Sumenep adalah salah satu kabupaten yang terletak di Pulau Madura.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.093,45 km² yang terdiri dari pemukiman seluas 179,324696 km², areal hutan seluas 423,958 km², rumput tanah kosong seluas 14,680877 km², perkebunan/tegalan/semak belukar/ladang seluas 1.130,190914 km², kolam/ pertambakan/air payau/danau/waduk/rawa seluas 59,07 km², dan lain-lainnya seluas 63,413086 km². Untuk luas lautan Kabupaten Sumenep yang potensial dengan keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanannya seluas +50.000 km² dan populasi 1.041.915 jiwa. Ibu kotanya ialah Kota Sumenep. Kabupaten Sumenep juga memiliki berbagai macam kearifan lokal baik berupa sosial budaya, ekonomi bisnis, pendidikan, pariwisata, dan pertanian. Sedangkan kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksaan yang didasari oleh nilai-nilaikebaikan yang dipercaya, diterapkan, dan senatiasa di jaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama (secara turun-temurun) oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. Kearifan lokal merupakan bagian dari suatu budaya dalam masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dengan bahasa kalangan masyarakat tersebut yang tetap harus di jaga, di lestarikan, dan dikenalkan kepada generasi penerus bangsa agar tidak hilang di telan zaman yang semakin moderen seperti saat ini. Seperti contohnya pelaksanaanSelamatan Bulan Suro di Desa Tejar, Sumenep yang masih di lakukan sampai saat ini. Maka dari itu, saya mengambil budaya Selamatan Bulan Suro sebagai kearifan lokal yang berada di daerah tempat tinggal saya. Bulan Suro adalah Bulan Muharram menurut kalender islam. Islam menyebut Bulan Muharrom sebagai Syahrullah (Bulan Allah) dengan disandarkan pada lafadzh jalalah Allah, maka hal inilah yang menjadikan keistimewaan bulan ini. Bulan ini adalah bulan seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Namun sebagian masyarakat beranggapan bahwa Bulan Suro ini adalah bulan penuh musibah, penuh bencana, penuh kesialan, bulan keramat, dan sangat sakral. Karena bulan ini sangat sial, maka sebagian orang tidak mau melakukan hajatan, nikah, dan lain lain. Karena nantinya akan mendapatkan berbagai musibah, seperti acara pernikahan tidak lancar, gagal panen, dan lain sebagainya. Maka dari itu diadakannya selamatan yang bertujuan untuk menghindari kesialan, bencana, musibah, dan lain-lain. Seperti yang dilakukan di Desa tejar ini, setiap bulan Suro masyarakat selalu mengadakan selamatan, karena di tahun 1951 di Desa Tejar menjadi gersang dan gagal panen serta kekurangan ketersedian air pada saat Bulan Suro. Semenjak itu warga Desa Tejar sadar bahwa mereka kekurangan rasa syukur kepada Allah yang maha kuasa dan semenjak itulah diadakannya selamatan pada saat Bulan Suro. Sebelum pelaksanaan selamatan seorang warga yang akan mengadakan acara tersebut, pada saat siang hari menyembelih satu ekor ayam yang kemudian dipanggang tanpa memotong-motong bagian ayam tersebut, dan padasaat akan dipanggang, ayam tersebut dibentuk seakan-akan sedang bersila dan sebelum di panggang, ayam tersebut dipisahkan dengan bulunya. Kemudian bulu ayam tersebut akan dikuburkan di ladang milik seorang warga yang akan melakukan selamatan tersebut. Setelah ayam tersebut sudah dipanggang, ayam tersebut baru di potong atau memisahkan bagian kepala, sayap, kaki, dan yang paling penting adalah bulu ayam tersebut. Kemudian setelah di pisahkan, seorang warga tersebut membawanya ke ladang pertanian miliknya dan mengubur kepala, sayap, kaki, dan bulu ayam tersebut. Pada saat setelah isya, warga yang diundang ke acara selamatan itu langsung berangkat ke rumah seorang warga yang mengundangnya di acara tersebut. Sedangkan tuan rumah atau seorang warga yang mengadakan acara tersebut menyediakan semangkok air yang diberikan bunga-bungaan yang wangi dan juga menyediakan kapur, namun ini tidak harus ada, hanya saja jika memiliki anak balita. Dan setelah semua warga datang, maka acara dimulai dan dipimpin oleh seorang warga yang memiliki ilmu agama yang cukup dalam atau tinggi atau biasa disebut kiyai. Setelahnya ayamnya disajikan untuk dimakan oleh warga yang mengikuti tahlilan tersebut. Dan pada keesokan harinya, air yang sudah didoakan tersebut dibawa ke ladang yang sudah dikuburkan bulu ayam, sayap, kaki, dan kepala ayam tersebut dan kemudian air itu disiram ke tanah tersebut. Selain dikubur, dan disiramkan ke tanah, ternyata air dan ayam itu memiliki makna sebagai berikut: - Ayam panggang dibentuk seperti bersila karena melambangkan kesakralan Bulan Suro. - Bulu ayam yang dikubur melambangkan kesuburan tanah di Desa Tejor. - Kepala, sayap, dan kaki ayam yang dikubur bermakna rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah S.W.T - Air bunga yang telah didoakan bermakna kesucian - Kapur yang bermakna suci dan agar anak kecil tidak mudah diganggu oleh makhluk halus dan kapur tersebut dioleskan di belakang telinga. Dengan demikian Selamatan Bulan Suro di Desa Tejar, Sumenep ini sangat unik dan berbeda dari Selamatan Bulan Suro di daerah lainnya karena terdapat berbagai acara yang tidak ada di acara Selamatan Bulan Suro di daerah lain. Selamatan Bulan Suro ini sudah berlangsung turun-temurun dari zaman nenek moyang Desa Tejar, karena sudah menjadi tradisi di Desa Tejar, Sumenep maka Selamatan Bulan Suro ini diadakan setiap tahunnya atau sudah melekat di dalam tubuh masyarakat Desa Tejar. Selamatan Bulan Suro yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya dengan tujuan agar dapat mengenang nenek moyang dan meningkatkan rasa syukur terhadap nikmat Tuhan yang telah diberikan melalui perantara tanah sebagai media pertanian ini, diharapkan dapat terus dilanjutkan dan lestarikan oleh para pemuda-pemudi sebagai penerus bangsa, khusunya di daerah Desa Tejar ini agar tidak terlupakan dan hilang di telan zaman.