Anda di halaman 1dari 42

Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan

Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019

Analisis Resiko Bahan Kimia Berbahaya di Laboratorium Kimia


Organik

I Dewa Putu Subamia1*, I.G.A.N.SriWahyuni2, Ni Nyoman Widiasih3


1
Prodi Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha
2
Prodi Pendidikan Fisika FMIPA Undiksha
3
Prodi Pendidikan Biologi FMIPA Undiksha

*Corresponding author: idewaputusubamia@gmail.com

Abstrak

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuat deskripsi bahan-bahan berbahaya, jenis risiko serta tingkat risikonya terhadap
pengguna/pekerja laboratoium kimia organik FMIPA Undiksha. Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif analitik
dengan pendekatan kualitatif.Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan observasi, identifikasi rekaman pemakaian bahan
kimia, analisis dokumen pada label bahan-bahan kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS).Hasil
penelitian:((1)karakteristik bahan kimia barbahaya yang terdapat di laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha
sebagai berikut: irritant, harmful, toxic, very toxic, corrosive , flammable, highly flammable, extremely flammable,
explosive, oxidizing , dengerous for the environment, flammable solid , flammable liquid, flammable gas, poison, inhalation;
(2) Jenis risikonya: risiko keracunan, berbahaya bagi kesehatan, korosif, dapat merusak jaringan hidup, dapat menyebabkan
iritasi pada kulit, gatal-gatal, potensi menimbulkan ledakan, kebakaran dengan menghasilkan panas, kerusakan ekosistem;
(3) Tingkat risikonya, berpotensi sangat berisiko bagi kesehatan pengguna laboratorium maupun lingkungan pada tingkat
cukup berbahaya.Implikasinya, kesadaran pengguna lab kimia terhadap risiko pemakaian bahan-bahan berbahaya.

Kata-kata kunci: Analisis Resiko; Bahan Kimia Berbahaya; Pencegahan

Abstract
This study aims to make a description of hazardous ingredients, types of risks and the level of risk to organic chemistry
laboratory users/workers at chemistry Department of Undiksha. The research method used is descriptive analytic with a
qualitative approach. The results of the study:characteristics of hazardous chemicals found in the organic chemistry
laboratory of FMIPA Undiksha as follows: irritants, harmful, toxic, very toxic, corrosive, flammable, highly flammable,
extremely flammable, explosive, oxidizing, dengous for the environment, flammable solid, flammable liquid, flammable gas,
poison, inhalation; Risk types: risk of poisoning, harmful to health, corrosive, can damage living tissue, can cause skin
irritation, itching, potential to cause an explosion, fire by producing heat, ecosystem damage; The level of risk, potentially
very risky to the health of laboratory users and the environment at a quite dangerous level. Its implication is the awareness
of chemical lab users on the risk of using hazardous substances.

Keywords: Risk analysis ; Hazardous chemicals ;Prevention

Pendahuluan
Bekerja di laboratorium kimia, mengandung risiko berupa bahaya terhadap keselamatan
kerja (Imamkhasani, 1990). Demikian pula kegiatan di laboratorium kimia organik FMIPA
Undiksha, hampir semua aktivitas melibatkan pemakaian bahan kimia
berbahaya.Percobaan/praktikum/penelitian yang dikerjakan di laboratorium kimia organik
identik dengan pemakaian bahan kimia organik yang berbahaya.Pemakaian bahan kimia
berbahaya sudah tentu berisiko baik terhadap kesehatan pengguna, pekerja, maupun

49
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
lingkungan. Sementara di sisi lain, pemakaian bahan-bahan kimia berbahaya tersebut tidak
dapat dihindari dalam kegiatan praktikum kimia organik.
Salah satu resiko yang sulit diprediksi dan paling berbahaya di laboratorium adalah
kadar racun beragam bahan kimia. Tidak ada zat yang sepenuhnya aman, dan semua bahan
kimia menghasilkan efek beracun kepada sistem kehidupan, dalam bentuk yang berbeda
beda.Sebagian bahan kimia dapat menyebabkan efek berbahaya setelah paparan pertama,
misalnya asam nitrat korosif. Sebagian bisa menyebabkan efek berbahaya setelah terpapar
berulang kali atau dalam durasi lama, seperti karsinogenik klorometil, metil eter,
dikloromethan, n-heksan, dan lain-lain (Faizal Riza Soeharto. 2013). Berbagai risiko
(dampak bahaya) bahan-bahan kimia terhadap kesehatan tubuh manusia. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
iritasi yang disebabkan oleh bahan bahan iritan (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar (Karimi Zeverdegani S, Barakat S, Yazdi, M. 2016).
Meskipun belum ada hasil penelitian mengenai korban bahan kimia berbahaya di
laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha, namun keluhan masalah kesehatan yang
disinyalir akibat terpapar bahan kimia di laboratorium banyak terjadi (Pranata Laboratorium
Pendidikan Indonesia, 2015). Demikian pula keluhan penyakit yang diderita oleh tenaga
laboratorium bahkan ada sejumlah laboran/PLP meninggal dunia di usia muda sempat
disinyalir berkaitan dengan risiko kesehatan di tempat kerjanya. Istilah hiden risk (risiko tan
kentara) yang sangat mungkin dialami oleh pekerja/pengguna laboratorium kimia
sesungguhnya sangat berbahaya. Apalagi pengguna laboratorium sering mengabaiakan
(menganggap remeh) risiko itu. Beberapa kasus kecelakaan laboratorium pernah terjadi
antara lain: mahasiswa (praktikan) mengalami pingsan karena menghirup uap bahan kimia
beracun (eter), praktikan tangannya melepuh akibat terkena asam sulfat, sejulah mahasiswa
mengeluhkan kepalanya pusing-pusing seusai praktikum di laboratorium kimia. Ada pula
kejadian mahasiswa (praktikan) tangannya gatal-gatal pada saat bekerja di laboratotrium.
Bahkan ada staf jurusan kimia yang mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar bahan
kimia berbahaya.
Dalam waktu singkat dampak risiko bahaya pemakaian bahan kimia berbahaya
mungkin belum langsung dirasakan. Namun demikian ada juga bahan kimia yang dalam
waktu singkat sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan. Misalnya, n-heksan

50
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
merupakan salah satu bahan kimia yang sering dipakai dalam kegiatan praktikum/penelitian
di laboratorium kimia organik. Belum semua pengguna mengerti bahwa paparan n-hexan
dalam jangka waktu singkat saja sudah dapat mempengaruhi otak dan menyebabkan sakit
kepala, pusing, bingung, mual, kikuk, mengantuk dan pengaruh lain yang menyerupai orang
mabuk. Demikian pula pemakaian DCM (dikloromethan) banyak dan sering dipakai di
laboratorium kimia organik. DCM merupakan zat penyebab kanker dan mampu
menyebabkan kerusakan pada janin yang sedang bertumbuh, sistem reproduksi serta sistem
syaraf (Imamkhasani & Soemanto, 1992).
Mengingat besarnya potensi risiko bahaya pemakaian bahan-bahan berbahaya (di lab
organik) terhadap kesehatan pengguna maupun pekerja, maka penting untuk disikapi secara
serius.Baik pengguna maupun pekerja laboratorium kimia organik sangat penting memiliki
pengertian dan pemhaman yang benar tentang karakteristik risiko serta upaya preventif untuk
mencegah kemungkinna terpapar risiko.Oleh karena itu, penting untuk dilakukan analisis
risiko terhadap bahan-bahan kimia yang ada di laboratorium kimia organik.
Bertolak dari uraian di atas, memberikan informasi yang cukup dan benar mengenai
risiko bahan kimia berbahaya kepada pengguna/pemakai sangat penting dan urgen dilakukan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi, karakterisasi dan deskripsi
risiko bahan kimia yang ada di laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha. Selanjutnya
disusun sebagai Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) yang bisa memberi informasi
mengenai potensi bahaya dan cara bekerja yang aman dengan bahan kimia tersebut.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah melakukan penilaian risiko kesehatan akibat
paparan bahan-bahan berbahaya di laboratorium kimia organik terhadap pengguna dan
pekerja di laboratorium kimia organik Jurusan Kimia FMIPA Undiksha. Tujuan khusus
penelitian adalah mendeskripsikan bahan-bahan kimia berbahaya dan jenis risikonya terhadap
kesehatan pengguna/pekerja laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha serta mengetahui
tingkat bahaya penggunaan bahan kimia di laboratorium kimia organik berdasarkan Material
Safety Data Sheet (MSDS) dan rekaman pemakaian bahan kimia.

Metode
Metode penelitian yang dipakai adalah diskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif.
Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan mengidentifikasi bahan kimia yang digunakan,
mengidentifikasi bahaya, kompilasi dan integrasi informasi karakteristik bahan kimia,analisis
risiko berdasarkan MSDS dan rekam pemakain bahan kimia, analisis hubungan antar paparan
pemakaian dan tingkat risiko bahaya.Rancangan penelitian ini mengikuti prosedur sebagai

51
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
berikut: mulai dari mengidentifikasi bahan kimia yang digunakan, mengidentifikasi bahaya,
kompilasi dan integrasi informasi karakteristik bahan kimia,analisis risiko berdasarkan
MSDS dan rekam pemakain bahan kimia, analisis hubungan antar paparan jumlah pemakaian
dan risiko, merumuskan metode pencegahan/manajemen risiko.
Subjek penelitian adalah pengelola dan pengguna laboratorium kimia Organik FMIPA
Undiksha.Objek penelitiannya adalah bahan kimia yang dipakai dalam aktivitas di
laboratorium kimia Organik FMIPA Undiksha.Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik, Jurusan Kimia FMIPA Undiksha.
Data diperoleh dari catatan harian penggunan bahan inventori bahan kimia dan rekam
pemakaian bahan-bahan kimia di laboartorium kimia organik. Untuk karakteristik risiko
bahan kimia diperoleh melalui identifikasi label dan MSDS. Cara memperoleh data: a)
Identifikasi bahan kimia; b) Melakukan identifikasi bahaya; c) Analisis label bahan dan
MSDS; d) kompilasi dan integrasi informasi karakteristik bahan kimia; e) analisi dosis,
pencatatan jumlah dan jenis bahan yang dipakai (dalam kurun waktu 1 semester); f) analisis
paparan (cara paparan, rute paparan); g) karakteritik risiko; h) manajemen risiko (metode
pengendalian dan pencegahan); i) rumusan untuk mengkomunikasikan risiko.
Data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif
berkaitan dengan rekam pemakaian bahan kimia, data hasil identifikasi catatan jumlah
pemakaian bahan kimia dalam setiap kegiatan, selama satu semester. D a t a k u a l i t a t i f
berkaitan dengan data sifat bahan kimia berdasarkan label bahan dan
M S D S d a n d a t a p o t e n s i p a p a r a n . Selanjutnya, terhadap data yang diperoleh
dilakukan analisis diskriptif kualitatif untuk menentukan karakteristik risiko. Berdasarkan
karakt e ri st i k ri si ko di rancan g m et od e pe ngend al i an ri si ko

Hasil dan Pembahasan


Hasil
Hasil identifikasi inventori dan identifikasi jumlah penggunaan bahan-bahan di
laboratorium kimia organik menunjukkan bahan kimia yang disimpan dan digunakan dalam
aktivitas di Laboratorium Kimia Organik sebagian besar terkategori bahan-bahan berbahaya
dan beracun. Catatan bahan/zat kimia yang dipergunakan dalam kegiatan praktikum (regular)
di Lab Kimia Organik menunjukkan aktivitas praktikum di laboratorium kimia organik
FMIPA Undiksha berpotensi menimbulkan risiko berbahaya bagi pengguna/petugas maupun
bagi lingkungan. Subamia, I.D.P, dkk. (2016) dalam laporan hasil penelitiannya

52
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
menyimpulkan bahwa bahan-bahan kimia yang dipergunakan dalam kegiatan praktikum di
lab kimia sebagian besar bahan-bahan yang berbahaya.

Gambar 3.1 Bahan Kimia Cair dan Risiko Bahayanya (doc. Peneliti)

Gambar 3.2 Bahan/Zat Kimia padat di Lab Kimia Organik FMIPA Undiksha (doc. Peneliiti)

Berikut adalah hasil identifikasi sejumlah bahan/zat kimia berbahaya yang digunakan
dalam kegiatan praktikum di laboratorium kimia organik.

Tabel 3.1 Catatan Bahan Kimia Berbahaya


Jumlah Potensi
No. Nama Bahan Spesifikasi Sifat Khusus
Pemakaian Bahaya
1 H2O2 Pa-Merck korosif 160 ml +++
2 Al GR. Pa-Merck Logam 25 gr ++
3 H2C2O4 GR. Pa-Merck Oksidator 90 gr ++
4 H2SO4 95-97% GR-pa-merck Asam 600 ml ++
5 HNO3 95 %Pa-Merck Asam 360 ml ++
6 Al2(SO4)3 Pa-Merck 25 gr ++
7 As2O3 Pa-Merck 4.5 gr +++
8 Asam Klorida Pa-Merck 840 ml ++

53
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Jumlah Potensi
No. Nama Bahan Spesifikasi Sifat Khusus
Pemakaian Bahaya

9 Ba(OH)2 Pa-Merck 24 gr ++
10 BaCl2 Pa-Merck 144 gr ++
11 Batu kapur Pa-Merck 36 gr +
12 Benzena GR. Pa-Merck Mudah terbakar 250 ml ++
Ca(OH)2.
13 GR. Pa-Merck 96 gr ++
3Ca3(PO4)2
14 CaCl2 Pa-Merck 600 gr ++
15 CaO GR. Pa-Merck 48 gr ++
16 CCl4 GR. Pa-Merck 96 gr ++
17 CH3COOH GR. Pa-Merck 250 ml ++
18 Chorcoal born GR. Pa-Merck 288 gr
19 Cl2, Br2, I2, GR. Pa-Merck 28 ml +++
20 Cu GR. Pa-Merck 18 gr ++
21 CuSO4 Pa-Merck 126 gr ++
CuSO4.
22 GR. Pa-Merck 63 gr ++
unhidrat
23 CuSO4.5 H2O GR. Pa-Merck 360 gr ++
24 Etanol 70%GR. Pa-Merck 1200 ml +
25 Etanol 95%GR. Pa-Merck Mudah terbakar 350 ml +
26 Fe GR. Pa-Merck 120 gr ++
27 FeCl3 Pa-Merck Toksik, korosif 78 gr +++
28 FeS GR. Pa-Merck 148 gr ++
29 FeSO4 Pa-Merck 24 gr +++
30 H2C2O4 GR. Pa-Merck 100 gr ++
31 HCl GR. Pa-Merck Asam 1200 ml ++
32 I2 GR. Pa-Merck 96 gr ++
Indikator Asam
33 Pa-Merck 600 ml +
basa
34 Indikator PP Pa-Merck 5 gr +
35 K2C2O4.H2O GR. Pa-Merck 24 gr ++
36 KBr pelet GR. Pa-Merck 48 gr ++
37 KClO3 GR. Pa-Merck Oksidatif 120 gr +++
38 KI GR. Pa-Merck 144 gr ++
39 Kloroform GR. Pa-Merck Mudah terbakar 1600 ml +++
40 KMnO4 GR. Pa-Merck Oksidatif 48.5 gr +++

54
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Jumlah Potensi
No. Nama Bahan Spesifikasi Sifat Khusus
Pemakaian Bahaya

41 KSCN Pa-Merck Toxik 17.5 gr +++


42 Metil merah Pa-Merck 2 gr ++
43 MgCl2 GR. Pa-Merck 197 gr ++
44 MgCO3 GR. Pa-Merck 12 gr ++
45 MgO GR. Pa-Merck 120 gr ++
46 MnO2 GR. Pa-Merck 156 gr ++
47 Na2CO3.H2O GR. Pa-Merck 93.6 gr ++
48 Na2S2O3 95-97% GR-pa-merck 85 gr +++
49 Na2SO3 GR. Pa-Merck 480 gr ++
50 Na2SO4 GR. Pa-Merck 38.4 gr ++
51 NaCl Pa-Merck 480 gr +
52 NaOH GR. Pa-Merck 360 gr ++
53 NH3 GR. Pa-Merck 360 ml ++
54 NH4SO4 GR. Pa-Merck 3 gr ++
55 Pb Asetat GR. Pa-Merck 4.8 gr +++
56 PbCl2 GR. Pa-Merck 23 gr +++
57 PP Indikator GR. Pa-Merck 30 lb +
58 Seng GR. Pa-Merck 120 gr +
59 Sulfur GR. Pa-Merck 120 gr ++
60 Zn GR. Pa-Merck 13 gr +
61 ZnSO4 GR. Pa-Merck 22.5 gr ++

Catatan: kategori potensi risiko bahaya

+++ = amat potensi; ++ = sedang potensi; + = kurang

Tabel 3.2 Inventory Penggunaan Bahan Kimia di Lab Organik


Jumlah
Nama Bahan Jumlah Jumlah
No. Spesifikasi Kelas/Kelompok
Khusus Kebutuhan Praktikan
Paralel

1 2,4-DNP Pa-Merck 48 gr 67 orang 3 kelompok


per paralel, terdiri
2 Aceton Pa-Merck 120 gr semester dari A,B dan C
3 AgNO3 Pa-Merck 77.76 ml dan setiap
kelompok paralel
4 Alkohol absolut Pa-Merck 576 ml terdiri dari 7
kelompok kecil
5 Amonia 37%GR-pa-merck 240 ml

55
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Jumlah
Nama Bahan Jumlah Jumlah
No. Spesifikasi Kelas/Kelompok
Khusus Kebutuhan Praktikan
Paralel
praktikan, setiap
6 Amonium Klorida Pa-Merck 24 gr kelompok kecil
7 Anilin Pa-Merck 144 ml praktikan terdiri
dari 5 orang
8 As, Karboksilat Pa-Merck 36 gr praktikan/
Mahasiswa
9 As. Fosfat Pa-Merck 96 ml
10 As. Karboksilat GR. Pa-Merck 12 gr
11 Asam Asetat GR. Pa-Merck 48 ml
12 Asam Oksalat GR. Pa-Merck 288 gr
13 Asetaldehid GR. Pa-Merck 48 ml
14 Asetil klorida GR. Pa-Merck 12 ml
15 Aseton GR. Pa-Merck 120 ml
16 Benedict GR. Pa-Merck 240 ml
17 Benzaldehid GR. Pa-Merck 600 ml
18 benzene GR. Pa-Merck 360 ml
19 b-naftol GR. Pa-Merck 120 ml
20 Bromin (Br2) GR. Pa-Merck 12 ml
21 Bromobenzen GR. Pa-Merck 600 ml
22 CaCl2 unhidrous GR. Pa-Merck 120 gr
23 CaCl2.2H2O GR. Pa-Merck 24 gr
24 CCl4 Pa-Merck 96 ml
25 CHCl3 Pa-Merck 48 gr
26 CuO Pa-Merck 12 ml
27 CuSO4 Pa-Merck 156 ml
28 CuSO4 undidrous GR. Pa-Merck 48 gr
29 CuSO4 5 H2O Pa-Merck 8.16 gr
30 DNP Pa-Merck 48 mg
31 Etanol 90% Pa-Merck 3600 ml
32 Etanol 95% Pa-Merck 600 ml
33 Etil asetat Pa-Merck 24 ml
95-97% GR-pa-
34 FeCl3 48 gr
merck
35 Fehling GR. Pa-Merck 240 ml
36 Fenasilbromid GR. Pa-Merck 144 ml
37 Fenilhidrazin GR. Pa-Merck 192 ml

56
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Jumlah
Nama Bahan Jumlah Jumlah
No. Spesifikasi Kelas/Kelompok
Khusus Kebutuhan Praktikan
Paralel

38 Fenol GR. Pa-Merck 12 ml


39 garam diazonium GR. Pa-Merck 120 gr
40 Garam Mohr GR. Pa-Merck 48 gr
41 H2CrO4 GR. Pa-Merck 93.6 gr
95-97% GR-pa-
42 H2SO4 480 ml
merck
43 HCl pekat 37%GR-pa-merck 360 ml
44 HClO4 GR. Pa-Merck 38.4 gr
45 HNO3 pekat GR. Pa-Merck 360 ml
46 I2 GR. Pa-Merck 4.8 gr
47 KBr GR. Pa-Merck 120 gr
48 KI GR. Pa-Merck 48 gr
49 Kloroform GR. Pa-Merck 600 ml
50 KMnO4 GR. Pa-Merck 30 gr
51 KNa-Tartarat GR. Pa-Merck 41.52 gr
52 KOH GR. Pa-Merck 24 gr
53 KSCN GR. Pa-Merck 24 gr
54 Ksilena GR. Pa-Merck 120 ml

Catatan: Besarnya volume (jumlah) pemakaian bahan kimia dalam kegiatan reguler (praktikum) dapat
mengindikasikan besarnya potensi risiko bahaya.

Hasil Analisis Risiko Bahaya Bahan Kimia Berdasarkan Keterangan Label

Analisis dilakukan terhadap keterangan yang terdapat pada label bahan. Sebagai salah satu
contoh bahan yang dianalisis adalah Dikloromethan.

Bahan yang dapat Jangan dihirup,


merusak kesehatan jangan ditelan
tubuh bila kontak dan hindari
langsung dengan tubuh kontak langsung
atau melalui inhalasi. dengan kulit.
(Xn) ,Harmful

Diclorometan (DCM)

Catatan hasil identifikasi bahan kimia serta analisis risiko bahaya menurut data yang tertera pada
label wadah/botol bahan-bahan kimia di laboratorium kimia organik adalah sebagai berikut.

57
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Nama Bahan Kimia : Kalium hydroxid platzehen
Rumus molekul : KOH
Berat molekul : 56,11 g/mol
Phose/warna : Putih kristal
Fase R
R35 : Menyebabkan luka bakar yang parah
Fase S
S2 : Jauhkan dari anak-anak
S26 : Jika kena mata, cuci segera dengan air dan minta nasehat
dokter
S37 : Pakai sarung tangan yang sesuai untuk mengambil

CORROSIVE
Bahan kimia bersifat korosif, dapat merusak jaringan hidup, menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-
gatal bahkan dapat menyebabkan kulit mengelupas.

Nama Bahan Kimia : Benzoid Acid


Rumus molekul : C6H6O2
Berat molekul : 122,12 g/mol
Phose/warna : Putih
Fase R
R22 : Berbahaya jika tertelan
Fase S
S2 : Jauhkan dari anak-anak
S24 : Jangan kena kulit

HARMFUL
Bahan kimia dapat menyebabkan iritasi, luka bakar pada kulit, berlendir, mengganggu sistem
pernafasan bila kontak dengan kulit, dihirup atau ditelan. Misal NaOH, C 6H5OH, Cl2.

Nama Bahan Kimia : Barium chlorid dihydrat


Rumus molekul : BaCl2.2H2O
Berat molekul : 244,28 g/mol
Phose/warna : Butiran pasir/putih
Fase R
R22 : Berbahaya jika tertelan
Fase S

58
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
S2 : Jauhkan dari anak-anak
S28 : Jika terkena kulit, cuci segera dengan cairan

Nama Bahan Kimia : Napthol


Rumus molekul : C10h8O
Berat molekul : 144,17 g/mol
Phose/warna : Cair
Fase R
R21 : Berbahaya jika terkena kulit
R22 : Berbahaya jika tertelan
R36 : Iritasi terhadap mata
R38 : Iritasi terhap kulit
Fase S
S22 : Debu jangan dihisap
S28 : Jika terkena kulit, cuci segera dengan cairan

Nama Bahan Kimia : Silbernitrat


Rumus molekul : AgNO3
Berat molekul : 169,87 g/mol
Phose/warna : Cair
Fase R
R8 : Kontak dengan bahan mudah terbakar memungkinkan terjadinya
kebakaran
R34 : Menyebabkan luka bakar
Fase S
S8 : Pastikan wadah tetap kering

59
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
CORROSIVE
Arti Bahan kimia bersifat korosif, dapat merusak jaringan hidup, menyebabkan iritasi pada kulit,
gatal-gatal bahkan dapat menyebabkan kulit mengelupas.

Nama Bahan Kimia : Natrium hydroxid platzchen


Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 40.00 gr/mol
Phose/warna : Padat/putih
Fase R
R35 : Menyebabkan luka bakar yang parah
Fase S
S35 : Bahan ini dan wadahnya hanya dapat dibuang dengan Cara yang
aman

Nama Bahan Kimia : Formldehyde solution


Rumus molekul : HCHO
Berat molekul : 30,0 gr/mol
Phose/warna : Padat/putih
Fase R
R23 : Beracun jika terhirup
R24 : Beracun jika terkena kulit
R25 : Beracun jika tertelan
Fase S
S25 : Jangan kena mata
S36 : Pakai pakaian pelindung yang sesuai

TOXIC
Bahan kimia bersifat racun, dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius bila Masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan, menghirup uap, bau atau debu, atau penyerapan melalui kulit.
Contoh: CCl4, H2S, C6H6, dan lain-lain.

Nama Bahan Kimia : Silver Nitrat


Rumus molekul : AgNO3
Berat molekul : 169,87 gr/mol
Phose/warna : Butiran pasir/Putih
Fase R
R8 : Kontak dengan bahan mudah terbakar memungkinkan
terjadinya kebakaran
R34 : Menyebabkan luka bakar

60
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Fase S
S2 : Jauhkan dari anak-anak
S26 : Jika kena mata, cuci segera dengan air dan minta nasehat
dokter
Catatan: Kode R ( Hazard Warning for Dangerous Chemicals) merupakan peringatan bahaya untuk
bahan kimia berbahaya. Sedangkan S (Safety Precautions for Dangerous Chemical) menunjukkan
tindakan pencegahan atau saran penyimpanan untuk bahan-bahan kimia berbahaya.

Berikut adalah hasil analisis terhadap bahan-bahan kimia yang ada di Lab Organik serta jenis risiko
yang bisa ditimbulkan.

Tabel 5.3 Bahan Kimia dan Jenis Risikonya


Contoh bahan yang Simbol Bahaya Jenis Bahaya Arti Tindakan
ada (rumus molekul) (Risiko)

Natrium Hidroksida Irritant Bahan yang dapat Hindari kontak


(NaOH), Heksanol menyebabkan iritasi, langsung
(C6H5OH), Klorin gatal-gatal dan dapat dengan kulit.
(Cl2) menyebabkan luka Contoh :
bakar pada kulit.
(Xi)

Diklorometan; Harmful Bahan yang dapat Jangan dihirup,


Etilen glikol merusak kesehatan jangan ditelan
tubuh bila kontak dan hindari
langsung dengan kontak langsung
tubuh atau melalui dengan kulit.
inhalasi.
(Xn)
Metanol (CH3OH), Toxic Bahan yang bersifat Jangan ditelan
Benzena (C6H6) beracun, dapat dan jangan
menyebabkan sakit dihirup, hindari
serius bahkan kontak langsung
kematian bila tertelan dengan kulit.
(T) atau terhirup.
.

Kalium sianida, Very Toxic Bahan yang bersifat Hindari kontak


Hydrogen sulfida, sangat beracun dan langsung
Nitrobenzene dan lebih sangat dengan tubuh
Atripin. berbahaya bagi dan sistem
kesehatan yang juga pernapasan.
dapat menyebabkan
sakit kronis bahkan
(T+) kematian.
Asam Klorida (HCl), Corrosive Bahan yang bersifat Hindari kontak
Asam Slfat korosif, dapat langsung
(H2SO4), Natrium merusak jaringan dengan kulit dan
Hidroksida (NaOH hidup, dapat hindari dari
(>2%)) menyebabkan iritasi benda-benda
pada kulit, gatal-gatal yang bersifat
(C) dan dapat membuat logam.
kulit mengelupas.

61
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Minyak terpentin. Flammable Bahan kimia yang Jauhkan dari
mempunyai titik benda-benda
nyala rendah, mudah yang berpotensi
terbakar dengan api mengeluarkan
bunsen, permukaan api.
metal panas atau
loncatan bunga api.

Aseton dan Logam Highly Mudah terbakar di Hindari dari


natrium. Flammable bawah kondisi sumber api, api
atmosferik biasa atau terbuka dan
mempunyai titik loncatan api,
nyala rendah (di serta hindari
bawah 21°C) dan pengaruh pada
mudah terbakar di kelembaban
(F+) bawah pengaruh tertentu.
kelembapan.

Dietil eter (cairan), Extremely Bahan yang amat Jauhkan dari


Propane (gas). Flammable sangat mudah campuran udara
terbakar. Berupa gas dan sumber api.
dan udara yang
membentuk suatu
campuran yang
(F+) bersifat mudah
meledak di bawah
kondisi normal.

KClO3, NH4NO3 Explosive Bahan kimia yang Hindari


mudah meledak pukulan/bentura
dengan adanya n, gesekan,
panas atau percikan pemanasan, api
bunga api, gesekan dan sumber
atau benturan. nyala
lain bahkan
(E) tanpa oksigen
atmosferik.

Contoh :Hidrogen Oxidizing Bahan kimia bersifat Hindarkan dari


peroksida, Kalium pengoksidasi, dapat panas dan
perklorat. menyebabkan reduktor.
kebakaran dengan
menghasilkan panas
saat kontak dengan
(O) bahan organik dan
bahan pereduksi.

Tetraklorometan, Dengerous Bahan kimia yang Hindari kontak


Petroleum bensin. For the berbahaya bagi satu atau bercampur
Environment atau beberapa dengan
komponen lingkungan yang
lingkungan. Dapat dapat
menyebabkan membahayakan
kerusakan makhluk hidup.
ekosistem.

62
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Sulfur, Picric acid, Flammable Padatan yang mudah Hindari panas
Magnesium. Solid terbakar atau bahan
mudah terbakar
dan reduktor,
serta hindari
kontak dengan
air apabila
bereaksi dengan
air dan
menimbulkan
panas serta api.

Acetone, Benzene Flammable Cairan yang mudah Hindari kontak


Liquid terbakar. dengan benda
yang berpotensi
mengeluarkan
panas atau api.
.

Acetelyne, LPG, Flammable Simbol pengaman Jauhkan dari


Hydrogen. Gas yang digunakan panas atau
pada tempat percikan api.
penyimpanan
material gas yang
mudah terbakar.

Carbon, Charcoal- Spontaneous Material yang dapat Simpan di


non-activated, ly secara spontan tempat yang
Carbon black. Combustible mudah terbakar. jauh dari
Substances sumber panas
atau sumber
api.

Calcium carbide, Dengerous Material yang Jauhkan dari air


Potassium When Wet bereaksi cukup keras dan simpan di
phosphide dengan air. tempat yang
kering/tidak
lembab.

Calcium Oxidizer Material yang mudah Hindarkan dari


hypochlorite, menimbulkan api panas dan
Sodium peroxide, ketika kontak dengan reduktor
Ammonium material lain yang
dichromate mudah terbakar dan
dapat menimbulkan
ledakan.

Benzol peroxide, Organic Merupakan simbol Hindarkan dari


Methyl ethyl ketone Peroxide keamanan bahan panas dan
peroxide. kimia yang reduktor
digunakan dalam
transportasi dan
penyimpanan
peroksida organik.

63
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Oksigen, Nitrogen Non Simbol pengaman Hindari kontak
Flammable yang digunakan dengan benda
Gas pada transportasi yang berpotensi
dan penyimpanan mengeluarkan
material gas yang panas atau api.
tidak mudah
terbakar.

Calcium cyanide, Poison Simbol yang Hindari kontak


Carbon digunakan pada langsung,
transportasi dan tertelan. Segera
penyimpanan bahan- cuci tangan
bahan yang beracun
(belum tentu gas).

Chlorine, Methil Poison Gas Simbol yang Jauhkan dari


bromide, Nitric digunakan pada pernapasan kita.
oxide. transportasi dan
penyimpanan
material gas yang
beracun.

Acrylamide, Harmful Bahan-bahan yang Jauhkan dari


Amonium berbahaya bagi makanan atau
tubuh. (Contoh: minuman.
Akrilamida adalah zat
neurotoksik, artinya zat
yang

dapat meracuni syaraf.


Efek utama keracunan
akrilamida adalah
gangguan pada sistem
syaraf Acrylamide juga
merupakan zat
genotoksisitas yakni
diduga dapat merusak
kesuburan; senyawa
amonium seperti
ammonium nitrat jiga
terhirup

menyebabkan iritasi pada


saluran pencernaan
dengan gejala batuk, sakit
tenggorokan dan napas
yang pendek.
Menyebabkan
methemoglobinemia,
sianosis, konvulsi,
takikardia, dispnea, dan
kematian.

Gas halogen (Br Inhalation Bahan-bahan yang Jangan dihirup.


Br2, Cl2, uap eter, Hazard dapat merusak
uap kloroform sistem inhalasi atau
pernapasan

Pembahasan

Hasil identifikasi bahan kimia berbahaya yang ada di Laboratrorium Kimia Organik
FMIPA Undiksha diketahui hampir semua bahan kimia yang dipergunakan merupakan bahan

64
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
kimia berbahaya. Berdasarkan sifatnya bahan-bahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi
bahan-bahan bersifat irritant (seperti: natrium hidroksida (NaOH), heksanol (C6H5OH),
klorin (Cl2). Bahan bersifat harmful (seperti: diklorometan; etilen glikol). Bahan toxic
(seperti: metanol (CH3OH), benzena (C6H6)). Very Toxic (seperti: kalium sianida, hydrogen
sulfida, nitrobenzene dan atripin). Corrosive (seperti: asam klorida (HCl), asam sulfat
(H2SO4), natrium hidroksida (NaOH)). Flammable (seperti: aseton, logam natrium, dietil eter,
propane,dll). Explosive (seperti: KClO3, NH4NO3). Oxidizing (seperti :hidrogen peroksida,
kalium perklorat). Dengerous For the Environment (seperti: tetraklorometan, petroleum
bensin). Poison (calcium cyanide, chlorine, methil bromide, nitric oxide). Inhalation Hazard
(Gas halogen (Br2, Cl2, uap eter, uap kloroform, dll).
Jenis risikonya terhadap kesehatan pengguna/pekerja antara lain: dapat menyebabkan
iritasi, gatal-gatal dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Bahan harmful dapat
merusak kesehatan tubuh bila kontak langsung dengan tubuh. Bahan toxic bersifat beracun,
dapat menyebabkan sakit serius bahkan kematian bila tertelan atau terhirup. Bahan very toxic
bersifat sangat beracun dan lebih sangat berbahaya bagi kesehatan yang juga dapat
menyebabkan sakit kronis bahkan kematian. Bahan yang bersifat korosif, dapat merusak
jaringan hidup, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, gatal-gatal dan dapat membuat kulit
mengelupas. Bahan flameable mempunyai titik nyala rendah, mudah terbakar dengan api
bunsen, permukaan metal panas atau loncatan bunga api. Bahan Explosive mudah meledak
dengan adanya panas atau percikan bunga api, gesekan atau benturan. Bahan kimia bersifat
pengoksidasi, dapat menyebabkan kebakaran dengan menghasilkan panas saat kontak dengan
bahan organik dan bahan pereduksi. Bahan dengerous for the environment, bahan berbahaya
bagi satu atau beberapa komponen lingkungan. Dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.
Risiko bahan Inhalation Hazard dapat merusak sistem inhalasi atau pernapasan
Berdasarkan hasil analisis jenis bahaya bahan kimia dan jumlah penggunaan bahan
kimia dapat diketahui potensi tingkat bahaya penggunaan bahan kimia di laboratorium kimia
organik FMIPA Undiksha dapat dibilang tinggi. Hal tersebut dapat dianalisis dengan
mengacu pada Material Safety Data Sheet (MSDS) dan rekaman pemakaian bahan kimia di
laboratorium organik. Besarnya potensi tingkat bahaya penggunaan bahan kimia di
laboratorium kimia organik membutuhkan penerapan prosedur keselamatan yang lebih
intensif.
Prosedur keselamatan kerja di laboratorium begitu penting untuk di perhatikan
mengingat hasil riset menunjukkan sudah berlangsung kecelakaan kerja dengan intensitas
yang mencemaskan yakni 9 orang/hari (https://ginasf.weebly.com/home/7-prosedur-

65
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
keselamatan-kerja-di-laboratorium). Menurut Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), 95% kecelakaan disebabkan oleh unsafe act, hanya 5% disebabkan
oleh unsafe condition. Secara umum prosedur keselamatan kerja di laboratorium mencakup
aspek-aspek berikut: prasyarat laboratorium yang baik, 2) tata teratur keselamatan kerja; 3)
alat keselamatan kerja; 4) lambang keselamatan kerja; 5) cara memindahkan bahan kimia; 6)
pembuangan limbah; dan 7) perlakuan kecelakaan (Shailaj Kumar Shrivastava, 2017;
National Research Council, NRC. 2010; Moran, Lisa dan Tina Masciangioli, 2010)
Keselamatan semua pihak adalah tanggung jawab bersama petugas laboratorium dan
pemakai laboratorium. Risiko keselamatan kerja di laboratorium sesungguhnya dapat
direduksi apabila setiap pengguna laboratorium memperhatikan prosedur keselamatan kerja
di laboratorium. Tetapi, seringkali pengguna laboratorium menyepelekan resiko kerja, hingga
tidak memakai alat-alat pengaman meskipun telah ada. Kadang ada yang tidak menggunakan
jas lab, sepatu safety, sarung tangan, kaca mata safety ketika sedang bekerja di laboratorium.
Berdasarkan hasil analisis tingkat risiko pada kegiatan Praktikum Kimia Organik,
salah satu faktor yang mempengaruhi adanya risiko yang terjadi di laboratorium adalah
karena faktor perilaku dari pengguna laboratorium (mahasiswa). Pengguna laboratorium
kurang memperhatikan keselamatan dan keamanan pada saat bekerja di laboratorium.
Sebagai contoh, setiap orang yang akan melakukan praktikum di laboratorium wajib
menggunaka alat pelindung. Namun kenyataannya masih ditemukan ada praktikan
(mahasiswa) yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti jas lab, sarung
tangan, dan masker saat bekerja (praktikum). Fakta tersebut menunjukkan kurangnya
kesadaran dari pengguna lab (mahasiswa) terhadap pentingnya penanggulangan risiko bahan
kimia berbahaya. Hal ini juga mengindikasikan masih kurangnya informasi mengenai
pentingnya keselamatan saat bekerja di laboratorium. Oleh karena itu upaya-upaya
pengendalian keselamatan kerja di laboratorium perlu lebih diintensifkan. Dibutuhkan
manajemen keselamatan kerja laboratorium yang lebih efektif. Dengan manajemen
keselamatan yang efektif dapat mengendalikan tingkat risiko yang ada di laboratorium.
Untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan
di tempat kerja maka diperlukan suatu manajemen risiko kegiatannya meliputi identifikasi
bahaya, analisis potensi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko, serta pemantauan dan
evaluasi (Dian Palupi Restuputri, Resti Prima Dyan Sari, 2015). Suatu pencegahan
kecelakaan kerja yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik oleh setiap
orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan peralatan yang
mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu

66
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain (Depnaker RI, 1996:48).
Terkait manajemen keselamatan laboratorium, nampaknya upaya penerapan prosedur
keselamatan kerja di Laboratorium Kimia FMIPA Undiksha masih kurang. Hal itu dapat
terlihat dari beberapa penjelasan berikut.
a. Laboratorium Kimia FMIPA Undiksha belum mempunyai dokumen MSDS (Material
Safety Data Sheets). Di laboratorium kimia seharusnya tersedia MSDS untuk setiap
bahan kimia yang terdapat di laboratorium dan dokumen MSDS tersebut dan
mudah diakses oleh pengguna laboratorium.
b. Walaupun sudah ada SOP bekerja di laboratorium, namun SOP tersebut belum diterapkan
dengan baik. Disamping itu kelengkapan alat pelindung diri bagi pengguna laboratorium
perlu ditambah.
c. Prosedur penggunaan peralatan dan prosedur penanggulangan keadaan darurat di
laboratorium belum diterapkan dengan baik serta masih kurangnya kelengkapan peralatan
penanganan keadaan darurat.
d. Laboratorium Kimia FMIPA Undiksha belum pernah melakukan kegiatan penilaian risiko
(risk assesment). Padahal penilaian risiko dibutuhkan untuk mengetahui jenis bahaya dan
risiko yang ada dari bahan kimia dan peralatan yang digunakan di laboratorium.
Suatu upaya untuk mengcegah dan menghindar dari risiko bahan kimia berbahaya
adalah dengan menerapka manajemen risiko. Fokus dari manajemen risiko yang baik (good
risk management) adalah identifikasi dan perlakuan risiko. Manajemen risiko memberikan
suatu cara secara terstruktur tentang identifikasi dan analisis risiko, serta pemikiran dan
implementasi respon yang tepat dari akibat yang ditimbulkan (Moeller, 2007). Respon-
respon tersebut secara umum menggambarkan strategi-strategi untuk pencegahan risiko,
transfer risiko, pengaruh mitigasi atau penerimaan risiko. Moeller (2007) membagi strategi
manajemen risiko dalam empat proses yaitu identifikasi risiko, penilaian kualitatif atau
kuantitatif dari risiko terdokumentasi, proses proiritas risiko dan perencanaan respon, serta
monitoring risiko. Menurut Stoneburner, Goguen, dan Feringa (2002) ada tiga proses dalam
manajemen risiko yaitu penilaian risiko, mitigasi risiko dan evaluasi-penilaian, sedangkan
Cendrowski & Mair (2009) menyatakan bahwa strategi manajemen risiko terdiri dalam 3
komponen yaitu identifikasi risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko. Mitigasi risiko adalah
suatu metodologi yang secara sistemik digunakan senior manajemen untuk mereduksi risiko.
Mitigasi risiko dapat dicapai melalui beberapa option mitigasi risiko berikut (Stoneburner et

67
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
al., 2002). Selain itu, perlu adanya pengawasan intensif dari petugas dan pengampu
praktikum pada saat praktikum berlangsung.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan, karakteristik
bahan kimia barbahaya yang terdapat di laboratorium kimia organik FMIPA Undiksha antara
lain bersifatirritant, harmful, toxic, very toxic, corrosive , flammable, highly flammable,
extremely flammable, explosive, oxidizing , dengerous for the environment, flammable solid ,
flammable liquid, flammable gas, poison, dan inhalation. Jenis risikonya: risiko keracunan,
berbahaya bagi kesehatan, korosif, dapat merusak jaringan hidup, dapat menyebabkan iritasi
pada kulit, gatal-gatal dan dapat membuat kulit mengelupas, potensi menimbulkan ledakan,
kebakaran dengan menghasilkan panas, kerusakan ekosistem. Tingkat risiko bahan kimia
berbahaya, berpotensi sangat berisiko bagi kesehatan pengguna laboratorium maupun
lingkungan pada tingkat cukup berbahaya. Solusi alternatif untuk pengelolaan limbah
laboratorium kimia FMIPA Undiksha adalah melalui penanganan khusus sesuai dengan
karakteristik bahannya. Upaya yang diterapkan untuk menanggulangi risiko bahaya adalah
menyusun dan mensosialisasikan sifat dan jenis bahan berserta cara penanganan bahan kimia
berbahaya. Suatu strategi untuk mencegah/menghindar dari risiko bahan kimia adalah
melakukan identifikasi risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko. Disarankan bagi pengguna
laboratorium kimia untuk menggunakan bahan-bahan kimia seminimal mungkin. Memilih
jenis kegiatan yang sebisa mungkin tidak menghasilkan limbah berbahaya. Pengguna
laboratorium wajib mengenakan alat pelindung diri untuk keselamatan dan kesehatan kerja
di laboratorium.

Daftar Pustaka

Budiawan/ Chemical Safety In Laboratory. http://www.thamescenter.com/pro gram-


training/hspacademy/chemical-safety-inlab.html. diakses tgl. 10 desember 2017.
Committee on Chemical Management Toolkit Expansion. 2016. Chemical Laboratory Safety
and Security: A Guide to Developing Standard Operating Procedures. National
Academy of Sciences. All rights reserved
Dian Palupi Restuputri1, Resti Prima Dyan Sari. 2015. Analisis Kecelakaan Kerja dengan
Menggunakan Metode Hazard and Operability Study (HAZOP). Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, Vol. 14, No. 1, juni 2015 ISSN 1412-6869

68
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Djafri,D.2014. Prinsip dan Metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan.Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas. April - September 2014 | Vol. 8, No. 2, Hal. 100-104
Department of Occupational Safety and Health, DOSH. 200. Chemical Health Risk
Assessment (CHRA), 2nded, Ministry of Human Resources, Malaysia.
Faizal Riza Soeharto. 2013. Bekerja dengan Bahan Kimia Melalui Manajemen Bahan Kimia
dan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Laboratorium Kimia. Jurnal
Info Kesehatan, Vol 11, Nomor 2 Desember 2013.
Hanidza, T.,Tong,L.K.,Zain,S.,Latif,P.A. 2010. Chemical Risk Evaluation: A Case Study in
an Automotive Air Conditioner Productio Facility. Enveronment Asia The International
Journal. Publised by Thai Education on Enveronment, 3 186-202. April 20, 2012.
Imamkhasani, Soemanto.1992. Keselamatan Kerja Dalam Laboratorium
Kimia.PT.Gramedia, Bandung
Karimi Zeverdegani S, Barakat S, Yazdi, M. 2016. Chemical Risk Assessment in A Chemical
Laboratory Based on Three Different Techniques. JOHE, Summer 2016
LouvarJF, Louvar BD. 1998. Health and Environmental Risk Analysis: Fundamentals with
Applications: Prentice Hall PTR.
Material Safty Data Sheet (MSDS). 2006. Complies with OSHA Hazard Communi cations
Standard 29 CFR 1910.1200. https://www.osha.gov/oilspills/msds/msds-2.pdf. diakses
tanggal 3 Nopember 2016.
McCray LE. 1983. Risk Assessment in the Federal Government: Managing the Process
Working Papers: National Academies.
Moh.Amien.1998. Buku Pedoman Laboratorium dan Petunjuk Praktikum Pendidikan
IPA.Jakarta : Depdikbud
Moran, Lisa dan Tina Masciangioli, 2010. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium kimia:
Panduan Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. Washington DC: The National
Academies Press
National Research Council, NRC. 2010. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Kimia:
Panduan Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. The National Academy Press,
Washington DC.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Direktorat Norma Keselamatan Kerja (DPNK3).
Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun
Ramli, S., (2010). Pedoman Praktis Manajemen Risiko. Ed 1, Jakarta: Dian rakyat.
Shailaj Kumar Shrivastava, 2017. Safety Procedures In Science Laboratory. International
Journal of Engineering& Scientific Research. Vol.5 Issue 7, July 2017, ISSN: 2347-
6532 Impact Factor: 6.660. Journal Home page:http://www.ijmra.us,
Email:editorijmie@gmail.com
Suardi, R., (2007). Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Seri
Manajemen Operasi No. 11, Jakarta: Penerbit PPM.

69
Wahana Matematika dan Sains : Jurnal Matematika,Sains, dan
Pembelajarannya, Vol 13 No 1, April 2019
Subamia, I.D.P, dkk. 2017. Identifikasi, Karakterisasi, dan Solusi Alternatif Pengelolaan
Limbah Laboratorium Kimia FMIPA Undiksha. Proseding Seminar Nasional Riset
Inovatif 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
Pendidikan Ganesha.18 Nopemebr 2017. Sanur Bali. Undiksha Press: ISBN: 978-602-
6428-11-0.2017
United State Environmental Protection Agency. 1990. Seminar Publicatation Risk
Assessment, Management and Communication of Drinking Water Contamination.
Widyastuti, Palupi; Ester, Monica.2006. Bahya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan
Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Winardi Dwi Nugraha, dkk. 2013. Analisa Risiko Keselamatan Kerja dengan Menggunakan
Metode Hazards Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) di
Laboratorium BTPLDD PTLR Batan Serpong Banten.Artikel.
Zully Achmad Fattatulhidayat. 2012. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Diklorometan dan
n-Heksana di Laboratorium Organik PT. X Tahun 2012. Laporan hasil Penel;itian
Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Magister Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Depok.
Tanjungpinang.Tidak dipublikasikan.

70
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/324334589

GHS: Keselamatan Berbicara Melalui Simbol

Article  in  BioScience · March 2018


DOI: 10.24036/02018219843-0-00

CITATIONS READS

2 8,524

1 author:

Arif Sardi
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Indonesia, Banda Aceh
5 PUBLICATIONS   7 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience/index View project

All content following this page was uploaded by Arif Sardi on 14 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

GHS: Keselamatan Berbicara Melalui Simbol

Arif Sardi1

1
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh

e-mail: arif.sardi@ar-raniry.ac.id

ABSTRACT. The hazard prevention symbol is an important safety communication


tool, they help point out the various dangers that exist in the laboratory. At the same
time, this symbol warns the student to always be aware of the hazard by providing
necessary safety information and instructions. Hazard prevention symbols can
communicate messages quickly and overcome language barriers. In 2015, come off
major changes in chemical labels and SDS globally. There is a new language of hazard
prevention symbols that must be understood by users of chemicals. Some chemical
manufacturers have issued new types of symbols for hazard prevention. This is an
implication of the adoption of GHS regulation (Globally Harmonized System) in several
European Union countries and the United States. Many people who work and teach
with chemicals still do not know in detail what has changed and what it means to them.

Key words: hazard prevention symbol, safety information and GHS

ABSTRAK. Tanda dan simbol pencegahan bahaya adalah alat komunikasi


keselamatan yang penting, mereka membantu menunjukkan berbagai bahaya yang
ada di laboratorium. Pada saat yang sama, simbol pencegahan bahaya
memperingatkan praktikan agar selalu waspada terhadap bahaya tersebut dengan
memberikan informasi dan instruksi keselamatan yang dibutuhkan. Simbol
pencegahan bahaya bisa mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan mengatasi
hambatan bahasa. Pada tahun 2015, perubahan besar terjadi pada label bahan kimia
dan SDS secara global. Ada bahasa baru dari simbol pencegahan bahaya yang harus
dipahami oleh para pengguna bahan kimia. Beberapa produsen bahan kimia telah
mengeluarkan jenis simbol baru untuk pencegahan bahaya. Hal ini sebagai implikasi
dari telah diadopsinya regulasi GHS (Globally Harmonized System) di beberapa
negara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Banyak orang yang bekerja dan mengajar
dengan bahan kimia masih belum mengetahui secara rinci tentang apa yang telah
berubah dan apa artinya bagi mereka.
Kata kunci: simbol pencegahan bahaya, informasi keselamatan dan GHS.

This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution,
and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2017 by author and Universitas Negeri Padang.

1. Pendahuluan
Sebagian besar laboratorium sains banyak menggunakan bahan kimia dari berbagai
tipe dan tingkat bahaya. Biologi merupakan salah satu bidang yang secara intensif dan
ekstensif menggunakan bahan kimia untuk kelas laboratorium dan eksperimen lainnya.
Kecelakaan karena bahan kimia di laboratorium sangat mungkin terjadi apabila eksperimen
dilakukan oleh pengguna laboratorium yang kurang pemahaman dan pengalaman serta tidak
mengetahui bahaya atau risiko terkait bahan kimia yang digunakan di laboratorium. Bahkan
pengguna laboratorium yang sudah sangat berpengalaman pun juga berisiko terhadap

1
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

terjadinya kecelakaan, jika mereka salah dalam mengikuti petunjuk keamanaan selama
bekerja dengan bahan-bahan yang berbahaya (Olewski dan Snakard, 2017).
Terdapat beberapa laporan tentang kecelakaan karena zat kimia pada laboratorium
sains akibat kesalahan dalam penanganan ataupun kesalahan dalam penggunaan zat kimia.
Misalnya, kecelakaan pada Laboratorium Farmasi Universitas Indonesia (2015) dan
kecelakaan pada Laboratorium Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala (2017). Kecelakaan pada
Laboratorium Farmasi UI mengakibatkan 14 orang mahasiswa terluka sedangkan kecelakaan
pada Laboratorium Kimia FKIP Unsyiah melukai seorang dosen dan mahasiswa
bimbingannya (Okezonenews.com, 2015; Serambinews.com, 2017). Beberapa Perguruan
Tinggi di Malaysia juga pernah mengalami kecelakaan laboratorium, diantaranya kebakaran
pada Laboratorium Kimia Universitas Malaya (2001), Laboratorium Teknik pada Universitas
Putra (2002) dan Laboratorium Fisika pada Universitas Kebanson (2005) (Sarifah, dkk, 2010).
Laporan lainnya juga menyebutkan bahwa 49% kecelakaan terkait universitas di Taiwan
disebabkan karena penggunaan bahan kimia di laboratorium yang tidak tepat (Su dan Hsu,
2008). Menurut American Industrial Hygiene Association, setidaknya 18 kecelakaan
kebakaran berbasis alkohol di AS telah terjadi dalam demonstrasi pendidikan sejak 2011
(AIHA, 2016). Sebuah Kecelakaan parah karena zat kimia terjadi pada Laboratorium Kimia
Organik Universitas California, Los Angles, yang mengakibatkan meninggalnya seoran
asisten riset (Benderly, 2015). Pada laporan lainnya, seorang profesor kimia dari Dartmouth
College (AS) meninggal kerana keracunan merkuri setelah tetesan kecil dimethylmercury
meresap melalui sarung tangan latex yang dia gunakan. Hasil invertigasi menunjukkan bahwa
sarung tangan berbahan latex tidak cocok digunakan apabila bekerja dengan
dimethylmercury (Bloom, 2016). Ini adalah beberapa kasus kecelakaan yang bisa menjadi
pembelajaran bagi semua pengguna bahan kimia laboratorium di manapun.

2. Peringatan dan Hirarki Pengendalian Bahaya


Terdapat serangkaian strategi dasar yang bisa dilakukan untuk mencegah bahaya
agar tidak melukai orang dan merusak properti, hal ini disebut sebagai hirarki pengendalian
bahaya. Hirarki ini mendefinisikan prioritas untuk menangani produk atau mengatasi bahaya
lingkungan. pertama adalah merancangnya sehingga tidak terdapat bahaya, kedua adalah
mencegah kontak antara orang dan bahaya, dan yang ketiga memperingatkan (Laughery dan
Wogalter, 2011).
Pendekatan pertama dan yang lebih disukai untuk mengatasi bahaya adalah dengan
menghilangkannya melalui desain alternatif. Mengganti komponen yang tidak beracun untuk
komponen beracun dalam produk kimia adalah contohnya (Sheldon, 2016). Namun, tidak
selalu layak secara teknologi dan ekonomi untuk merancang suatu produk sehingga tidak
memiliki bahaya.
Prioritas kedua adalah perlindungan, dapat dipandang sebagai sarana untuk
mencegah kontak antara orang dan bahaya. Perlindungan fisik seperti alat pelindung diri
merupakan langkah yang bisa diambil pada kasus ini (Sutton, 2017). Melindungi juga dapat
dilakukan secara prosedural, seperti adanya SOP yang ketat untuk aktivitas laboratorium,
atau kombinasi antara fisik dan prosedural (Indiana University, 2017). Namun, seperti
masalah desain alternatif, perlindungan tidak selalu layak atau efektif, yang berarti diperlukan
metode lain.

2
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

Tahapan ketiga dari pengendalian terhadap bahaya adalah dengan memperingatkan.


Peringatan dimaksudkan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penggunaan
produk (atau saat dipakai di lingkungan) secara aman. Peringatan, seperti halnya strategi lain
juga memiliki keterbatasan dalam hal efektivitas. Orang mungkin tidak melihat atau
mendengar sebuah peringatan, mereka mungkin tidak memahaminya, atau mereka mungkin
tidak cukup termotivasi untuk menaatinya. Tapi kekhawatiran ini bukan dasar atau alasan
untuk tidak memberi peringatan. Sebaliknya, keterbatasan ini memiliki dua implikasi praktis.
Salah satunya adalah bahwa peringatan tersebut perlu dirancang sedemikian rupa sehingga
membuatnya lebih efektif. Poin kedua adalah bahwa peringatan tersebut harus dianggap
sebagai satu alat atau pendekatan untuk menangani produk dan menjaga keamanan
lingkungan (Laughery dan Wogalter, 2011).

3. Tujuan dan Efektivitas Peringatan


3.1 Tujuan Peringatan
Peringatan dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk mencapai keamanan
lingkungan dan produk. Tujuan peringatan dapat dilihat dari beberapa perspektif, sebagai
penyedia informasi, berpengaruh terhadap perilaku, dan sebagai pengingat (Laughery dan
Wogalter, 2006).
3.1.1 Memberikan informasi
Sebagai sebuah komunikasi, suatu peringatan ditujukan untuk memberikan informasi
kepada audiens dan pengguna suatu produk. Peringatan harus mencakup informasi tentang
bahaya, konsekuensi potensial, serta perilaku yang aman dan tidak aman. Informasi tersebut
harus memungkinkan keputusan yang tepat mengenai kepatuhan. Salah satu indikator
suksesnya adalah apakah informasi peringatan diterima dan dipahami (Sathar, dkk, 2016).
3.1.2 Mempengaruhi prilaku
Peringatan juga digunakan untuk mempengaruhi perilaku. Sebuah peringatan pada
bahan kimia yang bertuliskan '' BERACUN, Berbahaya Jika Terhirup, bisa diartikan bahwa
anda harus berhati-hati terhadap efek yang bisa ditimbulkan oleh bahan tersebut apabila
kontak dengan saluran pernafasan. Secara tidak langsung peringatan tersebut
menginstruksikan pengguna untuk memakai peralatan pelindung saat bekerja dengan
beberapa zat beracun (Hill dan Finster, 2010).
3.1.3 Pengingat
Fungsi pengingat dari peringatan menyangkut fakta bahwa seseorang mungkin
memiliki pengetahuan laten atau tidak aktif di kepala mereka tentang bahaya, atau mungkin
tidak menyadarinya pada waktu yang tepat. Dengan demikian, tujuan pengingat dari
peringatan adalah untuk membantu memasukkan informasi yang relevan dari ingatan ke
dalam kesadaran pada saat dibutuhkan. Kebanyakan orang tahu secara konseptual bahwa
ada jenis bahan kimia tertentu yang mudah terbakar, sehingga dengan melihat simbol api
pada label bahan kimia akan mengingatkan mereka untuk lebih berhati-hati dan menghindari
percikan api saat bekerja dengan bahan tersebut. Dengan demikian, tujuan peringatan adalah
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan agar keputusan kepatuhan dibuat secara
rasional dan bijaksana (Laughery dan Wogalter, 2011).

3
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

3.2 Efektivitas Peringatan


Ada tiga hal yang harus diperhatikan agar peringatan tersebut menjadi efektif.
Pertama, peringatan harus menarik perhatian. Orang biasanya tidak mencari-mencari
peringatan; Oleh karena itu, peringatan harus mencolok. Kedua, peringatan tersebut harus
memberikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman pengguna tentang peringatan
untuk membuat individu sadar akan bahaya, konsekuensi serta apa yang harus dilakukan
untuk menghindari bahaya tersebut. Ketiga, peringatan harus menumbuhkan perilaku
kepatuhan. Mengarahkan dalam pengambilan keputusan, terutama pada tahap pengetahuan
(Emery, dkk, 2015). Laughery dan Wogalter (2011) menyimpulkan bahwa efektivitas
peringatan di masing-masing bidang ini ditentukan oleh faktor desain dan non-desain. Faktor
desain adalah faktor yang terkait dengan karakteristik peringatan sebenarnya (misalnya:
piktogram), sedangkan faktor non-desain berkaitan dengan faktor kontekstual yang tidak
bergantung pada desain peringatan sebenarnya. Alasan seseorang mematuhi peringatan
tidak hanya bergantung pada karakteristik peringatan tetapi juga pada banyak faktor
tambahan, seperti pengalaman pengguna, keakraban dengan produk atau situasi,
kompetensi atau kemampuan untuk melakukan tindakan tersebut, dan pertimbangan
terhadap biaya-manfaat. Biaya dapat berupa uang, waktu, dan usaha. Manfaat termasuk
menghindari cedera, kerusakan properti, atau efek kesehatan negatif.

4. Peringatan Menggunakan Simbol Pencegahan Bahaya


Meskipun ada bahaya yang terkait dengan pekerjaan laboratorium, potensi bahaya
dapat dikurangi dengan memberlakukan sistem penanganan dan pengelolaan yang aman.
Kecelakaan terkait bahan kimia kebanyakan terjadi karena pengabaian tindakan pencegahan
atau tidak adanya simbol kehati-hatian pada bahan tersebut (Su dan Hsu, 2008). Jadi untuk
menarik perhatian pengguna serta sarana untuk mengklasifikasikan bahan kimia, masing-
masing bahan kimia harus diberi label dengan simbol pencegahan bahaya yang menunjukkan
fiturnya. Simbol-simbol ini (mudah terbakar, korosif, mengiritasi, berbahaya bagi lingkungan,
radioaktif, pengoksidasi, toksik atau berbahaya) mencakup berbagai warna dan gambar yang
dirancang untuk memberi tahu pengguna tentang fitur bahan kimia (United Nations, 2017).
Simbol pencegahan bahaya dan risiko ini harus diketahui oleh semua orang yang masuk
laboratorium. Pemahaman terhadap makna dari simbol pencegahan bahaya akan membantu
penggunaan bahan kimia secara aman.
Tanda dan simbol pencegahan bahaya adalah alat komunikasi keselamatan yang
penting, mereka membantu untuk menunjukkan berbagai bahaya yang ada di laboratorium.
Pada saat yang sama, mereka memperingatkan praktikan agar selalu waspada terhadap
bahaya tersebut dengan memberikan informasi dan instruksi keselamatan yang dibutuhkan.
Kebanyakan kecelakaan bahan kimia yang dijelaskan diatas terjadi karena kurang baiknya
pemahaman mengenai simbol pencegahan bahaya bahan kimia (label) atau kurang tepatnya
tindakan keselamatan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan terhadap potensi bahaya
dan risiko bahan kimia serta memahami label bahan tersebut akan sangat membantu
pengambilan keputusan yang tepat. Disamping itu juga untuk keamanan dalam
penggunanaan dan penanganan bahan kimia (Adane dan Abeje, 2012). Prosedur ini, pada
akhirnya, akan membantu pengguna untuk menghindari kecelakaan terkait bahan kimia baik
terhadap individu maupun lingkungan.

4
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

Ada sejumlah keuntungan dari penggunaan simbol pencegahan bahaya sebagia


informasi keselamatan. Pertama-tama, mereka memiliki potensi untuk ditafsirkan lebih akurat
dan lebih cepat daripada kata-kata. Dengan demikian, mereka dapat berfungsi sebagai
"pengingat instan" dari bahaya (Emery dkk, 2015). Simbol pencegahan bahaya memperbaiki
pemahaman akan peringatan bagi mereka yang memiliki kesulitan visual atau melek huruf
(Walters dkk, 2017). Simbol ini juga dapat membuat peringatan lebih terlihat dan "menarik
perhatian" sehingga bisa memperbaiki tingkat keterbacaan. Mengenali gambar lebih mudah
daripada membaca teks. Sebuah gambar diproses secara paralel dan karena itu lebih cepat
daripada kata-kata, yang memerlukan pemrosesan serial (Tijus dkk, 2007).
Simbol pencegahan bahaya bisa mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan
mengatasi hambatan bahasa. Hal ini bertujuan untuk menciptakan peringatan efektif yang
dapat melindungi para pengguna bahan kimia dengan lebih baik. Pada tahun 2015,
perubahan besar terjadi pada label bahan kimia dan SDS secara global. Ada bahasa baru
dari simbol pencegahan bahaya yang harus dipahami oleh para pengguna bahan kimia.
Beberapa produsen bahan kimia telah mengeluarkan jenis simbol baru untuk pencegahan
bahaya. Hal ini sebagai implikasi dari telah diadopsinya regulasi GHS (Globally Harmonized
System ) di beberapa negara Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Sebelumnya banyak negara memiliki persyaratan yang berbeda untuk definisi bahaya,
label dan lembar data keselamatan sehingga bisa menimbulkan kerancuan di kalangan
pengguna karena banyaknya variasi simbol yang dipakai (Dalvie dkk, 2013). GHS
menyediakan standar internasional yang konsisten untuk klasifikasi bahaya dan pelabelan
yang akan membuat informasi lebih mudah dipahami dan digunakan. GHS dikembangkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagai cara untuk mewujudkan kesepakatan peraturan
dan standar kimia dari berbagai negara. Singkatnya, ini adalah usaha internasional untuk
menempatkan semua orang berada pada pemahaman yang sama. Harapannya adalah
bahwa setiap negara akan menggabungkan prinsip-prinsip GHS ke dalam sistem manajemen
kimia mereka sendiri dengan tujuan membuat penjualan dan pengangkutan bahan kimia
berbahaya secara internasional menjadi lebih mudah, dan juga, membuat kondisi tempat kerja
lebih aman bagi semua karyawan yang terpapar bahaya kimia (United Nations, 2017).
GHS diimplementasikan secara internasional di banyak negara. Jadi, terlepas dari
mana bahan kimia dipesan atau ke mana mahasiswa pergi ke masa depan, label kimia akan
sesuai dengan kelas bahaya, piktogram, kata sinyal, serta pernyataan bahaya dan
pencegahan yang sama. Sampai saat ini, GHS telah diimplementasikan secara internasional
di lebih dari 72 negara dalam berbagai tingkat (United Nations Economic Commission for
Europe, 2017).

5. Globally Harmonized System


Untuk menghindari kerancuan dalam penggunaan simbol pencegahan bahaya maka
Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengusulkan Sistem terpadu Global (Globally
Harmonized System-GHS) dari klasifikasi dan dan pelabelan bahan kimia agar komunikasi
bahaya lebih seragam. GHS mempromosikan pendekatan universal untuk mengklasifikasi
dan mengkomunikasikan informasi tentang bahaya kimia, terlepas dari mana bahan kimia
diproduksi atau bagaimana sifat bahaya ditentukan. Sistem ini membantu memastikan
produksi, transportasi dan penggunaan bahan kimia yang aman saat mereka melewati siklus
suatu produk (United Nations, 2017). Banyak orang yang bekerja dan mengajar dengan

5
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

bahan kimia masih belum mengetahui dalam rincian tentang apa yang telah berubah dan apa
artinya bagi mereka.
GHS dinegosiasikan dalam proses multi-tahun oleh pakar komunikasi bahaya dari
berbagai negara, organisasi internasional, dan kelompok pemangku kepentingan. Ini
didasarkan pada sistem-sistem utama yang ada di seluruh dunia. Hasil dari proses negosiasi
ini adalah dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berjudul "Sistem Klasifikasi dan
Pelabelan Bahan Kimia yang Harmoni Secara Global (Globally Harmonized System of
Classification and Labeling of Chemicals)," yang biasa disebut dengan The Purple Book.
Dokumen ini memberikan kriteria klasifikasi terpadu untuk bahaya kimiawi, fisik, dan
lingkungan. Ini juga mencakup elemen label standar yang ditandai dengan kelas dan kategori
bahaya, dan memberikan kata-kata sinyal, piktogram, peringatan dan keselamatan yang tepat
untuk menyampaikan bahaya bagi pengguna. Informasi standar untuk lembar data
keselamatan juga disediakan (Hill dan Finster, 2010).
Tujuan awalnya adalah untuk memulai implementasi GHS di seluruh dunia pada tahun
2008. Implementasi GHS mungkin tidak lengkap sampai tahun 2015 karena diperlukan
adaptasi dan penyiapan regulasi di beberapa negara produsen bahan kimia. Di Amerika
Serikat, OSHA (Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja AS) menetapkan tenggat waktu
Juni 2015 kepada produsen kimia untuk menggunakan label yang sesuai dengan GHS, yang
diikuti oleh tenggat waktu untuk distributor pada Desember 2015, dan batas akhir Juni 2016
untuk pengguna akhir (termasuk lembaga pendidikan) (Connecticut High School Science
Safety, 2017). Di Eropa, penggunaaan Hazard symbols sebelumnya telah diganti melalui
regulasi-GHS menjadi Hazard pictograms. Penggunaan Hazard pictogram ini secara efektif
diberlakukan mulai 1 juni 2015 (European Commision, 2017). Sebuah pictogram adalah
gambar figuratif yang berisi tanda berwarna hitam dengan latar putih, yang dilingkari diamond
(belah ketupat) bergaris pinggir merah. Sebagai tambahan, pelabelan telah memiliki kata
penanda yang menunjukkan tingkat bahaya relatifnya (United Nations, 2017). Berikut adalah
beberapa GHS-pictograms yang ditampilkam bersamaan dengan hazard symbol yang lama
(tabel 1)
Tabel 1. Simbol pencegahan bahaya pada GHS (Hazard pictograms) (United Nations, 2017).
No Sifat bahan kimia Hazard pictogram Simbol lama
1 Mudah terbakar

2 Pengoksidasi

6
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

3 Mudah meledak

4 Gas bertekanan

Tidak ada

5 Sangat beracun

6 Berefek kronis
(karsinogen,
mutagen,
teratogenik)

7 Berbahaya

8 Korosif

9 Iritant

10 Berbahaya bagi
lingkungan

7
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

VI. Diskusi Umum dan Kesimpulan


Sistem klasifikasi dan pelabelan bahan kimia yang disahkan oleh PBB (GHS) diakui
secara luas sebagai salah satu perubahan peraturan yang paling signifikan untuk
mempengaruhi praktik kesehatan dan keselamatan kerja di seluruh dunia selama bertahun-
tahun (United Nations, 2017; OSHA, 2017). Instansi pendidikan merupakan salah satu sektor
yang paling relevan untuk implementasi GHS. Bahan kimia biasanya ditangani oleh peserta
didik dengan cara yang berbeda, termasuk menggunakan bahan kimia sebagai komponen
penting dalam melakukan percobaan atau penelitian, memindahkan atau membawa bahan
kimia dari satu area ke area lainya di tempat yang sama, dan menyimpan bahan kimia di
lokasi yang sesuai. Akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih banyak dari
para mahasiswa yang belum mampu mengetahui sifat dan karakter bahan kimia yang
digunakan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu: kurangnya perhatian terhadap
label yang terdapat pada bahan kimia (58%), kurangnya penjelasan ataupun orientasi
terhadap mereka (22%) dan kesulitan untuk mengingat serta memahami sebagian besar
simbol (30%) (Mehrifar dkk, 2016).
Untuk menyampaikan dan mengkomunikasikan informasi bahaya kepada para
peserta didik diperlukan panduan pengenalan sifat dan karakteristik bahan kimia. Informasi
terkait sifat dan karakterisktik dari bahan kimia yang sering digunakan di laboratorium dapat
mencakup simbol pencegahan bahaya dan pengetahuan tambahan lainnya. Sikap yang benar
untuk penanganan dan penggunaan bahan kimia dimulai dengan memahami sifat bahan
kimia dan potensi bahayanya. Suatu program pengenalan zat berbahaya serta teknik
pengendalian yang tepat diperlukan untuk melatih dan mendidik pengguna laboratorium untuk
mencegah dan mengendalikan paparan zat berbahaya. Pelatihan terkait "keselamatan
laboratorium" harus disertakan dalam kurikulum untuk meningkatkan level kesadaran dan
tingkat budaya keselamatan di kalangan pengguna laboratorium.
Ini memerlukan kebijakan dari universitas/laboratorium untuk membantu praktikan
agar lebih mengenal dan meningkatkan pemahaman mereka tentang simbol pencegahan
bahaya bahan kimia. Oleh karena itu, disarankan agar tanda-tanda tersebut harus ditampilkan
di laboratorium serta halaman buku penuntun praktikum dan buku catatan laboratorium agar
praktikan terbiasa dengan simbol-simbol tersebut. Kesadaran keselamatan, sikap dan praktik
semuanya terhubung dan harus dikembangkan sebagai bagian dari pelatihan akademis untuk
memastikan siswa, karyawan masa depan, dilengkapi dengan benar untuk dunia kerja.
Budaya keselamatan laboratorium pada akhirnya bergantung pada kebiasaan kerja
individu dan rasa kerja tim mereka untuk melindungi diri mereka sendiri, pengguna lainnya
dan lingkungan yang lebih luas. Keselamatan di laboratorium juga bergantung pada struktur
administrasi yang dikembangkan dengan baik dan dukungan yang melampaui dinding
laboratorium di dalam institusi. Geller (dalam Saleh, 2010) menyatakan bahwa individu harus
diajari prinsip keselamatan dan bagaimana menggunakannya. Ia mengamati bahwa
keamanan berasal dari dalam diri, artinya individu harus melihat sendiri nilai keselamatannya
dan bukan sesuatu yang dibutuhkan dari mereka. Untuk ''menginternalisasi'' etika
keselamatan, penekanan dan penguatan terus menerus melalui pendidikan dan pelatihan
sangat diperlukan. Pada prinsipnya keselamatan berbasis, individu harus memahami
''mengapa'' di balik peraturan dan prosedur yang digunakan di laboratorium.

8
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

DAFTAR PUSTAKA
Adane L dan Abeje A, 2012. Assessment of Familiarity and Understanding of Chemical
Hazard Warning Signs among University Students Majoring Chemistry and Biology: A Case
Study at Jimma University, Southwestern Ethiopia. World Applied Sciences Journal 16 (2):
290-299
American Industrial Hygiene Association/AIHA (2016). www.aiha.org
Benderly BL, 2015. Death in the Lab. Discover magazine.
Bloom, Josh (2016) Two Drops of Death: Dimethylmercury. American Council on Science and
Health. www.acsh.org/news/2016/06/06/two-drops-of-death-dimethylmercury
Connecticut High School Science Safety, 2017). Chemistry Laboratory Safety Specifications..
http://portal.ct.gov/SDE/Publications/Connecticut-High-School-Science-Safety/Chemistry-
Laboratory-Safety-Specifications
Dalvie MA, Rother HA dan London L, 2013. Chemical hazard communication
comprehensibility in South Africa: Safety implications for the adoption of the globally
harmonised system of classification and labelling of chemicals. Safety Science xxx (2013)
xxx–xxx
Emery SB, Hart A, Ellis CB, Gerritsen-Ebben MG, Maschera K, Spanoghe P dan Frewer LJ,
2015. A Review of the Use of Pictograms for Communicating Pesticide Hazards and Safety
Instructions: Implications for EU Policy. Human and Ecological Risk Assessment, 21:
1062–1080
European Commision, 2017. Classification and Labelling (CLP/GHS).
https://ec.europa.eu/growth/sectors/chemicals/classification-labelling_en
Hill RH dan Finster DC, 2010. Laboratory Safety for Chemistry Students. John Wiley & Sons,
Inc., Hoboken, New Jersey.
Indiana University (2017). Standard Operating Procedures at Laboratory Safety and Chemical
Hygiene Plan. https://protect.iu.edu/environmental-health/laboratory-safety/lab-safety-
chemical-hygiene/sops.html
Laughery KR dan Wogalter MS, 2011. A three-stage model summarizes product warning and
environmental sign research. Safety Science 61 (2014) 3–10
Laughery KR dan Wogalter MS, 2006. Designing Effective Warnings (chapter 8). Reviews of
Human Factors and Ergonomics
Mehrifar Y, Eskandarnia A, Pirami H dan Mardanparvar H, 2016 Assessment of awareness
and comprehension of chemical hazard symbols among chemistry students. JOHE, Winter
2016; 5 (1)
Occupational Safety and Health Administration/ OSHA, 2017.
https://www.osha.gov/dsg/hazcom/
Okezonenews.com, 2015. Kecelakaan di Lab Farmasi UI, 14 Mahasiswa Terluka
Olewski T dan Snakard M, 2017. Challenges in applying process safety management at
university laboratories. Journal of Loss Prevention in the Process Industries 49 (2017)
209e214
Sarifah FS, Rusil D, Jusof K dan Abdullah ML, 2010. Understanding of Chemical Labeling
Using Globally Harmoniozed System (GHS) Amongst Students of Secondary Level in
Terengganu, Malaysia. World Applied Sciences J., 11(11): 1388-1392.

9
Bioscience
Volume 2 Number 1, 2018, pp.01-10 BIOSCIENCE
ISSN: online 2579-308X - print 2614-669X http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bioscience
DOI: 10.24036/02018219843-0-00

Sathar F, Dalvie MA dan Rother HA, 2016. Review of the Literature on Determinants of
Chemical Hazard Information Recall amongWorkers and Consumers. Int. J. Environ. Res.
Public Health, 13;546
Serambinews.com, 2017. Gelas Labu Meledak, Dekan FKP Unsyiah Alami Kecelakaan
Laboratorium
Sheldon RA, 2016. Green chemistry and resource efficiency: towards a green economy. The
Royal Society of Chemistry 2016
Su TS dan Hsu IY, 2008. Perception towards Chemical Labeling for College Students in
Taiwan using Globally Harmonized System. Safety Sci., 46(9): 1385-1392.
Sutton, I (2017) Chapter book- Personal Protective Equipment. Plant Design and Operations
(Second Edition). DOI: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-812883-1.00014-0
Tijus C, Barcenilla J, de Lavalette BC dan Meunier JG, 2007. Chapter 2: The Design,
Understanding and Usage of Pictograms. Written Documents in the Workplace
United Nations (2017): Globally Harmonized System of Classification and Labelling of
Chemicals (GHS), 7th revision edition. New York and Geneva
United Nations Economic Commission for Europe - UNECE (2017). GHS implementation.
https://www.unece.org/trans/danger/publi/ghs/implementation_e.html
Walters AUC, Lawrence W dan Jalsa NK, 2017. Chemical laboratory safety awareness,
attitudes and practices of tertiary students. Safety Science 96 (2017) 161–171

10

View publication stats


Vol. 3, No. 1, 2019

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha


p-ISSN : 2614-1086 and e-ISSN : 2599-3380
Volume 3 Nomor 1 Tahun 2019
Open Acces : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPK/index

ANALISIS PENGELOLAAN ALAT DAN BAHAN


PRAKTIKUM PADA LABORATORIUM KIMIA DI SMA
NEGERI 1 TAMPAKSIRING
Dewa Ayu Kadek Dian Shintya Dewi, Dewa Ketut Sastrawidana, Ni Made Wiratini

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

e-mail: dianshintyadewi@gmail.com, ketut.sastrawidana@undiksha.ac.id,

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) pengelolaan


alat dan bahan praktikum di SMA Negeri 1 Tampaksiring dilihat dari aspek
perencaaan, pengadaan, penggunaan, pemeliharaan, inventarisasi, serta
pemusnahan alat dan bahan yang rusak, dan (2) hambatan-hambatan yang
dialami dalam mengelola alat dan bahan praktikum. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data penelitian dikumpulkan
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) pengelolaan alat dan bahan praktikum pada laboratorium kimia belum
dilaksanakan dengan optimal, khususnya pada aspek pengadaan, penggunaan,
pemeliharaan, inventarisasi, dan pemusnahan, (2) terdapat beberapa hambatan
dalam mengelola alat dan bahan praktikum, yaitu a) pada proses pengadaan yaitu
keterbatasan dana, b) pada penggunaan yaitu kondisi laboratorium yang
digunakan sebagai ruangan kelas, kurangnya waktu, dan keterbatasan alat dan
bahan praktikum, c) pada proses pemeliharaan dan inventarisasi yaitu waktu dan
tenaga ahli, serta d) pada proses pemusnahan yaitu sulitnya mencari tempat untuk
lubang pembuangan dan pemahaman guru yang kurang.

Kata kunci: alat dan bahan praktikum, laboratorium kimia, pengelolaan.

Abstract

This research aimed to describe and explain (1) the management of practicum
equipment and materials at SMA Negeri 1 Tampaksiring viewed from the aspects
of planning, procuring, utilizing, maintaining, inventoring, and disposing of the
broken practicum equipment and materials, and (2) the obstacles in managing
practicum equipment and materials. This research was a qualitative research with
a phenomenologyy approach. The research data was collected through
observation, interviews, and documentation. The results of this research show that
(1) the management of practicum equipment and materials has not been
implemented optimally, especially in the aspects of procuring, utilizing, maintaining,
inventoring, and disposing, (2) there are several obstacles in managing practicum
equipment and materials, were a) in procuring prosses is funding, b) in utilizing
prosses are laboratory conditions which is used as classroom, lack of time, and the
limited practicum equipment and materials, c) in maintaining and inventoring
prosses are lack of time and expertise, and d) in disposing prosses are the difficulty
of finding a place for drainage holes and lack of understanding of teacher.

Keywords: practicum equipment and materials, chemistry laboratory,


management

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha | 37


Vol. 3, No. 1, 2019

PENDAHULUAN
Pada hakikatnya ilmu kimia memiliki dua dimensi, yaitu kimia sebagai produk dan
kimia sebagai proses (Depdiknas, 2003). Kimia sebagai produk berkaitan dengan
pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori, sedangkan kimia
sebagai proses berkaitan dengan kerja ilmiah di laboratorium (BSNP, 2006). Melalui kegiatan
praktikum di laboratorium siswa akan lebih termotivasi dalam belajar dikarenakan oleh
terlibatnya seluruh indra dalam pengamatan dan percobaan yang dilakukan ketika praktikum
berlangsung. Dengan adanya motivasi yang tinggi, siswa akan bersungguh-sungguh dalam
mempelajari teori, konsep, hukum dan sikap ilmiah sesuai dengan pendekatan saintifik
(Rosada dkk, 2017). Permendiknas RI No. 24 Tahun 2007 menjelaskan bahwa sarana dan
prasarana laboratorium yang wajib tersedia di dalam laboratorium kimia meliputi perabotan,
peralatan pendidikan, media pendidikan, dan bahan habis pakai.
Pemanfaatan laboratorium secara efektif merupakan salah satu syarat dalam
pembelajaran kimia, khususnya pada materi praktikum. Namun, pada kenyataannya tidak
semua sekolah dapat melaksanakan praktikum sesuai dengan tuntutan kurikulum. Menurut
Wiratma dan Subagia (2014), permasalahan yang sering ditemui dalam pembelajaran di
laboratorium yaitu pengelolaan laboratorium yang meliputi proses pengadaan, proses
penggunaan, dan proses pemeliharaan. Permasalahan dalam proses pengadaan yaitu
ketidaktepatan alat dan bahan yang datang dengan apa yang dibutuhkan. Permasalahan
dalam proses penggunaan yaitu kesalahan pengoperasian alat dan bahan. Permasalahan
dalam proses pemeliharaan yaitu kesalahan pada penataan alat dan bahan di laboratorium
(Wiratma & Subagia, 2014).
Pengadaan dikatakan baik apabila alat dan bahan yang datang sesuai dengan
kebutuhan dari sekolah, kualitas baik, aman dalam penggunaan, dan mudah disimpan. Untuk
alat yang berbentuk set, harus lengkap dan tidak kekurangan satu komponen pun (Lubis dkk,
1993). Penggunaan sarana laboratorium harus diprioritaskan untuk keterlaksanaan praktikum
kimia. Penggunaan alat dan bahan praktikum yang baik dapat menunjang keterlaksanaan
praktikum kimia sesuai dengan tuntutan dari kurikulum yang diterapkan oleh sekolah (Warsiti
dkk, 2013). Dalam proses penggunaan alat dan bahan praktikum, laboran memiliki peranan
yang cukup penting. Mulai dari mempersiapkan alat dan bahan sesuai permintaan, mencatat
penggunaan, hingga menata kembali ke tempat semula merupakan tugas dari laboran
(Wiratma & Subagia, 2014). Pemeliharaan atau perawatan alat dan bahan sebaiknya
dilakukan secara rutin (terjadwal) dan tercatat sehingga dapat memberikan informasi
mengenai riwayat alat dan bahan, dari sejak awal pembelian, pemakaian, pemeliharaan,
hingga habis masa pakai (Rosada dkk, 2017). Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
menangani limbah laboratorium yaitu biaya pembuangan, potensi bahaya terhadap orang-
orang di luar laboratorium, dan dampaknya terhadap lingkungan (Moran & Masciangioli,
2010).
SMA Negeri 1 Tampaksiring merupakan salah satu sekolah negeri terakreditasi A
yang berada di kecamatan Tampaksiring, Gianyar. Laboratorium kimia yang ada masih
digunakan sebagai ruangan kelas. Sekolah ini belum memiliki laboran yang dapat membantu
persiapan praktikum maupun kegiatan pengelolaan laboratorium lainnya. Salah satu guru
kimia menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum di sekolah tersebut masih terbilang sangat
minim. Pada ruangan alat dan bahan terlihat adanya penumpukan persediaan bahan
sedangkan untuk persediaan alat terlihat sangat kurang. Penataan alat dan bahan belum
disesuaikan dengan spesifikasikan dan hanya diletakkan begitu saja pada rak yang ada.
Terlihat masih adanya alat dan bahan yang sudah rusak dan tidak layak pakai pada rak alat
dan bahan yang layak pakai. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, maka perlu
diadakannya penelitian untuk mengetahui pengelolaan alat dan bahan praktikum di
laboratirum kimia dan hambatan yang dialami pengelola dalam mengelola alat dan bahan
praktikum kimia di SMA Negeri 1 Tampaksiring. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan proses pengelolaan dan hambatan yang dialami pengelola
dalam mengelola alat dan bahan praktikum laboratorium kimia di SMA Negeri 1 Tampaksiring
dilihat dari aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penggunaan, pemeliharaan,
inventarisasi alat dan bahan, serta pemusnahan alat dan bahan dan rusak.

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha | 38


Vol. 3, No. 1, 2019

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Tampaksiting. Sumber data dalam peneletian ini
meliputi dokumen pengelolaan laboratorium, wakasek sarana prasarana, ketua laboratorium
kimia, guru- guru kimia, dan perwakilan siswa kelas XII IPA. Informasi yang dikumpukan dari
masing-masing sumber yaitu isi dari dokumen pengelolaan, pendapat dan pengalaman dari
wakasek sarana prsarana, ketua laboratorium kimia, guru-guru kimia, dan siswa terkait
pengelolaan alat dan bahan praktikum kimia. Data yang dikumpulkan diperoleh dengan
menggunakan berbagai teknik yang meliputi observasi, wawancara dan studi dokumen.
Teknik observasi dilakukan dengan cara mengunjungi langsung laboratorium kimia dengan
membawa lembar observasi untuk memperoleh data mengenai ketersediaan, penggunaan,
serta pemeliharaan alat dan bahan praktikum kimia. Teknik wawancara digunakan untuk
memperoleh data mengenai proses pengelolaan alat dan bahan praktikum serta hambatan-
hambatan yang dialami dalam mengelola alat dan bahan praktikum di labratorium kimia.
Proses wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dan melibatkan
semua informan yang terlibat dalam proses pengelolaan yaitu wakasek sarana prsarana,
ketua laboratorium kimia, guru-guru kimia, dan siswa. Teknik studi dokumen dilakukan
dengan cara mengumpulkan beberapa dokumen berupa buku inventaris alat dan bahan
praktikum, dan RKAS. Dokumen-dokumen tersebut dapat melengkapi data penelitian pada
aspek perencanaan pengadaan, penggunaan dan inventarisasi alat dan bahan
praktikum di laboratorium kimia. Analisis terhadap data yang telah diperoleh dilakukan
dengan cara analisis sebelum di lapangan dan selama di lapangan. Analisis selama di
lapangan dilakukan dengan menggunakan model Miles & Huberman yang meliputi data
reduction, data display, dan conclution drawing/verification (Sugiyono, 2014). Pengujian
keabsahan data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi
teknik. Peneliti melakukan pembandingan terhadap data hasil wawancara dengan data yang
diperoleh dari observasi dan studi dokumen untuk menemukan jawaban dari rumusan
masalah dalam penelitian ini. Hasil wawancara dikuatkan dengan melakukan member check.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengelolaan laboratorium meliputi enam aspek, yaitu perencanaan, pengadaan,
penggunaan, pemeliharaan, inventarisasi alat dan bahan, serta pemusnahan alat dan bahan
yang rusak. Proses perencanaan pengadaan alat dan bahan praktikum kimia di SMA Negeri
1 Tampaksiring sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa
proses perencanaan melibatkan guru-guru kimia, ketua laboratorium kimia, dan wakasek
sarana prasarana. Guru-guru kimia melakukan analisis kebutuhan untuk membuat daftar
usulan alat dan bahan yang perlu diadakan kembali. Daftar usulan tersebut diserahkan
kepada ketua laboratorium untuk disampaikan kepada wakasek sarana prasarana untuk
dimasukkan ke dalam RKAS (Rancangan Kegiatan Anggaran Sekolah). Sumber dana dalam
proses pengadaan diperoleh dari pemerintah melalui dana BOS. Bantuan tersebut digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sekolah selama satu tahun. Apabila dana yang tersedia tidak
mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah, maka sekolah akan membuat
perencanaan berdasarkan skala prioritas. Proses perencanaan pengadaan di SMA Negeri 1
Tampaksiring sudah sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 yaitu
dengan mengadakan anaisis kebutuhan dan menyusun rencana anggaran yang diperlukan.
Proses pengadaan alat dan bahan praktikum di SMA Negeri 1 Tampaksiring
dilakukan melalui pembelian sendiri oleh sekolah melalui rekanan. Setelah penyusunan RKAS
disetujui oleh pemerintah, kemudian direalisasikan oleh sekolah dengan pembelian alat dan
bahan praktikum. Proses pengadaan langsung tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden RI
Nomor 54 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa pengadaan langsung dapat dilakukan
terhadap pengadan barang dengan harga paling tinggi Rp 100,000.000 (seratus juta rupiah),
barang yang diadakan merupakan barang operasional instansi, teknologi sederhana, memiliki
resiko kecil, dan dilaksanakan oleh penyedia atau badan usaha kecil. Pengadaan dilakukan
secara berkala yaitu setiap dimulainya tahun ajaran baru, namun tidak menutup kemungkinan
adanya pengadaan secara insidental, khususnya untuk bahan-bahan habis pakai seperti
aquades, baterai, dan kertas saring.
Namun, proses pengadaan yang diakukan oleh sekolah masih terkendala oleh dana.
Dikarenakan kebutuhan sekolah melebihi dari dana yang tersedia, maka sekolah harus
melakukan prioritas dalam pemesanan alat dan bahan praktikum yang diperlukan. Meskipun
sekolah tidak pernah mengalami kesalahan dalam proses pengadaan, namun dikarenakan

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha | 39


Vol. 3, No. 1, 2019

keterbatasan dana tersebut, tidak semua alat maupun bahan yang butuhkan dapat diadakan
pada tahun anggaran tersebut.
Proses penggunaan alat dan bahan praktikum kimia melibatkan guru-guru kimia,
ketua laboratorium, dan siswa. Sebelum melakukan praktikum, guru kimia berkoordinasi
dengan ketua laboratorium kimia terkait jadwal penggunaan laboratorium maupun
peminjaman alat dan bahan, kemudian guru yang bersangkutan akan mempersiapkan alat
dan bahan yang diperlukan. Guru belum melibatkan siswa dalam proses persiapan rencana
peminjaman alat dan bahan yang diperlukan. Hal tersebut belum sesuai dengan prisip dari
Kancono (2010) yang menyatakan bahwa sebelum melaksanakan praktikum, siswa harus
mempersiapkan rencana alat dan bahan yang akan dipakai untuk dipinjam melalui laboran
dengan cara mengisi formulir peminjaman. Selanjutnya merupakan peran dari laboran yaitu
mulai dari mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, mencatat penggunaan, dan
menata kembali setelah digunakan (Wiratma & Subagia, 2014). Praktikum tidak selalu
dilakukan di dalam laboratorim, dikarenakan laboratorium kimia yang ada digunakan sebagai
kelas tetap oleh X IPA 5. Untuk praktikum yang dilakukan di dalam kelas, guru akan meminta
perwakilan kelas untuk membantu memindahkan alat dan bahan dari laboratorium menuju
kelas. Siswa juga kerap ditugaskan untuk membawa bahan-bahan praktikum yang sekiranya
bisa dibawa dari rumah masing-masing, seperti air jeruk, cuka makanan, air sabun, air kunyit,
dan garam dapur.
Secara umum proses penggunaan alat dan bahan praktikum kimia di SMA Negeri 1
Tampaksiring belum berjalan optimal. Selain dikarenakan belum terlibatnya siswa dalam
proses persiapan sebelum praktikum dilaksanakan, juga dikarenakan minimnya pelaksanaan
paktikum yang berjalan selama ini. Dari empat materi praktikum kelas X yang dianjurkan
dalam kurikulum hanya satu yang diprogramkan dan hanya dapat didemonstrasikan yaitu
pembuktian hukum lavoisier. Dari 12 materi praktikum kelas XI yang dianjurkan dalam
kurikulum hanya sembilan materi praktikum yang diprogramkan dan hanya empat materi yang
terlaksana yaitu percobaan indikator alam dan indikator kimia, membedakan asam atau basa
lemah dengan asam atau basa kuat, percobaan titrasi asam basa, dan membuat larutan
penyangga dengan pH tertentu. Untuk materi kelas XII, dari enam materi yang dianjurkan
dalam kurikulum tidak ada satupun yang terlaksana. Minimnya penggunaan alat dan bahan
praktikum kimia dikarenakan beberapa hambatan yaitu tidak adanya laboran yang membantu
persiapan, minimnya ketersediaan bahan, minimnya waktu yang dimiliki ditambah adanya
libur, dan digunakannya laboratorium sebagai ruangan kelas tetap yaitu oleh kelas X IPA 5.
Proses pemeliharaan alat dan bahan kimia melibatkan ketua laboratorium, guru
kimia, dan pegawai yang ditugaskan oleh sekolah untuk membantu mengelola laboratorium.
Pemeliharaan diluar praktikum hanya dilakukan dengan penataan kembali alat dan bahan
yang dirasa kurang rapi dan tidak sesuai dengan spesifikasinya. Sementara untuk alat-alat
yang digunakan untuk praktikum, dilakukan pembersihan, seperti mencuci alat, setelah
praktikum usai dan mengembalikan alat maupun bahan pada tempatnya. Alat-alat yang rusak
belum mendapatkan penanganan khusus, hanya diletakkan terpisah dengan alat-alat yang
layak pakai. Sementara untuk bahan-bahan yang sudah rusak masih ditempatkan pada rak
penyimpanan bahan.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa pemeliharaan alat dan bahan
belum dilakukan secara optimal. Penyimpanan beberapa alat, seperti labu dasar bulat, gelas
arloji, buret, pipet ukur, corong pisah, cawan penguap, lumpang, alu, dan pelat tetes disimpan
di dalam lemari yang terpisah dari alat-alat yang sejenis. Statif dan klem yang ada sudah
mulai berkarat dan belum ada pengecatan kembali terhadap alat-alat tersebut. Penyimpanan
neraca analitik masih dilakukan dengan menempatkan neraca didalam lemari bersama alat-
alat lainnya. Kalibrasi terhadap alat-alat listrik belum pernah dilakukan karena sekolah belum
memiliki teknisi atau orang yang ahli yang dapat membantu.
Beberapa bahan belum disimpan sesuai dengan spesifikasinya. Penyimpanan
bahan-bahan masih berdekatan antara satu bahan dengan bahan lainnya dan di dalam
laboratorium hanya terdapat satu rak untuk penyimpanan bahan. Beberapa bahan juga ada
yang terpisah dari bahan yang sejenis. Di dalam rak juga masih terdapat bahan- bahan kimia
yang sudah kadaluarsa.
Pemeliharaan yang kurang optimal tersebut dikarenakan adanya beberapa
permasalahan. Permaslahan utama yaitu mengenai waktu. Dikarenakan jadwal mengajar
yang padat dan berbeda-beda, serta tidak adanya laboran atau tenaga ahli yang dapat
membantu pemeliharaan laboratorium, guru-guru sulit menentukan jadwal yang pasti untuk
melaksanakan pemeliharaan dan hanya dilakukan secara insidental. Sementara, menurut

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha | 40


Vol. 3, No. 1, 2019

Rosada dkk (2017) kegiatan pemeliharan dan perawatan alat dan bahan praktikum
sebaiknya dijadwalkan dan tercatat sehingga dapat memberikan informasi mengenai riwayat
alat dan bahan, dari sejak awal pembelian, pemakaian, pemeliharaan, hingga habis masa
pakai. Kendala lain yaitu mengenai ketersediaan lemari penyimpan yang masih minim,
sehingga beberapa alat dan bahan yang tersimpan tidak sesuai dengan spesifikasinya.
Proses inventarisasi alat dan bahan praktikum melibatkan guru-guru kimia, ketua
laboratorium dan pegawai yang ditunjuk oleh sekolah untuk membantu mengadministrasi
perlengkapan laboratorium. Proses inventarisasi tidak dilakukan secara rutin, namun hanya
dilakukan ketika barang baru datang dan ketika guru-guru melakukan pengecekan sebelum
menyusun daftar pesanan pengadaan alat dan bahan baru. Berdasarkan hasil studi
dokumen, diketahui bahwa data dokumen inventarisasi yang ada baik alat maupun bahan
tidak mencantumkan kolom spesifikasi dan tanggal pengadaan alat maupun bahan. Pada
dokumen inventarisasi alat, hanya dicantumkan kolom jumlah alat yang rusak tanpa pilihan
rusak ringan atau parah. Sementara pada dokumen inventarisasi bahan, tidak dilengkapi
kolom kondisi bahan. Terdapat beberapa perbedaan antara catatan pada dokumen
inventarisasi dengan ketersediaan alat dan bahan di
sekolah. Perbedaan tersebut terlihat pada jenis alat dan bahan yang tersedia dengan yang
tercatat dalam dokumen.
Proses inventarisasi juga terhambat oleh waktu dan tenaga ahli. Dikarenakan jadwal
mengajar guru-guru yang padat dan tidak adanya petugas laboratorium atau laboran yang
mengetahui dengan baik alat dan bahan kimia yang dapat membantu. Dalam Kertiasa (2006)
dijelaskan bahwa inventarisasi pada dasarnya dapat dilakukan oleh staf administrasi sekolah,
bersama-sama dengan pengadministrasian barang inventaris dan bahan keperluan sekolah.
Namun, dikarenakan banyaknya jenis alat dan bahan kimia, sekolah harus mencatat
jenis/nama, jumlah/banyak, dan spesifikasi alat, serta nama dan alamat perusahaan, sehingga
inventarisasi alat dan bahan praktikum sebaiknya dilakukan oleh guru atau orang yang terlatih
khusus untuk menjadi petugas laboratorium (Kertiasa, 2006).
Proses pemusnahan melibatkan wakasek sarana prasarana, ketua laboratorium dan
guru-guru kimia. Proses pemusnahan tidak memiliki jadwal khusus dan hanya dilakukan
secara insidental. Alat-alat yang rusak dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah kardus dan
disimpan di ruangan alat dan bahan. Setelah kardus tersebut penuh, selanjutnya sekolah
menyerahkan kepada petugas kebersihan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir
(TPA). Sementara untuk limbah bahan hasil kegiatan praktikum, langsung dibuang melalui
saluran air saat siswa membersihkan alat yang digunakan untuk praktikum. Pemusnahan
terhadap bahan- bahan yang sudah kadaluarsa dilakukan dengan penuangan ke dalam
lubang yang dibuat disekitar lingkungan sekolah pada kurun waktu tertentu. Untuk botol-botol
bekas wadah bahan yang terbuat dari plastik akan dibakar dan botol-botol kaca akan dibuang
bersama alat-alat praktikum yang rusak.
Proses pemusnahan belum sempat dilakukan beberapa tahun belakangan
ini,dikarena adanya kendala pada penentuan tempat pembuatan lubang pembuangan. Tidak
adanya tempat khusus dan aman untuk membuang bahan-bahan yang rusak menjadi
kendala dalam proses pemusnahan. Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai langkah-
langkah yang benar dalam pemusnahan alat dan bahan praktikum yang sesuai dengan
aturan yang berlaku, juga menjadi kendala dalam proses pemusnahan.
Secara umum, proses pengelolaan alat dan bahan praktikum kimia di SMA Negeri 1
Tampaksiring belum berjalan optimal. Hal tersebut terlihat dari adanya ketidaksesuaian proses
pengelolaan yang berjalan dengan standar pengelolaan yang berlaku. Proses pengelolaan
juga masih terkendala oleh beberapa hal seperti waktu, tenaga ahli, ketersediaan dana, dan
laboratorium yang digunakan sebagai ruangan kelas.

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut. 1) Proses perencanaan dilakukan dengan membuat daftar pesanaan alat
sesuai dengan analisis kebutuhan, kemudian akan diserahkan kepada wakasek sarana
prasarana untuk diajukan dalam RKAS. 2) Proses pengadaan dilakukan dengan pembelian
sendiri menggunakan dana BOS. 3) Penggunaan alat dan bahan praktikum kimia hanya untuk
praktikum siswa. 4) Proses pemeliharaan tidak dilakukan secara rutin dan belum melibatkan
tenaga ahli. 5) Dalam kegiatan inventarisasi hanya dilakukan pencatatan jumlah alat dan
bahan tanpa mencantumkan kondisi dari alat dan bahan yang ada. 6) Pemusanahan
dilakukan dengan pembuangan ke tempat pembuangan akhir dan penuangan bahan yang

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha | 41


Vol. 3, No. 1, 2019

rusak ke dalam lubang yang dibuat saat pemusnahan dilakukan. 7) Proses pengelolaan
mengalami beberapa hambatan yang meliputi ketersediaan dana, waktu, digunakannya
laboratorium sebagai ruangan kelas dan tidak adanya tenaga ahli yang dapat membantu,
serta kurangnya pemahaman pegelola mengenai standar pengelolan laboratorium yang
berlaku.
Berdasarkan hasil dan temuan dari penelitian ini, dipandang perlu untuk
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut. 1) Sekolah diharapkan memiliki pedoman
pengelolaan laboratorium yang sesuai standar, merekrut tenaga ahli atau laboran, dan
menggunakan laboratorium sesuai fungsinya. 2) Kepala sekolah disarankan melakukan
kerjasama dengan komite sekolah untuk memprogramkan pengadaan alat dan bahan sesuai
dengan standar minimal yang ada. 3) Guru-guru kimia disarankan agar lebih kreatif dan
inovatif dalam melaksanakan pembelajaran praktikum. 4) Pengelola laboratorium
diharapkan lebih meningkatkan kinerjanya dan memperjelas tupoksi dari
masing-masing petugas yang terlibat. 5) Peneliti selanjutnya disarankan agar dapat meneliti
lebih lanjut pengelolaan alat dan bahan praktikum di sekolah lainnya baik negeri maupun
swasta.

DAFTAR PUSTAKA
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kopentensi
dan Kopetensi Dasar SMA/MA. Jakarta

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kemdiknas.

Kancono. 2010. Manajemen Laboratorium IPA: Persiapan bagi Pendidik, Mahasiswa, dan
Laboran IPA. Bengkulu: Unit Penerbitan FKIP UNIB.

Kertiasa, N. 2006. Laboratorium Sekolah dan Pengelolaanya. Bandung: Pudak Scientific.

Lubis, H. M., Suna, R., Refirman, Moedjadi, Wiranto, & Genda, M.


A. 1993. Materi Pokok Pengelolaan Laboratorium IPA; PGPA3930/3SKS.
Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud.

Moran, L., & Masciangioli, T. (Ed.). 2010. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Kimia:
Panduan Pengelolaan Bahan Kimia dengan Bijak. Amerika Serikat: The National
Academies Press.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007. Tentang
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA).

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010. Tentang


PengadaanBarang/Jasa Pemerintah.

Rosada, D., Kadarisman, N., & Raharjo. 2017. Panduan Pengelolaan dan Pemanfaatan
Laboratorium IPA. Jakarta: Kemendikbud.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung:
Alfabeta.

Warsiti, Ngalim, A., Sumardi. 2013. Pengelolaan Laboratorium Kimia di SMA Negeri 1
Boyolali Tahun 2013. Naskah Publikasi Ilmiah. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Wiratma, I G. L., & Subagia, I W. 2014. Pengelolaan Laboratorium Kimia pada SMA Negeri di
Kota

Singaraja: (Acuan Pengembangan Model Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia


Berbasis Kearifan Lokal Tri Sakti). Jurnal Pendidikan Indonesia. 3(2) (hal: 425 – 436).

Jurnal Pendidikan Kimia Undiksha | 42


METANA. Desember 2017 Vol. 13(2):58-60 ISSN: 1858-2907 EISSN: 2549-9130

Penanganan Alat Dan Bahan Yang Baik Dalam Rangka Menunjang Kegiatan
Di Laboratorium Kimia

Raharjo dan Sri Harjanto*

Pranata Laboratorium Pendidikan, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275, Indonesia
Email : sri.harjanto69@gmail.com

Abstrak

Fasilitas alat dan bahan di lingkungan laboratorium kimia bagi mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas
penelitian merupakan suatu hal yang tidak bisa terpisahkan, dan sangat diperlukan keberadaanya. Maka
sistem kelola, cara penanganan dengan baik dan benar terutama yang berhubungan dengan bahan kimia
ataupun alat gelas dan instrumen mulai dari proses pengadaan, penerimaan , pengemasan, penyimpanan
sampai penyaluran, penggunaan sesuai dengan tata kelola yang baik dan benar, juga ditunjang pelayanan
yang memadai akan sangat membantu dalam rangka penyelesaian kegiatan penelitian mahasiswa Tugas
Akhir di laboratorium kimia.

Kata Kunci : Alat dan bahan , Mahasiswa Tugas Akhir

Abstract

Handling of good equipments and materials to order to supply activities studensts at the
chemical laboratory

Equipment and materials facilities in chemical laboratory environment for students who are completing
research tasks is an inseparable, and indispensable condition. Therefore, good and proper handling system,
especially those related to chemicals or glassware and instruments starting from the procurement, receiving,
packaging, storage until distribution, use in accordance with good and correct governance, also supported by
adequate services will very helpful in the completion of research activities of Final Final students in the
chemistry laboratory.

Keywords: Tools and materials, Student Final Project

PENDAHULUAN sangat tergantung pada fasilitas yang ada di


laboratorium dan kepentingan pemakai
Laboratorium merupakan tempat kegiatan laboratorium. Fasiltas yang dimaksud disini adalah
mahasiswa, dosen, peneliti dan sebagainya, adanya ruang penyimpanan khusus, ruang
melakukan kegiatan percobaan. Percobaan persiapan, dan tempat penyimpanan seperti
dilakukan dengan berbagai bahan kimia, peralatan lemari, kabinet, dan rak-rak (Indrawan, 2015).
penunjang dan instrumentasi khusus yang mampu
menyebabkan terjadinya kecelakaan jika tidak PERALATAN LABORATORIUM
tepat dalam prosedur yang digunakan
(Budimarwanti, dan SI, 2011) Peralatan di laboratorium pada prinsipnya
Penanganan alat dan bahan penelitian dikelompokkan menjadi 2 yaitu alat gelas dan alat

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/metana Diterima : 02-08-2017


Disetujui : 05-11-2017
METANA. Desember 2017 Vol. 13(2):58-60

instrumen. Alat instrumen dikelompokan lagi diperhatikan :


menurut tingkat kesulitan cara pengoperasiannya a. Jenis bahan dasar penyusun alat tersebut .
menjadi 3 kategori antara lain : Dengan diketahuinya bahan dasar dari suatu
1. Peralatan kategori 3 adalah peralatan yang alat kita dapat menentukan cara
cara pengoperasian dan perawatannya sulit, penyimpanannya
resiko penggunaan tinggi, akurasi b. Alat yang terbuat dari logam tentunya harus
pengukurannya tinggi, serta sistem kerja rumit, dipisahkan dari alat yang terbuat dari gelas
yang mengoperasikan memerlukan pelatihan dan porselin
khusus. c. Dalam penyimpanan dan penataan alat aspek
2. Peralatan kategori 2 adalah peralatan yang bobot benda perlu juga diperhatikan
pengoperasiannya dan perawatannya sedang. d. Jangan menyimpan alat-alat yang berat
Resiko penggunaan sedang, akurasi ditempat yang lebih tinggi, agar mudah
pengukuran sedang, serta sistem kerja yang diambil dan disimpan kembali
tidak begitu rumit, pengoperasiannya cukup Kebutuhan penggunaan alat bagi
perlu pelatihan saja mahasiswa Tugas akhir berbeda- beda
3. Peralatan kategori 1 adalah peralatan yang tergantung dari jenis materi penelitiannya , mulai
cara pengoperasian dan perawatannya mudah, dari alat gelas sampai penggunaan instrumen
resiko penggunaan rendah serta sistem kerja (Hudha, 2011)
sederhana, yang pengoperasiannya cukup
pakai buku panduan . BAHAN LABORATORIUM
Menurut Novianti (2011) setiap instrumen
yang akan dioperasikan harus dalam keadaan baik Bahan dilaboratorium sini menurut
yaitu dengan syarat : penggunaannya dikelompokan menjadi 2 yaitu :
a. Siap untuk dipakai ( ready for use ) Bahan khusus, Bahan yang penanganannya
b. Bersih memerlukan perlakuan dan persyaratan khusus ,
c. Berfungsi dengan baik karena mempunyai sifat eksplosif, korosif, iritant
d. Terkalibrasi (Trihadiningrum, 2000). Bahan umum, Bahan yang
e. Setiap instrumen harus ada SOP nya penanganannya tidak memerlukan perlakuan dan
Sedang untuk perawatan alat bisa dilakukan persyaratan khusus , karena mempunyai sifat tidak
secara rutin dengan cara : eksplosif, tidak korosif, tidak iritant (Lestari, 2009)
 Sebelum alat digunakan hendaknya diperiksa
dulu kelengkapannya CARA MENYIMPAN BAHAN KIMIA
 Harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum DILABORATORIUM
digunakan
 Setelah selesai digunakan semua alat harus Setiap bahan kimia mempunyai sifat fisik
dibersihkan kembali dan jangan disimpan dan kimia yang berbeda-beda, maka cara
dalam keadaan kotor (Soeripto, 2008) penyimpanannya harus berdasarkan Sifat dari
 Kelengkapan alat tersebut harus dicek terlebih bahan tersebut, Diberi pelabelan, Pendataan
dahulu sebelum disimpan berdasar nomor katalog (Nurhasanah dan Deliani
 Setiap alat yang agak rumit selalu mempunyai 2014)
buku petunjuk atau keterangan penggunaan , Kebutuhan bahan kimia untuk mahasiswa
maka sebelum alat digunakan hendaknya kita tugas akhir berbeda –beda, jumlahnyapun juga
membaca terlebih dahulu buku petunjuknya tidak sama, maka diperlukan cara penanganan
 Setiap alat baru , terlebih dahulu diperiksa atau tersendiri supaya cara pelayanannya mudah dan
dibaca terlebih dahulu buku petunjuk sebelum cepat. Demikian juga untuk alat ataupun
digunakan instrumen, kita selalu terlibat terutama dalam
pengoperasian instrumen selalu mendampingi,
CARA PENYIMPANAN ALAT menjelaskan sesuai SOP yang ada dan
mencarikan jalan keluar setiap ada kesulitan (Unit
Dalam Penyimpanan dan penataan alat yang perlu Keselamatan Kerja 2011)

Penanganan Alat Dan Bahan Yang Baik.... (Raharjo dan S. Harjanto) 59


METANA. Desember 2017 Vol. 13(2):58-60

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN Mudah-mudahan cara seperti ini bisa sangat


membantu dan memperlancar dalam rangka
Dilaboratoriun kimia bidang minat penyelesaian tugas riset mahasiswa, terutama
mahasiswa untuk Tugas Akhir berbeda-beda mahasiswa Tugas Akhir.
sehingga fasilitas penunjang yang
diperlukannyapun juga berbeda-beda , mulai dari
macam dan jumlah bahan yang digunakan DAFTAR PUSTAKA
fasilitas alat gelas dan instrumen yang digunakan.
Misalkan Budimarwanti, C. & Si, M., 2011. Pengelolaan Alat
 Penelitian bidang minat Biokimia penggunaan dan Bahan Di Laboratorium Kimia.
alat dan bahan akan cenderung ke uji-uji Universitas Negeri Yogjakarta.
enzim dan mikroorganisme. Hudha, A.M., 2011. Analisis Pengelolaan Praktikum
 Penelitian bidang minat Kimia Organik Biologi di Laboratorium Biologi Universitas
penggunaan alat dan bahan akan cenderung Muhammadiyah Malang. Jurnal Penelitian
ke analisis bahan alam dan senyawa organik Dan Pemikiran Pendidikan. 1(1).
 Penelitian bidang minat Kimia Analitik Indrawan, I., 2015. Pengantar Manajemen Sarana
penggunaan alat dan bahan akan cenderung dan Prasarana Sekolah. Deepublish.
ke analisis kimia unsur logam. Lestari, F. 2009. Bahaya Kimia: Sampling &
Dengan adanya perbedaan bidang minat Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara. EGC,
tersebut akan menentukan jenis dari judul Jakarta , halaman 133-139
penelitian mahasiswa Tugas Akhir sehingga demi Novianti, N.R. 2011. Kontribusi pengelolaan
kelancaran semuanya perlu dikelola dengan baik. laboratorium dan motivasi belajar siswa
Dalam hal ini terutama jika berhubungan dengan terhadap efektivitas proses pembelajaran.
bahan-bahan kimia yang berbahaya sebaiknya Jurnal Pendidikan MIPA. Edisi khusus. (1):158-
diberi penjelasan mengenai sifat, cara 166.
penanganan , penggunan , dan penyimpanannya Nurhasanah, N. & Deliani, O., 2014. Strategi
(Sumardjo, 2009) Pengembangan Laboratorium Program Studi
Demikian juga masalah penggunaan Teknik Industri di Universitas Al Azhar
instrumen, harus diberi penjelasan sebelumnya Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri
cara pengoperasian yang baik dan benar sesuai Sains Dan Teknologi, 2(1):1-15.
SOP yang ada, terus hal-hal yang tidak boleh Soeripto, M., 2008. Higiene industri. Jakarta: Balai
dilakukan atau K3 demi kebaikan dan terjaganya Penerbit FKUI.
alat tersebut. Pengertian dan penguasaan Sumardjo, D., 2009. Pengantar Kimia Buku
penggunaan alat, bahan dan instrumen sangat Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. EGC.
diperlukan. Trihadiningrum, Y., 2000. Pengelolaan Limbah
Apabila hal-hal tersebut diatas dikerjakan Bahan Berbahaya dan Beracun. Jurusan
dengan baik mudah mudahan kegiatan penelitian Teknik Lingkungan, FTSP, ITS Surabaya.
mahasiswa Tugas Akhir akan bisa berjalan Unit Keselamatan Kerja 2011. Panduan
dengan baik dan lancar. Keselamatan kerja Laboratorium Institut
Teknologi Bandung, Bandung,
KESIMPULAN

Dengan cara penanganan fasilitas di


lingkungan laboratorium dengan baik dan benar
terutama yang berhubungan dengan bahan kimia
ataupun alat gelas dan instrumen mulai dari
penerimaan, pengadaan, penyimpanan,
pengemasan sampai penggunaan sesuai dengan
tata kelola baik dan benar ,juga ditunjang
pelayanan yang mamadai cepat dan tepat.

60 Penanganan Alat Dan Bahan Yang Baik.... (Raharjo dan S. Harjanto)

Anda mungkin juga menyukai