B. INVERSIO UTERI
1. Definisi
Infersio uteri merupakan keadaan dimana bagian atas uterus
(fundus uteri) memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah
dalam menonjol kedalam kavum uteri, bahkan kedalam vagina atau
keluar vagina dengan dinding endometriumnya sebelah luar.
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 442 )
Inversio uteri pada waktu persalinan biasanya disebabkan
oleh kesalahan dalam pemberian pertolongan pada kala uri. Kejadian
inversion uteri sering di sertai dengan syok, tetapi tanpa perdarahan
syok dapat terjadi karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua
ligament infundibulo-pelvikum, serta ligament rontundum, pada saat
terjadinya inverse uteri. Syok dalam hal ini lebih banyak bersifat
neurogen.
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 682)
Inversio uteri dibagi atas 3 keadaan :
1). Inversio uteri complete
Keadaan dimana uterus terputar balik sehingga fundus uteri
terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar.
2). Inversio uteri incomplete
Keadaan dimana fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri.
4. Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika diingat kemungkinan inversion uteri.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah
persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang
lunak diatas serviks uteri atau dalam vagina sehingga diagnosis
inversion uteri dapat dibuat.
Pada Mioma uteri submucosam yang lahir dalam vagina terdapat pula
tumor yang serupa akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk
dan pada tempat biasa. Sedang konsistensi Mioma lebih keras dari
pada corpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali Mioma
submucosam ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir
cukup bulan.
5. Penanganan
1). Kaji ulang medikasi
3
E. FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian menurut Doenges (2001, 379-387) antara lain :
1. Pola aktifitas
a. Merasa terganggu apa tidak.
5
rambut dilihat, disisir apa tidak tampak kusut apa tidak, observasi
juga cara berpakaian dan berias diri.
b. Vital sign
1) TD : Abnormal bila 140/90 mmHg atau peningkatan 20
mmHg pada tekanan diastolic.
2) PB, RR, Pulse; kaitkan dengan keadaan normal post
partum.
c. Rambut
Periksa rambut untuk kekuatan dan kelembutan rambut, dfisiensi
nutrisi menyebabkan rambut menjadi kasar dan kusam. Rontok
pada post partum dalam jumlah yang wajar adalah hal yang
normal karena selama hamil metabolisme meningkat sehingga
pertumbuhan rambut menjadi cepat dan matang pada saat yang
sama. Pada saat post partum dimana metabolisme kembali
normal, level rambut tersebut mengalami kerontokan.
d. Muka
Adanya edema pada muka (kelopak mata) khusus dipagi hari
karena ibu berusaha tidur terlentang semalam, tetapi pada ibu
dengan riwayat hipertensi hal ini menjadi hal yang abnormal,
karena hal tersebut menandakan terjadinya kelebihan cairan
tubuh. Hal ini bisa juga sebagai tanda hipertensi pasca
persalinan.
e. Mata
Konjungtiva : merah dan lembab konjungtiva yang pucat bisa
karena kronik anemi selama hamil atau perdarahan pada sclera
selama persalinan atau post persalinan.
f. Leher
Ada pembesaran kelenjar tyroid apa tidak.
g. Mammae
8
m. Ekstremitas
Kaji tanda-tanda tromboplebitis, trauma pada betis : horman s
sign (+)
n. Data penunjang
Hb, Ht, ibu dengan kateterisasi (urine analisis).
(Mochtar, 1998 : 202)
F. Fokus Intervensi
9
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Dengan memonitor perubahan tanda-tanda vital
terutama suhu tubuh, dapat diketahui perkembangan
keadaan pasien yang berhubungan dengan infeksi,
karena proses infeksi akan diikuti oleh adanya
kelainan suhu tubuh
b. Lakukan perawatan vulva hygiene dan perawatan perineum dengan
tehnik septic dan anti septic.
Rasional : Dapat mencegah terjadinya infeksi, karena bila
perineum dalam keadaan bersih maka tidak ada
tempat yang tepat untuk berkembangnya agen
patogenik, selain itu teknik aseptik dapat
mengurangi adanya resiko infeksi nosokomial
c. Anjurkan pasien untuk ganti pembalut setiap kali habis BAK.
Rasional : Dapat memberi rasa nyaman, mencegah terjadinya
infeksi, karena bila pembalut dalam keadaan tidak
terlalu basah maka tidak ada tempat yang tepat
untuk berkembangnya agen patogenik.
d. Kolaborasi pemberian obat anti biotik.
Rasional : antibiotic berfungsi menyerang organisme pathogen
yang dapat menyerang luka dan menimbulkan
infeksi,sehingga denganmemberikan antibiotic akan
meminimalkan perkembangan mikroorganisme
(Doenges, 2001 : 395)
3. Efektif menyusui berhubungan dengan reflek menyusui bayi baik.
Tujuan : untuk meningkatkan kualitas menyusui yang lebih
tinggi.
Kriteria Hasil : bayi mau menetek pada ibu
Intervensi :
11
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
14
Sedangkan data obyektif terdapat jahitan perineum, adanya lochea serosa, masih
mengeluarkan cairan dari vagina. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi, TTV dalam batas normal (120/80 mmHg).
Rencana intervensi adalah monitor TTV, jaga kebersihan daerah sekitar luka,
beri perawatan pada perineum. Adapun implementasi adalah mengukur TTV dan
mengajarkan self care tentang vulva hygiene. Dalam evaluasi pad tanggal 01 Juli
2010 pukul 12.00 WIb di dapatkan data pasien mengatakan pada daerah genetalia
sudah tidak mengeluarkan darah, daerah jahitan perineum agak mengering dan
tidak terpasang kateter, TTV : TD : 110/70 mmHg, S : 36,5 C. Masalah resiko
infeksi teratasi dan pertahankan intervensi self care vulva hygiene di rumah.
Diagnosa ke tiga yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik. Untuk data subyektif pasien mengatakan badannya masih lemah
ADL dibantu keluarga sedangkan data obyektif pasien ke kamar mandi dibantu
oleh suaminya, pasien tampak berbaring di tempat tidur. Tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan ADL
terpenuhi secara mandiri dengan kriteria hasil aktivitas pasien secara mandiri.
Adapun rencana intervensi adalah jelaskan pentingnya mobilisasi, anjurkan alih
baring, ajarkan latihan gerak, bantu aktivitas pasien sehari-hari sesuai kebutuhan,
anjurkan keluarga untuk membantu kebutuhan pasien dan anjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap. Untuk implementasi adalah menjelaskan pentingnya
mobilisasi, menganjurkan keluarga untuk membantu kebutuhan pasien. Dalam
evaluasi pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 12.00 WIB di dapatkan hasil pasien
sudah mulai berjalan-jalan, pasien sudah mulai duduk. Masalah intoleransi
aktivitas dapat teratasi dan pertahankan intervensi.
Diagnosa ke empat yaitu ketidak efektifan menyusui berhubungan
dengan reflek mengalirnya ASI tidak adekuat. Data subyektif pasien mengatakan
ASI belum keluar, mammae terasa sakit dan tidak menyusui bayinya karena
perpisahan, ibu berada di rumah sakit sedang bayi berada di rumah. Data obyektif
mammae agak keras, putting susu menonjol, bayi berada di rumah (terpisah
dengan ibunya), ASI belum keluar. Tujuan setelah dilakukan tindakan
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Tahap ini penulis akan membahas kasus asuhan keperawatan yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya yaitu laporan asuhan keperawatan dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. J ( G2P2A0 ) POST PARTUM HARI
KE-8 DENGAN INVERSIO UTERI DAN RUPTUR PERINEUM DI RUANG
MELATI RS. Dr. R. SOETIJONO BLORA”. Dalam pembahasan ini penulis akan
membahas tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Selain itu, penulis juga akan
membahas tentang konsep maupun kasus pada Ny. J. diharapkan dari pembahasan
ini diperoleh pengetahuan secara menyeluruh bagaimana realisasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada kasus post partum dengan inversion uteri dan rupture
perineum yang sesungguhnya, serta penulis akan melakukan pembenaran di kasus
yang pelaksanaannya belum sesuai dengan teori.
A. Pengkajian
19
(Jane,1999:213)
Pengkajian data identitas pasien, penulis akan melakukan
pembenaran terutama pada diagnosa medis semula tertulis G2P2A0 post
partum dengan retensio placenta dan rupture perineum, setelah uji responsi
oleh tim penguji dengan penulis di dapatkan diagnosa medis yang tepat.
Maka penulis membenarkan dengan diagnosa medis yang tepat yaitu
G2P2A0 post partum hari ke 8 dengan inversio uteri dan rupture perineum.
Riwayat kesehatan sekarang, penulis belum mengkaji tentang
perdarahan, tanda-tanda vital dan terapi pada klien maka penulis melakukan
pembenaran bahwa pada waktu klien melahirkan janin pada jam 09.50 wib
di Puskesmas Jiken Kabupaten Blora, saat itu pula perdarahan muncul
karena placenta belum keluar sampai jam 10.15 wib selanjutnya klien
dirujuk ke RS dr. R. Soetijono Blora dalam keadaan syok. Setelah
dilakukan pemeriksaan di ruang IGD di dapatkan data TD 110 / 50 mmhg,
N; 88 x / mnt, RR; 24 x / mnt, S; 38 C, HB tidak terkaji, kemudian klien
dipindahkan ke ruang VK ( Melati ) untuk mendapatkan perawatan lebih
lanjut. Di ruang VK klien dilakukan tindakan manual placenta, reposisi
uteri, dan hectting perineum . Untuk mengatasi perdarahan pasien
mendapat terapi tanggal 24 Juni 2010 pagi jam 10.30 Wib saat dilakukan
tindakan : infus RL dua jalur di guyur, Dexametaxone 2 ampul (IV),
methergin 4 ampul (IV), kalnex 2 ampul (IV), Synto 2 ampul (IV) tranfusi
darah 2 kolf,
Riwayat kehamilan sekarang penulis belum mengkaji tentang
keluhan selama kehamilan dan obat yang diminum selam hamil maka
penulis membenarkan bahwa selama hamil klien mengeluh mual dan
muntah pada kehamilan trismester I tetapi dengan bertambahnya umur
kehamilann keluhan itu hilang. Jenis obat yang diminum selama hamil
adalah tablet Fe 90 hari dari bidan tetapi obat tersebut tidak diminum secara
rutin dengan alasan malas, diminum selagi ingat. Hal ini menunjukkan
kondisi selama hamil kemungkinan mengalami anemia sehingga dalam
proses persalinan Ny. J mengalami perdarahan.
21
B. Diagnosa Keperawatan
22
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan hal sebagai
berikut :
1. Masalah yang muncul pada pengelolaan kasus post partum hari ke 8
( G2P2A0 ) dengan inversion uteri dan rupture perineum pada Ny. J
adalah Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan adanya luka
perineum, Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka perinium,
gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan
kelemahan fisik, dan ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan
separasi antara ibu dan bayi.
2. Di dalam konsep dasar ada beberapa diagnosa yang tidak muncul
dalam kasus, diantaranya Perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan suplai O2 menurun, Resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan, Efektif menyusui berhubungan
dengan reflek menyusui yang baik, Perubahan pola peran menjadi
orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang
pengalaman, perasaan inkompeten, ketidaknyamanan anak yang tidak
diinginkan, kecewa dengan anak, kurang role model. Diagnosa
tersebut tidak muncul karena pada saat pengkajian tidak ditemukan
data yang menunjang untuk ditegakkanya diagnosa. Munculnya
kesenjangan ini tidak mengartikan bahwa asuhan keperawatan yang
telah diberikan mengalami kesalahan karena jika diagnose
34
B. Saran
Berdasarkan hasil simpulan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Penolong persalinan diharapkan sebagai tindakan pencegahan, dalam
memimpin persalinan harus selalu waspada akan kemungkinan
timbulnya inversion uteri. Janganlah memijat-mijat uterus yang tidak
berkontraksi dan lembek, dan jangan mengadakan tarikan pada tali
pusat sebelum yakin bahwa placenta sudah lepas.
2. Ibu post partum hari ke 8 dengan inversion uteri dan rupture perineum
diharapkan bisa melakukan self care tentang vulva hygiene dirumah
seperti :
35
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Editor Edisi
Bahasa Indonesia Monica Ester, EGC, Jakarta.
Keliat. (1999). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arief, dkk, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media
Aesculapis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.