Anda di halaman 1dari 5

Bioavailabilitas merupakan suatu ukuran kecepatan dan jumlah zat aktif yang berada

dalam sirkulasi sistemik dan mampu mencapai tempat aksi. Ketersediaan hayati suatu obat
dapat dapat dinyatakan dalam ketersediaan hayati absolut atau ketersediaan hayati relatif.
Parameter bioavailabilitas merupakan indikator penting dalam kontrol kualitas suatu produk
obat serta bermanfaat untuk memperkirakan efektifitas terapi (Siswanto, dkk, 2017).

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian umumnya
mengalami proses absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa proses biotransformasi, obat diekskresi dari
dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut proses farmakokinetik dan berjalan serentak.
Farmakokinetika menujukkan kinetika absorpsi obat, distribusi dan eliminasi, yakni ekskresi
dan metabolisme. Kecepatan dan tingkat obat diekskresikan melalui urin menggambarkan
kecepatan dan tingkat absorpsi obat dalam sirkulasi sistemik. Oleh sebab itu data ekskresi
obat melalui urin dapat digunakan untuk menentukan parameter farmakokinetika dimana
pada umumnya penentuan parameter farmakokinetika suatu obat dilakukan menggunakan
data kadar obat tersebut dalam darah atau saluran sistemik (Sihabuddin, M., dkk, 2011).

1. Parameter pokok
a. Tetapan kecepatan absorbs (Ka)
Menggambarkan kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik
dari absorbsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian
intramuskular) (Neal, 2006).
b. Cl (Klirens)
Klirens adalah volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat per satuan waktu
(Neal, 2006).
c. Volume distribusi (Vd)
Volume distribusi (Vd) merupakan volume semu yang menggambarkan luasnya
penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Nilai Vd dipengaruhi
oleh ukuran, komposisi tubuh, kemampuan molekul obat memasuki berbagai
kompartemen tubuh dan derajat ikatan protein plasma (Ritschel dan Kearns, 2009).
2. Parameter sekunder
a. Waktu paro eliminasi (t1/2)
Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat di dalam tubuh
menjadi seperdua selama eliminasi (atau selama infus yang konstan) (Katzung, 2001).
b. Tetapan kecepatan eliminasi (Ke)
Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan
tereliminasi dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju
penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai keseimbangan (Neal, 2006).
3. Parameter turunan
a. Waktu mencapai kadar puncak (t maks)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau plasma.
Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi dengan
pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak proses-proses tersebut berada
dalam keadaan seimbang (Neal, 2006).
b. Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu (AUC)
Nilai ini menggambarkan derajat absorbsi, yakni berapa banyak obat diabsorbsi dari
sejumlah dosis yang diberikan. Area di bawah kurva konsentrasi obat-waktu (AUC)
berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai
sirkulasi sistemik (Neal, 2006).

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2012). Parameter farmakokinetika
sangat penting karena dapat menggambarkan seberapa besar obat diabsorbsi, seberapa tepat
obat dieliminasi, seberapa besar efek terapeutik, dan ketoksikan suatu obat. Oleh karena itu,
agar parameter dapat dipercaya, metode yang digunakan dalam menentukan kadar obat yang
digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Ketelitian (Accuracy)
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar
analit yang sebenarnya (Harmita, 2012). Akurasi sering dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) dari suatu pengujian terhadap penambahan sejumlah
analit dengan jumlah yang diketahui, syarat dari perolehan kembali adalah 95 %-105
%. Berikut merupakan rumus dari perolehan kembali (USP, 1995):
Kadar obat terukur
Perolehan kembali (P) = x 100 %
Kadar diketahui
Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan ini
dapat berupa kesalahan konstan atau proposional. Rumus dari kesalahan sistematik
adalah (USP, 1995):
Kesalahan sistemik = 100 %−PK %
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut
kesalahan acak kurang dari 10%.
2. Keseksamaan (Precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran
yang homogen. Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability)
atau ketertiruan (reproducibility).
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh
analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap
sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran
keseksamaan pada kondisi yang normal. Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika
dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukandalam
laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut,
dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang
diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Ketertiruan dapat juga dilakukan
dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis
yang berbeda (Harmita, 2012).
Kesalahan acak (random analytical error) merupakan tolak ukur
ketidakpresisian suatu analisis, dan dapat bersifat positif atau negatif. Kesalah acak
identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Rumus
dari kesalahan acak adalah (USP,1995):
simpangan baku
Kesalahan acak = x 100 %
hargarata−rata
3. Selektifitas (Spesifitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan
sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap
sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis
sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Selektifitas metode
menempati prioritas utama karena bentuk obat yang akan ditetapkan dalam cuplikan
hayati adalah dalam bentuk tak berubah atau metabolitnya. Metode analisis yang
digunakan harus memiliki spesifitas yang tinggi terhadap salah satu obat yang akan
diterapkan dengan percobaan melalui bukti kromatografi bahwa metode spesifik
untuk obat (Harmita, 2012).
4. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas
terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2012).
Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan
garis lurusdengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi
analit. Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil
pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita, 2012).
Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada
analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0
danr = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan
kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Rumus Sy adalah (Harmita, 2012):
2
∑ ( y 1− y 1' )

Dimana y1’ = a + bx
Sy =
√ N−2

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi


Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas
deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan paramete rpada
analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2012).
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x).
a. Batas deteksi
Sy
3
Q= x
x 100 %
Sl
Sy/x = simpangan baku residual
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi atau sama dengan slope (b pada persamaan garis y = a+bx)
b. Batas kuantisasi
Sy
10
Q= x
x 100 %
Sl
Sy/x = simpangan baku residual
Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi atau sama dengan slope (b pada persamaan garis y = a+bx)

(Harmita, 2012).

Anda mungkin juga menyukai