Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PKK DARING KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen Pembibing : Ns. Martina Ekacahyaningtyas M.Kep.

DISUSUN OLEH :

Susiana Ernaningrum

S17102

S17 B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang
(Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi
oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas
tulang (Junaidi, 2007).
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan
merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik
menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai
trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

2. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara
51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa
tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang
baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun
dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis
dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit
ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama
tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid,
barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca
menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria
dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengurangan Massa Tulang
Pada Usia Lanjut
1. Determinan Massa Tulang
a Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil.
Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun
terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping factor
genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa
tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak,
akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama
pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur
dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum Diketahui dengan pasti berapa besar beban
mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang
di sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya
Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat
risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat
ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu
dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa
tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu
tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu
yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis
dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan
Menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan
fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa
menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan
serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil
akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah
pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui
urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein
tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut
akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh
karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

3. Manifestasi Klinik
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang
terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)
4. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan
daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan tangan.
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan
wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak
nyaman dan mengganggu pernafasan.
5. Patofisiologi dan Pathway
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik
ekstra selular, 5% sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas
sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi. Apabila
kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga
kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi
lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah
Pathway Osteoporosis
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk
menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis.apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah
-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan
tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai
BMD berada diatas nilai -Beberapa metode yang digunakan untuk
menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi
photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA
digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak
yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya
berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi
yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup
tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan
tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah
leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas
tulang secara volimetrik
c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu
pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta
kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur
trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan
metabolisme tulang.
g. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan
hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nucleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
h. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada
pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Pengobatan:
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan
pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat
mengahambatresorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan
difosfonat.
Penatalaksanaan keperawatan:
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.
Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda,
hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar
seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
 Makanan tinggi protein
 Minum alkohol
 Merokok
 Minum kopi
 Minum antasida yang mengandung aluminium

B. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
1. Identitas Pasien
Umur :
Jenis Kelamin :
a. Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
b) Pemeriksaan fisik
a. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing,
adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah
d. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan
e. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji
juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
f. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis
sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3
c) Pemeriksaan diagnostic/penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase
alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b. Pemeriksaan x-ray
c. Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e. Pemeriksaan biopsi
Diagnosis/kriteria diagnosis
Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
a. Radiology
b. Pengukuran massa tulang
c. Pemeriksaan lab kimiawi
d. Pengukuran densitas tulang
e. Pemeriksaan marker biokemis
f. Biospi
g. memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis (osteoporosis)
ditandai dengan mengeluh nyeri, meringis ketika nyeri, gelisah ketika nyeri, tidak
mampu menuntaskan aktifitas ketika nyeri, dan riwayat osteoporosis
2) Resiko jatuh ditandai dengan faktor resiko sia di atas 65 tahun dan riwayat jatuh
(osteoporosis)
3. Rencana Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria
Intervensi Ttd
Dx Hasil
1 Setalah dilakukan Perawatan Kenyamanan V
. tindakan keperawatan (I. 08245) :
selama 3 kali 24 jam, 1. Identifikasi pemahaman
maka tingkat nyeri (L. tentang kondisi, situasi dan
08066) menurun perasaannya.
dengan kriteria hasil : 2. Dukung keluarga dan
1. Keluhan Nyeri pengasuh untuk terlibat
Menurun dalam terapi / pengobatan
2. Meringis Menurun 3. Diskusikan mengenai situasi
3. Gelisah Menurun dan pilihan terapi /
4. Kesulitan Tidur pengobatan yang diinginkan
Menurun 4. Jelaskan mengenai kondisi
5. Frekuensi nadi dan pilihan terapi /
membaik pengobatan
5. Kolaborasi pemberian
analgesik, antipruritus,
antihastamin, jika perlu.
2 Setalah dilakukan Pencegahan Jatuh V
. tindakan keperawatan (I. 14540) :
selama 3 kali 24 jam, 1. Identifikasi faktor risiko
maka tingkat jatuh (L. jatuh (Mis. Usia > 65 tahun
14138) menurun dan Gangguan
dengan kriteria hasil : Keseimbangan)
1. Jatuh saat berdiri 2. Orientasikan ruangan pada
Menurun pasien dan keluarga
2. Jatuh saat berjalan 3. Gunakan alat bantu berjalan
Menurun (Mis. Kursi roda, atau
3. Jatuh saat di kamar walker)
mandi Menurun 4. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
5. Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk
respons klien terhadap intervensi keperawatan serta sebatas mana tujuan / kriteria
hasil sudah tercapai. Tujuan perawat melakukan evaluasi adalah menentukan
kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang telah di tentukan dan menilai
efektivitas rencana keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit

PT Bhuana Ilmu Populer.

Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta :

PT Indeks.

Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta :

Internal Publishing.

Anda mungkin juga menyukai