Anda di halaman 1dari 14

BAB 10 INFLAMASI

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih
banyak mediator dibanding respons imun didapat. Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap
berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan. Inflamasi dapat lokal, sistemik, akut dan kronis
yang menimbulkan kelainan patologis. Petanda respons inflamasi lokal pertama digambarkan oleh orang
Romawi sekitar 2000 tahun yang lalu berupa kemerahan, bengkak, panas dan sakit.

Pada abad ke 2, Galen menambahkan petanda inflamasi ke 5 berupa kehilangan fungsi alat yang
terkena. Dalam beberapa menit setelah terjadi cedera jaringan, ditemukan vasodilatasi yang
menghasilkan peningkatan volume darah di tempat. Volume darah yang meningkat di jaringan dapat
menimbulkan perdarahan. Permeabilitas vaskular yang meningkat menimbulkan kebocoran cairan
pembuluh darah yang menimbulkan edema.

Dalam beberapa jam leukosit menempel ke sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati
dinding kapiler masuk ke rongga jaringan yang disebut ekstravasasi. Pada pemeriksaan histologik
ditemukan cairan edem dan infiltrasi sel leukosit. Berbagai faktor plasma seperti imunoglobulin,
komplemen, sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik dan sel-set inflamasi sepert : neutrofil,
mastosit, eosinofil, monosit-fagosit, sel endotel dan molekul adhesi, trombosit, limfosit dan sitokin
berinteraksi satu dengan yang lain. Patogen yang menembus sawar luar imunitas nonspesifik seperti
kulit, membran mukosa, infeksi atau cedera jaringan dapat memacu kaskade reaksi inflamasi yang
kompleks.

Pada keadaan normal hanya sebagian kecil molekul melewati dinding vaskular (transudat). Bila terjadi
inflamasi, sel endotel mengkerut sehingga molekul-molekul besar dapat melewati dinding vaskular.
Cairan yang mengandung banyak sel inflamasi disebut eksudat inflamasi. Eksudat inflamasi mempunyai
beberapa fungsi penting. Bakteri sering memproduksi toksin yang dapat merusak jaringan dan
diencerkan oleh eksudat.

I. SEL-SEL INFLAMASI

Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti neutrofil, sel mast, basofil, eosinofil dan makrofag jaringan
berperan dalam inflamasi. Sel-sel tersebut diproduksi dan disimpan sebagai persediaan untuk sementara
dalam sumsum tulang, hidup tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat inflamasi
dipertahankan oleh influks sel-sel baru dari persediaan tersebut. Neutrofil merupakan sel utama pada
inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal
tersebut diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang. Orang dewasa normal
memproduksi lebih dari 10"10 neutrofil per hari tetapi pada inflamasi dapat meningkat sampai 10 kali
lipat.

Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dengan segera dari 5.000/ul sampai
30.000/ul. Peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum
tulang dan persediaan marginal intravaskular. Persediaan marginal ini merupakan sel-sel yang untuk
sementara menempel pada dinding vaskular yang keluar dari sirkulasi. Komposisi leukosit adalah 45%
berada dalam sirkulasi dan 55% marginal.

Proses inflamasi diperlukan sebagai pertahanan pejamu terhadap mikroorganisme yang masuk tubuh
serta penyembuhan luka yang membutuhkan komponen selular untuk membersihkan debris lokasi
cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan. Sel fagosit diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan
asing dan mati di jaringan yang cedera. Mediator inflamasi yang dilepas fagosit seperti enzim, radikal
bebas anion superoksid dan oksida nitrit berperan untuk menghancurkan makromolekul dalam cairan
eksudat. Namun respons inflamasi merupakan risiko yang harus diperhatikan pejamu. Reaksi inflamasi
dapat berhenti sendiri atau responsif terhadap terapi. Namun bila terapi gagal, proses inflamasi kronis
dapat terjadi dan menimbulkan penyakit inflamasi. Bila terjadi rangsangan yang menyimpang dan
menetap, inflamasi bahkan dapat ditingkatkan. Reaksi dapat berlanjut yang menimbulkan kerusakan
jaringan pejamu dan penyakit.

A. Sel endotel

Dalam fungsinya, baik leukosit maupun sel-sel lainnya memerlukan kontak dengan sel lain atau matriks
ekstraselular melalui molekul yang disebut molekul adhesi. Dewasa ini sudah diketahui molekul adhesi
yang diperlukan dalam berbagai proses seperti pematangan leukosit dalam jaringan limfoid, migrasi
leukosit ke jaringan, interaksi antarsel terutama antara sel T, sel B dan monosit. Beberapa molekul
adhesi juga diperlukan dalam aktivasi sel T, CD2, CD44, LFA-1. Protein VLA pada permukaan sel T
membantu menyalurkan sinyal aktivasi melalui reseptor pada sel T.

Sel endotel merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskular. Pada keadaan normal, SE
merupakan permukaan yang tidak lengket sehingga dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan
kebocoran cairan rongga intravaskular. SE juga berperan dalam pengaturan tonus vaskular dan perfusi
jaringan melalui penglepasan komponen vasodilator (prostasiklin/ PGL, adenesin dan EDRF) dan
komponen vasokonstriksi (endotelin). Bila sel endotel rusak, sifat antikoagulasi akan hilang dan
membran basal terpajan, sehingga menimbulkan agregasi trombosit dan leukosit.

B. Molekul adhesi-migrasi leukosit

Pada keadaan normal, leukosit hanya sedikit melekat pada SE, tetapi oleh rangsangan inflamasi, adhesi
antara leukosit dan SE sangat ditingkatkan. Interaksi adhesi diatur oleh ekspresi permukaan sel yaitu
molekul adhesi serta ligan/reseptor-reseptornya. Ikatan leukosit dan SE diawali oleh ekspresi L-selektin
pada permukaan leukosit, P-selektin dan E-selektin pada permukaan SE, dengan reseptornya berupa
hidrat arang. Interaksi ini memungkinkan terjadi marginasi leukosit sepanjang dinding vaskular di tempat
inflamasi.

Penglepasan mediator inflamasi meningkatkan molekul adhesi baik pada sel #sinflamasi (neutrofil,
monosit) maupun pada SE, Hal tersebut meningkatkan adhesi, perubahan arus darah, marginasi dan
migrasi sel-sel seperti neutrofil, monosit dan eosinofil ke pusat inflamasi. Migrasi sel-sel inflamasi
tersehut juga diarahkan oleh faktor-faktor kemotaktik yang diproduksi berbagai sel, mikroba,
komplemen dan sel mast.
Sel-sel yang masuk ke tempat lesi akan melepas produknya yang meneruskan perjalanan proses
inflamasi dan kadang menimbulkan kerusakan jaringan akibat penglepasan oksigen reaktif. IL-1 dan
TNFO, juga endotoksin meningkatkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1 pada permukaan SE
yang berinteraksi dengan ligannya pada permukaan leukosit (ICAM-1 mengikat LFA-1, VCAM-1 mengikat
VLA-4). Perubahan produksi PGI2 dan endotelin mempunyai pengaruh terhadap pertfusi (Tabel 10.1 dan
10.2).

C. Ekstravasasi leukosit

Segera setelah timbul respons inflamasi, berbagai sitokin dan mediator inflamasi lainnya bekerja
terhadap endotel pembuluh darah lokal berupa peningkatan ekspresi CAM. Neutrofil merupakan sel
pertama yang berikatan dengan endotel pada inflamasi dan bergerak keluar vaskular. Ekstravasasi
neutrofil dapat dibagi dalam 4 tahap: menggulir, aktivasi oleh rang-

TABEL ! ! !

sangan kemoatraktan, menempel/adhesi dan migrasi transendotel (Tabel 10.3 dan Gambar 10.1)

Di tempat infeksi, makrofag yang menemukan mikroba melepas sitokin (TNF dan IL-1) yang
mengaktifkan sel endotel sekitar venul untuk memproduksi selektin (ligan integrin dan kemokin).
Selektin berperan dalam pengguliran neutrofil di endotel. Integrin berperan dalam adhesi neutrofil,
kemokin mengaktifkan neutrofil dan merangsang migrasi melalui

TABEL ! ! !

endotel ke tempat infeksi. Monosit darah dan sel T yang diaktifkan menggunakan mekanisme yang sama
untuk bermigrasi: ke tempat infeksi.

ICAM terdiri atas ICAM-I, ICAM2 dan ICAM-3. ICAM-1 dan ICAM-2, E-selektin (ELAM-1) tidak ditemukan
pada sel endotel dalam keadaan normal. Jumlahnya meningkat pada sel endotel yang diaktifkan oleh
TNF-a, IL-1 atau endotoksin. SE yang dirangsang juga melepas peptide (IL-8) berat molekul rendah
dengan sifat kemotaktik untuk leukosit, neutrofil. 1IL-8 juga mengaktifkan neutrofil di tempat infeksi
bakteri dan selama sepsis. SE juga melepas MCP-I atas pengaruh sitokin yang diduga berperan dalam
pengerahan selektif monosit dari sirkulasi ke tempat jaringan yang rusak. Ekspresi ICAM-I meningkat
pada endotel saluran napas, epitel konjungtiva dan hidung penderita alergi setelah dilakukan provokasi
dengan alergen seperti tungau debu rumah.

LFA-1 merupakan ligan dari ICAM-1 (CD50 yang merupakan reseptor virus rino) dan ICAM-2. Sel-sel yang
berperan dalam presentasi antigen seperti-sel B, APC, monosit-makrofag, mengekspresikan banyak LFA-
1, Ekspresi LFA-1 ditingkatkan oleh mediator seperti CSa, LTB4, PAF dan TNF-a.

TABEL ! ! !

Sel menggulir atas pengaruh ikatan antara selektin dan endotel vaskular dengan musin pada permukaan
neutrofil. Kemokin atau kemoatraktan lam mengikat reseptor spesifik pada neutrofil dan mengaktifkan
jalur sinyal transduksi yang menghasilkan dalam perubahan konformasional pada molekul integnin
sehingga memungk nkan untuk menempel dengan kuat pada molekul adhesi di permukaan sel endotel.

II. MEDIATOR INFLAMASI

Inflamasi akut disebabkan oleh penglepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan rusak, sel
mast, leukosit dan komplemen. Meskipun sebab pemicu berbeda, namun jalur akhir inflamasi adalah
sama, kecuali inflamasi yang disebabkan alergi (IgE-sel mast) yang terjadi lebih cepat dan dapat menjadi
sistemik. Mediatorrnediator tersebut menimbulkan edem. bengkak, kemerahan, sakit, gangguan fungsi
alat yang terkena serta merupakan petanda klasik inflamasi. Jaringan yang rusak melepas mediator
seperti trombin, histamin dan TNF-a.

Peran yang belum banyak diketahui pada inflamasi akut ialah peran saraf yang berhubungan dengan SP
yang berperan pada migrasi sel T. NGF merupakan degranulator poten sel mast dan mitogen sel T dan
NP-Y juga merupakan degranulator poten sel mast.

Mikroba dapat melepas endotoksin dan atau eksotoksin, keduanya memacu penglepasan mediator pro-
inflamasi. LPS adalah komponen dinding sel bakteri negatif-Gram, aktivator poliklonal sistem imun,
memacu penglepasan berbagai sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, 1L-12, IL-18, TNF-a dan TNF-P.
Toksin bakteri juga merusak jaringan dan memacu penglepasan trombin, histamin dan sitokin yang
dapat merusak ujung-ujung saraf.

Kejadian tingkat molekular/selular pada inflamasi adalah vasodilatasi, peningkatan permeabilitas


vaskular dan infiltrasi selular. Hal-hal tersebut disebabkan berbagai mediator kimia yang disebarluaskan
ke seluruh tubuh dalam bentuk akuf atau tidak aktif. TNF-a dan IL-1 yang diproduksi makrofag yang
diaktifkan endotoksin asal mikroba berperan dalam perubahan permeabilitas vaskular.

A. Produk sel mast

Produk sel mast merupakan mediator penting dalam proses inflamasi. Beberapa di antaranya
menimbulkan vasodilatasi dan edem serta meningkatkan adhesi neutrofil dan monosit ke endotel.
Vasodilatasi meningkatkan persediaan darah untuk mengalirkan lebih banyak molekul dan sel yang
diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskar inflamasi.

Sel mast juga melepas mediator atas pengaruh penglepasan NP-Y atau NGF. Jadi meskipun mediator
inflamasi yang mengawali inflamasi akut berbeda, jalur proses inflamasi akan melibatkan aktivasi sel
mast (Gambar 10.2).

Kerusakan jaringan yang langsung disebabkan cedera atau endotoksin asal mikroba melepas mediator
seperti prostaglandin dan leukotrin yang meningkatkan permeabilitas vaskular. Sel mast dapat pula
diaktifkan jaringan rusak dan mikroba melalui komplemen (jalur alternatif atau klasik) dan kompleks
1gE-alergen atau neuropeptida. Mediator inflamasi yang dilepas menimbulkan vasodilatasi.

GAMBAR ! ! !
1. Mediator preformed

Penglepasan mediator preformed merupakan salah satu respons pertama jaringan terhadap cedera.
Agregasi trombosit yang segera terjadi yang menyertai kerusakan pembuluh darah berhubungan dengan
penglepasan serotonin, yang memacu vasokonstriksi, selanjutnya agregasi trombosit dan pembentukan
sumbatan trombosit.

Mediator preformed lainnya yang dilepas adalah histamin, heparin, enzim lisosom dan protease, faktor
kemotaktik neutrofil dan eosinofil. Faktor-faktor tersebut menginduksi vasodilatasi arus darah ke
tempat cedera dan mengerahkan sel infamasi spesifik ke tempat. Penglepasan mediator ini berdampak
pada pembuluh darah dan otot sekitar serta menarik sel darah putih tertentu yang diperlukan dalam
respons inflamasi dini.

2. Mediator asal lipid

Oleh membran sel yang rusak, fosfclipid yang ditemukan pada berbagai jenis sel (makrofag, monosit,
neutrofil dan sel mast) dipecah menjadi asam arakidonat dan LysoPAF (Gambar 10.3). Yang akhir
dipecah menjadi PAF yang menimbulkan agregrasi trombosit dan berbagai inflamasi seperti kemotaksis,
aktivasi dan degranulasi eosinofil serta aktivas: neutrofil. PAF adalah fosfolipid yang dibentuk oleh
leukosit, makrofag, sel mast dan sel endotel. Efeknya serupa dengan perubahan yang terjadi melalui IgE
pada anafilaksis dan urtikaria dingin dan juga berperan dalam syok oleh endotoksin.

Asam arakidonat dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolisme
asam araki-

GAMBAR ! ! !

donat melalui jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) dan TX. Berbagai PG diproduksi
oleh berbagai sel. Monosit dan makrofag menghasilkan sejumlah PGE2 dan PGF2, neutrofil
menghasilkan jumlah sedang PGE2 dan sel mast menghasilkan PGD2. PG menunjukkan efek fisiologis
seperti peningkatan permeabilitas vaskular, dilatasi vaskular dan induksi kemotaksis neutrofil. TX
menimbulkam konstriksi pembuluh darah dan agregrasi trombosit. AA juga dimetabolisme melalui jatur
lipoksigenase yang menghasilkan 4 LT yaitu LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4. 3 diantaranya (LTC4, LTD4, dan
LTE4) bersama dulu disebut SRS-A yang menginduksi kontraksi otot polos. LTB4 merupakan
kemoatraktan poten untuk neutrofil. LT diproduksi berbagai sel seperti monosit makrofag dan sel mast.

B. Anafilatoksin produk komplemen

Aktivasi sistem komplemen baik lewat jalur klasik dan alternatif menghasilkan sejumlah produk
komplemen yang meripakan mediator inflamasi penting. Ikatan anafilatoksin (C3a dan CSa) dan
reseptornya pada membran sel mast menginduksi degranulasi dengan penglepasan histamin dan
mediator aktif lainnya. Mediator-mediator tersebut menginduksi kontraksi otot polos dan meningkatkan
permeabilitas vaskular. C3a, CSa dan C3b67 bekerja bersaina dalam menginduksi monosit dan neutrofil
untuk menempel pada endotel vaskular, keluar melalui endotel kapiler dan bermigrasi ke tempat
komplemen diaktifkan di Jaringan. Jadi aktivasi sistem komplemen mengakibatkan keluarnya cairan yang
membawa antibodi dan sel fagosit ke tempat antigen masuk (Gambar 10.4).

C. Mediator-aktivasi kaskade reaksi larut

Kerusakan sel endotel vaskular meningkatkan faktor pembekuan plasma (Faktor pembekuan XII,
Hageman) yang mengaktifkan kaskade fibrin, fibrinolitik dan kinin.

1. Sistem kinin yang diaktifkan oleh cedera jaringan

Sistem kinin merupakan kaskade enzimatik yang dimulai bila plasma clotting factor (faktor Hageman-XII)
diaktifkan oleh cedera jaringan. Faktor Hagerian tersebui mengaktifkan prekalikrein yang membentuk
kalikrein yang mengikat kininogen membentuk bradikinin. Peptida yang poten ini meningkatkan
permeabilitas vaskular, menimbulkan vasodilatasi, menginduksi sakit dan memacu kontraksi otot polos
(Gambar 10.5). Kalikrein juga bekerja dengan mengikat komplemen C5 secara direk yang dijadikan C5a
dan C5b).

2. Sistem pembekuan

Sistem pembekuan yang menghasilkan fibrin memacu penglepasan mediator inflamasi. Kaskade
enzimatik yang lain yang dipicu oleh kerusakan pembuluh darah inenimbulkan sejumlah besar trombin.
Inisiasi respons inflamasi juga memacu sistem pembekuan melalut interaksi antara P-selektin dan PSGL-
1 yang disertai dengan penglepasan faktor jaringan dari monosit yang diaktifkan. Trombin bekerja
terhadap fibrinogen larut dalam cairan jaringan atau plasma yang membentuk benangbenang fibrin
yang tidak larut dan saling bersilangan membentuk bekuan yang

GAMBAR ! ! !

bertungsi sebagai sawar terhadap penyebaran infeksi. Sistem pembekuan dipacu dengan cepat setelah
terjadi kerusakan jaringan untuk mencegah perdarahan dan membatasi penyebaran patogen yang
masuk ke dalam sirkulasi. Fibrinopeptida bekerja sebagai mediator inflamasi, menginduksi peningkatan
permeabilitas vaskular dan kemotaksis neutrofil. Trombosit yang diaktifkan melepas CD40L yang
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, IL-6 dan IL-8 serta meningkatkan ekspresi molekul adhesi.
Integrin CDI 1b/CD18 (MAC-1) mengikat dua komponen sistem

GAMBAR ! ! !

pembekuan, faktor X dan fibrinogen. Ikatan faktor X dengan CDI1b/CD18 meningkatkan aktivitas faktor
X sehingga memacu koagulasi (Gambar 10.6).

3. Sistem fibrinolitik

Pemindahan bekuan fibrin dari jaringan cedera dapat dilakukan melalui sistem fibrinolitik. Produk akhir
dari jalur ini adalah enzim plasmin bentuk aktif dari plasminogen. Plasmin merupakan enzim proteolitik
poten, dapat memecah bekuan fibrin menjadi produk yang terdegradasi, yang merupakan faktor
kemotaktik untuk neutrofil. Plasmin juga berperan dalam respons inflamasi dalam mengaktifkan jalur
klasik komplemen.

D. Sitokin

Sitokin diperlukan pada awal reaksi inflamasi dan untuk mempertahankan respons mflamasi kronis.
Makrofag memproduksi berbagai sitokin dan efeknya terlihat pada Tabel 10.4 dan efeknya terlihat pada
Tabel 10.5.

GAMBAR ! ! !

Endotoksin mikroba mengaktifkan makrofag untuk melepas (TNF-a dan IL 1)yang memacu vasodilatasi,
rnelonggarkan hubungan sel-sel endotel, meningkatkan adhesi neutrofil dan migrasi sel-sel ke jaringan
sekitar untuk memakan mikroba.

III. PERJALANAN INFLAMASI

Proses Inflamasi akan berjalan sampai antigen" dapat | disingkirkan (Gambar 10.7) dan Tabet 10.6. Hal
tersebut pada umumnya terjadi cepat berupa inflamasi akut yang berlangsung beberapa jam sampai
hari. Inflamasi akan pulih setelah mediator-mediator diinaktifkan. Bila penyebab inflamasi tidak dapat
disingkirkan atau terjadi pajanan berulang-ulang dengan antigen, akan terjadi inflamasi kronis.yang
dapat merusak jaringan dan kehilangan fungsi sama sekali.

A. Inflamasi lokal

Inflamasi lokal memberikan proteksi dini terhadap infeksi atau cedera jaringan.

GAMBAR ! ! !

GAMBAR ! ! !

Inflamasi akut melibatkan baik respons lokal dan sistemik. Reaksi lokal terdiri atas tumor, rubor, kalor,
dolor dan gangguan fungsi. Bila darah Peluar dari sirkulasi darah, kinin, sistem pembekuan dan
fibrinolitik diaktifkan. Banyak perubahan vaskutar-yang terjadi dini disebabkan oleh efek direk mediator
enzim plasma seperti bradikinin dan fibrinopeptida yang menginduksi vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas vaskular. Beberapa efek vaskulak disebabkan

GAMBAR ! ! !

efek anafilatoksin (C3a dan CSa) yang menginduksi degranulasi sel mast yang melepas histamin.
Histamiu menimbulkan vasodilatasi dan kontraksi otot polos. PG juga berperan dalam vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular.

Dalam beberapa jam setelah awitan perubahan vaskular, neutrofil menempel pada sel endotel dan
bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga jaringan, memakan patogen dan melepas mediator yang
berperan dalam respons inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan melepas sitokin (IL-I, IL-6 dan TNF-
a) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut menginduksi koagulasi dan IL-
1 menginduksi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel seperti TNF-a yang tneningkatkan ekspresi
selektin-E, IL-! menginduksi peningkatan ekskresi ICAM-I dan VICAM-1. Neurofil, monosit dan limfosit
mengenal molekul adhesi tersebut dan bergerak ke dinding pembuluh darah dan selanjutnya ke
jaringan.

IL-1 dan INF-a juga memacu makrofag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada
influks neutrofil melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-y dan TNF-a juga mengaktifkan
makrofag dan neutrofil. meningkatkan fagositosis dan penglepasan enzim ke rongga jaringan. Lama dan
intensitas inflamasi lokal akut perlu dikontrol! agar tidak terjadi kerusakan jairngan. TGF-B membatasi
respons inflamasi dan memacu akumulasi dan proliferasi fibroblas dan endapan matriks ekstraselular
yang diperlukan untuk perbaikan jaringan. Kegagalan dalam adhesi Isukosit dapat menimbulkan
penyakit seperti terlihat pada defisiensi molekul adhesi.

Respons inflamasi lokal disertai dengan respons fase akut-sistemik. Respons tersebut ditandai oleh
induksi demam, peningkatan sintesis hormon seperti ACTH dan hidrokortison, peningkatan produksi
leukosit dan APP di hati. Peningkatan suhu (demam) mencegah pertumbuhan sejumlah kuman patogen
dan nampaknya meningkatkan respons imun terhadap patogen. CRP merupakan APP yang kadarnya
dalam serum meningkat 1000 kali selama respons fase akut.

Berbagai efektor mekanisme sistem umun nonspesifik biasanya tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi
terkoordinasi dalam respons yang dikenal sebagai respons iniamasi. Inflamasi dapat diartikan sebagai
pengatur untuk memobilisasi berbagai efektor sistem imun nonspesifik dan mengerahkannya ke tempat-
tempat yang membutuhkan. Infeksi atau cedera dapat memacu produksi peptida vasoaktif vang
berperan dalam peningkatan permeabilitas vaskular dan enzim dari kaskade kinin dan plasmin yang
dapat mengaktifkan kaskade komplemen. Kaskade plasmin penting dalam remodeling matriks
ekstraselular yang diperlukan pada penyembuhan luka. Akibat aktivasi komplemen, sel-sel
polimorfonuklear, limfosit dan monosit dapat bermigrasi dari sirkulasi masuk ke jaringan. Ekstravasasi
tersebut diatur oleh sitokin yang diproduksi sel mast (diaktifkan oleh komplemen) dan makrofag
(diaktifkan oleh bakteri) (Gambar 10.8).

Cedera atau infeksi mengaktifkan kaskade plasmin dan kinin. Kaskade kinin menghasilkan peptida
vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas endotel. Enzim dari kaskade kinin juga mengaktifkan
kaskade komplemen. Kaskade plasinin penting dalam remodeling matriks ekstraselular yang menyertai
penyembuhan luka. Enzim dari kaskade plasmin juga mengaktifkan kaskade komplemen. Aktivasi
komplemen menimbulkan migrasi (ekstrayasasi) leukosit seperti polimorfonukleai, limfosit dan monosit,
dan homing ke tempat infeksi atau cedera. Ekstravasasi dan homing juga diatur sitokin yang dihasilkan
sel mast setempat (diaktifkan oleh komplemen) dan makrofag (diaktifkan produk bakteri) (Gambar
10.9).

B. Inflamasi akut
Pada umumnya respons inflamasi akut menunjukkan awitan yang cepat dan berlangsung sebentar.
Inflamasi akut biasanya disertai reaksi sistemik yang disebut respons fase akut yang ditandai oleh
perubahan cepat dalam kadar beberapa protein plasma. Reaksi dapat menimbulkan reaksi berantai dan
rumit yang berdampak terjadinya vasodilatasi, kebocoran vaskulator mikro dengan eksudasi cairan dan
protein serta infiltrasi lokal sel-sel inflamasi,

GAMBAR ! ! !

Inflamasi akut merupakan respons khas imunitas nonspesifik. Inflamasi akut adalah respons cepat
terhadap kerusakan sel, berlangsung cepat (beberapa jam — hari) dan dipacu oleh sejumlah sebab
seperti kerusakan kimiawi dan termal serta infeksi. Infeksi dihadapi oleh makrofag yang melepas
sejumlah kemokin dan sitokin yang menarik neutrofil ke tempat infeksi. Inflamasi dapat juga dipicu oleh
sel mast residen yang cenderung menarik easinofil. Segera setelah inflamasi dipacu berbagai perubahan
terjadi dalam endotel vaskular yang memungkinkan ekstravasasi iimfosit terutama neutrofil, tetapi juga
monosit dan limfosit.

1. Tujuan inflamasi akut

Respons inflamasi akut ditujukan uniuk eradikasi bahan atau mikroorganisme yang memacu respons
awal, Pada beberapa keadaan, eradikasi tidak efektif' atau tidak lengkap sehingga menimbulkan fase

GAMBAR ! ! !

Kerusakan jaringan memacu pembentukan produk komplemen yang berperan sebagai opsonin,
anafilatoksin dan faktor kemotaktik. Bradikinin dan fibrinopeptida yang diinduksi kerusakan endotel
memacu perubahan vaskular. Neutrofil pada umumnya merupakan leukosit pertama yang bermigrasi ke
jaringan diikuti monosit dan limfosit. Hanya sebagian interaksi yang terlibat dalam ekstravasasi leukosit
terlihat pada gambar.

inflamasi kronis, Inflamasi kronis dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang tergantung dari bahan
pemicu, tempat terjadinya reaksi dan respons imun yang dominan. Bila inflamasi terkontrol, ncutrotil
tidak dikerahkan lagi dan berdeyenerasi, Selanjutnya dikerahkan sel mononuklcar seperti monosit,
makrofag, limfosit dan sel plasina yang memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronis, Dalam
inflamasi kronis ini, monosit dan makrofag mempunyai 2 peranan penting sebagai berikut :

1. memakan dan mencerna mikroba, debris selular dan neutrofil yang berdegenerasi

2. modulasi respons imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin

Monosit-makrofag juga mempunyai fungsi dalam penyembuhan luka dan memperbaiki parenkim dan
fungsi sel infiamasi melalui sekresi sitokin. Dalam inflamasi kronis, fagosit-makrofag memakan debris
selular dan bahan-bahan yang belum disingkirkan oleh neutrofil. Tergantung dari kerusakan jaringan
yang terjadi, hasil akhir dapat berupa struktur jaringan yang normal kembali atau fibrosis dengan
struktur dan funysi yang berubah. Bila patogen persisten dalam tubuh, makrofag akan mengalihkan
respons berupa reaksi hipersensitivitas lambat yang melibatkan limfosit penuh. Jadi inflamasi kronis
dapat dianggap sebagai titik membaliknya respons inflamasi ke arah respons monosit-makrogfag.

2. Mediator respons fase akut

Inflamasi akut berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi seperti IL1, IL-6 dan 1IL-8 (Tabel 10.7).
Sitokin merangsang hati untuk membentuk sejumlah protein yang disebut protein fase akut yang terdiri
atas al-antitripsin, komplemen (C3 dan C4), CRP, fibrinogen dan haptoglobin. Molekul-molekul tersebut
memiliki sejumlah fungsi antara lain mencegah enzim (al-antitripsin), opsonisasi, CRP mengikat C
poliksakarida dari S. Pneumonia, scavenging (haptoglobin) dan sebagainya. Dalam klinik, pengukuran
APP diperlukan untuk menilai derajat inflamasi dan respons terhadap terapi.

Gejala inflamasi dini ditandai oleh penglepasan berbagai mediator sel mast setempat (histamin dan
bradikinin). Kejadian ini disertai dengan aktivasi komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan sel-
sel inflamasi masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas,
neutrofilia dan protein fase akut. Neutrofil yang sudah dikerahkan di jaringan akan diaktifkan dan
melepas produk-produk yang toksik. Berbagai mediator yang dilepas pada inflamasi akut terlihat pada
Tabel 10.8.

3. Sebab inflamasi akut

Sebab inflamasi akut dapat berupa benda asing yang masuk tubuh, invasi mikroorganisme, trauma,
bahan kimia yang berbahaya, faktor fisik dan alergi (Gambar 10.10).

GAMBAR ! ! !

GAMBAR ! ! !

Aktivasi inflamasi akut dapat dicetuskan trauma, infeksi, alergi atau autoimun, meskipun yang akhir
lebih sering disertai dengan inflamasi kronis. Sebab pencetus dapat berbeda, tetapi respons inflamasi
pada umumnya adalah sama, dengan kekecualian inflamasi yang disebabkan interaksi IgE-sel mast yang
menunjukkan respons cepat dan lebih spesifik.

GAMBAR ! ! !

Reaksi akut terhadap bakteri (piogenik) dapat menimbulkan pembentukan nanah dalam beberapa jam.
Organ, mediator dan perjalanan infeksi terklihat pada (Gambar 10.11).

C. Inflamasi akut sistemik


Efek jaringan lokal dapat juga ditemukan antara lain peningkatan produksi mukus kelenjar dan
remodeling jaringan atas pengaruh fibroblast dan sel endotel, yang

GAMBAR ! ! !

akhirnya menimbulkan pembentukan jaringan parut. Elemen sistemik dengan peningkatan sintesis
protein fase akut juga sering ditemukan. Mekanisme yang berperan dalam terjadinya perubahan
inflamasi akut lokal adalah :

• mediator preformed yang dilepas oleh jaringan dan sel imun.

• sintesis mediator inflamasi baru

• aktivasi kaskade reaksi larut

D. Inflamasi kronis

Infamasi kronis terjadi bila proses inflamasi akut gagal, bila antigen menetap. Inflamasi akut berbeda
dengan tufiamasi kronis. Antigen yang persisten menimbulkan aktivasi dan akumulasi makrofag yang
terus menerus. Hal ini menimbulkan terbentuknya sel epiteloid (makrofag yang sedikit diubah) dan
granuloma TNF diperlukan untuk pembentukan dan mempertahankan granuloma. IFN-y dilepas sel T
yang diaktifkan menimbulkan transformasi makrofag menjadi sel epiteloid dan sel multinuklear (sel
datia) yang merupakan fusi dari beberapa makrofag.

Infeksi bakteri kronis dapat memacu pembentukan granuloma berupa agregrat fagosit mononuklear dan
sel plasma yang disebut DTH. Fagosit terdiri atas monosit yang baru dikerahkan dengan sedikit makrofag
yang sudah ada dalam jaringan. Kadang-kadang ditemukan fusi makrofag dan membentuk sel datia.
Granuloma ditemukan pada reaksi terhadap gelas, talk (bedak dan inisiator hipersensitivitas selular
seperti M.tuberkulosis, M. lepra dan Histoplasma kapsulatum. Pembentukan granuloma akan
mengisolasi fokus inflamasi yang persisten, membatasi penyebaran dan memungkinkan tagosit
mononuklear mempresentasikan antigen ke limfosit yang ada di permukaan. Berbagai jenis infiamasi
akut dan kronis dan perbedaannya terlihat pada Tabel 10.9 dan 10.10.

GAMBAR ! ! !

E. Peran IFN-y dan (TNF-a) pada Inflamasi kronis

Sitokin terutama TFN-y dan (TNF-a) berperan pada inflamasi kronis. Thl, sel NK dan sel Tc melepas IFN-y,
sementara makrofag yang diaktifkan melepas (TNF-a). Anggota famil: glikoprotein (TNF-a dan TNF-B)
dilepas sel terinfeksi virus dan memberikan proteksi antivirus pada sel.sekitar. (IFN-a) diproduksi
leukosit, IFN-P sering disebut interferon fibroblast, IFN-y hanya diproduksi sel T dan sel NK. IFN-y
menunjukkan sifat pleiotropik yang dapat dibedakan dari (IFN-a) dan IFN-P dan berperan pada respons
inflamasi. Salah satu efek IFN-y adalah kemampuannya mengaktifkan mikrofag.

(IFN-a) merupakan sitokin utama yang dilepas makrofag yang diaktifkan. Endotoksin memacu makrofag
untuk memproduksi (TNF-a). Yang akhir memiliki sifat sitotoksik direk terhadap beberapa sel tumor
tetapi tidak terhadap sel normal. (TNF-a) juga berperan dalam kehilangan material jaringan (seperti
mengurus) yang merupakan ciri inflamasi kronis. (TNF-a) bekerja sinergistik dengan IFN-y dalam inisiasi
respons inflamasi kronis. Kedua sitokin bersama menginduksi peningkatan yang lebih besar dari ICAM-1,
E-selektin dan MHC-1 dibanding masing-masing sitokin sendiri.

IV. TERMINASI -RESPONS PERBAIKAN

Respons inflamasi akut dikontrol oleh sSitokin anti-inflamasi (IL-4, IL-10 dan TGE-P), reseptor sitokin
yang larut seperti slL-1, (STNF-aR), sIL-6R, sIL-12R, produk sistem endokrin seperti kortikosteroid,
kortikotropin dan aMSH. Kortikosteroid dikenal sebagai anti-inflamasi dan dapat mencegah produksi
hampir semua mediator pro-inflamasi dan aMSH, menurunkan suhu, sintesis IL-2 dan PG. Kortikotropin
mencegah aktivasi makrofag dan sintesis IFN-y.

NP, somatostatin dan VIP menekan infamasi dengan mencegah proliterasi dan migrasi sel. Bila fase
inflamasi sudah dinetralkan oleh molekul anti-inflamasi, penyembuhan jaringan dimulai dengan
melibatkan berbagai sel seperti fibroblas dan makrofag. Sel-sel tersebut memproduksi kolagen yang
diperlukan untuk perbaikan jaringan.

Sifat penyembuhan yang disebabkan oleh cedera tergantung dari luas kerusakan jaringan dan jenis
jaringan yang cedera. Jaringan dapat ditandai sebagai labil (berubah-ubah terus), stabil (berproliferasi
bila dirangsang) dan permanen (sel tidak dapat memperbaiki diri sendiri). Bila sudah tidak ada
pemusnahan sel dalam jaringan semua jaringan kembali ke keadaan normal melalui resolusi respons
inflamasi. Bila terjadi pemusnahan sel jaringan permanen hanya dapat sembuh dengan perbaikan
melalui penyembuhan dengan pembentukan parut. Jaringan yang labil dan stabil dapat sembuh melalui
regenerasi bila kerusakan tidak berat dan jaringan dibawahnya tidak rusak.

V. OBAT ANTI-INFLAMASI

Meskipun perkembangan respons inflamasi yang efektif berperan penting pada pertahanan tubuh
namun respons tersebut menimbulkan kerusakan. Alergi, penyakit autoimun, infeksi mikroba,
transplantasi dan luka bakar dapat mengawali respons inflamasi kronis. Berbagai pendekatan terapi
sudah diperoleh untuk mengurangi respons inflamasi yang panjang serta mengurangi komplikasinya.
Pemberian antibodi dapat mengurangi ekstravasasi leukosit dengan mengurangi atau mencegah
aktivitas berbagai molekul adhesi.

Kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi yang kuat. Anti inflamasi non steroid dapat mencegah sakit
dan inflamasi.

Butir-butir penting

 Limfosit menunjukkan lintas arus antara darah, limfe, organ limfoid dan Jaringan ekstralimfoid
tersier yang dapat meningkatkan jumlah limfosit spesifik sehingga dapat terpajan dengan
antigen tertentu : sekitar 1 dari 100.000 limfosit akan menemukan antigen.
 Migrasi limfosit ke jaringan inflamasi atau organ limfoid memerlukan interaksi antara molekul
adhesi pada endotel vaskular dan sel dalam sirkulasi.
 Molekul adhesi dapat dibagi dalam 4 famili protein: selektin, musin, integrin dan superfamili Ig.
Selektin berinteraksi dengan molekul adhesi serupa musin dan setiap anggota famili dapat
diekspresikan baik pada leukosit atau sel endotel. Integrin diekspresikan pada leukosit dan
berinteraksi dengan superfanili Ig yang diekspresikan pada sel endotel.
 Ekstravasasi neutrofil dan limfosit terjadi melalui 4 tahap: menggulir, aktivasi, adhesi dan migrasi
transendotel. Neutrofil pada umumnya merupakan golongan sel pertama yang bergerak dari
sirkulasi ke tempat inflamasi.
 Tidak seperti neutrofil, berbagai limfosit menunjukkan ekstravasi yang berbeda ke berbagai
jaringan. Reseptor homing pada limfosit berinteraksi dengan molekul adhesi jaringan spesifik
yang disebut adresin vaskular di HEV organ limfoid dan di endotel jaringan ekstra limfoid tersier.
 Limfosit naif menunjukkan homing ke organ lumfoid sekunder, ekstravasasi terjadi melalui HEV
sedang limfosit efektor menunjukkan homing selektif ke endotel vaskular dengan inflamasi.
 Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti cedera jaringan
dan infeksi. Respons inflamasi akut melibatkan efek lokal dan sistemik. Respons lokal dimulai
bila kerusakan jaringan endotel menginduksi pembentukan mediator enzim plasma yang
menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular.
 Beberapa jenis mediator berperan pada respons inflamasi. Kemokin bekerja sebagai
kemoatraktan dan mengaktifkan molekul selama ekstravasasi leukosit. Mediator enzim plasma
seperti bradikin dan fibrinopeptida meningkatkan permeabilitas vaskular, plasmin (enzim
proteolitik) memecah bekuan fibrin menjadi produk kemotaktik dan mengaktifkan komplemen
serta berbagai produk komplemen bekerja sebagai anafilatoksin, opsonin dan molekul
kemotaktik untuk monosit dan neutrofil. Mediator inflamasi asal lipid (TX, PG, LT dan PAF). Tiga
sitokin IL-1, IL-6 dan TNF-a berperan dalam banyak respons inflamasi akut baik lokal maupun
sistemik.
 Aktivasi makrofag jaringan dan degranulasi sel mast melepas sejumlah mediator inflamasi dan
beberapa diantaranya menginduksi APR seperti panas, leukositosis dan produksi kortikosteroid
serta APP.
 Respons inflamasi kronis ditemukan pada penyakit alergi, autoimun, inteksi mikroba,
transplantasi dan luka bakar. Kortikosteroid dan sejumlah AINS pada umumnya digunakan untuk
mengobati sakit dan inflamasi.
 Kulit dan membran mukosa merupakan sawar anatomis yang sangat efektif dalam proteksi
terhadap infeksi. Inflamasi meningkatkan permeabilitas vaskular, produksi mediator larut,
komplemen, MBL, CRP dan antibodi sampai ke tempat infeksi. Inflamasi juga memacu migrasi
dan sel antivirus melalui ekstravasasi dan kemotaksis ke daerah infeksi.

Anda mungkin juga menyukai