Anda di halaman 1dari 36

1

B. INVERSIO UTERI
1. Definisi
Infersio uteri merupakan keadaan dimana bagian atas uterus
(fundus uteri) memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah
dalam menonjol kedalam kavum uteri, bahkan kedalam vagina atau
keluar vagina dengan dinding endometriumnya sebelah luar.
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 442 )
Inversio uteri pada waktu persalinan biasanya disebabkan
oleh kesalahan dalam pemberian pertolongan pada kala uri. Kejadian
inversion uteri sering di sertai dengan syok, tetapi tanpa perdarahan
syok dapat terjadi karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua
ligament infundibulo-pelvikum, serta ligament rontundum, pada saat
terjadinya inverse uteri. Syok dalam hal ini lebih banyak bersifat
neurogen.
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 682)
Inversio uteri dibagi atas 3 keadaan :
1). Inversio uteri complete
Keadaan dimana uterus terputar balik sehingga fundus uteri
terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar.
2). Inversio uteri incomplete
Keadaan dimana fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri.

3). Inversio prolaps


Keadaan dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari
vulva.
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 443)
2. Penyebab
Tiga factor diperlukan untuk terjadinya inversion uteri :
1). Tonus otot yang lemah
2

2). Tekukan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal,


tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat).
3). Canalis, servicalis, yang longgar.
Maka inversion uteri dapat terjadi waktu batuk, bersin atau
mengejan, juga karena prasat crade
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 443)
3. Gejala
1). Shock
2). Fundus uteri sama sekali tidak atau teraba tekukan pada fundus
3). Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva
ialah fundus uteri yang terbalik atau teraba tumor dalam
vagina.
4). Perdarahan
(Sarwono Prawiroharjo, 1994 ; 443)

4. Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika diingat kemungkinan inversion uteri.
Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah
persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang
lunak diatas serviks uteri atau dalam vagina sehingga diagnosis
inversion uteri dapat dibuat.
Pada Mioma uteri submucosam yang lahir dalam vagina terdapat pula
tumor yang serupa akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk
dan pada tempat biasa. Sedang konsistensi Mioma lebih keras dari
pada corpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali Mioma
submucosam ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir
cukup bulan.
5. Penanganan
1). Kaji ulang medikasi
3

2). Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infuse


3). Berikan petidin dan diazepam IV dalam semprit berbeda secara
perlahan-lahan, atau anastesi umum jika diperlukan
4). Basuh uterus dengan larutan antiseptic dan tutup dengan kain
basah (dengan Nacl hangat) menjelang oprasi.
5). Pasang tenakulum melalui cincin servik pada fundus.
6). Lakukan tarikan atau traksi ringan padan fundus sementara
asisten melakukan koreki manual melalui vagina.
7). Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin kontriksi serviks
dibelakang untuk menghindari resiko cidera kandung kemih.
Ulang tindakan dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi
fundus.
8). Jika koreksi berhasil,tutp dinding abdomen setelah melakukan.
9). Jika ada infeksi, pasang drain karet.
6. Pencegahan inversi sebelum tindakan
Tindakan koreksi manual
1). Pasang sarung tangan DTT
2). Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan
kembali melalui servik. Gunakan tangan lain untuk membantu
menahan uterus di dinding abdomen. Jika placenta belum
lepas, lakukan placenta manual setelah tindakan koreksi.
3). Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan dengan koreksi
Hidrostatistik.
Koreksi Hidrostatik
1). Pasien dalam posisi trendelenburg dengan kepala lebih rendah
sekitar 50 cm dari perineum.
2). Siapkan system bilas yang sudah disinfeksi berupa selang 2 m
berujung penyemprot berlubang besar, selang disambung
dengan tabung berisi air hangat 3-51 ( atau Nacl / infuse lain)
dan dipasang setinggi 2 m.
3). Identifikasi forniks posterior.
4

4). Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai


menutup labia sekitar ujung selang dengan tangan.
5). Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus keposisi semula.
Koreksi manual dengan anastesia umum
1). Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam
anastesia umum haloton merupakan pilihan untuk relaksasi
uterus.
Koreksi kombinasi abdominal – vaginal
1). Kaji ulang medikasi
2). Kaji ulang prinsip dasar perawatan oprasi
3). Lakukan insisi dinding abdomen sampai poritenium dan
singkirkan usus dengan kasa. Satu tampak uterus berupa
lekukan.

E. FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian menurut Doenges (2001, 379-387) antara lain :
1. Pola aktifitas
a. Merasa terganggu apa tidak.
5

b. Kalau terganggu, kaji penyebabnya


takut? Tidak takut? Malas?
Bila ada masalah psikologi sesuaikan dengan fase ibu post
partum menurur Reva rubin
2. Pola istirahat dan tidur
Bisa tidur apa tidak, lamanya,hal yang mengganggu ( rasa nyeri,
terlalu senang karena sudah melahirkan), istirahat pada siang hari
cukup atau tidak.
3. Sirkulasi
Nadi dapat lambat (50-70 menit) pada 4 jam pertama tekanan darah
bervariasi. Edema mungkin ada pula ekstremitas bawah pada kasus
hipertensi karena kehamilan. Hilangnya darah untuk persalinan
pervaginam kurang lebih 400-500 ml.
4. Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah missal : Ekstitasi
atau perilaku kurang kedekatan, tidak berminat ( kelelahan) atau
kecewa. Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf perilaku
intra partum atau kehilangan control, dapat mengekspresikan rasa takut
mengenahi kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada neonatal.

5. Pola eliminasi urine


a. Sudah BAK apa belum dalam 8 jam post partum
b. Bila sudah warna urine, volume, frekwensi, sering BAK pada
beberapa hari pertama post partum adalah hal yang wajar.
6. Pola eliminasi BAB
a. Sudah BAB apa belum, kalau sudah warnanya bagaimana?
Konsistensinya? Frekwensi.
b. Kalau mau berapa kali per hari, porsi yang habis? Menu yang
dikonsumsi.
7. Pola makan
a. Mau makan apa tidak
6

b. Kalau mau berapa kali per hari, porsi habis?


Menu yang dikonsumsi.
c. Kalau tidak mau apa sebabnya, normal nafsu makan akan kembali
segera setelah persalinan.
8. Neurosensori
Sensori dan gerakan ekstrimitas bawah menurun pada adanya anastesi
spinal atau analgesic kadal / epidural. Hiperreflesia mungkin ada
(menunjukkan terjadinya atau menetapnya hipertensi, khusus ada
diabetes, remaja atau klien premipara).

9. Nyeri atau kenyamanan


Dapat melaporkan ketidaknyamanan dan berbagai sumber, missal :
setelah nyeri, trauma jaringan perbaikan episiotomi, kandung kemih
penuh, perasaan dingin atau otot tremor dengan mengginggil
10. Keamanan
Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (pengerahan tenaga,
dehidrasi), perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan merapat.
Perineum atau sisi perbaikan episiotomi mungkin ditandai adanya
edema dengan penyatuan tepi-tepi luka baik.
11. Pengetahuan ibu dan keluarga tentang :
Perawatan bayi, nutrisi ibu menyusui, perawatan panyudara, senam
nifas, perawatan perineum, KB, Tehnik menyusui.
12. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan umum
Untuk mengetahui penampilan umum, ibu diminta untuk BAK ke
kamar kecil kemudian dinilai kemampuan jalannya, lemah apa
tidak, cepat atau lambat. Observasi juga respon kesakitan pada
abdomen seperti meringis atau memegang perutnya, kerapian
7

rambut dilihat, disisir apa tidak tampak kusut apa tidak, observasi
juga cara berpakaian dan berias diri.
b. Vital sign
1) TD : Abnormal bila 140/90 mmHg atau peningkatan 20
mmHg pada tekanan diastolic.
2) PB, RR, Pulse; kaitkan dengan keadaan normal post
partum.
c. Rambut
Periksa rambut untuk kekuatan dan kelembutan rambut, dfisiensi
nutrisi menyebabkan rambut menjadi kasar dan kusam. Rontok
pada post partum dalam jumlah yang wajar adalah hal yang
normal karena selama hamil metabolisme meningkat sehingga
pertumbuhan rambut menjadi cepat dan matang pada saat yang
sama. Pada saat post partum dimana metabolisme kembali
normal, level rambut tersebut mengalami kerontokan.
d. Muka
Adanya edema pada muka (kelopak mata) khusus dipagi hari
karena ibu berusaha tidur terlentang semalam, tetapi pada ibu
dengan riwayat hipertensi hal ini menjadi hal yang abnormal,
karena hal tersebut menandakan terjadinya kelebihan cairan
tubuh. Hal ini bisa juga sebagai tanda hipertensi pasca
persalinan.
e. Mata
Konjungtiva : merah dan lembab konjungtiva yang pucat bisa
karena kronik anemi selama hamil atau perdarahan pada sclera
selama persalinan atau post persalinan.
f. Leher
Ada pembesaran kelenjar tyroid apa tidak.
g. Mammae
8

1) Mammae masih teraba lunak pada hari I dan II post


partum hari III hangat dan berisi (filling; mulai produksi
ASI) hari IV keras, pembuluh darah terlihat.
2) Engorgement : bengkak, panas, keras, sakit.
3) Putting : inverted atau meleset kedalam, menonjol, datar,
apakah ada lecet.
h. Abdomen
Inspeksi : striae, linea nigra, linea alba, kulit.
Auskultasi : peristaltic usus
Palpasi : supra pubik untuk mendeteksi bleder distensi.
i. Uterus
Palpasi : kontraksi dan tinggi fundus uteri
j. Perineum
Perineum : intack, rupture, episiotomi, kaji kondisi luka (tanda-
tanda REEDA : Redness, Edema, Echimosis, Discharg,
Apporoximately) jenis episiotomi.
k. Lochea
Lochea : rubra, serosa, alba
Jumlah : severa, moderate, light, bau, adanya bekuan.
l. Rectum
Haemoroid tidak tampak

m. Ekstremitas
Kaji tanda-tanda tromboplebitis, trauma pada betis : horman s
sign (+)
n. Data penunjang
Hb, Ht, ibu dengan kateterisasi (urine analisis).
(Mochtar, 1998 : 202)

F. Fokus Intervensi
9

1. Nyeri berhubungan dengan efek-efek hormon/obat-obatan, trauma


mekanis/edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis, ansietas.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Nyeri berkurang, pasien tampak rileks
Intervensi :
a. Mandiri
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas nyeri
Rasional : Membantu mengidentifikasi factor-faktor yang
memperberat ketidaknyamanan/nyeri.
2) Observasi keadaan umum, kedaan luka pasien, dan TTV
Rasional : Pada banyak klien nyeri dapat menyebabkan gelisah
serta TD, nadi meningkat, anelgesia dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah.
3) Jelaskan penyebab nyeri
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri cemas klien
berkurang.
4) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi (nafas dalam).
Rasional : Merileksikan otot-otot, meningkatkan kenyamanan,
dan menurunkan rasa tidak menyenangkan, selain
itu nafas dalam dapat akan meningkatkan upaya
pernapasan.

b. Kolaborasi berikan analgetik


Rasional : analgesik bekerja pada pusat otak lebih tinggi untuk
menurunkan persepsi nyeri.
(Doenges, 2001, p. 385)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan kerusakan kulit
prosedur infansif (pemasangan kateter), invasi kuman, luka episiotomi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Criteria hasil : tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti (color,
dolor, rubor, tumor, fungsiolaesa).
10

Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Dengan memonitor perubahan tanda-tanda vital
terutama suhu tubuh, dapat diketahui perkembangan
keadaan pasien yang berhubungan dengan infeksi,
karena proses infeksi akan diikuti oleh adanya
kelainan suhu tubuh
b. Lakukan perawatan vulva hygiene dan perawatan perineum dengan
tehnik septic dan anti septic.
Rasional : Dapat mencegah terjadinya infeksi, karena bila
perineum dalam keadaan bersih maka tidak ada
tempat yang tepat untuk berkembangnya agen
patogenik, selain itu teknik aseptik dapat
mengurangi adanya resiko infeksi nosokomial
c. Anjurkan pasien untuk ganti pembalut setiap kali habis BAK.
Rasional : Dapat memberi rasa nyaman, mencegah terjadinya
infeksi, karena bila pembalut dalam keadaan tidak
terlalu basah maka tidak ada tempat yang tepat
untuk berkembangnya agen patogenik.
d. Kolaborasi pemberian obat anti biotik.
Rasional : antibiotic berfungsi menyerang organisme pathogen
yang dapat menyerang luka dan menimbulkan
infeksi,sehingga denganmemberikan antibiotic akan
meminimalkan perkembangan mikroorganisme
(Doenges, 2001 : 395)
3. Efektif menyusui berhubungan dengan reflek menyusui bayi baik.
Tujuan : untuk meningkatkan kualitas menyusui yang lebih
tinggi.
Kriteria Hasil : bayi mau menetek pada ibu
Intervensi :
11

a. Kaji pengetahuan dan pengalaman menyusui sebelumnya perbaiki


mitos dan kesalahan informasi.
b. Diskusikan keuntungan dan kerugian menyusui.
c. Intruksikan untuk memberikan susu pada kedua payudara
(bergantian) saat menyusui.
d. Bantu selama menyusui pertama dengan tehnik menyusui yang
benar
e. Intruksikan untuk tidak membatasi waktu menghisap
f. Dorong ibu untuk menyuapkan selama mungkin agar tidak terjadi
distensi kelenjar susu.
(Carpenito, 2000 : 30)
4. Ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan tidak
berpengalaman, pembengkakan payudara, putting susu tenggelam.
Tujuan : Menyusui dapat efektif
Kriteria Hasil :
1) Bayi mendapatkan ASI secara eksklusif
2) Ibu dapat menyusui dengan teknik yang benar
Intervensi :
a. Kaji factor pemberat terhadap kesulitan atau ketidakpuasan
b. Kaji ulang keadaan payudara dan areola payudara
c. Ajari dan anjurkan ibu melakukan perawatan payudara
dengan urutan memijat, mengusapkan, menggoyangkan payudara
d. Ajarkan ibu menggunakan BH yang menyangga payudara
e. Berikan penjelasan tentang :
1) Pentingnya suasana rileks saat menyusui
2) Pentingnya respon pada bayi saat menyusui
3) Menyusui dengan payudara secara bergantian
f. Kolaborasi :
Dengan tim gizi tentang pengatur diit ibu menyusui
(Carpenito, 2000, p. 30)
12

5. Perubahan pola peran menjadi orang tua berhubungan dengan kurang


pengetahuan, kurang pengalaman, perasaan inkompeten ketidaknyamanan
anak yang tidak diinginkan, kekecewaan dengan anak, kurang role model.
(Carpenito, 2000 : 514)
Tujuan : Perubahan pola peran tidak mengalami perubahan
Criteria Hasil : Pasien/keluarga dapat beradaptasi denagn peran barunya
Intervensi :
Mandiri :
a. Bantu para pasien beradaptasi dengan peran sebagai ibu
dengan memotivasi klien mengungkapkan perasaannya tentang
persalinan
b. Berikan bimbingan dengan cara melibatkan keluarga dalam
merawat bayi

Rasional : membantu memudahkan ikatan/kedekatan di antara ayah


dan bayi
c. Diskusikan mengenai perawatan bayi oleh ibu
d. Bantu pasien menerima dan menghadapi perasaan sendiri
Rasional : Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang
tua-bayi dapat mempunyai efek-efek negative jangka panjang pada
masa depan hubungan orang-tua anak.
e. Tingkatkan kemampuan ketrampilan sebagai orang tua
diantaranya meningkatkan kompetensi untuk merawat bayi

6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan : Perbaikan keseimbangan cairan
Criteria Hasil :
1) Tanda-tanda vital (TTV) stabil
2) Hb/Ht dalam kadar normal
Intervensi :
a. Catat kehilangan cairan pada waktu riwayat intrapartal
13

b. Observasi fundus uteri, jumlah lochea


c. Monitor tanda-tanda vital
d. Pantau kadar Hb/Ht
e. Massage fundus bila kontraksi uterus
(Doenges, 2000 : 339)

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Pasien toleran dalam pemenuhan kebutuhan
Kriteria Hasil : Pasien mampu beraktivitas secara mandiri
Intervensi :
a. Anjurkan alih baring tiap 2 jam
b. Bantu aktifitas sehari-hari sesui kebutuhan
c. Awasi kebiasaan eliminasi dan bantu pasien untuk buang air besar dan
bunag air kecil ditempat duduk
d. Ajarkan dan bantu gerak aktif dan pasif
e. Jelaskan pentingnya mobilisasi
f. Anjurkan untuk mobilisasi
(Carpenito, 1999, p. 126)
8. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 menurun.
Tujuan : Suplai O2 lancar
Intervensi :
a. Perhatikan Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan
b. Pantau tanda vital
c. Perhatikan tingkat kesadaran
d. Kaji warna kuku, mukosa mulut, gusi, lidah, perhatikan suhu kulit
e. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
(Doenges, 2001, p. 403)

BAB III
RESUME KEPERAWATAN
14

Asuhan keperawatan pada Ny. J. di ruang Melati RS. dr. R. Soetijono


Blora dengan diagnosa masuk pada tanggal 24 Juni 2010 pukul 10.15 WIB adalah
G2P2A0 post partum. Pada saat pengkajian tanggal 01 Juli 2010 pukul 07.30
WIB di dapatkan diagnosa medis post partum dengan retensio placenta dan
rupture perineum. Pengkajian dilakukan melalui autoanamnesasa, alloanamnesa,
pemeriksaan fisik dan catatan medik pasien.
Pasien dengan nama Ny. J. umur 26 tahun, jenis kelamin perempuan,
alamat Singonegora 2/4 Jiken, status kawin, suku Jawa, pendidikan SD,
pekerjaan ibu rumah tangga, agama islam. Pasien masuk rumah sakit dengan
diagnosa medis G2P2A0 post partum dengan retensio placenta dan rupture
perineum pada tanggal 24 Juni 2010 pukul 10.15 WIB dengan nomor catatan
medik 137005. Pengkajian dilakukan pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 07.30 WIb
di dapatkan data keluhan nyeri di daerah luka perineum, pasien mengatakan nyeri
seperti di tusuk – tusuk, nyeri menyebar pada daerah sekitar jahitan, skala nyeri 5
dan nyeri muncul apabila digunakan untuk bergerak..
Riwayat kesehatan sekarang di peroleh data pasien dengan G2P2A0
pada tanggal 24 Juni 2010 pukul 06.00 WIb, pasien mengeluh kenceng-kenceng
pada perutnya keluar lender bercampur darah dari jalan lahir, oleh keluarga
pasien di bawa ke Puskesmas Jiken untuk mendapatkan pertolongan persalinan.
Pada pukul 09.50 WIB bayi lahir di tolong oleh bidan dengan berat badan lahir 31
gr, tinggi badan 52 cm, Jenis kelamin laki-laki. Setelah bayi lahir placenta tidak
dapat keluar kemudian oleh bidan pasien di rujuk ke RSU dr. R..Soetijono Blora
pada pukul 10.15 WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi infuse RL 20 tpm,
Selanjutnya pasien dipindahkan ke VK ruang Melati untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut. Pada pukul 10.30 WIB di lakukan tindakan manual
placenta, reposisi uteri dan rupture perineum pada pasien.
Riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan tidak pernah menderita
penyakit keturunan (hipertensi, DM) dan penyakit menular seperti TB paru. Dari
riwayat kesehatan keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan dan penyakit menular.
15

Riwayat haid di dapatkan data pasien mengatakan bahwa menstruasi


pertama kali umur 13 tahun, siklus haid 28 hari, lamanya haid 7 hari, ada
keluhan saat menstruasi yaitu disminorea dengan jumlah 2 x ganti balut / hari.
Dari riwayat kehamilannya pasien mengatakan hamil aterm G2P2A0, selama
hamil pasien memeriksakan kehamilannya 7 kali ke bidan dan mendapatkan
imunisasi TT 2 kali. Pada riwayat perkawinan di dapatkan data pasien menikah 1
kali usia perkawinan sudah 8 tahun mempunyai 2 orang anak. Dari riwayat KB
di dapatkan data pasien menjalani kontrasepsi suntik selama 4 tahun setelah
kelahiran anak pertama dan tidak ada keluhan.
Pola kebiasaan fungsional di dapatkan data yang menunjang asuhan
keperawatan pada Ny. J adalah pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan
selama hamil dalam melakukan ADL pasien secara mandiri tanpa bantuan orang
lain dan setelah persalinan dalam melakukan ADL pasien sepenuhnya di bantu
keluarga (suami dan ibunya). Selain itu dalam pola perceptual kognitif pasien
mengatakan belum tahu cara perawatan panyudara dan cara menyusui yang benar.
Pemeriksaan fisik di dapatkan data antara lain keadaan umum lemah,
kesadaran composmentis, tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg, N : 84 x /
mnt, S : 37 C, RR : 24 x / mnt. Dari pemeriksaan kepala dan leher di dapatkan
data kepala bentuk mesocepal, bersih, hitam, rambut ikal, tidak ada cerumen,
pada mata konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pada hidung tidak ada
polip, simetris, pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan muka tidak
oedema. Pada pemeriksaan mammae teraba hangat, areola menghitam dan
putting susu menonjol tetapi ASI belum keluar. Pada pemeriksaan paru di
dapatkan data inspeksi simetris, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi redup dan
auskultasi tidak ada whesing dan ronchi.
Pemeriksaan fisik jantung, inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi
ictus cordis teraba pada interkosta 4 dan 5, perkusi pekak dan auskultasi regular.
Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada luka jahitan, auskultasi peristaltic
12 x /mnt, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi tympani, pada genetalia
terdapat lochea serosa, tidak terpasang DC, pada perineum ada 7 jahitan,
16

jaringan tampak mulai menyatu. Sedangkan pemeriksaan ekstremitas tidak


terpasang infuse.
Data penunjang hasil pemeriksaan laborat tanggal 24 Juni 2010 leucosit
15,1 : trombosit 189 : haemoglobin 7,0 : Hematokrit 20,2 : gula darah
sewaktu 182 : ureum 31 : Kreatinin 1,0 : SGOT 45 : SGPT 21. Pemeriksaan
tanggal 26 Juni 2010 leucosit 17,1 : haemoglobine 6,8 : hematokrit 19,2 :
trombosit 10,3. Pemeriksaan tanggal 30 Juni 2010 haemoglobine 9,8.
Adapun rencana tindakan yang dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang ditegakkan, implementasi, serta evaluasi dari tiap-tiap diagnosa
keperawatan.
Diagnosa pertama yaitu nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan adanya luka perineum. Untuk data subyektif pasien mengatakan nyeri
pada daerah luka, nyeri seperti di tusuk-tusuk, nyeri muncul apabila digunakan
untuk bergerak, skala nyeri 5 sedangkan data obyektif pasien tampak menahan
sakit, terdapat luka jahitan perineum. Tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x 24 jam di harapkan nyeri berkurang dengan criteria hasil :
pasien tampak rileks, skala nyeri (0-3). Rencana tindakan untuk diagnosa
keperawatan yang pertama yaitu : memonitor TTV, observasi keadaan umum
pasien, kaji intensitas, lokasi dan skala nyeri, ajarkan dan anjurkan tehnik distraksi
dan relaksasi, jelaskan penyebab nyeri. Untuk implementasinya adalah mengukur
tanda-tanda vital, mengobservasi keadaan umum pasien, mengkaji intensitas,
lokasi dan skala nyeri, mengajarkan tehnik distraksi dan relaksasi (napas dalam),
menjelaskan penyebab nyeri. Dalam evaluasi pada tanggal 01 Juli 2010 pukul
12.00 WIB pasien mengatakan nyerinya berkurang, skala nyeri 3, tanda-tanda
vital TD : 120/70 mmHg, N : 84 x / mnt, S : 37,5 C dan RR : 24 x / mnt,
pasien tampak rileks. Untuk masalah pertama nyeri teratasi sebagian dan
lanjutkan intervensi monitor TTV untuk mengetahui seberapa jauh kondisi pasien.

Diagnosa kedua yaitu resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka


perineum. Data subyektif pasien mengatakan ada luka pada daerah perineum dan
genetalia masih mengeluarkan cairan berwarna putih tidak berdarah lagi.
17

Sedangkan data obyektif terdapat jahitan perineum, adanya lochea serosa, masih
mengeluarkan cairan dari vagina. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam diharapkan resiko infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi, TTV dalam batas normal (120/80 mmHg).
Rencana intervensi adalah monitor TTV, jaga kebersihan daerah sekitar luka,
beri perawatan pada perineum. Adapun implementasi adalah mengukur TTV dan
mengajarkan self care tentang vulva hygiene. Dalam evaluasi pad tanggal 01 Juli
2010 pukul 12.00 WIb di dapatkan data pasien mengatakan pada daerah genetalia
sudah tidak mengeluarkan darah, daerah jahitan perineum agak mengering dan
tidak terpasang kateter, TTV : TD : 110/70 mmHg, S : 36,5 C. Masalah resiko
infeksi teratasi dan pertahankan intervensi self care vulva hygiene di rumah.
Diagnosa ke tiga yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik. Untuk data subyektif pasien mengatakan badannya masih lemah
ADL dibantu keluarga sedangkan data obyektif pasien ke kamar mandi dibantu
oleh suaminya, pasien tampak berbaring di tempat tidur. Tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan ADL
terpenuhi secara mandiri dengan kriteria hasil aktivitas pasien secara mandiri.
Adapun rencana intervensi adalah jelaskan pentingnya mobilisasi, anjurkan alih
baring, ajarkan latihan gerak, bantu aktivitas pasien sehari-hari sesuai kebutuhan,
anjurkan keluarga untuk membantu kebutuhan pasien dan anjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap. Untuk implementasi adalah menjelaskan pentingnya
mobilisasi, menganjurkan keluarga untuk membantu kebutuhan pasien. Dalam
evaluasi pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 12.00 WIB di dapatkan hasil pasien
sudah mulai berjalan-jalan, pasien sudah mulai duduk. Masalah intoleransi
aktivitas dapat teratasi dan pertahankan intervensi.
Diagnosa ke empat yaitu ketidak efektifan menyusui berhubungan
dengan reflek mengalirnya ASI tidak adekuat. Data subyektif pasien mengatakan
ASI belum keluar, mammae terasa sakit dan tidak menyusui bayinya karena
perpisahan, ibu berada di rumah sakit sedang bayi berada di rumah. Data obyektif
mammae agak keras, putting susu menonjol, bayi berada di rumah (terpisah
dengan ibunya), ASI belum keluar. Tujuan setelah dilakukan tindakan
18

keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan ASI keluar pasien segera dapat


menyusi bayinya. Adapun rencana intervensi adalah kaji tentang pengetahuan
pasien tentang perawatan panyudara, ajarkan tehnik perawatan panyudara (breast
care) dan cara menyusui yang benar, berikan penkes tentang nutrisi ibu menyusui.
Untuk implementasi yaitu mendemonstrasikan tehnik perawatan panyudara
( breast care ) dan menyusui yang benar, memberikan penyuluhan tentang nutrisi
ibu menyusui, menganjurkan pasien untuk sering menyusui banyinya. Dalam
evaluasi tanggal 01 Juli 2010 di dapatkan data pasien mengatakan panyudaranya
sudah tidak sakit , data obyektif ASI tampak keluar (colostrums), mamae teraba
lunak, putting susu menonjol. Masalah ketidak efektifan menyusui teratasi dan
pertahankan intervensi. Pasien persiapan untuk pulang

BAB IV
PEMBAHASAN

Tahap ini penulis akan membahas kasus asuhan keperawatan yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya yaitu laporan asuhan keperawatan dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. J ( G2P2A0 ) POST PARTUM HARI
KE-8 DENGAN INVERSIO UTERI DAN RUPTUR PERINEUM DI RUANG
MELATI RS. Dr. R. SOETIJONO BLORA”. Dalam pembahasan ini penulis akan
membahas tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Selain itu, penulis juga akan
membahas tentang konsep maupun kasus pada Ny. J. diharapkan dari pembahasan
ini diperoleh pengetahuan secara menyeluruh bagaimana realisasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada kasus post partum dengan inversion uteri dan rupture
perineum yang sesungguhnya, serta penulis akan melakukan pembenaran di kasus
yang pelaksanaannya belum sesuai dengan teori.

A. Pengkajian
19

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan dari data


yang akurat dan sitematis akan membantu penentuan status kesehatan dan
pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien
serta. Merumuskan diagnosa keperawatan. Data yang dikumpulkan berguna
untuk menentukan aktivitas keperawatan dan juga sebagai sumber data bagi
profesi yang lain ( Keliat, 1999, p. 3 ).
Pengkajian penulis lakukan pada tanggal 1 Juli 2010 pukul 07.30
WIB secara autoanamnesa dan alloanamnesa dan untuk mengumpulkan
data dengan melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi
dokumetasi.
1. Wawacara
Saat melakukan wawancara penulis tidak mengalami
kesulitan yang berarti, hal ini dikarenakan klien cukup terbuka dan
mau menjawab setiap pertanyaan yang diajukan serta mau
mengungkapkan permasalahannya. Disamping itu pihak Rumah
Sakit membantu dalam pelaksanaan perawatan klien baik dari pihak
baik dari pihak perawat, dokter dan team kesehatan yang lain.
2. Observasi
Penulis mengobservasi selama 5 jam dengan cara bekerja
sama dengan perawat di ruang dahlia melalui pendelegasian. Dalam
observasi penulis melakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi
(melihat), palpasi (meraba), perkusi ( mengetuk) dan auskultasi
(mendengar) dan pasien kooperatif karena pasien mau diajak
bekerjasama untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang esensial dalam menyediakan perawatan
yang mengacu ke tujuan dan mengevaluasi respon pasien terhadap
perawat sebelum dan sesudah. Teknik ini digunakan untuk
mendapatkan data yang belum didapat melalui wawancara dan
observasi. Pada teknik ini penulis bekerjasama dengan tim kesehatan
yang lain didokumentasikan dalam status pasien.
20

(Jane,1999:213)
Pengkajian data identitas pasien, penulis akan melakukan
pembenaran terutama pada diagnosa medis semula tertulis G2P2A0 post
partum dengan retensio placenta dan rupture perineum, setelah uji responsi
oleh tim penguji dengan penulis di dapatkan diagnosa medis yang tepat.
Maka penulis membenarkan dengan diagnosa medis yang tepat yaitu
G2P2A0 post partum hari ke 8 dengan inversio uteri dan rupture perineum.
Riwayat kesehatan sekarang, penulis belum mengkaji tentang
perdarahan, tanda-tanda vital dan terapi pada klien maka penulis melakukan
pembenaran bahwa pada waktu klien melahirkan janin pada jam 09.50 wib
di Puskesmas Jiken Kabupaten Blora, saat itu pula perdarahan muncul
karena placenta belum keluar sampai jam 10.15 wib selanjutnya klien
dirujuk ke RS dr. R. Soetijono Blora dalam keadaan syok. Setelah
dilakukan pemeriksaan di ruang IGD di dapatkan data TD 110 / 50 mmhg,
N; 88 x / mnt, RR; 24 x / mnt, S; 38 C, HB tidak terkaji, kemudian klien
dipindahkan ke ruang VK ( Melati ) untuk mendapatkan perawatan lebih
lanjut. Di ruang VK klien dilakukan tindakan manual placenta, reposisi
uteri, dan hectting perineum . Untuk mengatasi perdarahan pasien
mendapat terapi tanggal 24 Juni 2010 pagi jam 10.30 Wib saat dilakukan
tindakan : infus RL dua jalur di guyur, Dexametaxone 2 ampul (IV),
methergin 4 ampul (IV), kalnex 2 ampul (IV), Synto 2 ampul (IV) tranfusi
darah 2 kolf,
Riwayat kehamilan sekarang penulis belum mengkaji tentang
keluhan selama kehamilan dan obat yang diminum selam hamil maka
penulis membenarkan bahwa selama hamil klien mengeluh mual dan
muntah pada kehamilan trismester I tetapi dengan bertambahnya umur
kehamilann keluhan itu hilang. Jenis obat yang diminum selama hamil
adalah tablet Fe 90 hari dari bidan tetapi obat tersebut tidak diminum secara
rutin dengan alasan malas, diminum selagi ingat. Hal ini menunjukkan
kondisi selama hamil kemungkinan mengalami anemia sehingga dalam
proses persalinan Ny. J mengalami perdarahan.
21

Riwayat Keluarga Berencana penulis belum mengkaji tentang KB


yang akan datang maka penulis membenarkan bahwa KB yang akan
dilakukan oleh klien setelah masa nifas adalah jenis suntik seperti yang
pernah dilakukan sebelumnya.
Data pemeriksaan fisik penulis lupa menuliskan hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital maka penulis melakukan pembenaran bahwa hasil
pemeriksaan TTV : TD 110/70 mmHg, N 88 x/mnt, RR 24 x/mnt, S 37 oC.
Dengan memonitor perubahan tanda-tanda vital terutama suhu tubuh dapat
diketahui perkembangan keadaan pasien yang berhubungan dengan infeksi,
karena proses infeksi akan diikuti oleh adanya kenaikan suhu
( Doenges, 2001 : 395 ).
Pengkajian data penunjang khususnya program therapy penulis
tidak mencantumkan karena pasien sudah masuk hari ke 8 dan therapy
dihentikan untuk persiapan pulang. Tetapi untuk kelengkapan data penulis
menambahkan data program terapi mulai pasien masuk rumah sakit tanggal
24 Juni 2010 sanpai dengan tanggal 01 juli 2010 sebagai berikut :
24 Juni 2010 pagi jam 10.30 Wib saat dilakukan tindakan : infus RL dua
jalur di guyur, Dexametaxone 2 ampul (IV), methergin 4 ampul (IV), kalnex
2 ampul (IV), Synto 2 ampul (IV) tranfusi darah 2 kolf, terapi tanggal 25
Juni 2010 Vicillin 1 gr (pagi / IV), lasix 1 gr (pagi/IV), paracetamol 1 tablet
(siang / oral), tranfusi darah 2 kolf, terapi tanggal 26 Juni 2010 vicillin 1gr
(pagi / IV), terapi tanggal 27 Juni 2010 vicillin 1 gr (pagi / IV), tranfusi
darah 2 kolf, paracetamol 1 tablet (sore / oral), terapi tanggal 28 Juni 2010
vicillin 1 gr (siang/ IV), paracetamol 1 tablet (siang / oral), tranfusi darah 1
kolf, terapi tanggal 29 Juni 2010 dexametason 1 ampul (pagi / IV). Tanggal
30 Juni 2010 dan tanggal 01 Juli 2010 terapi dihentikan.
Data infant belum terkaji pada kasus Ny. J, data yang didapat
adalah bayi terpisah dengan ibu karena sejak melahirkan ibu harus dirawat
di rumah sakit, sedangkan bayi ditinggal dirumah dan diberikan PASI.

B. Diagnosa Keperawatan
22

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis seseorang mengenai


seseorang, keluaraga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah
kesehatan atau kehidupan yang actual atau postensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk mencapai
hasil yang menjadi tanggungjawab dan tanggung gugat perawat. (Nanda,
1990 ).
Adapun diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada kasus
Ny. J adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan adanya luka
perineum.
Keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya
rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak
menyenangkan selama enam bulan atau kurang (Carpenito, 2000 : 45)
Diagnosa ini menjadi prioritas pertama karena nyeri adalah
hal yang sangat dirasakan pasien dan sangat mengganggu kenyamanan
pasien. Bila tidak segera ditangani kemungkinan dapat menyebabkan
syok, yaitu bila nyeri yang dirasakan sudah melebihi ambang batas
kemampuan seseorang. Selain itu menurut teori Dr.Abraham Maslow
tentang kebutuhan dasar manusia, kebutuhan fisiologis nyaman (nyeri)
merupakan urutan pertama.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan data pasien mengatakan
nyeri pada daerah luka (jahitan), pasien mengatakan nyeri muncul
apabila digunakan untuk bergerak, dan skala nyeri 5. Pada ibu post
partum dengan rupture perineum akan merasakan nyeri karena adanya
luka jahitan perineum.
Penulis menentukan criteria waktu 1 x 5 jam diharapkan
nyeri dapat berkurang ; pasien tampak rileks, ekspresi wajah tidak
tegang, skala nyeri 2-3.

Intervensi tanggal 1 Juli 2010 :


a. Monitor tanda-tanda vital
23

Rasional : Peningkatan nadi dan tekanan darah merupakan


indikator adanya nyeri (Doenges, 2001 : 385)
b. Observasi keadaan umum pasien.
Rasional : Mengetahui keadaan pasien sehingga dapat
Menentukan intervensi yang tepat .
(Doenges, 2001 : 385)
c. Kaji intensitas lokasi dan skala nyeri
Rasional : Dapat membantu dalam reduksi ansietas dan
ketegangan dan dapat meningkatkan
kenyamanan. (Doenges, 2001 : 385)
d. Ajarkan dan anjurkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rsional : Dapat membantu dalam reduksi ansietas dan
ketegangan dan dapat meningkatkan
kenyamanan. (Doenges, 2001 ; 385)
e. Jelaskan penyebab nyeri.
Rasional : Dengan memberikan informasi tentang penyebab
nyeri akan mengurangi kecemasan yang dapat
memperberat persepsi-persepsi terhadap nyeri.
(Doenges, 2001 : 385).
f. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Untuk membatasi atau membunuh kuman.
(Doenges, 2001 : 395)
Implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan rencana
tindakan yaitu mengukur tanda-tanda vital, mengobservasi keadaan
umum pasien, mengkaji intensitas, lokasi dan skala nyeri,
mengajarkan tehnik distraksi dan relaksasi (napas dalam), menjelaskan
penyebab nyeri, dengan memberikan informasi tentang penyebab nyeri
akan mengurangi kecemasan yang dapat memperberat persepsi-
persepsi terhadap nyeri. Untuk intervensi kolaborasi pemberian
analgesic penulis tidak melaksanakan karena therapy pada pasien
sudah dihentikan dan pasien persiapan untuk pulang.
24

Dalam evaluasi pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 12.00 WIB


pasien mengatakan nyerinya berkurang, skala nyeri 3, tanda-tanda
vital TD : 120/70 mmHg, N : 84 x / mnt, S : 37,5 C dan RR : 24 x
/ mnt, pasien masih belum tampak rileks. Untuk masalah pertama
nyeri berhubungan dengan luka perinium teratasi sebagian karena
masih ada sebagian yang masih belum teratasi yaitu pasien belum bisa
bergerak bebas karena rasa ketidaknyamanan (nyeri) masih muncul
skala nyeri 3 (ringan), lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital
dengan cara mendelegasikan secara verbal kepada keluarga untuk
mengetahui seberapa jauh kondisi pasien terutama apabila terjadi
peningkatan nadi dan tekanan darah.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka perineum


Keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh
agen pathogenic atau opportunistic (virus, jamur, bakteri, protozoa,
atau parasit lain). Dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber
endogen atau eksogen. (Carpenito, 2006 : 239)
Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena masalah resiko
infeksi ini perlu diatasi karena pada kasus ini terdapat jahitan pada
perineum, adanya lochea dan masih mengeluarkan cairan / lendir dan
ini merupakan port of the entry atau jalan masuk bagi kuman-kuman
penyakit.
Dengan adanya penyebab (pathogen) dalam reservoir melalui
pintu gerbang keluar dan bertransmisi masuk ke hospes melalui kontak
udara, alat atau vector. Didalam hospes kuman pathogen tersebut
mendewasakan dan memperbanyak diri sehingga terjadi inveksi
namun timbulnya infeksi itu tergantung kepada dosis, virulensi dari
penyebab dan mudah atau tidaknya hospes tertulari (Long, 1996 ;
251). Pada kasus Ny. J dilakukan heacting pada perineum dan
pasien masih mengeluarkan lochea yang dapat mengakibatkan daerah
perineum menjadi lembab. Bila keadaan ini tidak diantisipasi dan
25

dirawat maka resiko infeksi dapat berubah menjadi infeksi, didukung


pula oleh keadaan alam yang tropis sehingga kelembaban mudah
terjadi sehingga penyakit cepat berkembang biak.
Ruptur perineum yang terjadi pada Ny. J Lebih bersifat
patologis karena terjadi sebagai akibat dari tindakan manual placenta
dan reposisi uteri bukan bersifat fisiologis seperti yang ada pada
tinjauan pustaka yaitu perineum robek atau pecah karena proses
persalinan yang disebabkan mengejan terlalu kuat atau bagian
terbawah janin terlalu besar (Cunningham, 1995 : 410).
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan data pasien bahwa data
subyektif, pasien mengatakan ada luka pada daerah perineum dan
genetalia masih mengeluarkan cairan / lendir, sedangkan data obyektif
terdapat jahitan pada perineum dan lochea serosa masih tampak keluar.
Penulis menentukan criteria waktu 1 x 24 jam diharapkan
resiko infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil tidak terjadi tanda-
tanda infeksi dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi tanggal 1 Juli 2010 :
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Dengan memonitor perubahan tanda-tanda vital
terutama suhu tubuh, dapat diketahui
perkembangan keadaan pasien yang
berhubungan dengan infeksi, karena proses
infeksi akan diikuti oleh adanya kenaikan suhu
tubuh. (Doenges, 2001 : 395 )
b. Jaga kebersihan daerah luka
Rasional : Dapat membantu mencegah atau membatasi
penyebaran infeksi. (Doenges, 2001 : 395)
c. Beri perawatan pada luka perineum.
Rasional : Dapat mencegah terjadinya infeksi, karena bila
perineum dalam keadaan bersih maka tidak ada
tempat untuk berkembangnya agen patogenik,
26

selain itu tehnik aseptic dapat mengurangi


adanya resiko infeksi nosokomial.
(Doenges, 2001 : 395)
d. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Untuk membatasi atau membunuh
kuman.
(Doenges, 2001 : 395)
Implementasi yang dilakukan oleh penulis disesuaikan
dengan rencana tindakan dan kondisi pasien, yaitu memonitor tanda-
tanda vital untuk mengetahui terutama perubahan pada suhu tubuh
karena proses infeksi akan diikuti oleh adanya kenaikan suhu tubuh.
Beri perawatan perineum penulis tidak melakukannya karena kondisi
pasien pada hari ke 8 luka jahitan perineum jaringan sudah menyatu,
maka penulis melakukannya dengan cara memberikan self care
tentang vulva hygiene karena pasien sudah tidak berbaring di termpat
tidur lagi. Untuk kolaborasi pemberian antibiotic penulis tidak
melakukan karena program therapy sudah dihentikan pasien
persiapan untuk pulang.
Dalam evaluasi pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 12.00 WIB
di dapatkan data pasien mengatakan pada daerah genetalia sudah tidak
mengeluarkan darah, daerah jahitan perineum agak mengering dan
tidak terpasang kateter,TTV : TD : 110/70 mmHg, S : 37 C. Masalah
resiko infeksi teratasi ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi color,dolor, rubor, tumor dan pertahankan intervensi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Diagnosa ini tidak tepat karena pada pasien tidak terdapat
penurunan kapasitas fisiologis disaat pasien beraktifitas, seperti disaat
ibu duduk dan jalan tidak terdapat penurunan tekanan darah atau
peningkatan nadi sebagai kompensasi untuk pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, sehingga diagnosa yang tepat adalah gangguan pemenuhan
ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
27

Diagnosa ini manjadi prioritas ke tiga karena jika diagnose ini


dapat diatasi maka akan menghindari fase taking in yang terlalu
lama.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan data subyektif, pasien
mengatakan badannya masih lemah, ADL dibantu keluarga sedang
data obyektif, pasien ke kamar mandi, berbaring di tempat tidur,
bangun dari tempat tidur dan akan duduk dibantu keluarga.
Penulis menentukan kriteria waktu 1 x 24 jam diharapkan
kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri dengan kriteia hasil :
Aktifitas dapat dilakukan secara mandiri.
Intervensi :
a. Jelaskan pentingnya mobilisasi
Rasional : Memotifasi pasien untuk melakukan aktifitas
secara bertahap sesuai batas toleransi /mobilisasi
yang diprogramkan. Kemajuan aktivitas secara
bertahap mencegah peningkatan kerja jantung
secara tiba-tiba.
(Doenges, 2001 ; 436).
b. Anjurkan alih baring
Rasional : Untuk melakukan mobilisasi secara bertahap dan
memperlancar peredaran darah serta menghindari
terjadinya iskemik jaringan yang ditindih.
(Doenges, 2001 ; 436)
c. Bantu aktivitas pasien sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : Kondisi fisik ibu masih lemah sehingga ibu
membutuhkan bantuan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan perawatan diri.
(Doenges, 2001 ; 436).
d. Anjurkan ibu mobilisasi secara bertahap.
Rasional : Menghindari kekuatan otot, memperlancar
28

peredaran darah dan menghindari terjadinya


iskemik.
(Doenges, 2001 ; 436)
Implementasi yang penulis lakukan adalah menjelaskan
pentingnya mobilisasi, menganjurkan keluarga untuk membantu
kebutuhan pasien. Sedangkan implementasi anjurkan alih baring,
ajarkan latihan gerak, anjurkan untuk mobilisasi secara bertahap
penulis tidak melaksanakan karena pasien sudah bisa melakukannya
sendiri walaupun diatas tempat tidur.
Dalam evaluasi pada tanggal 01 Juli 2010 pukul 12.00 WIB
di dapatkan data pasien mengatakan sudah ada kemajuandalam
beraktifitas , pasien sudah mulai berjalan-jalan, pasien sudah bisa
duduk. Masalah gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan
dengan imobilisasi teratasi sebagian karena masih ada sebagian
aktifitas yang belum teratasi secara mandiri seperti bangun dari tempat
tidur, akan duduk dan ke kamar mandi masih dibantu keluarga.
Lanjutkan intervensi dengan cara mendelegasikan secara verbal
kepada keluarga untuk membantu aktivitas pasien sehari-hari sesuai
kebutuhan.

4. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan reflek mengalirnya


ASI tidak adekuat.
Keadaan dimana ibu, bayi atau anak mengalami atau beresiko
mengalami ketidakpuasan atau kesukaan dalam psoses menyusui.
( Carpenito, 2006 : 36 )
Diagnosa ini tidak tepat karena terjadinya ketidakefektifan
menyusui bukan karena reflek mengalirnya ASI tidak adekuat, tetapi
etiologi dari diagnosa di atas, pada saat dikaji ASI atau kolostrom
29

walaupun dalam jumlah sedikit itu ada, sehingga reflek mengalirnya


ASI tetap ada, sehingga tidak ada obstruksi atau sumbatan pada
produksi ASI yang membuat produksi ASI tidak optimal, yang terjadi
pada kasus Ny. J adalah adanya separasi ( perpisahan ) antara ibu dan
bayi, maka diagnosa yang tepat mengalami perubahan etiologi menjadi
ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan separasi.
Diagnosa ini menjadi prioritas keempat karena bayi sama
sekali belum mendapatkan ASI yang disebabkan bayi terpisah dengan
ibu. Apabila hal ini tidak diatasi akan menurunkan produksi ASI ibu,
sehingga bayi tidak akan mendapat ASI yang adekuat. Disamping itu
ibu akan kehilangan kesempatan untuk melakukan kontak fisik dan
psikologis dengan bayi yang biasanya terjadi selama intesif saat ibu
menyusui anaknya.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan data subyektif, pasien
mengatakan belum menyusui bayinya, pasien mengatakan ASI belum
keluar. Data obyektif putting mamae tampak menonjol,
kolostrom bayi terpisah dengan ibu.
Intervensi :
a. Anjurkan ibu untuk mengupayakan bayi segera menyusu.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
saat ini dan mengembangkan rencana perawatan
(Doenges, 2001 : 391)
b. Anjurkan ibu untuk mengeluarkan ASI.
Rasional : Dengan melakukan perawatan panyudara sejak
dini dapat meningkatkan produksi ASI
(Doenges, 2001 : 391)
c. Ajari dan motivasi untuk melakukan breast care.
Rasional : Dengan melakukan perawatan panyudara sejak
dini dapat meningkatkan produksi ASI.
(Doenges, 2001 : 391)
d. Anjurkan untuk memakai BH yang bisa menopang panyudara.
30

Rasional : BH yang menekan dapat menghambat


produksi ASI, selain itu juga akan timbul
perasaan tidak nyaman pada ibu. Hal ini sangat
dianjurkan agar panyudara tidak tertekan dan
tidak membengkak ( Doenges, 2001 : 391 )

e. Berikan pendidikan kesehatan nutrisi untuk ibu menyusui


Rasional : nutrisi merupakan komponen penting yang
menunjang kelangsungan proses tumbuh
kembang bayi ( A. Aziz Ali Mul. H, 2006 : 38 )

Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah


ditetapkan dan sesuai kondisi saat akan dilakukan implementasi.
Penulis memberikan penyuluhan dan mendemonstrasikan cara
perawatan panyudara (breast care) yang benar, pasien
mempraktekkanya dan ASI (colostrums) keluar. Penulis menganjurkan
pada pasien untuk mengupayakan bayi segera menyusu setelah sampai
di rumah dan mengajurkan ibu untuk mengelurkan ASI apabila bayi
tidak mau menyusu, supaya tidak terjadi sumbatan pada payudara
dengan cara memompa menggunakan alat pompa payudara. Penulis
menganjurkan ibu untuk memakai BH yang bisa menopang panyudara,
menganjurkan ibu segera untuk meneteki bayinyasetelah sampai
dirumah, dan memberikan pendidikan kesehatan nutrisi untuk ibu
menyusui. Untuk mengkaji pengetahuan ibu dan mengajarkan cara
menyusui yang benar penulis tidak melaksanakan karena keberadaan
ibu dan bayi terpisah sehingga tidak memungkinkan intervensi tersebut
dilaksanakan disamping itu menyusui kali ini adalah yang kedua
kalinya jadi ibu sudah berpengalaman.
31

Evaluasi, setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam


waktu 1 x 1/4 jam pasien mengatakan ASI sudah keluar, putting susu
menonjol. Masalah ketidak efektifan menyusui teratasi, ASI
tampak keluar, pasien persiapan untuk pulang dan segera untuk
menyusui bayinya.
Diagnosa yang muncul dalam tinjauan pustaka tapi tidak
muncul dalam tinjauan kasus adalah :
1. Efektif menyusui berhubungan dengan reflek menyusui yang
baik.
Efektif menyusui merupakan suatu keadaan ketika pasangan ibu
bayi memperlihatkan kecakapan dan kepuasan yang adekuat
dalam proses menyusui.
( Carpenito, 2006 : 35 )
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena pada saat pengkajian
tidak ditemukan data yang menunjang Sejak bayi lahir terpisah
dengan ibu, bayi berada dirumah sedang ibu berada dirumah
sakit, selain itu tidak adanya reflek hisap dan reflek telan
sehingga keefektifan untuk menyusui tidak terjadi.
2. Perubahan pola peran menjadi orang tua berhubungan dengan
kurang pengetahuan, kurang pengalaman, perasaan inkompeten,
ketidaknyamanan anak yang tidak diinginkan, kecewa dengan
anak, kurang role model.
Perubahan pola peran menjadi orang tua merupakan keadaan
ketika terdapat gangguan pola peran dalam memelihara,
melindungi proses interaktif antara orang tua dan bayi.
( Carpenito, 2006 : 322 )
Penulis tidak memunculkan diagnosa ini karena pada saat
pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung ditegakannya
diagnosa ini. Pada saat pengkajian ditemukan data, persalinan
kali ini merupakan kelahiran anak kedua, sehingga pasien sudah
siap untuk menerima peran menjadi orang tua.
32

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


perdarahan.
Keadaan ketika seseorang individu yang tidak mengalami puasa
mengalami atau dehidrasi vaskular, interstisial, atau intravascular
( Carpenito, 2006 : 168 ).
Diagnosa ini tidak penulis tegakkan karena pada saat pengkajian
tidak ada data yang menunjukkan tanda-tanda kekurangan volume
cairan dan diagnosa tersebut sudah teratasi pada hari ke- 6 post
partum terbukti pada program terapi, pasien mendapatkan tranfusi
darah hari pertama 2 kolf, hari kedua 2 kolf, hari keempat 2 kolf,
hari kelima 1 kolf.

4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2


menurun.
Keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
suatu penurunan nutrisi dan respirasi pada tingkat seluler perifer
karena penurunan dalam suplai kapiler ( Carpenito, 2000 : 493 )
Diagnosa ini tidak penulis munculkan karena data pengkajian
tidak menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan terbukti saat
pengkajian pasien tidak terpasang O2, HB 9,8, CRT < 1 detik.
33

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan hal sebagai
berikut :
1. Masalah yang muncul pada pengelolaan kasus post partum hari ke 8
( G2P2A0 ) dengan inversion uteri dan rupture perineum pada Ny. J
adalah Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan adanya luka
perineum, Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka perinium,
gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan
kelemahan fisik, dan ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan
separasi antara ibu dan bayi.
2. Di dalam konsep dasar ada beberapa diagnosa yang tidak muncul
dalam kasus, diantaranya Perubahan perfusi jaringan berhubungan
dengan suplai O2 menurun, Resiko tinggi kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan, Efektif menyusui berhubungan
dengan reflek menyusui yang baik, Perubahan pola peran menjadi
orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang
pengalaman, perasaan inkompeten, ketidaknyamanan anak yang tidak
diinginkan, kecewa dengan anak, kurang role model. Diagnosa
tersebut tidak muncul karena pada saat pengkajian tidak ditemukan
data yang menunjang untuk ditegakkanya diagnosa. Munculnya
kesenjangan ini tidak mengartikan bahwa asuhan keperawatan yang
telah diberikan mengalami kesalahan karena jika diagnose
34

keperawatan ada di teori namun tidak ada di kasus itu mengartikan


bahwa kondisi pasien lebih baik daripada kondisi yang digambarkan di
konsep dasar, begitu juga sebaliknya jika diagnosa keperawatan ada di
kasus tetapi tidak ada di teori itu menandakan bahwa kondisi pasien
lebih buruk daripada kondisi yang digambarkan.
3. Ruptur perineum pada konsep dasar, perineum menjadi robek atau
pecah karena proses persalinan disebabkan mengejan terlalu kuat atau
bagian terbawah janin terlalu besar. Yang terjadi pada kasus, ruptur
perineum lebih bersifat patologis sebagai akibat dari tindakan manual
placenta dan reposisi uteri .
4. Dalam memberikan asuhan keperawatan ada Intervensi yang tidak
sama dengan implementasi seperti intervensi beri perawatan luka
perineum implementasinya self care tentang vulva hygiene, tidak ada
di rencana intervensi tetapi muncul saat implementasi seperti breast
care, ini semua penulis melakukannya untuk memberikan asuhan
keperawatan yang lebih tepat menyesuaikan kondisi pasien.
5. Asuhan keperawatan yang dilakukan penulis selama satu hari diruang
Melati RS. Dr. R. Soetijono Blora, penulis menemukan berbagai
hambatan diantaranya keterbatasan waktu melakukan asuhan
keperawatan sehingga asuhan keperawatan kurang maksimal.

B. Saran
Berdasarkan hasil simpulan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Penolong persalinan diharapkan sebagai tindakan pencegahan, dalam
memimpin persalinan harus selalu waspada akan kemungkinan
timbulnya inversion uteri. Janganlah memijat-mijat uterus yang tidak
berkontraksi dan lembek, dan jangan mengadakan tarikan pada tali
pusat sebelum yakin bahwa placenta sudah lepas.
2. Ibu post partum hari ke 8 dengan inversion uteri dan rupture perineum
diharapkan bisa melakukan self care tentang vulva hygiene dirumah
seperti :
35

a. Membersihkan perineum dengan sabun dan air hangat


b. Membersihkan mulai dari simpisis pubis sampai daerah anus
c. Menggunakan pembalut dari bagian depan ke belakang untuk
melindungi permukaan pembalut dari kontaminasi
d. Mengganti pembalut setiap habis buang air kecil (BAK)
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pembalut.
3. Perawat supaya lebih hati-hati dalam memberikan asuhan
keperawatan, sesuaikan dengan kondisi pasien agar tidak terjadi
kesalahan antara menentukan intervensi dan implementasi seperti
yang terjadi dalam dalam kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Jensen, 2005, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4,


Alih Bahasa Maria A Wijayarini, Peter I Anugerah, Editor Edisi Bahasa
Indonesia Komalasari, EGC, Jakarta

Carpenito, L.J, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Editor Edisi
Bahasa Indonesia Monica Ester, EGC, Jakarta.

Cunningham, F. Gary, dkk, 1995, Obstetri Williams ( Terjemahan ), Edisi 18,


Alih Bahasa Joko Suyono, Andry Hartonok Editor Devi H. Ronardy, EGC,
Jakarta.

Doengoes, Marylin E, 2001, Edisi Tiga, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,


Jakarta.
36

Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas


( Terjemahan ), Edisi 6, Alih Bahasa Ni Luh Gede Yasmin Asih, EGC,
Jakarta.

Keliat. (1999). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arief, dkk, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media
Aesculapis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Mochtar, Rustam, 1998, Sipnosis Obstetri : Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi,


Edisi 2, Jilid 1, EGC, Jakarta.

Prawiroharjo, Sarwono, 1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

Saifudin, A. Bari, 2005, Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Prawiroharjo, Jakarta.

Wiknjosastro, Hanifa, 1999, Edisi Kedua, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina


Pustaka, Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai