Dengan demikian, kebijakan dividen yang benar sebagai
teka-teki yang terus-menerus dalam keuangan modern adalah teka-teki dividen (Frankfurter &
Wood, 2002).
Dalam literatur telah banyak model teoritis dan pengujian empiris yang dilakukan oleh peneliti
untuk menjelaskan perilaku dividen perusahaan, seperti model asimetri informasi dan teori siklus
hidup (Frankfurter, 2001).
Mitigasi asimetri informasi antara manajer dan pemilik adalah dasar untuk tiga upaya yang
berbeda untuk menjelaskan kebijakan dividen perusahaan, yaitu model sinyal, teori biaya agensi
dan hipotesis arus kas bebas (Frankfruter, 2001). Perusahaan dapat menggunakan dividen
sebagai sinyal positif kepada investor mengenai harga saham (Baker & Powel, 2012 dan Pettit,
1972). Penyimpangan atau gangguan dalam perspektif signalling theory dapat terjadi jika pasar
tidak menangkap sinyal dengan baik. Benartzi, Michaely, & Thaler (1997) menyimpulkan tidak
ada bukti hubungan positif antara perubahan dividen dan perubahan laba masa depan.
Perusahaan jarang menurunkan dividen meskipun prospeknya suram (Frankfruter, 2001).
Dalam Model Informasi Asimetris, kebijakan dividen dapat mengurangi konflik kepentingan
antara pemegang saham dan manajer perusahaan terutama ketika organisasi menghasilkan arus
kas bebas yang substansial Teori biaya keagenan menjelaskan (1) manfaat utang dalam
mengurangi biaya keagenan arus kas bebas, (2) bagaimana utang dapat menggantikan dividen
dan (3) kepemilikan manajerial dapat meminimalkan biaya agensi (Jensen, 1986). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel dan
membuktikan hipotesis yang dilakukan di Jakarta, Indonesia pada tahun 2018. Hipotesis
berdasarkan tinjauan pustaka yang disajikan model empiris untuk menjelaskan masalah yang
belum terselesaikan dan terbuka untuk studi empiris lebih lanjut ( Ali dkk.2015). Untuk menguji
hipotesis yang diajukan, digunakan laporan keuangan perusahaan yang secara konsisten
membagikan dividen periode 2014-2016. Analisis dilakukan dengan menggunakan data yang
berasal dari pernyataan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Efek
Indonesia.
Teknik analisis data menggunakan data panel yang menggabungkan data time series dan cross
section. Data panel dapat menghasilkan informasi yang lengkap dengan tingkat variabilitas yang
tinggi, mengurangi kolinearitas antar variabel, lebih banyak derajat kebebasan dan lebih efisien.
Persamaan regresi panel berbeda membentuk deret waktu reguler atau regresi cross section
dengan subskrip ganda yang dilampirkan pada setiap variabel. Berbagai pilihan regresi data panel
dijalankan, panel Ordinary Least Square (OLS), model fixed effect, dan model random effect.
Manipulasi /Rekayasa : Melakukan pengembangan hipotesis dan melakukan penelitian terhadap
data . Data penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari website www.idx.go.id.
Perusahaan Dalam Klasifikasi (3) Industri Dasar dan Kimia, (4) Aneka Industri, (5) Industri Barang
Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode laporan tahun 2014
- 2016. Sampel penelitian diperoleh dengan metode purposive sampling. Kriteria pemilihan
sampel pada Tabel 3. Gambaran variabel penelitian berdasarkan sampel yang ada dapat dilihat
pada Tabel 4. Secara rata-rata terlihat bahwa dividend payout ratio (DPR) di Indonesia sebesar
42,90% relatif sedang dibandingkan dengan Thailand 63,91% (Thanatawee, 2011). Perolehan
ekuitas terhadap total aset (RETA) sebesar 43,20% di perusahaan sampel relatif tinggi
dibandingkan dengan 34,1% yang dilaporkan oleh DeAngelo et al (2006) di AS. Profitabilitas (ROA)
sebesar 11,82%, rata-rata, sama dengan Perusahaan Thailand di sekitar 12,04% (Thanatawee,
2011) tetapi lebih tinggi dari perusahaan AS sebesar 8,6% (DeAngelo et al. 2006), Kanada sebesar
6,3%, Inggris sebesar 7,7%, Jerman sebesar 4,9%, Prancis sebesar 5,6% dan Jepang sebesar 2,7% (
Denis & Osobov, 2008). Struktur permodalan (DER) di Indonesia sebesar 67,5% ditutup menjadi
38.
Berdasarkan penilaian model regresi data tiga panel, Common effect, Fixed effect dan Random
effect Model, dengan menjalankan uji Chow dan uji Hausman, diperoleh Fixed Effect Model
sebagai pilihan terbaik untuk digunakan dalam menganalisis kebijakan dividen. Untuk mengatasi
masalah heterokedastisitas pada regresi fixed effect kami menjalankan model tersebut dengan
menggunakan penampang bobot GLS. Tabel 5 merupakan ringkasan dari hasil statistik regresi
panel
Instrumen : Peneliti memilih variabel penjelas berdasarkan teori alternatif. Seperti yang
dilaporkan dalam pekerjaan empiris, satu set variabel proxy termasuk RETA (Retained Earning on
Total Asset), ROA (Returned on Asset), DER (Debt to Equity Ratio), OCF (Operating Cash Flow), TA
(Total Asset), dan KI (Kepemilikan Kelembagaan). Studi kami ingin mengeksplorasi pensinyalan
dan penjelasan siklus hidup yang memengaruhi kebijakan dividen di perusahaan manufaktur
Indonesia.
Hasil : Data penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari website www.idx.go.id.
Perusahaan Dalam Klasifikasi (3) Industri Dasar dan Kimia, (4) Aneka Industri, (5) Industri Barang
Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode laporan tahun 2014
- 2016. Sampel penelitian diperoleh dengan metode purposive sampling. Kriteria pemilihan
sampel pada Tabel 3. Gambaran variabel penelitian berdasarkan sampel yang ada dapat dilihat
pada Tabel 4. Secara rata-rata terlihat bahwa dividend payout ratio (DPR) di Indonesia sebesar
42,90% relatif sedang dibandingkan dengan Thailand 63,91% (Thanatawee, 2011). Perolehan
ekuitas terhadap total aset (RETA) sebesar 43,20% di perusahaan sampel relatif tinggi
dibandingkan dengan 34,1% yang dilaporkan oleh DeAngelo et al (2006) di AS. Profitabilitas (ROA)
sebesar 11,82%, rata-rata, sama dengan Perusahaan Thailand di sekitar 12,04% (Thanatawee,
2011) tetapi lebih tinggi dari perusahaan AS sebesar 8,6% (DeAngelo et al. 2006), Kanada sebesar
6,3%, Inggris sebesar 7,7%, Jerman sebesar 4,9%, Prancis sebesar 5,6% dan Jepang sebesar 2,7% (
Denis & Osobov, 2008). Struktur permodalan (DER) di Indonesia sebesar 67,5% ditutup menjadi
38. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh Profitabilitas (ROA),
struktur pendanaan (DER) dan aset Perusahaan, sedangkan siklus hidup perusahaan tercermin
dari proporsi laba ditahan (RETA), likuiditas perusahaan (OCF), dan Kepemilikan Institusional ( IO)
tidak berpengaruh signifikan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan menunjukkan dengan
profitabilitas yang tinggi, rasio utang yang tinggi dan rasio pendapatan terhadap total aset (RETA)
yang moderat akan menunda pembagian dividen untuk peluang investasi yang melimpah. Oleh
karena itu RETA yang menunjukkan siklus hidup perusahaan tidak mempengaruhi kebijakan
dividen. Hal ini juga terjadi pada faktor likuiditas perusahaan (OCF) dan kepemilikan saham
institusional (KI). Bukti empiris ini mendukung siklus hidup Firm dan teori Signaling dividen.
Kekuatan Jurnal : Memiliki data data yang sangat lengkap sehinggia membantu para pembaca
untuk mengetahui keaslian data pada jurnal tersebut dan di jurnal ini di penuhi dengan info info
yang cukup luas dan lengkap.
Kelemahan :Kelemahannya sedikit yaitu g agar penelitian ini dilanjutkan, seiring dengan
pertumbuhan pasar modal di Indonesia untuk mendapatkan perusahaan yang matang. Untuk
penelitian selanjutnya, kami menyarankan menggunakan semua sektor perusahaan untuk
mengetahui perilaku kebijakan dividen di berbagai sektor. Sejak DeAngelo et al. (2006), ukuran
skala ekuitas yang dipertahankan, RE/TE, dan RE/TA, telah banyak digunakan sebagai indikator
siklus hidup perusahaan dalam literatur. Namun, hasil ini didasarkan pada sampel perusahaan AS
dan berasal dari pasar keuangan yang berkembang dengan persyaratan pengungkapan yang
tinggi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan indikator siklus hidup perusahaan untuk
menganalisis hubungan siklus hidup dividen dalam rezim pengungkapan rendah untuk mengatasi
hambatan tingkat negara terhadap investasi eksternal seperti Indonesia (Flavin dan Thomas,
2017).

Anda mungkin juga menyukai