Anda di halaman 1dari 10

Pancasila Sebagai Sistem Etika

PENUGASAN PANCASILA

Diusulkan Oleh:

Dwi Hasna Khairunnisah (1704520017)


D3 Akuntansi 2

PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas UAS makalah yang berjudul Pancasila Sebagai Sistem
Etika ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika ini bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Selaku yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................2
Definisi Pancasila Sebagai Sistem Etika..................................................4
IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA..........................6
ANALISIS KASUS PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA.......................8
Kasus yang ada didalam masyarakat..........................................................8
Kasus 1..........................................................................................................8
Kasus 2..........................................................................................................9
Kasus 3........................................................................................................10
Definisi Pancasila Sebagai Sistem Etika

Arti etika dalam arti luas adalah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk,
sedangkan dalam arti umum etika sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia, keseluruhan perilaku manusia
dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengatur disebut moralitas atau etika.

Secara etimologis “pancasila “bersal dari bahasa india, yakni bahasa Sanskerta, bahasa
kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat ialah Prakerta,Menurut muhammad Yamin di
dalam bahasa Sanskerta perkataan pancasila ada dua macam arti: Panca = lima , syila =
dengan huruf i biasa artinya “ batu sendi” atau dasar. Dan Syiila , dengan huruf i panjang
artinya peraturan tingkah laku yang penting , dan kata syiila ini di dalam bahasa Indonesia
menjadi susila “ tingkah laku yang baik”Dengan uraian di atas maka perkataan pancasila
dengan huruf i besar berarti “ berarti batu sendi yang lima” sedangkan “panca syiil dengan
huruf i dua berarti lima aturan tingkah laku yang penting.

Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai
dalam Pancasila, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.

Memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem
etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga
realistis dan aplikatif.

Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa
Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah
Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang
melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap
tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain.

Makna Nilai Dasar Pancasila Makna nilai dasar pancasila dikaji dalam perspektif filosofis
yaitu, Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat sistematis. Fungsi filsafat berkaitan
dengan Pancasila yaitu mempertanyakan dan menjawab apakah dasar kehidupan berrpolitik
dalam berbangsa dan bernegara. Sangat tepat kiranya pertanyaan yang diajukan oleh
Ketua BPUPKI, Dr. Radjiman Wediodiningrat di hadapan rapat BPUPKI bahwa negara
Indonesia yang akan kita bentuk itu apa dasarnya? Kemudian Soekarno menafsirkan
pertanyaan tersebut sebagai berikut; “Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka
tuan Ketua yang mulia ialah dalam Bahasa Belanda yaitu philosiphische grondslag dari pada
Indonesia Merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
Indonesia Merdeka”. Pengertian Pancasila harus dimaknai kesatuan yang bulat, hirarkhis
dan sistematis. Dalam pengertian itu maka Pancasila merupakansuatu sistem filsafat
sehingga kelima silanya memiliki esensi makna yang utuh. Dasar pemikiran filosofisnya
yaitu Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai makna
bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan
harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Titik tolaknya pandangan itu adalah negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
 Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis. Nilai-nilai itu sebagai hasil pemikiran, penilaian kritik serta
hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
 Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia
sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
 Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai-
nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, estetis dan religius yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa. Oleh karena itu, Pancasila yang diambil dari nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia pada dasarnya bersifat religius, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi dan keadilan. Disamping itu Pancasila bercirikan asas kekeluargaan dan
gotong royong serta pengakuan atas hak-hak individu.

Aliran etika serta karakteristik etika dibagi mencari 3 yaitu:

1) Etika Keutamaan (keutamaan atau kebijakan) watak yang di nilai yaitu displin,
kejujuran, bellas kasih, murah hati. Moralitas yang didasarkan pada agama
kebanyakan meganut etika keutamaan.
2) Etika Teleologis (Konsekuensi atau Keharusan) watak yang di nilai yaitu kebenaran
dan kesalahan didasarkan pada tujuan akhir. Aliran etika yang berorientasi pada
konsekuensi hasil seperti Eudaemonisme, Hedonisme, Ultitarianisme.
3) Etika Deontologis (Kewajiban atau Keharusan) watak yang di nilai yaitu Kelayakan,
Kepatuhan dan Kepantasan. Pandangan etika yang mementikan kewajiban seperti
halnya pemikiran Immanuel Kent yang terkenal dengan sikap impertif kategoris,
perbuatan baik dilakukan tanpa pamrih.

Nilai pancasila dalam etika:

a) Sila ke-1 : Mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan
diri manusia kepada Tuhan YME, ketaatan kepada dinilai agama yang dianutnya
b) Sila ke-2 : Mengandung dimensi humanus, artinya menjadi manusia lebih manusiawi
yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusian dalam pergaulan antar sesame
c) Sila ke-3 : Mengandung nilai solidaritas, rasa kebersamaan, cinta tanah air
d) Sila ke-4 : Mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau
mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
e) Sila ke-5 : Mengandung nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu
kesulitan orang lain

Etika Pancasila lebih mendekati pengertian etika keutamaan karena tercermin dalam empat
tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan dan keadilan.

Adanya urgensi pancasila sebagai sistem etika yaitu:

 Banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat


melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Masih terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga dapat
merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama dan
meluluhlantahkan semangat persatuan atau mengacam disintegrasi bangsa.
 Masih terjadinya pelangaran HAM dalam kehidupan bernegara
 Kesenjangan antar kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai
kehidupan masyarakat Indonesia
 Ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia
IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Penerapan Pancasila sebagai sistem etika :

1. Nilai ketuhanan : Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai,
kaidah, dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa
setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah, dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan
hubungan kasih sayang antarsesama, akan menghasilkan konflik dan permusuhan. nilai
ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.

2. Nilai kemanusiaan dan keadaban : Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila
adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan, antara lahir dan
batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan
yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia
dibanding dengan makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. contohnya
seperti tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerja sama, dan lain-lain.

3. Nilai persatuan : dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang
sendiri merupakan perbuatan yang tidak baik, demikian pula sikap yang memecah belah
persatuan. Nilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dan lain-lain.

4. Nilai kerakyatan : nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat
atau kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibandingkan dengan
pandangan mayoritas. nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain.

5. Nilai keadilan : sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut dilihat dalam konteks
manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada
konteks sosial. Suatu perbutan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak.sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Dari nilai keadilan juga menghasilkan nilai
kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dan lain-lain.

Implementasi nilai dan moral dalam kehidupan di masyarakat, Dalam kehidupan kita akan
selalu berhadapan dengan sitilah nilai dan norma dan juga moral dalam kehidupan sehari-
hari. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam
masyarakat. Itu adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu. Norma juga sering disebut dengan peraturan sosial. Keberadaan
norma di sosial bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai
dengan aturan sosial yang terbentuk. Pada dasarnya norma disusun agar hubungan di
antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang di harapkan.
Tingkat norma dasar di dalam masyarakat dibedakan menjadi menjadi 4 (empat) yaitu cara,
kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat. Misalnya orang yang melanggar hukum adat
akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.

Ada juga penerapan etika dalam pemilu yaitu pelaksanaan pemilu merupakan wujud dari
negara yang berkedaulatan rakyat (demokrasi). Pelaksanaan pemilu diatur dalam pasal 22
E 1945 pasca perubahan. Pelaksaan pemilu, termasuk oemilu kepala daerah (peemilukada)
harus senantiasa didasarkan pada prinsip-prinsip pancasila, yaitu prosess demokrasi harus
dilaksanakan dengan menjujung tinggi prinsip kemanusiaan yang beradab sehingga
terwujud keharmonisan dan pemerintahan negara yang demokratis.Pancasila juga mengatur
kehidupan berdemokrasi dalam tubuh UUD 1945. Hal yang perlu diperhatikan agar
pelaksaan pemilihan umum yang demokratis yaitu harus senantiasa memegang teguh
prinsip konstitusionalisme sebagaimana diatur dalam pasar 2 ayat (2) UUD 1945, yaitu
kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksakan menurut undang-undang dasar.

Prinsip demikian merupakan wujud penguatan demokrasi dan pembangunan sistem etika,
terutama dalam pelaksaan pemilu, artinya, apabila pelaksanaan pemilu telah menyimpang
dari ketentuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 maka pelaksanaan hasil pemilu perlu
ditinjau ulang sehingga sesuai dengan prinsip berdemokrasi yang dibangun dalam UUD
1945 sebagai generalisasi dari Pancasila yang berkedudukan sebagai hukum tertinggi
dalam sistem hukum di Indonesia. Upaya untuk mengatasi berbagai kecurangan dalam
pemilu, UUD 1945 mengatur pelaksanaan pemilu demokratis, yaitu untuk menjaga
konsistensi prinsip konstitusionalisme agar pelaksanaan pemilu tetap berdasarkan pada
koridor hukum yang senantiasa menjunjung tinggi etika berpolitik, ditangani oleh lembaga
peradilan tata negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga pengawal
konstitusi.

Nilai Dasar Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca indra
manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai
aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu berupa
hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu
bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari segala sesuatu, contoh,
hakikat Tuhan, manusia, atau mahluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan
hakikat Tuhan, maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima
(penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Nilai
dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Di samping itu terdapat nilai instrumental sebagai nilai yang menjadi
pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai itu akan menjadi norma moral.
Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai
instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada
nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplisitasi dari nilai dasar.

Nilai Instrumental Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan nilai
dasar, nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya bila nilai dasar tersebut belum
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan nyata. Bagi kehidupan
manusia merupakan nilai moral. Bagi negara Pasal-pasal dalam UUD 1945 merupakan nilai
instrumental dari Pancasila.

Nilai Praktis Nilai praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praktis merupakan pelaksanaan secara
nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.. Undang-undang organik adalah wujud
dari nilai praktis, dengan kata lain, semua perundang-undangan yang berada di bawah UUD
sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
Peranan Pancasila sebagai etika politik dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara
khususnya dalam pemilu yang akhir- akhir ini carut marut serta implementasi nilai dan moral
kehidupan masyarakat. 

ANALISIS KASUS PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


Kasus yang ada didalam masyarakat
Kasus 1
Kasus Mulyana dalam Perspektif Etika
Mulyana W Kusumah adalah salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
diduga melakukan tindakan usaha penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Ditinjau dari setting teori keagenan (agency theory), ada tiga pihak utama yang
terlibat dalam kasus ini, yaitu :
1. Pihak pemberi kerja berperan sebagai principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia
yang direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
2. Pihak penerima kerja untuk menjalankan tugas berperan sebagai agen, dalam hal adalah
KPU
3. Pihak independen, dalam hal ini adalah BPK sebagai auditor, yang perannya diharapkan
sebagai pihak independen, berintegritas, dan kredibel, untuk meyakinkan kepada dua pihak
sebelumnya, yaitu pemerintah dan DPR sebagai pemberi kerja, dan KPU sebagai penerima
kerja.
Berdasar setting teori keagenan di atas dan mencuatnya kasus Mulyana W Kusumah, maka
pertanyaan yang muncul adalah, etiskah tindakan ketiga pihak tersebut? Artikel ini mencoba
menganalisa dan menyimpulkannya dalam perspektif teori etika. Etika sebagaimana
dinyatakan Socrates bahwa yang dimaksud dengan tindakan etis adalah tindakan yang
didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Benar dari sisi cara, teknik, prosedur, maupun dari
sisi tujuan yang akan dicapai.
Dalam praktik hidup sehari-hari, teoritisi di bidang etika menjelaskan bahwa dalam
kenyataannya, ada dua pendekatan mengenai etika ini, yaitu pendekatan deontological dan
pendekatan teleological. Pada pendekatan deontological, perhatian dan fokus perilaku dan
tindakan manusia lebih pada bagaimana orang melakukan usaha (ikhtiar) dengan sebaik-
baiknya dan mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran untuk mencapai tujuannya.
Dari teori etika, profesi pemeriksa (auditor), apakah auditor keuangan publik seperti kasus
keuangan KPU maupun auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan perusahaan-
perusahaan, baik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak, diatur dalam sebuah
aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan. Dalam kode etik profesi akuntan ini
diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun
standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga
pihak melakukan komunikasi atau interaksi. Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan
dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-
nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas
(integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap
kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due
care).
Kasus 2
KASUS PT. SINAR JAYA
KAP Jojon & Priyadi mendapatkan penawaran untuk melaksanakan audit PT Sinar Jaya,
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur mesin berat. KAP Jojon & Priyadi
menunjuk salah seorang direkturnya, Irwan K.,SE, Ak, CPA untuk bertanggungjawab atas
audit PT Sinar Jaya. KAP Jojon & Priyadi mendapatkan referensi dari KAP BAmbang &
Basuki untuk mengaudit PT Sinar Jaya, oleh karena itu KAP BAmbang & BAsuki
mendapatkan sejumlah fee dari PT Sinar Jaya & KAP Jojon & Priyadi.
Irwan meminta salah 1 stafnya untuk berdiskusi dgn salah satu stafnya untuk berdiskusi dgn
salah satu manajemen atas PT Sinar Jaya, Singgih Cahaya, SE berkaitan dgn lingkup audit
yg akan dilaksanakan. Pada saat yg sama salah satu staffnya yg lain juga diminta untuk
bertemu Senior Auditor di KAP Bambang & Basuki, Bondan Berdikari, SE, Ak untuk
menanyakan perihal PT Sinar Jaya.
Hasil Wawancara dengan pihak PT Sinar Jaya :
• PT Sinar Jaya mempunyai 2 anak perusahaan yakni PT Senter Jaya & PT Lilin Jaya
• PT Sinar Jaya mempunyai investasi dgn total 100 milyar dengan pendapatan 100 juta
pertahun.
• Pihak direksi meminta tim audit untuk:
1.    Mengaudit kedua anak perusahaanya
2.    Mengaudit laporan keuangan PT Sinar Jaya
3.    Memeriksa Laporan Pajak dan Fiskal
4.    Melakukan penilaian terhadap asset tetap.
• Pihak direksi mengizinkan tim audit KAP Jojon dan Priyadi untuk bertanya ke KAP
Bambang selaku pihak yg dahulu pernah mengaudit PT Sinar Jaya.

Hasil Wawancara dengan pihak KAP Bambang dan Basuki :


•    Setelah mendapat konfirmasi dari pihak PT Sinarjaya bahwa tim audit dari KAP Jojon
dan Priyadi selaku tim yang akan mengaudit PT Sinar Jaya diperkenankan untuk
berkonsultasi dgn pihak KAP Bambang, kemudian KAP Bambang memberikan beberapa
informasi mengenai PT Sinar Jaya.
•    KAP Bambang tidak menemukan kendala terkait dengan kegiatan audit terhadap PT
Sinar Jaya.
•    Sistem Informasi Akuntansi & Sistem Pengendalian Internal perusahaan cukup memadai
dan efektif
•    Karyawan PT Sinar Jaya informatif.
•    Menurut penilaian KAP Bambang, manajemen PT Sinar Jaya berlaku jujur dan integritas
manajemen cukup tinggi.
Analisis
Menurut penulis, kasus diatas menunjukkan bahwa pentingnya profesionalitas seorang
auditor. Dimana auditor harus bertindak sebagai bagian dari standar umum audit pertama
dan ketiga, yaitu berisi mengenai seorang auditor harus kompeten dan bertindak secara
profesional, teliti, cermat, dan hati-hati. Dari tulisan juga terlihat bahwa PT Sinar Jaya dan
KAP Bambang, menyatakan fee yang diperoleh dari KAP Bambang, selain fee referral dari
KAP Jojon dan Priyadi, ternyata juga mendapatkan fee dari PT Sinar jaya. Fee jenis ini tidak
terdapat dalam aturan etika kompartemen Akuntan Publik No 503 di mana dalam nomor
tersebut disebutkan sebagai berikut :
• “Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang
diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperolah penugasan dari
klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi
apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.”
• “Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama
penyedia jasa profesional akuntan publik.”
• “Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.”
Berdasarkan kejadian tersebut dan pada etika kompartemen Akuntan Publik di atas, kami
mencurigai bahwa KAP Bambang dan Basuki bertindak tidak etis karena juga menerima fee
dari PT Sinar Jaya yang terkait dengan rujukan kepada KAP Jojon Priyadi. Hal tersebut
menurut kami dapat mengurangi independensi KAP Bambang dalam menyampaikan
informasinya kepada kami.

Kasus 3
Perusahaan tidak memberikan perhatian pada perilaku etis, maka kelangsungan hidupnya
akan terganggu dan akanberdampak pula pada kinerja keuangannya. Praktek ini bisa
merugikan kerugian perusahaan lain, masyarakat maupun negara. Contohnya adalah kasus
TM On pada perusahaan Telkomsel. Dimana untuk mendapatkan layanan gratis menelepon
kesasama operator selama 5.400 detik (90 menit), pulsapelanggan akan dikurangi Rp 3.000
setelah mendaftar melalui SMS TM ON yang dikirim ke nomor operator. Namun pelanggan
sering kecewa karena layanan selalu gagal dan hanya dijawab dengan pernyataan maaf
dengan alasan penyebabnya adalah karena sistem di operator selulertersebut sedang sibuk
dan disuruh mencoba lagi, namunpulsa tetap dikurangi, dan apabila terus dicoba tetap juga
gagal, sedangkan pulsa terus dikurangi. Permasalahan tersebut dianggap sebagai
manipulasi karena terjadi misleading atau perbedaan antara realisasi dengan janji,
yangdapat mengakibatkan kerugian kepada pelanggan dankeuntungan yang diperoleh oleh
operator tersebut yang didapatkan dari praktek manipulasi iklan tersebut. Walaupun hanya
mengurangi Rp 3.000 per sms, namun jika kejadian tersebut dialami satu juta pelanggan
saja dari sekian puluh juta pelanggan telkomsel, maka terdapat dana Rp 3 miliar

Sumber :
http://apauditing.blogspot.com/2009/10/tugas-2-ump-2009.html

Anda mungkin juga menyukai