Oleh ;
Ai sela (18212011)
GARUT
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu cita-cita kemerdekaan Indonesia menurut UUD 1945 adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal ini dipertegas lagi dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 bahwa
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sistem pendidikan nasional yang ada di negara ini
memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat. Tujuan pendidikan tersebut menunjukkan secara jelas bahwa
pendidikan begitu penting, terutama untuk membentuk pribadi dalam masyarakat yang
berkualitas untuk menghadapi tantangan global. Pendidikan nasional ibarat bangunan besar.
Untuk itu, diperlukan fondasi atau dasar yang sangat kuat sehingga bangunan tersebut
dapat berdiri dengan kokoh dsebuah tidak mudah roboh. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa dasar diau fondasi pendidikan nasional ini adalah pendidikan anak usia dini (PAUD).
Jika menginginkan pendidikan memiliki kualitas yang tinggi, maka kualitas pendidikan anak
usia dini juga harus tinggi. Kaitannya dengan kualitas pendidikan, tentunya tugas ini tidak
hanya menjadi tanggung jawab guru saja. Namun, peran orang tua juga sangat menentukan.
Jika orang tuapasrah semua perkembangan anak kepada guru, maka hal ini tidak dibenarkan.
Semua pihak, baik guru, orang tua, keluarga maupun lingkungan sekitar harus bersinergi
dalam mendukung perkembangan seorang anak.
Suyadi (2013: 19) mengemukakan bahwa pendidikan anak dini usia (PAUD) adalah
pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembagan
anak secara menyeluruh agar mereka dapat mengembangkan semua potensi atau kemampuan
yang mereka punya. Anak usia dini (AUD) memiliki kemampuan yang sangat istimewa. Pada
masa ini, dapat dikatakan bahwa ini adalah masa emas mereka dalam mengembangkan
segala hal. Menurut Montesori, usia anak adalah usia kritis atau usia usiasitif karena pada saat-
saat terebut, potensi atau kemampuan mereka sedang mengalami kegembiraanembangan yang
begitu pesat maka mereka harus memiliki isi pelajaran, pendidikan, tenaga profesional yang
berkualitas (Morrison, 20 12: 3). Dengan demikian, dapat diketahui jika mereka tidak didukung
secara tepat pada usia tersebut, maka hal itu sangat disayangkan bahkan dapat juga
menyebabkan masalah yang fatal pada perkembangan mereka selanjutnya. Selain itu, usia
anak-anak disebut sebagai usia emsebagai, yaitu periode awal yang paling penting dan
mendasar sepanjang rentang pertumbuhan dsebuah perkembangan manusia karena pada usia
ini belakaka memiliki potensi yang dapat berkembang secara pesat (Meriyati, 2016: 49).
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa adalah tindakan sosial, tidak hanya berupa mesin biologis dan kapasitas
kognitif yang diperlukan, tetapi juga interaksi dengan pasangan hidup yang komunikatif.
Anak yang tumbuh besar tanpa kontak sosial yang normal, misal anak dengan autisme
tidak mengambangkan bahasa normal. Begitu juga anak yang terpapar bahasa hanya
melalalui televisi. Bagaimapaun juga penelitian selanjutnya menyatakan bahwa terdapat
perubahan yang berkaitan dengan faktor terkait [pengaruh media pada anak. Dalam satu
studi, anak di bawah 30 bulan tidak mampu untuk belajar bagaimana menggunakan kata
kerja baru dari televisi.
Secara umum, perkembangan bahasa anak dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
pralinguistik dan linguistik.
1. Tahap Pralinguistik
Tahap pralinguistik ini akan dialami pada fase bayi. Pada tahapan ini, bahasa bayi
berupa simbol-simbol ekspresi tertentu seperti menangis, menjerit, dan juga tertawa.
Berbagai ekspresi tersebut merupakan bentuk komunikasi bayi dalam menyampaikan
perasaannya mulai dari senang, sedih, nyaman, atau takut. Bisa juga untuk
menyampaikan keinginannya misalnya haus, lapar, ingin tidur, ataupun minta
digendong. Selain itu, bentuk komunikasi tersebut juga digunakan untuk
menyampaikan perasaan tidak nyaman dengan suatu hal seperti ketika mereka
mengompol, buang air besar, ataupun kesakitan. Seiring berjalannya waktu, tahapan
tersebut akan meningkat perlahan menjadi komunikasi ke arah verbal. Komunikasi
verbal pada tahapan ini masih dalam bentuk sederhana seperti mengoceh dengan
kalimat yang belum begitu jelas.
2. Tahap Lingustik
Lebih meningkat dari tahapan pralinguistik, pada tahapan ini anak sudah dapat
melakukan komunikasi verbal dalam bentuk kata-kata yang dapat dimengerti. Pada
tahapan ini pula, anak-anak sudah dapat menyusun kata dan menyampaikan
komunikasinya dalam sebuah kalimat seperti orang dewasa.
Pada usia ini, sebagian besar bayi berada pada tahap pralinguistik. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, pada tahapan ini bayi akan lebih banyak menunjukkan
komunikasinya dalam bentuk simbol-simbol ekspresi. Pada fase ini pula, bayi sudah
mampu merespons suara, babling (mengulang konsonan atau vocal), memahami
perintah verbal, serta menunjuk arah. Umumnya, jika sudah mulai memasuki usia 10
bulan, si bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata sederhana seperti menyebut orang
terdekatnya (mama atau papa).
Pada usia ini, anak sudah mulai menunjukkan peningkatan bahasa. Jika pada
tahun pertama anak sudah mulai dapat memahami intruksi dan mengucap satu kata,
maka di tahun kedua dan ketiga, anak sudah mulai mengenal dan belajar mengucapkan
kata-kata sederhana meskipun pengucapannya belum begitu sempurna. Seperti “patu"
(apa itu), “ndak au" (tidak mau), dan lain sebagainya.
Pada tahapan usia ini, anak sudah mampu menyusun kata dan menyampaikan
komunikasinya dalam sebuah kalimat seperti orang dewasa. Ia sudah mampu mengenal
kata kerja dan kata ganti, ia juga sudah dapat menyampaikan keinginannya dalam
bentuk kalimat seperti “aku ingin makan roti", “aku mau bermain", dan lain
sebagainya. Tak hanya bisa menyampaikan keinginannya, pada usia ini anak juga
sudah mampu melontarkan pertanyaan, protes, penolakan, ataupun menyampaikan
perasaan.
Beberapa kemungkinan yang bisa menjadi indikasi seorang anak memerlukan bantuan
dari tenaga profesional seperti terjadinya speech delay (keterlambatan berbicara),
receptive language (sulit menangkap atau memahami ucapan orang lain) hingga
difficulty sharing (sulit untuk menyampaikan pemikiran melalui bahasa).
Menurut teori behavioristic oleh B.F Skinner. beliau menekankan bahwa proses
pemerolahan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri seorang anak, yaitu
adanya rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Kaum behavioris juga
menyatakan bahwa kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh
melalui rangsangan dari lingkungan disekitarnya. Proses perkembangan bahasa
terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya dan
kemampuan yang sebenarnya dalam berkomunikasi adalah dengan prinsip pertalian S-R
(stimuls-respons) dan proses peniruan-peniruan.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar
bagi perkembangan bahasa anak. Karena dengan lingkungan maka anak dapat menjalani
kesehariannya dengan baik tanpa adanya kesulitan dalam berinteraksi. Stimulus yang
didapat anak melalui lingkungan akan berpengaruh pada perkembangan bahasa anak.
Rangsangan yang diterima secara perlahan akan mempengaruhi perkembangan bahasa
anak. Stimulus dari orang-orang terdekatnya yaitu orang tua akan diproses oleh anak
sehingga membuat anak tersebut matang dalam pola pikir, pola tindak, dan pola ucap.
Peranan orang tua yang begitu penting menuntut orang tua untuk selalu waspada
sertahati-hati dalam mengajari anaknya. Orang tua harus memahami tahapan
tahapan perkembangan bahasa pada anak agar dapat memberikan stimulus pada
tahap perkembangan sesuai dengan usianya.
BAB III
PENUTUP
Bahasa adalah tindakan sosial, tidak hanya berupa mesin biologis dan kapasitas
kognitif yang diperlukan, tetapi juga interaksi dengan pasangan hidup yang komunikatif.
Anak yang tumbuh besar tanpa kontak sosial yang normal, misal anak dengan autisme
tidak mengambangkan bahasa normal. Secara umum, perkembangan bahasa anak dibagi
menjadi dua tahap yaitu tahap pralinguistik dan linguistik. Secara lebih rinci, tahapan
perkembangan bahasa anak berdasarkan usia dapat dikategorikan 0-12 bulan, 1-3 tahun,
dan 3-5 tahun.