Anda di halaman 1dari 5

Uji Autokorelasi

KELOMPOK 9
Nidia Sacindo
181011200501
Suci Wulandari
181011201843
Ira Inggit Ginarsih
181011201035

Bagaimana Mendeteksi Autokorelasi?


Secara tradisional, cara untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah melalui ukuran statistik yang
disebut Durbin Watson. cara mengetahui nilai durbin watson dari model tertentu tidaklah susah. Dalam
software statistik SPSS sudah tersedia menu untuk mengeluarkan angka durbin watson-nya. Nilai durbin
watson tersebut tinggal dibandingkan dengan rentang norma durbin watson yang masih bisa ditolerasi.
Uji lain yang tersedia adalah dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Hanya saja uji ini hanya tarsedia
di software Eviews.

Selain cara di atas, sebetulnya terdapat cara yang sederhana untuk mendeteksi apakah terdapat
autokorelasi atau tidak. Cara tersebut adalah dengan menggunakan grafik plot error atau residual. Caranya
mudah, pertama kita running model regresi Y = a + b1X1 +b2X2… Kemudian diperoleh nilai
residualnya. nilai tersebut kita buat plot dengan sumbu horizontal adalah waktu dan sumbu vertikal adalah
nilai residual. Jika grafik tersebut membentuk pola tertentu maka artinya terdapat pola yang sistematis
atau terdapat korelasi antara error. Hal ini menunjukkan adanya gejala autokorelasi yang harus
ditanggulangi. Jika setiap angka error atau residual diikuti oleh residual pada periode berikutnya dengan
tanda yang sama maka kemungkinan adanya autokorelasi positif.

Dengan metode grafik, untuk mendeteksi autokorelasi pada data time series dilakukan dengan cara
memplotkan et terhadap waktu (t) atau et dengan et-1. Nilai et ini merupakan pendekatan untuk melihat
gangguan atau disturbansi populasi ut (atau ui seperti yang dijelaskan pada tulisan mengenai autokorelasi
sebelumnya), yang tidak dapat diamati secara langsung.
Apa itu et ? et adalah nilai residual yang dapat diperoleh dari prosedur OLS yang biasa. Untuk
perhitungannya dapat dilihat pada contoh dibawah.
Setelah memplotkan et terhadap t atau et dengan et-1, amati pola yang terjadi. Jika terdapat pola-pola
yang sistematis, maka diduga ada autokorelasi. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang sistematis (atau
bersifat acak), maka tidak ada autokorelasi.
Ada beberapa pola et ini, diantaranya sebagai berikut:

Gambar (a) menunjukkan pola siklus dari plot residual terhadap waktu, pada suatu periode, ketika et
meningkat diikuti oleh peningkatan et tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika et menurun
diikuti oleh penurunan et tahun berikutnya. Ini menunjukkan adanya autokorelasi positif.
Gambar (b) menunjukan pola kuadratis dari plot residual terhadap waktu. Sama dengan gambar (a) ini
juga menunjukkan adanya autokorelasi positif.
Gambar (c) menunjukkan pola gerakan kebawah dan ke atas secara konstan. Ini menunjukkan adanya
autokorelasi negatif.
Gambar (d) menunjukkan pola yang tidak beraturan, yang menunjukkan tidak adanya autokorelasi
Gambar (e) dan (f) adalah plot antara et dengan et-1. Gambar (e) menunjukkan pergerakan dari kiri
bawah ke kanan atas yang menunjukkan autokorelasi positif (jika data pada gambar a atau b diplot
terhadap et-1, bukan terhadap waktu, akan menghasilkan gambar e ini). Gambar (f) menunjukkan
pergerakan dari kiri atas ke kanan bawah yang menunjukkan adanya autokorelasi negatif (jika data pada
gambar c diplot terhadap et-1, bukan terhadap waktu, akan menghasilkan gambar f ini).
Ok, cukup pengantarnya. Sekarang kita lihat contoh perhitungannya.
Sebagai latihan, misalnya ita ingin melihat pengaruh tingkat bunga (X dalam persen) terhadap investasi
(Y dalam milyar Rp). Data yang kita gunakan selama 16 tahun, mulai dari tahun 1993 sampai 2008,
seperti yang terlihat pada tabel berikut ini (kolom 2 untuk Y dan kolom 3 untuk X)

Tahap-tahap yang kita lakukan adalah sebagai berikut:


Tahap 1. Bentuk persamaan regresi tersebut dengan variabel bebas adalah tingkat bunga dan variabel
terikat adalah investasi. Hasil persamaan regresinya sebagai berikut (untuk ringkasnya, disini hanya
dikutipkan persamaan regresinya. Untuk mengestimasi persamaan regresi ini, lihat tulisan sebelumnya,
diantaranya mengenai Regresi Linear Sederhana):
Y = 403,212 – 14,421X
Tahap 2. Hitung prediksi Y (Ŷ) untuk masing-masing tahun dengan cara memasukkan nilai-nilai X pada
masing-masing tahun pada persamaan regresi diatas. Misalnya, untuk tahun 1996, Ŷ = 403,212 – 14,421
(18,6) = 134,98. Demikian seterusnya.
Hasil perhitungan Ŷ untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (4).
Tahap 3. Hitung nilai residual masing-masing tahun (et), dengan cara mengurangi Y data sebenarnya
dengan Y prediksi. Misalnya untuk tahun 1998, et = 150 – 152,29 = -2,29. Demikian seterusnya.
Hasil perhitungan et untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (5).

Tahap 4. Plot et terhadap tahun.


Plot et terhadap tahun, dengan et pada sumbu vertikal dan tahun pada sumbu horizontal (sebenarnya bisa
juga dipertukarkan, hanya agak susah melihatnya). Grafik yang didapatkan grafik sebagai berikut:

Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini. Terlihat adanya pola siklus. Pada suatu periode, ketika
et meningkat diikuti oleh peningkatan et tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika et menurun
diikuti oleh penurunan et tahun berikutnya. Ini menunjukkan adanya autokorelasi positif
Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, selain memplotkan et terhadap tahun, kita juga dapat
mendeteksi autokorelasi dengan cara memplot et terhadap et-1. Plot et terhadap et-1 artinya kita
memplotkan antara e tahun ini dengan e tahun sebelumnya. Misalnya e tahun 1997 dipasangkan dengan e
tahun 1996. Demikian juga e tahun 1998 dipasangkan dengan e tahun 1997, seperti tabel berikut:

Setelah itu lakukan plot seperti plot antara et dengan tahun. Perbedaannya adalah, jika sebelumnya sumbu
horizontal dari plot kita adalah tahun, maka sekarang sumbu horizontalnya adalah et-1.
Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini, yang bergerak dari kiri bawah ke kanan atas. Ini
menunjukkan adanya autokorelasi positif.

Anda mungkin juga menyukai