Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam, bahkan ayat yang pertama turun
adalah ayat yang mengajak untuk belajar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ك َط ِريْقا ً َي ْل َتمِسُ فِ ْي ِه عِ ْلما ً َس َّه َل هللاُ ِب ِه َط ِريْقا ً إِلَى ْال َج َّن ِة
َ ََمنْ َسل
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Anak-anak kita ada kalanya hati mereka jenuh saat terus belajar mencari ilmu,
menghafal Al Qur’an, hadist, do’a-do’a dan materi lainnya, mendengarkan nasehat
dari ustadz ustadzah. Merasa lelah saat setiap hari harus belajar, belajar dan belajar.
Merasa penat karena harus duduk tertib, diajarkan adab, adab dan adab. Anteng,
tanpa mainan. Merasa berat dengan perjuangan menuntut ilmu sebagai bekal
penerus dakwah Rasulullah SAW untuk meraih kembali kegemilangan Islam.
Calon ahli ilmu tidak akan tinggal diam. Ia tempuh perjalanan jauh dari rumahnya
untuk menuntut ilmu. Ia akan dapatkan ilmu yang membuatnya mulia dan tinggi
derajatnya di sisi Rabb-Nya, ia akan dapatkan pengganti asyiknya mainan.
Tentunya kita juga belajar dari generasi hebat terdahulu, bagaimana beliau-
beliau rahimakumullah, begitu besar semangatnya dalam menuntut ilmu. Sangat
kuat ghirah perjuangannya untuk terus belajar. Rela menempuh perjalanan bermil-mil
untuk mempelajari 1 bab ilmu. Bahkan hanya untuk mendapatkan 1 hadist, beliau
tempuh perjalanan siang dan malam di tengah gurun pasir yang tandus, di bawah
panas terik matahari dan dingin malam yang menggigit, dengan perbekalan yang
sangat terbatas. Namun, beratnya perjuangan itu justru terasa ringan karena
nikmatnya ilmu yang beliau-beliau rasakan. Sebagaimana Imam Ahmad yang ditanya
oleh sahabatnya karena terlihat sangat bersemangat dan tidak mengenal lelah dalam
menuntut ilmu, “ Kapankah engkau akan beristirahat? “dan MasyaaAllah beliau
menjawab dengan mantab, “ Nanti, istirahatku ketika kakiku telah menapak di surga.”
Mari niatkan setiap langkah anak-anak kita dalam rangka berjuang menuntut ilmu di
sini, adalah semata-mata untuk mengharap keridhoan Allah, niat berjuang fi sabilillah.
Kita mengamanahkan anak-anak belajar di kuttab dan Al Qur’an bukan sekedar untuk
mendapatkan nilai-nilai bagus di rapor, bukan sekedar meraih pujian dari ustadz
ustadzah, bukan sekedar mengejar target hafalan, bukan sekedar untuk mengejar
gelar, pekerjaan, jabatan, kekuasaan atau popularitas. Melainkan untuk bekal
beramal dalam rangka meningkatkan kualitas ketaatan, mendapatkan derajat tinggi
dan kemuliaan di hadapan Allah. “.. niscaya Allah mengangkat (derajat) orang-orang
yang yang beriman dan orang-orang yang berilmu, beberapa derajat” (QS. Al
Mujadilah: 11). Prestasi-prestasi duniawi hanyalah salah satu jembatan bagi kita
mengukir prestasi akhirat. Sebagaimana ilmuan-ilmuan terdahulu luar biasa dalam
ketaatan kepada Allah dan luar biasa pula dalam bidang ilmu pengetahuan/sains.
Terus berlelah-lelah berjuang mendapatkan ilmu agar semakin menjadi hamba-Nya
yang bertakwa. Ya, agar lelah ini berujung pada ridha-Nya, berbuah jannah-Nya.
Wahai ayah dan bunda, mari kita tegarkan hati kita mengantarkan putra-putri kita
berjuang menuntut ilmu di jalan Allah. Perjuangan yang akan menjadikan mereka
generasi emas kebanggaan, memakaikan mahkota cahaya untuk ayah dan bunda
kelak dan mengalirkan pahala yang terus mengalir tiada henti. Mari kita belajar dari
ibunda para ulama terdahulu, salah satunya, Ibunda Sufyan Ats Tsauri;
“ Wahai anakku, tuntutlah ilmu dan ibu akan mencukupimu dengan hasil memintal.
Wahai anakku, jika kamu menulis 10 kalimat, lihatlah apakah hatimu bertambah
khusyuk dan taat, jika tidak demikian, ketahuilah sungguh itu membahayakanmu dan
tidak membawa manfaat untukmu.” Beliau mendukung penuh, memberikan
pembiayaan dan motivasi kuat untuk pendidikan putranya. Beliau juga membimbing
dan mengarahkan bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk menambah khusyuk dan
taat kepada Allah.
Sebagaimana diteladankan juga oleh ibunda Imam Syafi’i, Fathimah binti Ubeidillah
yang mengasuh Syafi’i sendirian semenjak ditinggal meninggal oleh suami. Ibunya
berbesar hati melepasnya di usia 10 tahun untuk menuntut ilmu ke Mekkah. Kita juga
meneladani kecerdasan ibunda Imam Syafi’i dalam membentuk kecerdasan dan
kepribadian Imam Syafi’i hingga beliau berhasil menjadi imam besar.
Cahaya Ilmu yang memuliakanmu..
“ Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang
menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan
seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah: 15-16)
“ Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang telah diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka
itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf: 157)
Mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah. Dikelilingi malaikat, dido’akan dan
dimohonkan ampunan kepada Allah. Mendapatkan rahmat dan ketentraman, serta
disebut namanya dihadapan penduduk langit. “ Tidaklah suatu kaum duduk untuk
berdzikir kepada Allah kecuali malaikat akan mengayomi mereka, rahmat Allah
meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka dan Allah menyebut mereka di
hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim) Sukses dalam menjalani
kehidupan dunia dan akhirat. “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia
maka wajib baginya memiliki ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat
maka wajib baginya memiliki ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya maka
wajib baginya memiliki ilmu.” (HR. Tirmidzi) Mendapat kebaikan dari Allah. “ Barang
siapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka ia akan diberikan kepahaman dalam
ilmu agama.” (Muttafaq alaih)Mengalirkan pahala meskipun sudah meninggal
dunia. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda “ Apabila manusia meninggal
dunia, terputus amalnya kecuali 3 hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan
anak sholih yang mendoakan.”Istiqomah dalam ketaatan. “Wahai pembawa ilmu,
beramallah dengan ilmu itu, barangsiapa yang sesuai antara ilmu dengan amalnya
maka mereka akan selalu istiqomah dalam ketaatan.”( HR. Ad Darimi)
Maka, ketika kita merasa kelelahan dalam perjuangan menuntut ilmu ini, mari kita
kuatkan kembali keimanan kita. Mari kita kuatkan kesabaran kita, bersabar dengan
ujian dalam menuntut ilmu, bersabar dalam ujian-ujian kehidupan dunia, yang
sebenarnya hanya sebentar saja. Ya, kita di dunia ini hanyalah seperti sekian menit
saja dibandingkan lamanya masa di akhirat. “ Barangsiapa bersabar dengan
kesusahan yang sebentar saja maka ia akan menikmati kesenangan yang
panjang” (Thariq bin Ziyad)
Mari kita kobarkan semangat kita untuk meraih derajat tinggi dan mulia di sisi-Nya.
Sesungguhnya cita-cita kita tidak terhenti pada kebahagiaan dunia, melainkan
akhirat. “ Bersemangatlah kalian kepada apa yang bermanfaat bagi kalian, mintalah
pertolongan Allah dan jangan malas.” (HR. Bukhori & Muslim). Mari kita panjatkan
do’a yang diajarkan Rasulullah SAW, “ Ya Allah, aku sungguh-sungguh memohon
kepadamu ketegaran dalam urusan agama ini dan tekad kuat berada di atas
petunjuk-Mu” . Juga do’a dalam firman-Nya, QS. Thaha: 114, “ Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu.”
Wahai para penuntut ilmu, calon generasi peradaban Islam, Hendaklah ilmu yang kita
miliki menjadikan kita semakin takut untuk bermaksiat dan semakin semangat dalam
taat kepada Allah. Menjadikan kita terus berjuang untuk mewujudkan kegemilangan
Islam. Bersemangatlah, berlelah-lelahlah, karena lelahmu akan memuliakanmu..