Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 33 tahun dinyatakan mati tenggelam. Tidak

didapatkan keterangan adanya penggunaan obat-obatan terlarang dan minum- minuman

beralkohol sebelum kejadian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan luar didapatkan adanya kaku jenazah yaitu pada sendi

rahang, sendi siku kiri, dan kedua sendi lutut. Kaku jenazah merupakan kekakuan otot yang

terjadi sekitar 2 jam postmortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam posmortem,

keadaan ini kemudian menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai

menghilang. Kaku mayat akan dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan

tungkai. Pada korban tidak terdapat kaku mayat tetapi terjadi cadaveric spasm yang

menyerupai kaku mayat. Cadaveric spasme terjadi pada otot tangan dan kaki korban.

Kejadian ini terjadi karena kelelahan dari otot yang aktif saat korban berusaha untuk tidak

tenggelam. Saat korban berusaha untuk tidak tenggelam dengan menggerakkan tangan dan

kaki menyebabkan ATP yang diperlukan aktin dan miosin sangat berkurang sehingga aktin

dan miosin tertumpuk dan terjadi kekakuan. Kekakuan ini menunjukkan tanda kejadian

intravital dan lambat hilang. Hal ini dipengaruhi suhu lingkungan yang rendah sehingga

kekakuan menjadi lebih cepat terjadi dan lambat hilang.


Kekakuan yang diduga sebagai kaku mayat pada kasus ini lebih mengarah pada

cadaveric spasme karena pada jenazah ditemukan derik udara seluruh tubuh yang

menandakan terjadinya pembusukan yang merata. Pada kasus tenggelam, pembusukan

merata terjadi biasanya pada hari ketiga sampai hari keenam ditandai dengan

mengapungnya jenazah di permukaan perairan.2 Sehingga berdasarkan waktu tersebut

dapat diperkirakan kekauan pada daerah perut dan punggung sudah menghilang namun

pada kasus ini masih ada.

Pada jenazah terdapat lebam mayat berwarna merah gelap pada seluruh punggung

yang tidak hilang dengan penekanan. Lebam mayat terjadi mengikuti gaya gravitasi. Pada

kasus tenggelam lebam mayat akan lebih banyak ditemukan di daerah kepala karena kepala

saat tenggelam merupakan bagian terbawah. Lebam mayat pada jenazah banyak ditemukan

di daerah anterior tubuh. Hal ini menunjukkan jenazah sejak awal posisinya telungkup

sama saat ditemukan. Lebam mayat akan muncul setelah 30 menit kematian somatis dan

mencapai puncak 8-12 jam kemudian setelah itu lebam mayat tidak akan hilang dengan

penekanan karena terjadi perembesan darah akibat kerusakan pembuluh darah ke dalam

jaringan di sekitarnya. Warna lebam mayat merah gelap yang menandakan kematian akibat

asfiksia.

Pembusukan korban sudah terdapat diseluruh tubuh. Pembusukan akan lebih cepat

terjadi di udara terbuka. Tanda pembusukan yang ditemukan pada jenazah adalah warna

kulit coklat kehijauan, kulit menggelembung dan mudah terkelupas, keluar cairan lumpur

yang bergelembung dari mulut dan pada kedua lubang hidung keluar darah bercampur air,

rambut tidak mudah dicabut. Banjarmasin termasuk daerah tropis


sehingga jenazah sudah membusuk pada hari kedua. Floaten biasanya terjadi pada hari

ketiga sampai hari keenam. Pada kasus ini jenazah ditemukan terapung pada hari ke-2.

Percepatan waktu pembusukan ini mungkin karena kondisi air sungai Banjarmasin yang

kotor dan asam sehingga mempercepat masa pembusukan.

Pada pemeriksaan luar kasus tenggelam dapat ditemukan beberapa tanda yang

biasanya terjadi pada mati tenggelam yaitu:2

1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.

2. Lebam mayat menonjol pada wajah dan kepala.

3. Kulit telapak tangan dan telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer

woman's hands/feet).

4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine atau goose skin pada lengan, paha dan bahu

mayat.

5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang

bersifat melekat.

6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut atau hidung.

7. Terdapat cadaveric spasme

Pada kasus ini, tanda yang ditemukan yaitu . Kaku tubuh terasa basah, dingin, pucat,

washer woman hands/feet. Terdapat buih putih halus dan cairsan yang keluar dari mulut

atau hidung Cutis anserina terjadi karena kontraksi dari muskulus erektor pilli sedangkan

pada korban kulit telah menggelembung dan terkelupas. Buih putih yang keluar dari mulut

terjadi karena pengkocokan air dengan surfaktan paru sehingga terbentuk mukus yang

berbuih.
Dari surat permintaan visum korban hanya dimintakan untuk pemeriksaan luar saja tanpa

pemeriksaan dalam dan pemeriksaan laboratorium oleh penyidik. Sehingga pemeriksaan khusus yang

mendukung terjadinya tenggelam di air tawar tidak terbukti dan untuk membuktikan penyebab kematian

lain selain tenggelam juga tidak dapat dipastikan.

Penentuan saat kematian pada kasus ini jika dilihat dengan adanya tanda- tanda pembusukan lanjut

namun belum ditemukan adanya larva lalat maka diperkirakan waktu kematian antara 24-36 jam sebelum

pemeriksaan. Larva lalat ditemukan 36-48 jam setelah terjadinya kematian.

B. Asfiksia

Asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian yang sering ditemukan dalam kasus kedokteran

forensik di dunia. Apabila ditemukan jenazah di air akan terdapat kemungkinan korban hidup atau mati

ketika ia memasuki air serta mencari penyebab kematiannya apakah karena tenggelam.

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara

pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan adanya obstruksi pada saluran pernapasan,

dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan

menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan

karbondioksida. Salah satu kejadian yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia adalah tenggelam.

Penyebab asfiksia terbagi 2 yaitu, penyebab asfiksia wajar dan tidak wajar. Penyebab asfiksia

wajar karena penyakit seperti difteri, tumor laring, asma bronkiale, pneumotoraks, pneumonia, COPD,

reaksi anafilaksis, dan lain-lain. Penyebab asfiksia tidak wajar karena emboli, listrik, racun (barbiturat),

dan adanya halangan udara masuk ke saluran pernapasan secara paksa. Penyebab asfiksia menurut

London :

1. Hipoksik-hipoksia

Keadaan dimana oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah: kadar oksigen yang

memang rendah atau gangguan masuk Hipoksia jenis ini disebabkan dua hal yaitu tidak adanya oksigen

(misalnya terkurung dalam lift, mendaki gunung terlalu tinggi) dan gangguan mekanik (saluran nafas

tidak bisa mendapatkan oksigen), yang terdiri dari ekstraluminer (dicekik, digantung, strangulasi) dan
biasanya karena intraluminer (tersedak, edema laring (menghirup gas panas), menghirup gas beracun, air

masuk dalam saluran pernapasan.

2. Anemik-hipoksia

Keadaan dimana darah tidak dapat membawa O2 yang cukup untuk metabolisme): biasanya Hb

yang kurang atau volume darah yang kurang (bersifat akut maupun kronis). Bisa dikarenakan penyakit

akibat produksi eritrosit dan sel darah lain menurun karena depresi sumsum tulang, kurang nutrisi,

kehilangan darah kronis ,perdarahan akut, destruksi eritosit berlebihan atau karena trauma (luka tusuk).

3. Stagnan-hipoksia

Diakibatkan karena terjadi kegagalan sirkulasi, biasanya gangguan pembuluh darah, jantung, vagal

refleks, emboli, dekomp kordis

4. Histotoksik-hipoksia (HH)

Keadaan yang mengakibatkan O2 tdk bisa digunakan jaringan

a. HH ekstraseluler : gangguan enzim, contoh keracunan CO

b. HH periseluler : gangguan permeabilitas membran sel, contoh keracunan eter/kloroform

c. HH substrat : bahan/substrat yang tidak cukup

d. HH metabolit : gangguan metabolisme karena end product tidak dapat dieliminir, contoh uremia,

keracunan CO2

Misalnya pada kasus keracunan sianida. Sianida membuat warna jenazah menjadi merah terang.

Sianida saling berikatan dengan hemoglobin, dibawa ke jaringan tubuh, ke mitokondria, enzim sitokrom

oksidase dilumpuhkan saat berikatan dengan sianida, pernapasan sel terganggu, terjadi disosiasi oksigen,

CO2 masuk ke darah, dan menjadi tinggi di dalam darah.

Hipoksik hipoksia bisa terjadi karena:

1. Strangulation by suspension / hanging / penggantungan

2. Manual strangulation / throttling (cekikan)

3. Strangulation by ligature / jeratan


4. Simulated suicidal hanging / pembunuhan yg dibuat seperti gantung diri

5. Suffocation :

a. smothering / pembekapan

b. chocking / tersedak

c. gagging / mulut disumbat dg kain lalu diikat ke belakang

6. Tenggelam/drowning

7. External pressure of the chest / asfiksia traumatik

8. Inhalation of suffocation gases

Gambaran postmortem pada asfiksia

Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk semua kasus akan

ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama, yaitu:

Pada pemeriksaan luar :

1. Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh mayat

lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.

2. Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik

perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.

3. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan

meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah

dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.

4. Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan pada

pernapasan kuat.

Pada pemeriksaan dalam :

1. Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat kongesti /

bendungan alat tubuh & sianotik.

2. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.

3. Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar timus dan

kelenjar tiroid.
4. Busa halus di saluran pernapasan.

5. Edema paru.

6. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang lidah dan

resapan darah pada luka.

Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air / cairan

sehingga terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru. Kondisi umum dan faktor risiko yang

mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk :

1. Pria cenderung lebih banyak tenggelam daripada wanita, terutama pria berusia 18-24 tahun.

2. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air.

3. Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah).

4. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat dalam, terperosok

sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran air.

5. Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil yang mengakibatkan

mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu pakaian atau perlengkapan.

6. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman beralkohol.

7. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan.

8. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di antaranya: infark

miokard, epilepsi, atau stroke.

9. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan antar

anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.

Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu :

1. Submerse drowning

2. Immerse drowning

Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam

air, seperti bagian kepala mayat.


Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam air.

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu :

1. Dry drowning

2. Wet drowning

Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air sedangkan wet drowning adalah

mati tenggelam dengan inhalasi banyak air.

Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :

1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).

2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.

Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :

1. Asfiksia.

2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.

3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).

Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah asfiksia, mekanisme kematian yang

dapat juga terjadi pada tenggelam adalah karena inhibisi vagal, dan spasme larynx. Adanya mekanisme

kematian yang berbeda-beda pada tenggelam, akan memberi warna pada pemeriksaan mayat dan

pemeriksaan laboratorium, dengan kata lain kelainan yang didapatkan pada kasus tenggelam tergantung

dari mekanisme kematiannya.

Terendam dalam medium cair mengakibatkan kematian dengan berbagai mekanisme. Kebanyakan

kematian individual terjadi akibat dari terhirupnya cairan (wet drowning), menghasilkan gangguan

pernapasan dan selanjutnya hipoksia serebri. Sebagian, diperkirakan sekitar 15-20%, tidak menghirup

cairan (dry drowning). Kemungkinan lain, kematian dapat tertunda setelah episode near drowning.

Kematian biasanya terjadi akibat ensefalopati hipoksia atau perubahan-perubahan sekunder dalam paru-

paru. Pada beberapa kasus, khususnya dimana keadaan terapung dipertahankan secara buatan, kematian

terjadi akibat hipotermia.

Sekitar 15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning dimana tidak terdapat

inhalasi cairan yang banyak. Salah satu usulan adalah bahwa masuknya air secara tiba-tiba kedalam
mulut dan tenggorok menghasilkan laringospasme yang hebat dengan akibat asfiksia. Kemungkinan lain,

provokasi serupa dapat merangsang jalur saraf sensoris simpatis ke derajat tertentu dimana terdapat

inhibisi reflex vagal pada jantung dan asystolic cardiac arrest. Cara kematian lain menyebutkan dimana

terdapat suatu sistem yang menghubungkan spasme arteri koronaria dengan pendinginan tiba-tiba pada

kulit.

Seorang perenang yang mahir sekalipun dapat menjadi lemah secara bertahap sebagai hasil dari

hipotermia dan tenggelam. Tubuh yang terendam menghangatkan cairan yang bersentuhan dengannya,

dan dengan segera yang berdekatan dengan permukaan tubuh. Air menyerap panas sekitar 25 kali lebih

cepat daripada udara. Terdapat tiga fase klinis dari hipotermia yang dimulai dengan fase eksitatorik

dimana menggigil berhubungan dengan kebingungan mental, fase adinamik dimana terdapat kekakuan

otot dan sedikit penurunan kesadaran, dan fase paralitik yang dicirikan oleh keadaan tidak sadar yang

menuntun kepada aritmia jantung dan kematian. Fase-fase ini memiliki hubungan penting terhadap

resusitasi pada korban near drowning, sebagian besar karena fase paralitik dapat menirukan keadaan

mati.

Mekanisme tenggelam ada 3 macam, yaitu :

1. Beberapa korban sesaat bersentuhan dengan air yang dingin terutama leher atau jatuh

secara horizontal ia mengalami vagal refleks.

2. Korban saat menghirup air, air masuk ke laring menyebabkan laringeal spasme.

Mekanisme kematian karena asfiksia. Pada korban ditemukan tanda-tanda asfiksia tetapi tanda-tanda

tenggelam pada organ dalam tidak ada karena air tidak masuk.

3. Korban saat masuk ke dalam air ia akan berusaha untuk mencapai permukaan sehingga

menjadi panik dan terhirup air, batuk dan berusaha untuk ekspirasi. Karena kebutuhan oksigen maka ia

akan lebih banyak menghirup air. Lama-lama korban akan sianotik dan tidak sadar. Selama tidak sadar,

korban akan terus bernafas dan akhirnya paru tidak dapat berfungsi sehingga pernafasan berhenti. Proses

ini berlangsung 3-5 menit, kadang-kadang 10 menit.

Pada orang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah posisi, umumnya korban akan

tiga kali tenggelam, ini dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Pada waktu pertama kali orang ”terjun” ke air oleh karena gravitasi ia akan terbenam

untuk pertama kalinya.

2. Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari berat jenis air, korban akan timbul, dan berusaha

untuk bernafas mengambil udara, akan tetapi oleh karena tidak bisa berenang, air akan masuk tertelan

dan terinhalasi, sehingga berat jenis badan sekarang menjadi lebih besar dari berat jenis air, dengan

demikian ia akan tenggelam untuk kedua kalinya.

3. Sewaktu berada pada dasar sungai, laut atau danau, proses pembusukan akan berlangsung dan

terbentuk gas pembusukan.

4.Waktu yang dibutuhkan agar pembentukan gas pembusukan dapat mengapungkan tubuh korban

adalah sekitar 7-14 hari.

5. Pada waktu tubuh mengapung oleh karena terbentuknya gas pembusukan, tubuh dapat

pecah terkena benda-benda disekitarnya, digigit binatang atau oleh karena pembusukan itu sendiri,

dengan demikian gas pembusukan akan keluar, tubuh korban terbenam untuk ketiga kalinya dan yang

terakhir

Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :

1. Kecelakaan (paling sering).

2. Undeterminated.

3. Pembunuhan.

4. Bunuh diri.

Ada 2 kejadian kecelakaan pada kasus mati tenggelam (drowning) yang dapat kita jumpai, yaitu :

1. Kapal tenggelam.

2. Serangan asma datang saat korban sedang berenang.

Penyebab mati tenggelam (drowning) yang termasuk undeterminated yaitu sulit kita ketahui cara

kematian korban karena mayatnya sudah membusuk dalam air.

Ada 2 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian pembunuhan pada kasus mati tenggelam

(drowning), yaitu :
1. Biasanya tangan korban diikat yang tidak mungkin dilakukan oleh korban

1. Kadang-kadang dapat kita temukan tanda-tanda kekerasan sebelum korban


ditenggelamkan.

Ada 4 tanda penting yang perlu kita ketahui dari kejadian bunuh diri pada kasus

mati tenggelam (drowning), yaitu :

1. Biasanya korban meninggalkan perlengkapannya.

2. Kita dapat temukan suicide note.

3. Kedua tangan / kaki korban diikat yang mungkin dilakukan sendiri oleh korban.

4. Kadang-kadang tubuh korban diikatkan bahan pemberat

Pada pemeriksaan luar autopsi, tidak ada patognomonis untuk mati tenggelam. Ada

7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :

1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.

2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna

merah muda.

3. Kulit telapak tangan / telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer

woman's hands/feet).

4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu

mayat.

5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang

bersifat melekat.

6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.

7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam

genggaman tangan mayat.

Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada

pemeriksaan dalam autopsi, yaitu :

1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.

2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau
rumput air.

3. Lambung mayat berisi banyak cairan.

4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.

5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.

Pada daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning) mulai

membusuk pada hari ke-2 sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah 1 minggu.

Pembusukan tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika pembusukannya merata,

tubuh mayat akan mengapung di permukaan air. Keadaan ini disebut floaten. Floaten

biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Volume gas pembusukan dapat terjadi

2 kali lipat dari berat tubuh. Apabila berat badan korban 40 kg maka gas pembusukan

terbentuk 80 kg sehingga resultan gaya tekan gas pembusukan ke atas terhadap air yaitu

80-40 jadi 40. Sehingga badan akan terapung. Saat gas pembusukan pada saluran nafas

dan organ lain menghilang oleh karena perut jenazah yang biasanya akan pecah,

jenazah kemudian akan kembali tenggelam.

Air segar yang diaspirasi dengan cepat melewati septum alveolar dan dinding

kapiler dan meninggalkan paru-paru dalam bentuk darah yang kini telah diencerkan. Air

laut secara osmotik bersifat hipertonik, 3-4 kali lebih kuat dari plasma (sekitar 3.5%

garam terlarut), sehingga ditarik keluar cairan dari darah kedalam ruang alveolar.

Walaupun penjelasan tersebut mungkin terkesan sederhana, hal tersebut dimaksudkan

untuk menjelaskan penimbunan cairan di dalam jaringan paru setelah inhalasi air laut.

Fenomena yang mirip dapat terjadi dengan inhalasi air segar. Pada hal ini mekanisme

yang terjadi berhubungan dengan kemampuan yang lebih besar dari air segar untuk
Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam

saluran pernafasan. Terminologi tenggelam :

a. Wet drowning

Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah korban

tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat

mematikan, jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa

dan 30-40 ml untuk bayi.

b. Dry drowning

Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan, akibat spasme

laring dan kematian terjadi sebelum menghirup air. c. Secondary drowning

Terjadi gejala bebertapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari dalam

air dan korban meninggal akibat komplikasi

c. Immersion syndrome

Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks

vagal yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut hanya dapat dijelaskan

oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat dibuktikan bahwa pada orang

yang masuk ke air dingin atau tersiram air yang dingin, dapat mengalami

ventricular ectopic beat. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor

pencetus.

C. Patofisiologi

Mekanisme tenggelam ada 3 macam yaitu:

1.Beberapa korban sesaat bersentuhan dengan air yang dingin terutama leher atau
jatuh secara horizontal ia mengalami vagal refleks.

2.Korban saat menghirup air, air yang masuk ke laring menyebabkan laringeal

spasme. Sebab kematian karena asfiksia. Pada korban ditemukan tanda-tanda

asfiksia tapi tanda-tanda tenggelam pada organ dalm tidak ada karena air tidak

masuk.

3.Korban saat masuk ke dalam air ia akan berusaha untuk mencapai permukaan

sehingga menjadi panik dan terhirup air, batuk dan berusaha untuk ekspirasi.

Karena kebutuhan oksigen maka ia akan lebih banyak menghirup air. Lama –

lama korban menjadi sianotik dan tidak sadar. Selama tidak sadar korban akan

terus bernapas dan akhirnya paru tidak dapat berfungsi sehingga pernapasan

berhenti. Proses ini berlangsung 3-5 menit, kadang-kadang 10 menit.

Mekanisme tenggelam dalam air tawar diawali air tawar akan dengan cepat

diserap dalam jumlah yang besar sehingga terjadi hemodilusi yang hebat sampai

72% yang berakibat terjadinya hemolisis. Oleh karena terjadi perubahan

biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam plasma meningkat dan natrium

berkurang, juga terjadi anoksia pada miokardium. Hemodilusi menyebabkan

cairan dalam pembuluh darah dan sirkulasi berlebihan, terjadi penurunan tekanan

sistole dan dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel. Jantung untuk

beberapa saat masih berdenyut lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat, hal ini

menerangkan mengapa kematian terjadi dengan cepat.

Pada pemeriksaan luar otopsi, tidak ada patognomonis untuk mati

tenggelam. Ada 7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam

(drowning), yaitu:
1.Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.

2.Lebam mayat biasanya sianotik. Postmortem terjadi lebam mayat (lividitas-

hipostasis) karena pusat gravitasi tubuh mengarah ke kepala, tubuh korban

tenggelam biasanya mengambang sebagian dengan kepala-kebawah didalam air.

Sehingga lebam mayat sering menonjol pada wajah dan kepala. Lebam mayat

mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda (pink-cerah) sebagai akibat

pengawetan suhu dingin terhadap oksihemoglobin.

3.Kulit telapak tangan dan telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput

(washer woman's hands/feet). Walaupun tidak dapat ditentukan secara pasti

waktu tepat yang mengakibatkan keadaan ini, perubahan dapat dilihat setelah

selama satu jam terendam dalam air hangat.

4.Kadang-kadang terdapat cutis anserine atau goose skin pada lengan, paha dan

bahu mayat. Hal ini terjadi akibat kontraksi otot erektor rambut hal ini cukup

dikenal. Cutis anserina tidak spesifik dan dapat dijumpai pada tubuh yang tidak

terendam.

5.Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang

bersifat melekat.

6.Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut atau hidung.

7.Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air atau bahan setempat berada

dalam genggaman tangan mayat.

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu :

1. Cadaveric spasme.

2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.


3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam

saluran pencernaan dan saluran pernapasan mayat.

4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.

5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.

6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.

7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat.

Pada kasus mati tenggelam (drowning), dapat kita temukan tanda-tanda adanya

kekerasan berupa luka lecet pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari tangan, atau

ujung kaki mayat.

Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning),

yaitu :

1. Percobaan getah paru (lonset proef).

2. Pemeriksaan diatome (destruction test).

3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.

4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).

Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef) positif

menunjukkan bahwa korban masih hidup saat berada dalam air.

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef) digunakan untuk melakukan

percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur,

tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat. Syarat melakukannya

adalah paru-paru mayat harus segar / belum membusuk. Cara melakukan

percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali)

dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris permukaan paru- paru.
Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung

eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir berbentuk kristal, persegi dan lebih besar

dari eritrosit. Lumpur amorph lebih besar daripada pasir, tanaman air dan telur

cacing. Ada 3 kemungkinan dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef), yaitu :

1. Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.

2. Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.

3. Hasilnya negatif.

Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita

interpretasikan bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan ada

sebab kematian lain maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu

korban mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab lain. Jika hasilnya

negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu :

1. Korban mati dahulu sebelum tenggelam.

2. Korban tenggelam dalam air jernih.

3. Korban mati karena vagal reflex / spasme larynx.

Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita

simpulkan bahwa tidak ada hal hal yang menyangkal bahwa korban mati karena

tenggelam. Jika hasilnya negatif dan ada sebab kematian lain maka kemungkinan

korban telah mati sebelum korban dimasukkan ke dalam air.

Pemeriksaan Diatome (Destruction Test) untuk melakukan pemeriksaan

diatome adalah mencari ada tidaknya diatome dalam paru-paru mayat. Diatome

merupakan ganggang bersel satu dengan dinding dari silikat. Syaratnya paru-paru

harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru,
dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut.

Cara melakukan pemeriksaan diatome yaitu ambil jaringan paru-paru bagian

perifer (100 gr) lalu masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan H2SO4.

Biarkan selama 12 jam kemudian panaskan sampai hancur membubur & berwarna

hitam. Teteskan HNO3 sampai warna putih lalu sentrifus hingga terdapat endapan

hitam. Endapan kemudian diambil menggunakan pipet lalu teteskan diatas objek

gelas.

Interpretasi pemeriksaan diatome yaitu bentuk atau besarnya bervariasi

dengan dinding sel bersel 2 dan ada struktur bergaris di tengah sel. Positif palsu

pada pencari pasir dan pada orang dengan batuk kronis. Untuk hepar atau lien,

tidak akurat karena dapat positif palsu akibat hematogen dari penyerapan

abnnormal gastrointestinal.

Penentuan Berat Jenis (BD)) plasma bertujuan untuk mengetahui adanya

hemodilusi pada air tawar atau adanya hemokonsentrasi pada air laut dengan

menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-1,0600); air tawar 1,055; air laut

1,065. Interpretasinya ditemukan darah pada larutan CuSO4 yang telah diketahui

berat jenisnya.

Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test) bertujuan untuk memeriksa kadar

NaCl dan kalium. Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam dalam air

tawar, mengandung Cl lebih rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan.

Kadar Na menurun dan kadar K meningkat dalam plasma. Korban yang mati

tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih tinggi pada jantung kiri daripada
jantung kanan. Kadar Na meningkat dan kadar K sedikit meningkat dalam plasma.

Pemeriksaan Histopatologi dapat kita temukan adanya bintik perdarahan di

sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.

Anda mungkin juga menyukai