Anda di halaman 1dari 16

1.

Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak yang
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam terjadi pada
usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia
< 6 bulan atau > 3 tahun. Suhu tubuh yang tinggi dapat menimbulkan kejang,
ada anak yang mempunyai ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38°C sedangkan pada anak yang ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih (Pudiastuti, 2011).
Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik dan behaviour yang
bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik
abnormal diotak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2011).
Kejang demam adalah kejang bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh suhu rektum (dubur) diatas 38°C. Kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 38,4°C per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut (Anurogo, 2013).
Bedasarkan dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kejang demam
adalah kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami kenaikan suhu tubuh dari 38°C sampai 40°C tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut.
a. Klasifikasi internasional terhadap kejang :
1) Kejang Parsial (kejang yang dimulai setempat)
 Kejang parsial sederhana (gejala – gejala dasar, umumnyabtanpa
gangguan kesadaran.
 Kejang parsial kompleks (dengan gejala komplek, umumnya dengan
gangguan kesadaran c) Kejang parsial sekunder menyeluruh
b. Kejang Umum/Generalisata (simetrik bilateral, tanpa awitan local)
1) Kejang tonik – klonik
2) Absence
3) Kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang luas)
4) Kejang atonik
5) Kejang klonik
6) Kejang tonik
c. Pengertian demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Kejang demam Sederhana (simple febrile seiziure)
 Gejala berlangsung singkat
 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2) Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
 Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit.
 Kejang lokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
 Kejang berulang 2 kali dalam waktu 24 jam.
d. Kejang demam menurut proses terjadinya:
1) Intrakranial
 Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural, atau
ventrikuler.
 Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
 Kongenital: disgenesis,kelainan serebri.
2) Ekstrakranial
 Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokelsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit ( Na dan K) misalnya pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
 Toksik: intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat.
 Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan
dan kekurangan piridoksin
1.2 Etiologi
Menurut Suryanti (2011), penyebab kejang demam yaitu:
a. Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan,
otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih
b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus)
1.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida
(CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung tinggi. Rendahnya ambang kejang seseorang anak
akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama
( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang (Lestari & Ngastiyah, 2012).
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kejang demam, menurut Sukarmin (2012) adalah sebagai
berikut :
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
b. Timbulnya kejang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
c. Takikardi : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit.
d. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi
(usia<12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin
sangat minimal atau tidak tampak. Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi
lumbal dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada
riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi:
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )
- Mengalami complex partial seizure
- Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48
jam sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD
- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk
hingga 1 jam setelah kejang adalah normal
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan

- warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen


kuning santokrom.
- Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal
bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80- 120ml dan
dewasa 130-150ml).
- Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0
mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
b. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis.
Tidak ada penelitian yang menunjukan bahwa EEG yang dilakukan saat
kejang demam atau segra setelahnya atau sebulan setelahnya dapat
memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam dimasa yang akan
datang. Walaupun dpat diperoleh gambaran gelombang-gelombang tersebut
bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko
epilepsi.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang
demam pertama. Apalagi dalam panggilan riwayat penyakit sebelumnya
tidak dicurigai peristiwa yang menunjukan penyebab gangguan elekrolit dan
gangguan gula darah pemeriksaan tersebut hanya mengahamburkan biaya.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam,
bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
d. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-
scan dan MRI kepala. Secara umum penderita kejang demam tidak
memerlukan pemeriksaan CT-scan atau MRI. Pemeriksaan tersebut
dianjurkan bila anak menunjukan kelainan saraf yang jelas, misalnya ada
kelumpuhan, gangguan kesadaran , gangguan keseimbangan, sakit kepala
berlebihan, atau lingkar kepala kecil.
e. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapakan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
1.6 Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a. Penatalaksanaan Medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat
pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan
berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam
spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis
rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada
anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila
masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih
kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi
pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah
mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.
Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah
melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah
berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg,
berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg Obat pilihan pertama untuk
menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih oleh para ahli
adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak
menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama
jantung.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas
bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran,
suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk
kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah
klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya
glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai
keadaan membaik.
3) Memberikan pengobatan rumat.
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptic dengan daya
kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumah tergantung daripada keadaan
pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu pengobatan
profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka panjang.
4) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi
oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis
media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati
penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak misalnya
meningitis
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
 Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik.
 Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan berikan O2 boleh sampai
4 L/ mnt.
b) Breathing
 Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
 Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
 Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
 Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi
dokter apakah perlu pemberian obat penenang.
2) Pencegahan kejang berulang
a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau
diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat
diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama.
b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan
dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat.
1.7 Komplikasi
Menurut Betz&Sowden (2002), komplikasi kejang demam yaitu:
1. Pneumonia
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
4. Cedera fisik, khususnya laterasi dahi dan dagu
2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian

2.1.1 Anamnesis

1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan
kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C,
pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang
demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan
 Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan
kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
 Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi
tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti
virus influenza.
 Riwayat nutrisi : Saat sakit, biasanya anak mengalami
penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya.

2.1.2 Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis


2) TTV :
 Suhu : biasanya >38,0⁰C
 Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
 Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
 Nadi : biasanya >100 x/i
3) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva
anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak
kotor
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid.
8) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a. Thoraks
 Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
 Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
 Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti
ronchi.
b. Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
 I: Ictus cordis tidak terlihat
 P: Ictus cordis di SIC V teraba
 P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
 A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
Biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a. Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.
b. Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.

2.1.3 Penilaian tingkat kesadaran

a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: ≤ 3.

2.1.4 Penilaian kekuatan otot

Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45°, tidak mampu melawan 3
gravitasi
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak 4
mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)

2.2 Diagnosa Keperawatan


DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T.H dan Kamitsuru, S. (2018). NANDA International
Nursing Diagnoses: definitions and classification 2018-2020
Edisi 11. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia:
Elsevier.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth.
(2016). Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 5.
Philadelpia: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai