Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN TINDAKAN OKSIGENASI DENGAN PERUBAHAN

RESPIRASI RATE PADA PASIEN TUBERCULOSIS

DI RUMAH SAKIT MEDIKA DRAMAGA

KOTA BOGOR TAHUN 2020

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun oleh:

RISMA DESI PUSPITASARI

2O1711127

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIJAYA HUSADA BOGOR

TAHUN 2020
II. RINGKASAN

Menurut WHO dalam Global Tuberculosis Report 2017, Tuberculosis paru

merupakan salah satu penyakit dari 10 penyebab kematian yang berkaitan dengan anti

microbial resestence dan pembunuh utama penderita HIV. Pada tahun 2016, diperkirakan

terdapat 10,4 juta kasus baru (insidensi) Tuberculosis di seluruh dunia, diantaranya 6,2 juta

laki-laki, 3,2 juta wanita dan 1 juta adalah anak-anak dan diantara penderita Tuberculosis

paru tersebut, 10% diantaranya merupakan penderita HIV positif. 7 negara yang

menyumbang 64% kasusbaru Tuberculosis paru di dunia adalah india, Indonesia, tiongkok,

Filipina, Pakistan, Nigeria dan afrika selatan. Pada tahun yang sama 1,7 orang meninggal

karena tuberculosis paru termasuk di dalam nya 0,4 juta merupakan penderita HIV. Namun

secara global tingkat kematian penderita Tuberculosis paru mengalami penurunan sebanyak

37% dari tahun 2000-2016 ( WHO, 2017).

Pada umumnya tuberculosis memilki kerugian yang sangat besar bila tidak ditangani

secara serius dan cepat. Meski pengetahuan pasien mengenai penyebab, gejala, tindakan, dan

cara pengobatannya. pasien tuberculosis harus tetap disarankan untuk memeriksakan diri

kesehatannya ke rumah sakit. Bagi pasien yang sedang atau akan berobat umumnya akan

ditangani di ruang isolasi dan ditangani oleh perawat dan dokter. Berdasarkan standar yang

berlaku untuk menangani pasien tuberculosis, pada dasarnya perawat dan dokter yang

bertugas akan menangani dengan langkah awal yakni memberikan tindakan oksigenasi

dengan tingkatan berdasarkan kondisi yang dialami saat itu.

Setelah pasien diberikan tindakan oksigenasi umumnya perawat akan menghitung

pernapasannya dalam waktu 1 menit atau 60 detik untuk melihat jumlah siklus pernapasan

(inspirasi dan ekspirasi penuh) menurut (Perry & Potter, 2005). Respirasi rate ini dilakukan

untuk melihat perkembangan pernafasan pasien apakah mengalami peningkatan atau


penurunan siklus pernafasan. Bila pernafasan pasien menurun maka dapat dinilai sebagai

peningkatan kesehatan atau meredanya sesak nafas pasien.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan tindakan oksigenasi dengan

perubahan nilai Respirasi rate pada pasien Tuberculosis di Rumah sakit .Jenis penelitian

ini adalah Penelitian Analitik dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan desain

Cross Sectional. Teknik sampel menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 35

responden. instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar inform consent,

format observasi ( Performent assessment dan pengukuran frekuensi pernafasan ), lembar

kuisioner. Analisa data menggunakan Chi Square.

Luaran dari hasil penelitian ini akan dipublikasikan pada jurnal nasional terakreditasi,

jurnal internasional, prosiding internasional terindeks, serta buku ajar ISBN. Tingkat

Kesiapan Teknologi (TKT) dalam penelitian ini termasuk ke dalam TKT 1 Penelitian Dasar,

bidang fokus riset mengenai medikal bedaj, tema riset tentang pengembangan dan penguatan

sistem manajemen medila bedah dalam pengembangan dan pelatihan terkait indakan

keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah ketidakefektifan bersihan

jalan nafas dapat dilakukan dengan pemberian inhalasi sederhana dan fisioterapi dada serta

dilanjutkan dengan batuk efektif .

Kata kunci : Tuberculosis, bersihan jalan nafas, terapi inhalasi, respirasi rate
LATAR BELAKANG

Pada umumnya tuberculosis memilki kerugian yang sangat besar bila tidak ditangani
secara serius dan cepat. Meski pengetahuan pasien mengenai penyebab, gejala, tindakan, dan
cara pengobatannya. pasien tuberculosis harus tetap disarankan untuk memeriksakan diri
kesehatannya ke rumah sakit. Bagi pasien yang sedang atau akan berobat umumnya akan
ditangani di ruang isolasi dan ditangani oleh perawat dan dokter. Berdasarkan standar yang
berlaku untuk menangani pasien tuberculosis, pada dasarnya perawat dan dokter yang
bertugas akan menangani dengan langkah awal yakni memberikan tindakan oksigenasi
dengan tingkatan berdasarkan kondisi yang dialami saat itu

Tindakan awal yang diberikan pada pasien tuberculosis yakni tindakan oksigenasi ada
yang menggunakan nasal kanul, simple mask, rebreathing, non-rebreathing. Hal tersebut
disesuaikan dengan kesehatan pasien. Jika kesehatan pasien tidak begitu parah maka pasien
akan diberikan tindakan oksigensai menggunakan nasal kanul atau apa bila menunjukan
adanya gejala yang parah seperti sesak nafas yang berlebihan maka pasien tuberculosis akan
diberikan simple mask dan bila semakin parah maka tindakan oksigenasi yang diberikan pun
akan semakin menyesuaikan dengan tujuan mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung.
Apabila dilihat dari segi prioritas maka sebenarnya tindakan oksigenasi masuk kedalam skala
prioritas kesehatan.

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 kasus TB paru
mengalami peningkatan sebesar 2 juta kasus dari tahun 2015. Estimatis kasus baru
tuberculosis sebesar 10,4 juta atau 142/100.000 popolasi, dengan kasus multridrug-resistant
sebesar 480.000 kasus, Dan di Indonesia pada tahun 2017 jumlah kasus TB paru sebanyak
420.994 kasus Menempatkan indonesia berada pada peringkat 2 dengan kasus baru penderita
tuberculosis terbanyak setelah india.

Laporan Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), yaitu 0,42%
atau sebesar 1.017.290 kasus. Dan berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota
Bogor Provinsi Jawa Barat. Dalam laporan tersebut terdapat 26 kabupaten/kota di Jawa Barat
dengan kejadian prevelansi dan insiden TB BTA positif di setiap tahunnya. Kabupaten Bogor
merupakan kabupaten dengan angka kejadian TB BTA positif terbanyak di Provinsi Jawa
Barat dengan angka kejadian sebesar 4.180 kasus. (Riskesdas,2018)

Fungsi respirasi berkaitan dengan status fisiologis seseorang, ketika salah satu fungsi
terganggu maka status fisiologis seseorang akan berubah. frekuensi pernapasan merupakan
salah satu komponen tanda vital, yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui kondisi
pasien, terutama kondisi pasien kritis (Muttaqin, 2014; Smith & Roberts, 2014). Dalam hal
memberikan tindakan oksigenasi pun ada beberapa yang dapat digunakan untuk menjaga
kestabilan pola nafas pasien paru atau tuberculosis yang mengalami sesak nafas yaitu dengan
pemberian posisi semi fowler dan pemasangan oksigen. Dengan diberikannya pemasangan
oksigen pada pasien juga dapat mengurangi sesak nafas pasien. Sedangkan untuk pemberian
posisi semi fowler bertujuan untuk mengurangi resiko pengembangan dinding dada (Potter,
2005).
a. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka membuat Rumusan masalah penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan dari tindakan oksigenasi terhadap perubahan nilai respirasi
rate pada pasien tuberculosis di rumah sakit ”

b. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tindakan oksigenasi pada pasien tuberculosis di


Rumah Sakit Medika Dramaga Kota Bogor Tahun 2020.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi perubahan respirasi rate pada pasien tuberculosis
di Rumah Sakit Medika Dramaga Kota Bogor Tahun 2020 .

c. Untuk menganalisa Hubungan tindakan oksigenasi dengan perubahan respirasi rate pada
pasien tuberculosis di Rumah Sakit Medika Dramaga Kota Bogor Tahun 2020.

c. Urgensi Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk dapat menambah wawasan ilmu keperawatan medikal, bedah
khususnya tentang pengaruh hubungan dari tindakan oksigenasi terhadap perubahan nilai
respirasi rate pada pasien tuberculosis di Rumah Sakit. Sehingga diharapkan adanya upaya
untuk mencegah terjadinya resiko terhadap perubahan nilai respirasi rate pada pasien
tuberculosis

Tinjauan Pustaka

a. State of The art

Judul Jurnal Pembahasan


Semi-Fowler position on the respiratory rate Hasil Penelitian
to reduce shortness of breath in pulmonary Hasil penelitian tentang analisis intervensi
TB patients posisi semi fowler terhadap respiratory rate
untuk menurunkan sesak nafas pada pasien
Peneliti : TB paru di Rumah Sakit Pelni Jakarta yang
Suhatridjas, Isnayati dilakukan selama 3 hari dalam 2x pertemuan
setiap harinya, subjek I dan Subjek II
Lokasi : mengalami penurunan sesak nafas dengan
Rumah Sakit Pelni Jakarta angka respiratory rate normal 12 – 20x/mnt
setelah dilakukan intervensi posisi semi
Tahun : fowler.
2019
Alasan Menjadi Tinjauan Penelitian
Nama Jurnal : Dengan menggunakan posisi semi fowler
Jurnal Keperawatan Silampari Volume 3, yaitu menggunakan gaya gravitasi untuk
Nomor 2, Juni 2020 membantu pengembangan paru dan
e-ISSN: 2581-1975 mengurangi tekanan dari visceral-visceral
p-ISSN: 2597-7482 abdomen pada diafragma sehingga diafragma
DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1116
dapat terangkat dan paru akan berkembang
secara maksimal dan volume tidal paru akan
terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal
paru maka sesak nafas dan penurunan
saturasi oksigen pasien akan berkurang.
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Hasil Penelitian
Oksigenasi dengan Pemberian Teknik Batuk Hasil penelitian ini adalah masalah
Efektif Pada Pasien TB paru keperawatan yang menjadi fokus studi dalam
studi kasus ini yaitu bersihan jalan nafas
Peneliti : tidak efektif pada Tn. U.U (klien I) dan Tn.
Suardi Zurimi F.S (klien II) dengan Tuberculosis Paru di
ruangan Paru-paru RSUD. Dr.M. Haullusy
Lokasi : dan akan dibahas dalam pembahasan mulai
RSUD dr. M. Haulussy Ambon dari tahap pengkajian, penegakan diagnosis,
implementasi, dan evaluasi serta akan
Tahun : dibahas juga kesenjangan antara kasus yang
2019 dikelola di rumah sakit dengan konsep teori.

Nama Jurnal : Alasan Menjadi Tinjauan Penelitian :


Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB
Tunas-Tunas Riset Kesehatan, Volume 9 paru telah dilakukan sebagai salah satu cara
Nomor 3, Agustus 2019 untuk membantu mengurangi sesak napas.
p-ISSN 2089-4686 e-ISSN 2548-5970 Keefektifan dari tindakan tersebut dapat
dilihat dari respiratory rate yang
menunjukkan angka normal yaitu 16- 24x per
menit pada usia dewasa. Pelaksanaan asuhan
keperawatan dalam pemberian posisi semi
fowler itu sendiri dengan menggunakan
tempat tidur dan fasilitas bantal yang cukup
untu menyangga daerah punggung, sehingga
dapat memberi kenyamanan saat tidur dan
dapat mengurangi kondisi sesak nafas pada
pasien asma saat terjadi serangan
Efektivitas Posisi Semi Fowler dengan Hasil penelitian
Pursed Lip Breathing dan Semi Fowler adanya perbedaan efektifitas antara Semi
dengan Diaphragma Breathing terhadap Sa02 Fowler dengan Pursed Lip Breathing dan
Pasien TB Paru di RSP. Ariowirawan Semi Fowler dengan Diaphragma Breathing
Salatiga terhadap saturasi oksigen pasien TB Paru di
RSP dr. Ario Wirawan Salatiga dan diperoleh
Peneliti : hasil bahwa posisi semi fowler dengan
Pursed Lip Breathing lebih efektif untuk
NikoQorisetyartha,Sri Puguh Kristiyawati, meningkatkan saturasi oksigen pasien TB
M.Syamsul Arief S.N Paru dibandingkan dengan Semi Fowler
dengan Diaphragma Breathing berdasarkan
Lokasi : uji Mann-Withney diperoleh p-value sebesar
RSP dr Ario wirawan Salatiga 0,049.

Tahun : Alasan Menjadi Tninjauan Penelitian :


2018 Intervensi lain yang dapat meningkatkan
saturasi oksigen selanjutnya adalah
Nama Jurnal : diaphragma breathing. Diaphragma breathing
NurseLine Journal dilakukan dengan menggunakan
Vol. 2 No. 2 Nopember 2017 p-ISSN 2540- pengembangan otot diafragma yang dapat
7937 e-ISSN 2541-464X meningkatkan gas oksigen. Pernapasan
diafragma dilakukan untuk meningkatkan
distribusi gas pada volume paru yang lebih
tinggi dan dapat mengurangi energi saat
ventilasi (William & Barbara, 2007, hlm.
305).

b. Roadmap Penelitan

Kasus Medik Kasus Bedah


BIDANG GARAP PENELITIAN

Fisik: Psikososial: Spiritual:


1. Disability 1. Perubahan fungsi dan 1. End of Life
2. Gangguan integritas peran 2. Comfort
kulit 2. Dukungan sosial - 3. Wellbeing
3. Disfungsi seksual keluarga 4. Quality of Life
4. Manajemen nyeri 3. Manajemen koping
5. Deteksi dini 4. Komunikasi
6. Pencegahan 5. Manajemen / perilaku
penyulit/komplikasi kesehatan

Recovery/Rehabilitasi

- Wellbeing
- Quality of Life
Bidang garap penelitian di departemen medikal bedah dengan bidang garap masalah fisik,
psikososial dan spiritual untuk recovery dan rehabilitasi sehingga tercapai wellbeing dan
quality of life.

1. Kasus Medik

Kasus medik adalah permasalahan atau gangguan pada sistem tubuh (persyarafan, sensorik

– persepsi, pernapasan, kardiovaskular, pencernaan, perkemihan,integument,


muskuloskeletal) pada orang dewasa.

2. Kasus Bedah

Kasus bedah adalah permasalahan atau gangguan pada sistem tubuh (persyarafan, sensorik

– persepsi, pernapasan, kardiovaskular, pencernaan, perkemihan, integument,


muskuloskeletal) pada orang dewasa yang membutuhkan tindakan pembedahan.

a. Tinjauan Teori
1. Definisi Tuberculosis paru
Tuberculosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran nafas bawaan. Penyakit ini
disebabkan oleh mikroorganisme mycobacterium tuberculosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu lainnya, dan membentuk
kolonisasi di brokiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran
cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui
lesi kulit (corwin, 2009).
2. Etiologi
Adapun mengenai etiologi dari TB paru menurt zulkoni (2011) adalah sebagai
berikut :
Penyebab penyakit ini adalah bakteri mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium
termasuk dalam family myobacteriaceace dan termasuk dalam ordo actinomycetales.
Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M.microti,
dan M. canettii.dari beberapa jenis tersebut, M tuberculosis merupakan jenis yang terpenting
dan paling sering dijumpai. M tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar
3, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacterium dapat diberi
pewarnaan seperti bakteri lainya, misalnya dengan pewarnaan gram. Namun sekali
mycobacterium diberi warna oleh pewarrnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan asam. oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai basil tahan
asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu
nocardia, rhodococcus, legionella micdadei, patozoa, isospora, dan crysptos poridium. Pada
dinding sel mycobacteria, terdapat lemak yang berhubungan dengan arabino galaktan dan
pepti doglikan dibawahnya. Srtuktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efekifitas dari antibiotic. Lipoarabianomannan adalah suatu molekul lain dalam
dindig sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M.
tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makorfag untuk beberpa tahun. Mycobaterium
tuberculosis adalah aerob obligat. Intraselular fakultatif karakteristik fisiologis yang dapat
berkontribusi kepada virulensi parasite, biasanya dari makrofag, dan memliki waktu generasi
lambat, 15-20 jam. Jenis-jenis tuberculosis yang sering menyerang:
a. Tuberculosis paru terkonfirmasi secara bakterio;ogis dan histologis.
b. Tuberculosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis.
c. Tuberculosis pada sistem saraf.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
a. Mono Resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b. Poli Resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi Drug Resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
d. Extensive Drug Resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan 20 fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi
terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode.
f. genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

4. manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari tuberculosis paru berdasarkan klasifikasinya menurut Ardiansyah


(2012), tanda dan gejala yang muncul pada pasien tuberculosis paru antara lain :

Gejala sistemik/umum:

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul

c. Penurunan nafsu makan dan berat badan

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah


b. Tindakan Oksigenasi
1. Defenisi Oksigenasi

Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan CO2. Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas
berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka
akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan
meninggal. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami
kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian.

2. Tujuan Pemberian Oksigenasi

a. Untuk mengatahui Oksigen yang adekuat pada jaringan.

b. Untuk menurunkan kerja paru-paru.

c. Untuk menurunkan kerja jantung.

3. Perubahan Respirasi Rate

Mekanisme respirasi berkaitan erat dengan aktivitas otot diafragma serta otot dada yang
berkontraksi dan berelaksasi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan volume pada
rongga dada. Pernafasan ada dua macam yaitu pernafasan dada dan pernapasan perut.
Pernafasan dada dan perut terjadi secara bersamaan. Rata-rata jumlah respirasi permenit
dapat dihitung melalui perubahan kontrasi tulang rusuk yang terjadi saat melakukan
pernafasan. Jumlah pernafasan yang terjadi tergantung dari beberapa faktor seperti usia,
aktivitas dan kondisi tubuh. Kondisi normal berdasarkan dari referensi yang ada. Dalam
kondisi sehat diperoleh 12-18 respirasi dalam semenit dan yang lain memperoleh data 16-18.
Berdasarkan umur juga diperoleh data rata-rata jumlah pernafasan yang normal sebagai
berikut :

1. Bayi yang berusia hingga 6 minggu : 30 – 60 respirasi permenit

2. Usia 6 bulan : 25 – 40 respirasi permenit

3. Usia hinggu 3 tahun : 20 – 30 respirasi permenit

4. Usia hingga 6 tahun : 18 – 25 respirasi permenit

5. Usia hingga 10 tahun : 15 – 20 respirasi permenit

6. Usia dewasa : 12 – 24 respirasi permenit.


4. Keefektifan Pola Napas

Keefektifan pola napas pada manusia dapat di lihat dari sistem perapasan yang normal,

diperlukan beberapa faktor menurut Somantri (2012), seperti berikut ini:

1. Suplai oksigen yang adekuat.

Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenisasi meliputi peningkatan ventilasi

alveolar, penyesuaian komposisi asam basa darah dan cairan tubuh lain, peningkatan

kapasitas pengangkutan oksigen, serta peningkatan curah jantung. Hal-hal yang

menyebabkan suplai oksigen terganggu adalah inhalasi udara yang mengandung

oksigen pada tekanan subnormal dan hal ini biasanya disebabkan oleh inhalasi asap,

keracunan karbon monoksida, serta dilusi udara yang dihirup dengan gas-gas inert

(nitrogen, helium, hydrogen, metan atau gas anestetik seperti nitro oksida).

2. Saluran udara yang utuh.

Saluran udara yang utuh dari trakeobronkial sampai membrane alveolar menjadi

faktor yang dalam pertukaran O2 dan CO2. Hal-hal yang dapat menjadi hambatan

dalam pertukaran gas tersebut adalah adanya obstruksi mekanik seperti tenggelam

atau adanya benda asing pada percabangan trakeobronkial.

3. Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal. Kelemahan fungsi

dinding dada akan mempengaruhi pola pernapasan. Penyebab utama disrupsi

kelemahan fungsi tersebut adalah trauma pada dada,seperti fraktur iga atau luka

tembus pada dada.

4. Adanya alveoli dan kapiler yang bersama-sama membentuk unit pernapasan terminal

dalam jumlah yang cukup.

5. Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa oksigen pada sel sel tubuh.

6. Suatu sistem sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif.
7. Berfungsingnya pusat pernapasan.

5. Definisi semi fowler

Posisi semi fowler (setengah duduk) adalah posisi tidur pasien dengan kepala dan dada

lebih tinggi dari pada posisi panggul dan kaki.dimana kepala dan dada dinaikkan dengan

sudut 30-45˚ (Suparmi, 2008). Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi

tempat tidur yang meninggikan batang tubuh dan kepala dinaikkan 15 sampai 45 derajat.

Apabila klien berada dalam posisi ini, gravitasi menarik diafragma ke bawah,

memungkinkan ekspansi dada dan ventilasi paru yang lebih besar (Kozier, 2010). Bahwa

posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga

memperingan kesukaran napas. Posisi ini akan mengurangi kerusakan membran alveolus

akibat tertimbunnya cairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga O2

delivery menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi klien

lebih cepat (Supadi, 2008).

6. Tujuan pemberian semi fowler

Tujuan pemberian posisi semi fowler adalah : Membantu mengatasi masalah kesulitan

pernapasan dan pasien dengan gangguan sesak napas (Suparmi, 2008).

1. Prosedur

a. Identifikasi kebutuhan pasien akan posisi semi fowler.

b. Jelaskan pada pasien tentang tujuan / manfaat dari posisi ini.

c. Jaga privasi pasien.

d. Siapkan alat-alat.

e. Cuci tangan.
f. Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (sesuai dengan tinggi

perawat).

g. Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu, carilah bantuan atau gunakan

alat bantu pengangkat.

h. Kaji daerah-daerah yang mungkin tertekan pada posisi tidur pasien, seperti tumit,

prosesus spinosus, sacrum,dan skapula.

i. Pasien di dudukan, dengan senyaman mungkin.

j. Berikan sandaran berupa bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,

untuk posisi semi fowler 30º dan posisi semi fowler 45º.

k. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk

l. Lalu rapikan pasien.Evaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan menilai rasa

7. Metode

a.Dtiagram Alir Penelitian

Tahapan proses yang akan dilakukan dalam penelitian ini digambarkan diagram

sebegai berikut :
Mulai
Taha p Awal P enelitian
Studi Pendahuluan

Menentukan Topik

Menentukan Rumusan Masalah

Menentukan Tujuan dan Urgensi Penelitian

Studi Literatur :
Buku, Jurnal, Studi Kasus

1. Data Primer : melalui Data


Pengumpulan kuesioner tentang
Tindakan Oksigenasi dan data kuesioner
Perubahan Respirasi rate di Rumah Sakit Medika
Dramaga Kota Bogor

2. Data sekunder pada penelitian ini meliputi data


jumlah pasien di Rumah sakit Medika Kota
Bogor

Analisa Data

Anda mungkin juga menyukai