Anda di halaman 1dari 40

FRAKTUR CRURIS

I. Kasus Fraktur Cruris


1. Identitas Pasien
Nama : Nn. N
Umur : 16 tahun
Alamat : Ulutedong
Tanggal masuk : 18 April 2014
No. Dokumen Medik : 00-65-97-09
Perawatan bagian : Bedah Digestif / ICU bed 10

2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Perut di seluruh lapangan
Perut.
Anamnesis Terpimpin : Pasien mengalami keluhan tersebut
setelah kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai motor,
berboncengan dan tiba – tiba menabrak mobil dari arah
berlawanan.
Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan. Riwayat pingsan
disertai muntah saat kejadian. Awalnya nyeri dialami pada ulu hati
namun lama kelamaan ke seluruh perut.

3. Pemeriksaan Fisis

Primary Survey
Airway : Lancar
Breathing : 24x/menit
Circulation : TD = 100/60 mmHg, Nadi = 90x/menit
Suhu : 36,7°C
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5); Pupil bulat isokor (d : 3 mm)

1
Secondary Survey
a. Regio Femur dekstra
Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : nyeri tekan (+)
b. Regio Antebrachii dekstra
Inspeksi : hematom dan udem (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
c. Regio Abdomen
Inpeksi : dalam batas normal
Auskultasi : menurun
Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen
Perkusi : Tympani
d. Rectal Touche dalam batas normal
e. Regio Vertebra dalam batas normal
f. Regio Cruris
Inspeksi : Deformitas (+) Udem (+) Hematom (+) Wound
(-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+)
ROM : Sulit dinilai karena nyeri

2
4. Laboratorium
Kimia Klinik (Analisa gas darah)

Indikator Hasil Nilai Rujukan


pH 7,463 7,35 – 7,45
p CO2 51,5 mmHg 35 – 45 mmHg
P O2 50,3 mmHg 60 – 100 mmHg
H CO3 37,2 mmol/L 22 – 26 mmol/L
T CO2 38,8 mmol/L 23 – 27 mmol/L
Asam Laktat 1,3 mmol/L 0-20 (vena) mmol/L
Kesan/Saran : Alkalosis Metabolik terkompensasi sebagian

Indikator Hasil Normal Range


RBC 3,13 L 106/mm3 3,8 – 5,8
HGB 9,2 L g/dL 12 – 16
HCT 27,5 L % 37 – 47
MCV 88 μm3 80 – 100
MCH 29,4 pg 27 – 32
MCHC 33,4g/dL 32 – 36
RDW 13,7 % 11 – 16
PLT 193 103/mm3 150 -400
MPV 6,9 μm3 6 – 11
PCT 0,134 I % 0,15 -0,5
PDW 10,3 I % 11-18
WBC 8,1 103/mm3 4 - 10
Kesan : Anemia Normositik Normokrom

3
5. Radiologi

Foto Cruris dextra AP/Lateral


- Outline os tibia kanan berubah
- Tampak fraktur kominutif pada1/3 medial os tibia dengan
fragmen distal dan medial yang displace ke arah anterior,
belum tampak callus forming dan cortex belum intak.
- Tidak tampak tanda –tanda osteomyelitis
- Mineralisasi tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
- Jaringan lunak sekitarnya swelling
Kesan : Fraktur kominutif 1/3 medial os tibia dextra

4
6. Diagnosis
Diagnosis masuk
a. Fraktur Cevical II proc. spinosus
b. Trauma Tumpul Abdomen
c. Susp. S1 joint disruption (D)
d. Closed fraktur 1/3 middle tibia

7. Terapi

Masuk : IVFD RL 28 TPM


Ceftriaxone 1gr / 12 jam / IV
Ranitidin 1 amp/ 8 jam / IV
Pre Op : Ceftriaxone 2 gr/ IV
Metronidazole 50 mg/ IV
PRL 2 ambil, 2 siap
Cukur pubis
Post op : Terpasang collar neck, pelvic bandage dan long leg slab
Pertahankan
Ranitidin 1 amp/ 8 jam / IV
Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ IV

5
II. DISKUSI KASUS

A. Pendahuluan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa yang bisa
menjadi komplit atau inkomplit. Umumnya apabila rudapaksa yang mengenai
tulang, tulang bisa bertahan karena adanya sifat elastisitas dan kembali ke normal
apabila rudapaksa dialihkan. Tetapi apabila intensitas rudapaksa semakin kuat,
elastisitas tulang tidak bisa menanggulangi rudapaksa tersebut, maka tulang
berubah bentuknya. Jika intensitas rudapaksa tinggi, fraktur komplit bisa saja
terjadi dan bisa cenderung ke arah fraktur murni. Rudapaksa yang sering
berulang akan mengakibatkan fraktur stress .1

Regio cruris terdiri dari dua tulang yaitu tulang tibia dan tulang fibula.
Fraktur pada regio ini dapat mengenai tulang tibia atau tulang fibula saja atau bisa
juga kedua-duanya. Fraktur ini merupakan fraktur tulang panjang yang paling
sering terjadi. Bila terjadi fraktur pada salah satu tulang, misalnya os tibia, dokter
akan mengevaluasi os fibula juga karena keduanya saling berhubungan. Seringkali
pasien yang datang dengan fraktur ini mempunyai riwayat trauma langsung akibat
benturan yang keras. Pada anak-anak dengan usia di bawah 3 tahun yang sudah
bisa berjalan, seringkali terjadi fraktur toddler.2

Gambaran kliniknya berupa nyeri, bengkak dan deformitas. Deformitas


dan angulasi dapat terlihat serta kaki dapat rotasi secara abnormal. Umumnya
fraktur ini bisa sembuh sendiri tanpa komplikasi dan pasien dapat beraktivitas
kembali seperti biasanya. Namun, bisa saja terjadi komplikasi dan karena itulah
para ahli ortopedik amat hati-hati dengan tanda-tanda awalnya. Maka intervensi
yang cepat menentukan kesembuhan pasien untuk bisa sembuh seperti semula
atau timbul komplikasi yang lebih buruk.4

6
B. Epidemiologi

Fraktur tibia dan fibula adalah fraktur tulang panjang yang paling sering
terjadi. Insidens tahunan pada fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11.5
per 100 000 orang, dengan 40% kasus terjadi pada ekstremitas bawah. Pada anak-
anak sering terjadi pada usia 9 bulan hingga 3 tahun yang dikenal sebagai fraktur
toddler yaitu fraktur spiral pada distal os tibia. Predileksi paling sering terjadi
fraktur tulang panjang adalah di daerah diafisis tulang tibia. Daerah midshaft yang
terisolasi dan proksimal fibula jarang terjadi fraktur. Fraktur ini bisa sembuh jika
dideteksi dini dan ditangani secara cepat dan adekuat. Namun kehilangan tungkai
bisa terjadi apabila adanya cedera jaringan lunak, kerusakan neurovaskular, cedera
arteri poplitea, terjadinya sindroma kompartemen atau suatu infeksi seperti
gangrene atau osteomelitis.5

C. Etiologi

Fraktur tulang di regio ini dapat disebabkan oleh benturan yang keras pada
tulang saat terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan rudapaksa yang berulang seperti
pada atlet maraton. Trauma klasik biasanya melibatkan fraktur tibia yang biasanya
disebabkan oleh benturan langsung atau terkait dengan rudapaksa yang berulang
seperti pada atlet maraton. Trauma bumper adalah trauma pada proksimal fibula
yang umumnya terjadi pada pejalan kaki yang disebabkan oleh tabrakan bumper
otomatis. Karena nervus peroneal letak berdekatan dengan fibula, maka nervus
tersebut gampang cedera. Pada fraktur stress memberi gambaran hanya sedikit
penebalan pada korteks atau sedikit reaksi periosteal dan tidak kelihatan pada
pemeriksaan foto polos kruris. Untuk mendiagnosa fraktur stress dibutuhkan
modalitas kedokteran nuclear atau MRI.4

Benturan keras secara langsung merupakan penyebab paling banyak fraktur


transversal, sedangkan kekuatan tidak langsung berupa rotasi dan kompresi
cenderung menyebabkan tipe fraktur spiral atau obliq. Pada anak-anak dengan
usia di bawah 3 tahun yang sudah bisa berjalan, sering kali terjadi fraktu toddler.4

7
D. Anatomi
Tubuh manusia terdiri dari tulang-tulang yang membentuk sistem rangka.
Rangka manusia terdiri dari 206 tulang. Tulang-tulang ini difiksasi satu sama lain
membentuk kerangka dan memberi perlindungan pada visera. Secara garis besar
rangka manusia yang terdiri dari 206 tulang tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
rangka aksial (sumbu tubuh) dan rangka apendikuler (anggota tubuh). Rangka
aksial yang disebut juga dengan rangka sumbu tubuh terdiri dari tulang-tulang
yang membentuk sumbu tubuh, diantaranya adalah tulang tengkorak, tulang
hyoid, tulang belakang (vertebrae), tulang dada (sternum) dan tulang rusuk
(costa). Tulang apendikuler merupakan rangka yang menyusun alat gerak. Rangka
apendikuler terdiri atas bahu, tulang-tulang tangan, telapak tangan, panggul,
tungkai, dan telapak kaki. Secara umum rangka apendikuler menyusun alat gerak,
tangan dan kaki seperti yang diperlihatkan Gambar 1. [9]

Lapisan superfisial pada tulang disebut periostium dan lapisan profunda


disebut endostium. Bagian tengah pada os longum disebut corpus, ujung-ujung
tulang berbentuk konveks atau konkaf, membesar dan membentuk persendian
dengan tulang lainnya. Secara makroskopis tulang terdiri dari substantia
compacta dan substantia spongiosa yang pada pertumbuhan memanjang
membentuk cavitas medullaris seperti tergambar pada Gambar 2. [9]

Substantia
compacta

Substantia
spingiosa
Gambar 1 : Gambaran tulang secara makroskopis

Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang dinamakan diaphysis.


Ujung tulang disebut epiphysis yang dibentuk oleh kartilago, dan bagian yang

8
berada diantara keduanya dinamakan metaphysis dan pada tempat ini terjadi
pertumbuhan ke arah memanjang (peralihan kartilago menjadi osseum). [9]

Gambar 2: Rangka Manusia

9
Gambar 3 dan 4 memperlihatkan bagian-bagian khas dari sebuah tulang
panjang. Diafisis adalah bagian tengah tulang yang terbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah
bagian tulang yang melebar di dekat ujung batang. Daerah ini terutama disusun
oleh tulang trabecular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah.
Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-
anak sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam dari tulang panjang,
tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya
anak tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoietic menjadi terbatas hanya
pada bagian pada sternum dan krista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain
masih berpotensi untuk aktif lagi bila diperlukan. Sumsum kuning yang terdapat
pada tulang orang dewasa, terutama terdiri dari sel-sel lemak.[9]

Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak.


Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya
dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diselaputi oleh lapisan fibrosa yang
disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berpoliferasi dan
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan
tulang panjang mempunyai arteria nutrisi seperti yang diperlihatkan pada Gambar
3. Lokasi dan kebutuhan dari pembuluh-pembuluh inilah yang menentukan
berhasil tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.[9]

10
Gambar 3 : Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang.

11
Gambar 4 : Growing Long Bone

12
Os Tibia

Os Tibia merupakan os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan


ujung distal berada di sisi medial dan anterior dari cruris. Pada posisi berdiri, tibia
meneruskan gaya berat badan menuju ke pedis. Ujung proximal lebar sehingga
membentuk gaya persendian dengan os femur yaitu condylus medialis. [9]

Facies articularis ini dibagi menjadi dua bagian, dari anterior ke posterior,
oleh fossa intercondyloidea anterior, eminentia intercondyloidea dan fossa
intercondyloidea posterior. Fossa intercondyloidea anterior mempunyai bentuk
yang lebih besar daripada fossa intercondyloidea posterior. Tapi eminentia
intercondyloidea membentuk tuberculum intercondylare lateral. Facies articularis
dari condylus medialis berbentuk oval, sedangkan facies articularis condylus
lateralis hamper bundar. Condylus lateral lebih menonjol daripada condylus
medialis.[9]

Corpus tibia mempunyai tiga buah permukaan, yaitu (1) facies medialis,
(2) facies lateralis, (3) facies posterior. Mempunyai tiga buah tepi, yaitu (1) margo
anterior, (2) margo medialis, dan (3) margo interosseus. Ujung distal tibia
membentuk malleolus medialis. Malleolus medialis mempunyai facies superior,
anterior, posterior, medial, lateral dan inferior. Pada facies posterior terdapat
sulcus malleolaris, dilalui oleh tendo m.tibialis posterior dan m.flexor dgitorum
longus. Pada permukaan lateral terdapat incisura fibularis yang membentuk
persendian dengan ujung distal fibula. Facies articularis inferior pada ujung distal
tibia membentuk persendian dengan facies anterior tali.[9]

Facies medialis datar, agak konveks, ditutupi langsung kulit dan dapat
dipalpasi secara keseluruhan. Facies lateralis berbentuk konkaf, ditempati oleh
serabut otot. Bagian distalnya menjadi konveks, berputar kearah ventral kemudian
melanjutkan diri menjadi bagian ventral ujung distal tibia. Facies posterior berada
di antara margo medialis dan margo interosseus. Pada bagian proximal terdapat
linea popliteal, suatu garis oblique dari facies articularis menuju ke margo

13
medialis. Pada facies inferior di permukaan dorsalnya terdapat facies articularis
yang disebut facies articularis fibularis. Di sebelah inferior dari condylus tibia
terdapat tonjolan kearah anterior disebut tuberositas tibia. Di bagian distalnya
melekat ligamentum patellae. [9}

(a) (b)
Gambar 5 : Os Tibia (Anterior & Posterior View)

14
N. Ischiadicus merupakan saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang
mempersarafi kulit regio cruris dan pedis serta otot-otot di bagian dorsal regio
femoris, seluruh otot pada cruris dan pedis, serta seluruh persendian pada
extremitas inferior. Nervus ini berasal dari medulla spinalis L4- S3, berjalan
melalui foramen infra piriformis, berada di sebelah lateral n.cutaneus femoris
posterior, berjalan descendens di sebelah dorsal m.rotator triceps, di sebelah
dorsal terdapat m.quadratus femoris, di sebelah ventral terdapat caput longum
m.biceps femoris selanjutnya berada di antara m.biceps femoris dan
m.semimembranosus, masuk ke dalam fossa popliteal. Lalu saraf ini bercabang
dua menjadi n.tibialis dan n. peroneus communis seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 5 .[9]

Gambar 6 : Innervasi Pada daerah cruris

15
E. Gambaran Radiologi Fraktur
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa
perubahan letak fragmen tulang. Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah
pembengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan
fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua penyebab utama yang menyebabkan fraktur
yaitu trauma seperti trauma langsung atau tidak langsung dan peristiwa patologis
seperti stress fraktur atau kelemahan tulang. Secara garis besar fraktur dapat
dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur inkomplit. [7],[10]

 FRAKTUR KOMPLIT (Complete Fracture)

Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Fraktur ini bisa menyebabkan tulang terbagi menjadi dua segmen dan
biasanya disertai dengan displasia dari fragmen tersebut. Fraktur komplit sering
terjadi pada orang dewasa dan bisa diklasifikasikan berdasarkan arah fraktur
tulang (Direction of the break), jumlah garis fragmen (The degree of the damage
to the bone), hubungan dengan dunia luar, dan penggeseran fragment tulang
(displacement).[7]

1. Fraktur berdasarkan arah fraktur tulang (Direction of the break).


Arah fraktur dikenal juga sebagai garis patah tulang. Seperti yang
dipaparkan pada Gambar 7, arah fraktur bisa terbagi kepada fraktur
transversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur impaksi, dan fraktur avulsi.
Fraktur komunitif, dan fraktur segmental akan dibahas pada klasifikasi
berdaarkan jumlah fragment. [7],[10],[11]

16
Gambar 7 : Fraktur berdasarkan Orientasi patah

a. Fraktur Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang arah garis patahnya
melintang seperti yang diperlihatkan pada Gambar 8. Pada
fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah apabila
direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula, maka
segmen-segmen tersebut akan stabil, dan biasanya mudah
dikontrol dengan bidai gips. [7],[11],[8],[12]

Gambar 8 : Fraktur Transversal pada Os tibia

17
b. Fraktur Oblik
Fraktur Oblik adalah garis patah miring. Fraktur ini garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang dan cenderung
tidak stabil serta sulit untuk diperbaiki. [7],[11],[6],[12]

(a) (b)
Gambar 9 : Fraktur Oblik Os Tibia (a) Os Femur (b)

c. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur yang garis patahnya melingkar.
Fraktur ini biasanya timbul akibat torsi pada ekstremitas.
Fraktur ini biasanya hanya menimbulkan sedikit kerusakan
pada jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi luar.[7],[11],[6],[8],[12]

18
Gambar 10 : Fraktur Spiral

d. Fraktur Impaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada di antaranya (lihat Gambar 9) . [7]

Gambar 11 : Fraktur Komunikatif Impaksi pada


medial tibia

19
e. Fraktur Avulsi
Fraktur avulsi adalah pemisahan fragmen tulang (biasanya
kecil) di area perlekatan ligament atau tendon (Gambar 11).
Fraktur avulsi sering terjadi di pergelangan kaki (ankle) dan di
jari-jari. Fragmen tulang avulsi agak besar dan garis fraktur
sering terjadi secara transversal karena fraktur avulsi
menyebabakan kerusakan pada struktur perlekatan jaringan
lunak. [11][7],[12]

Gambar 12 : Fraktur Avulsi

20
2. Fraktur berdasarkan jumlah fragment (The degree of the damage
done to the bone)
a. Fraktur segmental
Fraktur segmental terjadi apabila dua fraktur komplit yang terpisah
(sering terpisah secara transversal). Oleh itu, tulang akan terbagi
menjadi tiga fragment besar. Butterfly Fragment (Gambar 12(c)(d))
adalah fragment segitiga yang besar , sering terjadi di axis tulang
panjang. [11][7],[12]

Gambar 13 : Fraktur segmental hasil dari dua garis


fraktur komplit
b. Fraktur Kominutif
Fraktur komunitif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragment tulang
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 11. Tahap fraktur
komunitif tergantung pada kekuatan gaya yang menyebabkan
cedera. Fraktur komunitif mempunyai nama spesifik seperti
„Butterfly Fragment‟ atau „Segmental fraktur’ seperti yang
dijelaskan pada Gambar 12. Keduanya yaitu „Butterfly
Fragment‟ atau „Segmental fraktur’ ini membuat tulang terbagi
menjadi tiga fragment besar. [11],[12]

21
Gambar 14 :Fraktur Kominutif. Fraktur yang
menghasilkan lebih dari dua fragment tulang

c. Fraktur Multipel
Fraktur multipel adalah fraktur tulang yang terjadi pada beberapa
bagian tulang yang berlainan. [11][7],[12]

Gambar 15 : Fraktur Multiple pada beberapa metacarpal

22
3. Klasifikasi berdasarkan hubungan dengan dunia luar

Fraktur juga bisa diklasifikasikan berdasarkan hubungan dengan dunia luar


yang meliputi fraktur tertutup (closed fracture) dan fraktur terbuka (open
fracture). Fraktur tertutup (Closed Fracture) adalah fraktur tanpa adanya
komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit. Fraktur terbuka
(open/ compound fracture) pula adalah fraktur dengan adanya hubungan antara
fragment tulang dengan dunia luar karena adanya luka pada kulit. Perbedaan
kedua jenis fraktur ini bisa dibedakan seperti di Gambar 15. [11]

Gambar 16 : Perbedaan Fraktur terbuka dan Fraktur


tertutup

Fraktur terbuka (open/ compound Fracture) terbagi atas tiga derajat. Grade
I yaitu robekan kulit dengan kerusakan kulit ringan. Grade II sama seperti grade I
disertai dengan memar kulit dan otot. Grade III adanya luka sebesar 6-8cm dengan
kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit. [7]

23
4. Klasifikasi berdasarkan kedudukan pergeseran fraktur (Displacement
of fracture)

Fraktur pergeseran adalah posisi yang abnormal pada fragment fraktur di


bagian distal yang berhubungan dengan tulang proximal. Fraktur penggeseran bisa
menyebabkan peralihan tulang, pemendekan tulang, pembentukan sudut angulasi,
rotasi, dan perubahan alignment seperti yang dilampirkan pada Gambar 16.
Peralihan (distraction) adalah pemisahan pada axis longitudinal tulang yang
ditandai dengan gangguan alignment tulang. Namun, pergeseran (displacement)
adalah tahap dimana fragmen fraktur keluar dari alignment tulang. Angulasi
adalah sudut pada fragmen distal yang diukur dari fragment proximal.
Penggeseran dan angulasi bisa terjadi pada ventral-dorsal plane, lateral-medial
plane atau keduanya. [11]

Gambar 17 : Displacement of Fracture

24
a. Perubahan alignment (Loss of alignment)
Istillah „pergeseran‟ (displacement) adalah perubahan
alignment tulang di sepanjang axis tulang. Perubahan alignment
sering disertai beberapa derajat angulasi, rotasi, atau perubahan
kepanjangan tulang. [11]

b. Pemendekkan tulang (shortening)


Pergeseran tulang distal kearah proximal menyebabkan
pemendekkan (shortening) pada tulang panjang. Pemendekan
tulang pada fraktur oblik lebih parah dibandingkan pemendekan
akibat fraktur transversal. [11][6]

Displaced
and
shortened

Gambar 18 : Penggeseran tulang dan Pemendekkan


tulang

c. Angulasi (Angulation) dan Rotasi (Rotation)


Angulasi merupakan berkaitan dengan arah tulang distal
dan terhadap tulang proximal (Gambar 18 ). Angulasi pada bagian
medial dikenal sebagai „Varus’ dan angulasi pada pada lateral
dikenal sebagai „Valgus‟. [11],[12]

25
Gambar 19: Angulasi dan Rotasi

d. Peralihan tulang (distraction) dan impaksi

Fraktur yang menyebaakan peningkatan panjang tulang.


Peningkatan panjang tulang ini disebabkan oleh pelebaran
komponen tulang. Jika terjadi pemendekkan tulang tanpa
terjadinya perubahan alignment, fraktur tersebut adalah disebabkan
oleh suatu impaksi. [11]

Gambar 20 : Peralihan tulang dan Impaksi

26
 FRAKTUR INKOMPLIT (Incomplete Fracture)

Fraktur inkomplit merupakan kerusakan cortex pada satu sisi


tulang pada sisi lain benturan. Terdapat dua tipe fraktur inkomplit yaitu
fraktur greenstick dan fraktur torus.

Fraktur Greenstik adalah fraktur yang sering terjadi pada anak-


anak karena tulang anak-anak yang masih lunak. Fraktur ini terjadi apabila
satu sisi tulang patah dan pada sisi lain cuma bengkok atau melengkung.
Fraktur torus adalah adalah cedera kompresi pada tulang anak-anak.
Tulang elastis tidak terjadi fraktur tapi tulang tersebut membengkok. [1] [11]
[10]

Gambar 21 : Perbedaan Fraktur Greenstik dan Fraktur Torus

27
F. Pemeriksaan Radiologi

Meskipun secara klinis fraktur dapat terlihat jelas, namun tetap dibutuhkan
pemeriksaan radiologi untuk menilai jenis frakturnya, tingkat keparahannya dan
untuk mengetahui adanya fraktur lain yang menyertai fraktur tersebut. Beberapa
modalitas yang bisa digunakan untuk mengevaluasi fraktur adalah seperti. [4]

a. Radiologi konvensional (X-rays)


b. “Computed Tomography” (CT)
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Nuclear Medicine
e. Ultrasonografi (USG)

 Radiologi Conventional (X-rays)

Tujuan utama pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis adanya fraktur


atau dislokasi meskipun jaringan lunak sekitarnya agak sulit untuk dinilai. Foto
rontgen juga penting untuk menilai posisi ujung tulang sebelum dan sesudah
terapi. Follow up ini dibutuhkan untuk melihat penyatuan tulang dan
komplikasi.[1],[4]

Prinsip pemeriksaan Radiologi

1. Penting untuk melakukan foto paling sedikit pada 2 bidang yaitu pada
posisi AP dan Lateral.
2. Persendian di atas dan di bawah harus terlihat di dalam foto. Hal ini
digunakan untuk menilai adanya dislokasi yang terkait terutama pada
tulang-tulang yang berpasangan seperti tulang tibia dan fibula.
3. Garis fraktur akan tampak lebih jelas kira-kira 2 minggu sesudah cedera
karena adanya resorpsi tulang. Pembentukan kalus juga dapat terjadi. Oleh
karena itu, pemeriksaan secara serial dibutuhkan bila adanya fraktur secara
klinis, tetapi tidak tampak segera sesudah cedera.
4. Foto perbandingan pada ekstremitas sisi berlawanan mungkin dibutuhkan
pada tulang rangka yang immmatur sebelum terjadi penutupan epifisis.

28
Hal ini akan membantu untuk memastikan apakah suatu fragmen tulang
tambahan/aksesoria, epifisis yang telah menjadi tulang, namun tidak
menyatu ataukah suatu fraktur.

5. Pada daerah yang mengalami stress, berguna untuk menilai cedera


ligamentum, terutama di pergelangan kaki dan lutut. Foto ini membantu
dengan menekankan pada pelebaran sendi abnormal yang disebabkan oleh
kelemahan atau cedera pada ligamentum penyokongnya.

(a) (b)

Gambar 22 : (a) Fraktur kominutif pada os tibia dengan fragmen butterfly


triangular

(b) Fragmen dari fraktur, menunjukkan fraktur kominutif.

29
 “Computed Tomography”

“Computed Tomography” lebih sensitive dan spesifik dari radiografi


konvensional dalam mendeteksi keseluruhan aspek fraktur, termasuk regio yang
kompleks seperti daerah muka, tulang belakang dan pelvis. Saat ini perkembangan
pencitraan CT dari potongan sagittal dan coronal amat membantu dalam
menegakkan diagnosis fraktur. Modalitas ini biasanya digunakan untuk
mengevaluasi depresi fragmen tulang pada fraktur tibial plateu atau menentukan
posisi fragmen pada fraktur tibial plafond, talus dan calcaneus.[1],[4]

Gambar 23 :Fraktur plateau tibia. Gambaran CT


menunjukkan adanya fraktur pada aspek posterior dari
lateral plateau tibia

 Kedokteran Nuklir

Kedokteran nuklir adalah satu modalitas yang sangat sensitif untuk


mendeteksi fraktur stress atau fraktur panggul yang tidak mengalami displacement
yang sering kali tidak bisa dideteksi dengan menggunakan radiologi konvensional.
Modalitas ini menggunakan obat yang bersifat radioaktif (biasanya digunakan
analog fosfat) serta proses osteoblastik untuk membentuk tulang baru. Modalitas
ini bisa memberi inforrmasi bahwa ada fraktur yang terjadi. Senyawa fosfat akan
menempel atau menyatu dengan tulang yang baru terbentuk sehingga tulang itu
menunjukkan intensitas fosfat yang tinggi dan mengindikasikan adanya
fraktur.[1],[4]

30
 “Magnetic Resonance Imaging” (MRI)

“Magnetic Resonance Imaging” mempunyai kemampuan yang unik


dalam menunjukkan kondisi dan derajat keparahan sesuatu lesi termasuk jaringan
lunak seperti ligamen, tendon, kartilago dan otot. MRI juga amat sensitif terhadap
perubahan pada sumsum tulang. Pencitraan dapat dilakukan dalam berbagai
potongan tanpa menggerakkan pasien. Umumnya lemak akan kelihatan sebagai
sinyal tinggi (warna cerah) pada T1 dan secara progressif akan bertukar menjadi
gelap pada T2. Cairan (edema) akan memberikan gambaran sinyal rendah (warna
gelap) pada T1 dan akan bertukar menjadi warna yang sangat cerah pada T2.[1],[4]

Gambar 24 : MRI genu

 Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi digunakan untuk mengevaluasi trauma muskuloskeletal


terutama yang berhubungan dengan trauma pada jaringan lunak. Resolusi yang
tinggi dan transduser elektronik yang susunannya secara linear akan memberikan
hasil yang baik pada struktur superficial. Evaluasi yang sering dilakukan pada
cedera tendon, tapi otot, ligamen dan beberapa fraktur lain dapat terlihat. Tendon
umumnya bisa dilihat pada potongan longitudinal dan transversal, dengan
transduser parallel atau perpendicular pada tendon itu. Perbandingan USG
dengan ekstremitas yang normal akan membantu dalam menegakkan diagnosis.

31
G. Proses Penyembuhan Tulang (Bone Remodelling)
Jika salah satu tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya akan rusak.
Selain itu, peristoeum juga akan terpisah dari tulang sehingga terjadi pendarahan
yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut akan membentuk
jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitive (osteogenik)
berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi
fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (callus)
disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini akan terus menebal dan meluas, bertemu
dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan meluas menyeberangi lokasi
fraktur. Penyatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi
metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru
sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya
akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya. [7][11]

Gambar 25 : Proses penyembuhan tulang (Bone Remodelling)

Gambar 26 : Contoh gambaran radiologi proses penyembuhan tulang

32
H. Komplikasi Fraktur
Fraktur yang tidak terobati akan menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi
fraktur dapat terbagi kepada dua tipe yaitu komplikasi awal dan komplikasi lanjut.
[1]

a. Komplikasi Awal

 Compartment Syndrome: merupakan kondisi serius yang terjadi


karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan adanya penekanan oleh
pendarahan atau edema yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu, karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat. [1]

Gambar 27 : Compartment Syndrome

33
 Avaskular Necrosis (AVN): Ini terjadi karena aliran darah ke
tulang terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia [1]

Volkman’s Ischemia
contracture

Gambar 28 : Avaskular Necrosis (AVN) menyebabkan Volkman Contracture

 Infeksi: Apabila ada trauma pada jaringan, maka akan terjadi


proses infeksi yang akan menyebabkan sistem pertahanan tubuh
badan menurun. Dalam kasus Ortopedi, infeksi sering dimulai dari
kulit (superficial) dan masuk ke dalam tulang. Selain itu proses
infeksi juga bisa disebabkan oleh penggunaan alat seperti pin dan
screw sewaktu melakukan operasi atau pembedahan. [11]

 Fat Embolism Syndrome (FES): Ini adalah komplikasi yang serius


dan sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
ke dalam aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah dan ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi,
hipertensi, takipnea dan demam.[1]

34
 Kerusakan arteri: Hal ini ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis di bagian distal, hematoma yang melebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan. [1]

 Shock: Shock terjadi karena kehilangan terlalu banyak darah dan


meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasa terjadi pada fraktur.[1]

I. Komplikasi Lanjut

 Nonunion: Ini merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan


membentuk sambungan yang sempurna, kuat dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebihan pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.[1]

(a) (b)
Gambar 29: (a) Contoh gambaran radiologi Fraktur Nonunion
(b) Perbedaan Malunion dan Nonunion

35
 Malunion: Ini merupakan suatu keadaan dimana tulang yang patah
telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk
sudut atau miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha
yang dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk
imobilisasi dimana kemungkinan gerakan untuk rotasi dari
fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan.
Akibatnya, sesudah gips dibuang ternyata anggota tubuh bagian
distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak dapat
mempertahankan posisi tubuhnya dalam posisi netral. [1] [2]

Gambar 30 : Contoh gambaran radiologi ; Fraktur Radial


Malunion

 Delayed Union: Ini merupakan suatu keadaan di mana kegagalan


fraktur untuk berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.[1]

36
III. RESUME KLINIS

Foto Cruris dextra AP/Lateral


- Outline os tibia dextra berubah
- Tampak fraktur kominutif pada1/3 medial os tibia dengan
fragmen distal dan medial yang displace ke arah anterior,
belum tampak callus forming dan cortex belum intak.
- Tidak tampak tanda –tanda osteomyelitis
- Mineralisasi tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
- Jaringan lunak sekitarnya swelling

Regio Cruris harus difoto dalam dua posisi yaitu AP dan lateral. Foto ini
harus mencakup 2 persendian yaitu sendi lutut dan sendi pergelangan kaki untuk

37
mendapatkan alignment tulang. Foto ini juga wajib mencakup dua persendian
yaitu sendi proksimal dan distal fraktur jika pasca reduksi.

Seorang perempuan , 16 tahun mengeluh nyeri pada seluruh lapangan


perut setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai motor yang
menabrak mobil dari arah yang berlawanan. Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki
kanan. Ada riwayat pingsan disertai muntah yang dialaminya.
Hasil laboratorium, RBC 3,13 x106/mm3 , HGB 9,2 g/dL, HCT 27,5 % ,
pCO2 51,5 mmHg dan pO2 50,3 mmHg (anemia ; alkalosis metabolik)

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan foto cruris sinistra AP / lateral


menunjukkan kesan raktur kominutif 1/3 medial os tibia dextra dengan fragmen
distal dan medial yang displace ke arah anterior, belum tampak callus forming dan
cortex belum intak.

Jadi dapat disimpulkan dari hasil – hasil pemeriksaan di atas didapatkan


foto cruris sinistra AP / lateral menunjukkan kesan raktur kominutif 1/3 medial os
tibia dextra karena adanya beberapa fragmen tulang yang tidak menyatu.

38
Daftar Pustaka

1. Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Allan PL, Wilde P, Steven
JM. The Muskuloskeletal system. In: Sutton D, editor. Textbook of
Radiology And Imaging, 7th ed. London: Elsevier Science Ltd; 2003. p.

2. Murtala B. Radiologi Trauma & Emergensi. Bogor: Hasanuddin


University Press; 2013.

3. Holmes EJ, Misra RR. A-Z of Emergency Radiology. New York:


Greenwich Medical Media Ltd; 2004.

4. Grainger RG, Allison DJ. Diagnostic Radiology A Textbook of Medical


Imaging. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2008.

5. Norvell J. G. Tibia and Fibula Fracture, 2013. [Online] Available from :


http:// emedicine.medscape.com/article/82630.

6. Siew-Kune Wong & Wilfed C.G.Peh, BAB 20 Trauma Ekstremitas,


Textbook Mengenal Pola Foto-Foto Diagnostik: Bagian 3 Pola
Muskulosleletal, 2007

7. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section of


Spinal Surgery, Cleveland Clinical Foundation ; Principle of Bone
Healing; Article 1, Volume 10, April 2001

8. Ramdass, Michael J, Naraynsingh Vijay, Maharaj, Dale : Fractured Tibia


& Fibula Due to Erotic Dancing, Internet Journal of Orthopedic Surgery
2002, Vol1, Issue 1

39
9. Bagian Anantomi FK UNHAS; Buku Ajar Anantomi Biomedik 1 ,Bab II
Osteologi, Edisi 3, 2013

10. Christos Garnavos, Nikolaos K. Kanakaris, New Classification System


For Long-bone Fractures Supplementing the OA/OTA Classification
Volume 35, 2012

11. Merck Manual; Medical information, Fracture, Dislocation and Sprain


2nd Home Edition published by Merck & Co.Inc. 2003

12. Muller AO Classification of Fracture – Long Bone ; Tibia / Fibula ;


Copyright © 2010 by AO Foundation, Switzerland.

40

Anda mungkin juga menyukai