Anda di halaman 1dari 8

VIS VITALIS, Vol. 01 No.

2, tahun 2008

MANAJEMEN KAWASAN DALAM UPAYA KONSERVASI


SUMBERDAYA ALAM HAYATI

Imran SL Tobing
Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta

ABSTRAK

Penerapan prinsip-prinsip biomanajemen dalam pemanfaatan dan aspek konservasi


lainnya sudah menjadi keharusan untuk dilaksanakan. Tanpa penerapan prinsip-prinsip
kesinambungan dalam pengelolaan, maka upaya mempertahankan nilai-nilai hidupan
dan kawasan agar tetap sinambung tidak akan dapat terwujud. Pengelolaan suatu
kawasan (sumberdaya alam) harus berlandaskan pada konsep-konsep ekologis dan
sosiologis; bila tidak, pengelolaan dengan segala aktivitas yang dilakukan akan dapat
saling berbenturan (kepentingan) sehingga dinamisasi sistem dalam kawasan tidak
akan berlangsung dengan baik. Dalam perencanaan maupun tindakan pengelolaan;
jangan hanya ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli dan/atau para pengambil
keputusan; tetapi harus berdasarkan pengetahuan empiris yang dikembangkan dan
disesuaikan dengan kondisi lokal

Kata kunci : manajemen, konservasi, sumberdaya alam

PENDAHULUAN kawasan (keanekaragaman hayati) agar


tetap sinambung tidak akan dapat terwujud.
Kawasan hutan di Indonesia telah Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini
banyak mengalami degradasi; beberapa akan mengemukakan beberapa hal yang
bahkan telah rusak sama sekali; banyak dianggap dapat dijadikan sebagai dasar
spesies yang ter-ancam kepunahan, atau pertim-bangan dalam upaya manajemen
bahkan telah punah. Hal ini terjadi karena kawasan dan sumber daya alam, agar nilai-
pemanfaatan (eksploitasi) yang dilakukan nilainya dapat terus berkesinambungan.
hanya berorientasi untuk kepentingan kini
dan pribadi; belum berorientasi untuk
kepentingan kini dan masa datang serta PRINSIP-PRINSIP UMUM
ummat manusia; sesuai prinsip konservasi.
Kerusakan dan penurunan kualitas A. Konsep dasar
kawasan (lingkungan) serta reduksi sumber
daya alam hayati yang terus terjadi harus Pengelolaan suatu kawasan
segera ditangani secara serius. Oleh karena (sumberdaya alam) harus berlandaskan
itu, penerapan prinsip-prinsip bio- pada konsep-konsep ekologis dan
manajemen yang baik dalam pemanfaatan sosiologis; bila tidak, pengelolaan dengan
dan aspek konservasi lainnya sudah segala aktivitas yang dilakukan akan dapat
menjadi keharusan untuk dilaksanakan. saling berbenturan (kepentingan) sehingga
Tanpa penerapan prinsip-prinsip kesinam- dinamisasi sistem dalam kawasan tidak
bungan dalam pengelolaan, maka upaya akan berlangsung dengan baik.
mempertahankan nilai-nilai hidupan dan

Tobing, ISL 63
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

Dalam konsep ekologi; semua potensi daerah. Dalam pengelolaan-pun


komponen yang ada dalam lingkungan seharusnya semua instansi-instansi tersebut
adalah saling ter-gantung / pengaruh dilibatkan; sehing-ga dalam perencanaan
mempengaruhi; tidak ada satu komponen- sangat diperlukan mengidentifikasi instansi
pun yang dapat berdiri sendiri tanpa dan/atau kelompok masyarakat mana saja
terpengaruh dan mempengaruhi komponen yang berkepentingan dalam pengelolaan
lain; baik itu komponen biotik (hidupan) kawasan.
maupun komponen abiotik (fisik). Namun Dalam perencanaan maupun
demikian, hubungan antar komponen mem- tindakan pengelolaan; jangan hanya
punyai keeratan yang bervariasi. Jadi, bila ditetapkan berdasarkan pendapat para ahli
mengelola suatu spesies hidupanliar; dan/atau para pengambil keputusan; tetapi
pertimbangan pemilih-an metoda tidak harus berdasarkan pengetahuan empiris
hanya tergantung pada kebaikan spesies itu yang dikem-bangkan dan disesuaikan
semata, tetapi juga harus memperhitungkan dengan kondisi lokal. Jadi; sebelum pelak-
dampaknya terhadap spesies lain. Karena sanaan, kita sudah yakin akan pengaruh
bila tidak, dampak yang terkena pada manipulasi (berdasarkan fakta/informasi
spesies lain akan juga mempengaruhi yang ada) yang akan dilakukan; karena
spesies yang sedang dikelola nantinya. kalau keliru memanipulasi atau keliru mem-
Apalagi bila yang dikelola adalah kawasan prakirakan dampak, maka yang terjadi
(multi spesies) maka semua faktor harus bukan perbaikan kawasan tetapi akan dapat
dipertimbangankan dalam perenca-naan dan bertambah rusak.
tindakan pengelolaan.
Secara sosiologis, semua aktivitas B. Tujuan umum
dalam pengelolaan serta hasil akhir yang
akan dicapai, yang tertuang dalam tujuan, Secara umum manajemen suatu
sedapat mungkin tidak akan merugikan kawasan dilaksanakan dengan tujuan,
masyarakat (upayakan agar menguntungkan
masyarakat), terutama masyarakat di sekitar 1. Memperbaiki kawasan yang rusak
kawasan yang akan dikelola. Masyarakat (terdegradasi) untuk memulihkan
harus dilibatkan dalam pengelolaan, upaya- kondisi sumber daya alam hayati
kan dalam posisi yang sejajar, bukan 2. Mengontrol (menurunkan) popu-lasi
sebagai hubungan antara atasan dan suatu spesies yang terlalu melimpah dan
bawahan. keluar dari kawasan konservasi tertentu,
Semua aktivitas pengelolaan harus agar tidak mengganggu ling-kungan
difahami oleh masyarakat; sehingga tugas lain (manusia)
pengelola tidak hanya merencanakan dan 3. Menjaga (proteksi) suatu ka-wasan agar
memani-pulasi atau proteksi kawasan (dan proses ekologi dapat berlangsung secara
sumberdaya alam) tetapi juga menginfor- alami, se-hingga sumberdaya alam
masikan ke masyarakat. Bila masyarakat hayati tetap terpelihara
tidak memahami aspek-aspek pengelolaan 4. Mengeksploitasi suatu kawasan
yang akan dilakukan, maka mereka tidak (sumberdaya alam hayati) untuk
akan mendukung upaya pengelolaan. dimanfaatkan dalam berbagai bidang
Dukungan dari instansi-instansi berdasarkan prinsip kesinambungan
terkait, pemerintan (daerah), dan LSM juga hasil
sangat diperlukan, sehingga aspek-aspek
pengelolaan sedapat mungkin sejalan Tujuan-tujuan tersebut dapat lebih
dengan pembangunan dan peningkatan difokuskan pada jenis kawasan yang akan

Tobing, ISL 64
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

dikelola dan hasil akhir yang diharapkan, ada satu jawaban yang tidak memungkin-
sehingga menjadi spesifik dan dijadikan kan maka tujuan (target) pengelolaan tidak-
sebagai arah dalam pengelolaan. Manaje- lah feasibel, sehingga pengelolaan sebaik-
men yang baik adalah yang berorientasi nya tidak usah dilaksanakan.
pada tujuan; dan tujuan yang telah Berdasarkan jawaban atas pertanya-
ditetapkan (untuk memecahkan masalah) an-pertanyaan tersebut; rumuskan kembali
harus dapat dicapai. Oleh karena itu, tujuan dan aktivitas-aktivitas yang akan
sebelum melaksanakan pengelolaan, tujuan dilaksanakan dalam pengelolaan. Rumusan
dan kehendak (keinginan) yang telah tujuan harus nyata dan merupakan fakta
ditetapkan dikaji (review) kembali untuk secara ekologis serta dapat tercapai pada
meyakinkan apakah tujuan tersebut me- selang waktu yang sudah tertentu
rupakan sesuatu yang memung-kinkan Berhasil atau tidaknya pengelolaan
untuk dicapai (feasibel). dapat dinilai dengan membandingkan
Pengkajian tentang fisibilitas tujuan outcome (hasil yang diperoleh) dengan
atau kehendak dapat dilakukan dengan tujuan. Kriteria keberhasilan / kegagalan
mengidentifikasi jawab-an atas pertanyaan harus telah ditentukan dalam perencanaan
berikut, dengan menetapkan target-target yang akan
1. Apa hasil yang diharapkan. Hasil-hasil dicapai secara nyata (kuantitatif). Bila
(output) apa (saja) yang diinginkan tidak ada kriteria untuk penilaian, maka
untuk dicapai dalam proyek yang akan pengelolaan yang dilakukan seolah-olah
dilaksanakan ? selalu berhasil; dan bila tidak berhasil
2. Bagaimana caranya (yang terbaik). (gagal) pun selalu dicari alasan yang
Cara / metode apa saja yang dapat menjadi penyebab (umumnya penduduk)
diterapkan untuk memperoleh hasil- tidak tercapainya tujuan.
hasil yang diinginkan tersebut. Pilih
(tetapkan) cara terbaik (yang paling
memungkinkan) untuk diterapkan. MANAJEMEN KEANEKA-
3. Berapa lama akan tercapai. Tetapkan RAGAMAN HAYATI
target waktu yang diperlukan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.
A. Tujuan
4. Apa saja kendala. Kendala-kendala apa
saja yang kemungkinan akan mengham-
Manajemen keanekaragaman hayati
bat (mem-perlambat) tercapainya hasil.
secara umum bertujuan untuk memelihara
Identifikasi berbagai cara untuk meng-
dan mempertahankan sumberdaya alam
hilangkan kendala-kendala tersebut.
hayati agar dapat s dimanfaatkan secara
5. Apakah keuntungan melebihi kerugian.
terus menerus.
Perhitungkan keun-tungan-keuntungan
dan kerugian kerugian yang akan timbul
dengan pelaksanaan proyek. Suatu B. Tindakan
proyek dapat dilaksanakan bila keun-
tungan lebih besar dari kerugian. 1. Perlindungan kawasan
Keuntungan dan keru-gian tidak hanya Penetapan kawasan-kawasan perlin-
ditinjau dari aspek ekonomi saja tetapi dungan (seperti Cagar Alam, Suaka
juga dari aspek ekologi. Margasatwa, Taman Nasional, dll.) dimak-
sudkan tidak hanya untuk melindungi
Pertanyaan-pertanyaan tersebut ada- sumberdaya alam tetapi juga melindungi
lah saling tergantung satu sama lain; bila ekosistem secara keseluruhan. Status

Tobing, ISL 65
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

kawasan perlindungan yang berbeda, spesies yang dikelola lebih berkemung-


mempunyai sistem manajemen bervariasi kinan berkembang.
sesuai dengan tujuan utama penetapan Antar spesies yang berbeda, model
kawasan perlindungan. manajemen juga dapat berbeda. Spesies
Penetapan suatu kawasan perlin- yang secara alami hidup di hutan primer,
dungan sangat ditentukan oleh potensi dasar seperti owa (Hylobates spp.) akan sangat
kawasan; selanjutnya, kesinambungan nilai- terancam bila terjadi degradasi hutan
nilai dalam kawasan akan dipengaruhi oleh sebagai habitat, sehingga bila tindakannya
proses awal dalam mendesain kawasan adalah pengelolaan habitat, maka arah
perlindungan. Secara umum; kawasan yang pengelolaan adalah agar suksesi hutan
luas akan lebih baik dari yang sempit; menjadi klimaks (hutan primer). Lain
banyak lebih baik dari sedikit; berhubungan halnya bila yang dikelola adalah banteng
lebih baik dari yang terisolasi; dan (Bos spp.), suksesi habitat justru harus
berkelompok lebih baik dari linier. diarahkan agar tetap dalam tahap awal
Berdasarkan prinsip-prinsip terse- (padang rumput) sehingga penebangan
but; keberadaan koridor antar kawasan pohon/semak justru harus dilakukan agar
(terutama kawasan kecil) perlu dipertim- kawasan tidak berubah menjadi primer.
bangkan. Keberadaan koridor tidak hanya Perlindungan spesies tidak hanya
mempunyai keuntungan potensial tetapi dilakukan di dalam kawasan konservasi,
juga dapat merugikan, sehingga pem-buatan tetapi juga di luar kawasan konservasi.
koridor harus diperhitungkan dengan baik. Spesies-spesies yang dilindungi secara
Keuntungan potensial koridor antara lain hukum, walaupun berada di luar kawasan
adalah : meningkatkan kekayaan spesies, konservasi, tetap tidak boleh dieksploitasi.
ukuran populasi, dan memperkecil kemung-
kinan inbreeding, serta memperluas daerah
jelajah. MANAJEMEN
Sebaliknya kerugian adanya koridor
KAWASAN LINDUNG
antara lain adalah sebagai jembatan
masuknya spesies yang tidak diinginkan ke
dalam kawasan, jembatan kebakaran, serta A. Tujuan
memerlukan biaya tinggi dan berpotensi
menimbulkan konflik dengan strategi Manajemen kawasan lindung secara
penggunaan lahan secara konvensional. umum bertujuan untuk,
1. Mempertahankan proses-proses ekolo-
2. Perlindungan spesies gis dalam kawasan lindung berlangsung
Perlindungan kawasan tidak selalu secara alami
sama dengan perlindungan spesies, karena 2. Melindungi hidupan dengan memanipu-
akan lebih terfokus pada spesies target yang lasi habitat untuk meningkatkan daya
umumnya merupakan spesies endangered. dukung
Perlindungan spesies difokuskan untuk 3. Memanfaatkan sumberdaya alam yang
meningkatkan daya dukung dan menurun- ada dalam kawasan dengan prinsip
kan faktor-faktor pembatas bagi perkem- kelestarian
bangan suatu spesies. Manipulasi dapat
dilakukan dengan meningkatkan sumber B. Tindakan
pakan, sarana berkembang biak, menurun-
kan predator dan kompetitor, dll.; sehingga 1. Perlindungan : dilakukan dengan
proteksi faktor-faktor eksternal (faktor-

Tobing, ISL 66
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

faktor yang berasal dari luar kawasan) MANAJEMEN


agar tidak berpengaruh ke dalam KAWASAN PRODUKSI
kawasan; seperti pada kawasan Cagar
Alam dan zona inti taman nasional A. Tujuan
2. Memanipulasi (memperbaiki) kondisi
lingkungan untuk meningkatkan daya Agar hasil dapat terus berkesinam-
dukung kawasan sebagai habitat bungan, dan fungsi lingkungan tetap terjaga
hidupan
3. Memodifikasi dan/atau menggolongkan B. Tindakan
kawasan untuk berbagai peruntukan
yang saling menunjang satu sama lain 1. Pengelolaan dampak; memaksimalkan
dalam suatu keserasian dampak positif dan meminimalkan
4. Pengendalian populasi yang keluar dampak negatif
(berlimpah) dari kawasan lindung. 2. Eksploitasi berdasarkan kesinambungan
Secara alami populasi berlimpah tidak hasil (sustainable yield) yang dapat
akan terjadi karena perkembangan ditentukan berdasarkan,
populasi akan berinteraksi dengan daya Tingkat pertumbuhan maximum
dukung (kondisi habitat) dalam proses (bila populasi telah relatif stabil,
yang dinamis. Kondisi seperti ini hanya baru boleh dipanen).
terjadi karena campur tangan manusia Pertambahan populasi (jumlah yang
(menurunkan kuantitas dan kualitas dipanen disesuaikan dengan pertam-
habitat) yang menyebabkan terganggu- bahan populasi); yang dipanen
nya daya dukung kawasan (habitat), hanya riapnya saja.
sehingga satwaliar keluar dari kawasan Hubungan antara hasil dan usaha
karena kebutuhan hidupnya sudah tidak penangkapan (bila dalam usaha
terpenuhi di dalam kawasan. Kasus yang sama hasil penangkapan me-
seperti ini, misalnya, terjadi pada gajah nurun, maka stop eksploitasi). Ini
(Elephas maximus) yang dianggap telah hanya dapat dilakukan pada spesies
over populasi di berbagai kawasan di yang perkembangan populasinya
pulau Sumatera, sehingga keluar dari relatif cepat; seperti ikan, beberapa
kawasan; padahal, ini terjadi karena spesies burung, dan mamalia kecil.
tingginya konversi hutan sebagai habitat 3. Sistem penebangan
gajah. Spesies yang keluar dari Penebangan selektif : hutan/ tegakan
kawasan harus dikendalikan karena yang tersisa adalah yang non-
tidak saja akan berakibat buruk terhadap ekonomis; yang justru dapat
spesies tersebut tetapi juga akan menghambat perkembangan spesies
mempengaruhi spesies lain. Tindakan / tegakan yang bernilai ekonomis.
pengelolaan dapat dilakukan dengan : Sebaiknya (mungkin ?) penebangan
translokasi (ditangkap dan dipindahkan juga dilakukan terhadap spesies
ke kawasan lain), pengendalian hayati yang non-ekonomis, sehingga per-
(seperti meningkatkan kelimpahan kembangan setiap spesies dapat
pakan dan kebutuhan lainnya), atau berlangsung bersama-sama. Seleksi
seleksi (melakukan pengurangan berdasarkan ukuran (diameter
terhadap individu-individu yang lemah pohon) akan memberi kesempatan
dan kurang potensial), atau dimanfaat- pada tegakan kecil untuk ber-
kan untuk berbagai kepentingan kembang.

Tobing, ISL 67
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

Rotasi penebangan dilakukan untuk KESIMPULAN DAN SARAN


memberi kesempatan perkembangan
secara bertahap, dan mempertahan- 1. Sumberdaya alam hayati merupakan
kan fungsi ekologi kawasan modal dasar dalam pembangunan yang
Penyulaman dilakukan terhadap harus dimanfaatkan dengan prinsip-
spesies yang ditebang dan lokasi- prinsip manajemen yang berkesinam-
lokasi yang rusak bungan untuk mendukung kehidupan
Mempertahankan zona riparian dan kesejahteraan manusia
untuk kepentingan ekologi 2. Landasan utama manajemen kawasan
Menyisakan sebagian kawasan dan sumberdaya alam hayati adalah
sebagai hutan lindung sebagai konsep ekologis dan sosiologis; serta
tempat perkembangan utama satwa- segala aktivitas ditentukan berdasarkan
liar, dan untuk tata air. pengetahuan empiris
3. Manajemen yang baik adalah yang
berorientasi pada tujuan; dan rumusan
MANAJEMEN SUNGAI tujuan harus nyata dan merupakan fakta
secara ekologis dan dapat dicapai dalam
A. Tujuan waktu tertentu
4. Perlindungan (proteksi) kawasan dan
Pengelolaan sungai terutama sumberdaya alam hayati merupakan
dilakukan untuk menjaga sumber air agar langkah awal yang dilakukan untuk
tetap konstan dan terhindar dari memelihara stok sumberdaya alam
pencemaran hayati agar nilai-nilai kawasan dan
sumberdaya alam hayati dapat
terpelihara
B. Tindakan
5. Manipulasi habitat (kawasan) dilakukan
untuk meningkatkan daya dukung agar
1. Penetapan hutan lindung (umumnya di
sumberdaya alam hayati berada dalam
hulu sungai) dan perlindungan daerah
keseimbangan yang dinamis
riparian untuk konservasi air, terutama
6. Eksploitasi sumberdaya alam hayati
pada lokasi-lokasi rawan erosi, sungai
harus didasarkan pada dinamika popula-
rawan banjir, ketersediaan air secara
si, sehingga ekosistem tidak kehilangan
musiman, dan sungai yang mempunyai
kemampuan memperbaiki diri
kepen-tingan sosioekonomi bagi ma-
7. Dampak eksploitasi harus dikelola
syarakat.
dengan memaksimalkan dampak positif
2. Manipulasi daerah aliran sungai yang
dan meminimalkan dampak negatif;
rusak dengan revegetasi untuk men-
dampak negatif yang bersifat irrever-
stabilkan tanah (mencegah erosi) dan
sibel harus dihindari
menahan air (hujan). Harus sesegera
mungkin dilaksanakan; terutama di
daerah-daerah dengan kondisi tanah
tidak stabil dan daerah lereng-lereng. DAFTAR PUSTAKA
3. Kontrol pencemaran; melaku-kan
tindakan-tindakan yang berfungi Alikodra HS. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
mencegah masuknya bahan pencemar
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
(sampah rumah tangga dan industri) Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
serta yang bersifat anthropogenik. Institut Pertanian Bogor. 1990.

Tobing, ISL 68
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

Alikodra HS. Pengembangan kawasan Cagar Grumbine RE. Ghost Bears : Exploring the
Alam Gunung Halimun Jawa Barat. h. 12- biodiversity crisiss. Washing-ton DC,
19 In : B. Ryadisoetrisno (Ed). Konservasi Island Press. 1992.
dan Masyarakat. Diskusi dan rumusan
workshop Keanekara-gaman hayati TNGH, Grumbine RE. What is ecosystem management
Jabar. BScC, CUSO. 1992. ? Conservation Biology 8 (1): 27–38.
1994.
Alikodra HS. Pengelolaan Satwaliar. Jilid II. Harmon D. Coordinating Research and
Diperbanyak oleh Pusat Antar Universitas Management to Enhance Protected Areas.
Institut Pertanian Bogor, bekerja sama Published by IUCN – The World
dengan Lembaga Sumberdaya Informasi. Conservation Union in Collaboration with
Institut Pertanian Bogor. 1993. The George Wright Society Science and
Management of Protected Areas
Bailey JA. Principles of Wildlife Management. Association Commission of the European
John Wiley & Sons. New York. 1994. Union. 1994.

Brockelman WY and DJ Chivers. Gibbon Heywood VH and SN Stuart. Species


conservation : Looking to the future. h. 3- extinction in tropical forests. h. 91 - 117.
12. In: H. Preuschoft, D. J. Chivers, W. Y. In: Whitmore TC and JA Sayer (Eds.).
Brockelman and N. Creel, (Eds.) The Tropical Deforesta-tion and Species
Lesser Apes. Evolutionary and Behavioural Extinction. Chapman and Hall, London.
Biology. Edinburgh University Press. 1984. 1992.

Caughley G and ARE Sinclair. Wildlife Johns AD. Species conservation in managed
Ecology and Management. Blackwell tropical forests, h. 16-53. In: Whitmore TC
Science. Cambridge. 1994. and JA Sayer (Eds.). Tropical
Deforestation and Species Extinction.
Chivers DJ. Feeding and ranging in Gibbons : Chapman and Hall. London. 1992.
A Summary. h. 267-281. In: H Preuschoft,
DJ Chivers, WY Brockelman and N Creel Johns AD and JP Skorupa. Responses of rain-
(Eds,). The Lesser Apes. Evolutionary and forest primates to habitat disturbance: A
Behavioural Biology. Edinburgh University Review. Internat. Journal of Primatology,
Press. 1984. 8 (2) : 157-187. 1987.

Clark AB. Individual variation in Lee PC. Adaptations to environmental change :


responsiveness to environmental change. an evolutionary perspec-tive. h. 39-56. In :
h.92-110. In : HO Box (Ed.) Primate Box HO (Ed.). Primate Responses to
Responses to Environmental Change. Environmental Change. Chapman and Hall,
Chapman and Hall, London. 1991. London. 1991.

Cunningham WP and BW Saigo. MacKinnon JR, K MacKinnon, G Child and J


Environmental Science. A Global Concern. Thorsell. Pengelolaan Kawasan yang
Wm.C. Brown Publishers. Bogota. Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah
Boston. 1995. Mada University Press. 1993.

Dawkins MS. Unravelling Animal Behaviour. Norton B. A new paradigm for environ-mental
Second Edition. Longman Scientific & management. h. 23 – 41. In : Costanza . et
Technical. Produced by Longman al (Eds.). Ecosystem Health. Washington
Singapore Publishers (Pte) Ltd. Printed in DC, Island Press. 1992.
Singapore. 1995.

Tobing, ISL 69
VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008

Noss RF and A Cooperrider. Saving Natures Soemarwoto O. Analisis Dampak Ling-kungan.


Legacy : Protecting and restoring Gadjah Mada University Press. 1992.
biodiversity. Washington DC. Defanders
of Wildlife and Island Press. 1994. Sutherland WJ. The Conservation Handbook.
Research, management and policy.
Pianka ER. Evolutionary Ecology. Third Balckwell Science. 2000.
Edition. Harper & Row, Publishers New
York. 1983. Whitmore TC and JA Sayer. Deforestation and
Primack RB, J Supriatna, M Indrawan dan P species extinction in tropical moist forest.
Kramadibrata. Biologi Konservasi. h. 1-14. In: Whitmore TC and JA Sayer
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1998. (Eds.). Tropical Deforesta-tion and Species
Extinction. Chapman and Hall. London.
Ramono WS and H Suprahmah. Elephant 1992.
conservation and management in South
Sumatra. h. 211-215. In : The WRI, IUCN, UNEP. Strategi Keaneka-
Conservation and Management of ragaman Hayati Global. Panduan bagi
Endangered Plants and Animals. Seameo- tindakan untuk menyelamatkan, mem-
Biotroph. 1987. pelajari, dan memanfaatkan kekayaan biotik
bumi secara berkelanjutan dan seimbang.
1995.

Tobing, ISL 70

Anda mungkin juga menyukai