Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kecerdasan Emosi

2.1.1. Pengertian Kecerdasan

Keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk Tuhan

lainnya adalah karena manusia dikaruniai akal yang mana tidak dimiliki oleh

makhluk lain. Dengan akal pula manusia dapat memilih tindakan atau sikap apa

yang harus dia perbuat, pada akal pula terdapat kecerdasan yang ternyata

memiliki berbagai macam tipe yang berbeda-beda dimiliki oleh manusia.

Menurut Howard Gardner (2000), Kecerdasan ialah istilah umum yang

digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah

kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan

masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan

belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki

oleh individu.

Menurut Howard Gardner (2000), terdapat beberapa faktor yang

memengaruhi kecerdasan, yaitu:

1. Faktor Bawaan atau Biologis, dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang

dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam

memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.

2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas, dimana minat mengarahkan

perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
3. Faktor Pembentukan atau Lingkungan,dimana pembentukan adalah segala

keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan

inteligensi.

4. Faktor Kematangan,dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami

pertumbuhan dan perkembangan.

5. Faktor Kebebasan, hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu

dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih

metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan

kebutuhannya

Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum,yang biasa disebut

sebagai factor G, maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya

kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan

menurut Howard Gardner (2000) :

1. Pemahaman dan kemampuan verbal

2. Angka dan hitungan

3. Kemampuan visual

4. Daya ingat

5. Penalaran

6. Kecepatan perseptual

Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa kecerdasan

adalah suatu cara dimana seseorang mampu mengevaluasi gagasan-gagasan,


memanipulasi angka-angka, mengenali kesamaan-kesamaan, menggunakan

logika, serta menarik kesimpulan dan memahami konsep baru.

2.1.2. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak

menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan

hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002) emosi merujuk pada

suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan

serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi

terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh, emosi

gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara

fisiologis terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang untuk menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,

emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena

emosi dapat menjadi motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga

dapat mengganggu parilaku intensional manusia,(Prawitasari,1995).

Beberapa tokoh seperti Descrates, JB Watson, dan Daniel Goleman

mengemukakan tentang macam-macam emosi. Menurut Descrates, emosi

terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci), sorrow (sedih/luka), wonder (heran),

love (cinta), dan joy (kegembiraan).Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga

macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), rage (kemarahan), dan love (cinta).

Sedangkan Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi

yang tidak berbeda jauuh dari kedua tokoh diatas, yaitu :


a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, putus asa.

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was,takut, waspada, ngeri.

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, bangga, senang.

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati,

bakti.

f. Terkejut : terkesiap, terkejut, kaget.

g. Jengkel : hina, jijik, muak, tidak suka.

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut

Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam

emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon untuk bertingkah laku

terhadap stimulus yang ada. Dalam The Nicomachea Ethics pembahasan

Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar,

tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional seseorang dengan

kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan,

nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup seseorang. Tetapi,

nafsu dapat dengan dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu

seringkali terjadi. Masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan

mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan emosi tersebut

(Goleman,2009).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa emosi adalah

suatu hasil stimulan dari dalam diri manusia yang dikarenakan adanya

rangsangan tertentu.

2.1.3. Pengertian Kecerdasan Emosi

Istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh

psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University

of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang

tapaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan

kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian

dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memamtau perasaan sosial

yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan

meggunakan informasi ini untuk pikiran dan tindakan.

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat

menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama

orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan

kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau

keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada

tingkatan konseptual maupun dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu

dipengaruhi oleh faktor keturunan (Shapiro,1998).

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar

pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi

mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bahu membahu dengan


kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang

korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah untuk

menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara

efektif.” (Goleman,2002).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar

pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan

tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam

kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia

mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan

kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta

memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. (Goleman,2002)

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey

(Goleman,2000) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal

untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkapkan kecerdasan emosional pada

diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang

untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan

(kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our

emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui


keterampilan kesadaran diri, pengenalan diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan social.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah

kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan

untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

2.1.4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Goleman (1995) mengemukakan kecerdasan emosi mempunyai 5 aspek

utama dalam kecerdasan emosional yaitu:

a. Mengenali Emosi Diri Sendiri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk

mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan

dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri

sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut

Mayer (Goleman,2002) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati

maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu

menjadi lebih larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri

memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu

prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah

menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani

persaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai

keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap

terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan

yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengganggu kestabilan

seseorang (Goleman,2002). Kemampuan ini mencakup kamampuan untuk

menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau

ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk

bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,

yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,

yaitu antusiasme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.

Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain

atau peduli, menunjukan kemampuan ampati seseorang. Individu yang memiliki

kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang

tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga


ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terahadap perasaan

orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan

yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi

(Goleman,2002). Keterampilan dalam komunikasi merupakan kemampuan dasar

dalam keberhasilan membina hubungan. individu sulit untuk mendapatkan apa

yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang

lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang

mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan

diri secara emosional, lebih popular, lebih mudah bergaul dan lebih peka

(Goleman,2002). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang

tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus

menerus merasa frustasi (Goleman,2002). Seseorang yang mampu membaca

emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin terbuka

pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka

orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungna ini akan

sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu

berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini popular dalam

lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya

dalam berkomunikasi (Goleman,2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan


disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagi siswa untuk mampu

membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa

berkemmbang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang

dilakukannya.

Dari beberapa definisi kecerdasan emosi tersebut ada kecenderungan arti

bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri

dan perasaan orang lain, memahami dan mengolah serta menggunakan emosi

dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.

2.2. Bimbingan Kelompok

2.2.1.Pengertian Bimbingan

Menurut Kartono (1985), bimbingan merupakan pertolongan yang

diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan,

pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam

menolong) kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingan dalam

rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar individu mengenal kekuatan dan

kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai

modal pengembangan diri lebih lanjut.

Crow dan Crow (dalam Loekmono, 1983) mendefinisikan bimbingan

sebagai bentuk pemberian bantuan kepada individu dengan pertolongan khusus

saat dibutuhkan. Menurut Shirley A. Hamrin (dalam Loekmono, 1983)

bimbingan ialah menolong seseorang menerobosi dirinya agar dapat mengenal

sedalam-dalamnya dirinya sendiri. Arthur Jones (dalam Loekmono, 1983)


bimbingan mencakup pertolongan yang diberikan seseorang, dengan tujuan

untuk menolong orang itu kemana ia ingin atau harus pergi, apa yang ingin atau

harus dilakukan, dan bagaimana cara yang sebaik-baiknya mencapai tujuan ini;

bantuan ini menolong orang tersebut memecahkan masalah-masalah yang timbul

dalam hidupnya. Sedangkan Shetzer dan Stone (dalam Loekmono, 1983)

bimbingan ialah proses menolong individu memehami dirinya sendiri dan

dunianya.

Dengan definisi-definisi para ahli, Romlah (2001) menyimpulkan bahwa

bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara

berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah

mendapat latihan khusus untuk itu, dan dimaksudkan agar individu dapat

memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengembangkan dirinya secara

optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat.

Bentuk-bentuk bimbingan terbagi menjadi dua yaitu bimbingan individual

(bimbingan perseorangan) dan bimbingan kelompok, entah kelompok kecil,

agak besar atau sangat besar (Winkel & Sri Hastuti, 2004). Ada tiga ragam

bimbingan yaitu bimbingan karier, bimbingan akademik dan bimbingan pribadi

sosial (Winkel & Sri Hastuti, 2004)

Ragam pendekatan bimbingan menurut Slameto (2006) ialah:

1. Bimbingan preventif (pencegahan).

Pendekatan bimbingan ini untuk menolong seseorang sebelum seseorang

menghadapi masalah.
2. Bimbingan korektif atau kuratif (penyembuhan).

Pembimbing menolong seseorang jika orang itu menghadapi masalah yang

cukup berat hingga tidak dapat diselesaikan sendiri.

3. Bimbingan perseveratif atau developmental.

Pendekatan bimbingan ini bertujuan meningkatkan yang sudah baik.

4. Pendekatan Remedial (Nurihsan, 2006).

Merupakan pendekatan bimbingan yang diarahkan kepada individu yang

mengalami kelemahan dan kekurangan.

Menurut berbagai pengertian tentang bimbingan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan dari orang yang

ahli dibidang itu kepada orang yang membutuhkan agar orang tersebut mampu

memahami dirinya sendiri maupun lingkungan disekitarnya. Dengan memahami

dirinya dan linkungannya seseorang diharapkan mampu mengembangkan

potensinya secara maksimal.

2.2.2. Pengertian Kelompok

Menurut Webster (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua atau lebih

benda atau orang yang membentuk suatu pola; suatu kesatuan orang-orang atau

benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu

persatuan, suatu kumpulan objek yang mempunyai hubungan, kesamaan atau

sifat-sifat yang sama.

Prayitno (1997) mengatakan bahwa berkumpulnya sejumlah orang yang

saling berkaitan satu sama lain membentuk apa yang disebut kelompok. Definisi

yang lengkap tentang kelompok dikemukakan oleh Johson dan Johson (dalam
Romlah 2001), kelompok adalah dua orang atau lebih individu yang berinteraksi

secara tatap muka, masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok,

mengetahui dengan pasti individu-individu lain yang menjadi anggota kelompok

dan masing-masing menyadari saling ketergantungan mereka yang positif dalam

mencapai tujuan bersama.

Penulis menyimpulkan bahwa kelompok adalah kumpulan dari dua orang

atau lebih individu yang saling berkaitan satu sama lain dan berinteraksi satu

dengan yang lainnya demi mencapai tujuan bersama.

2.2.3. Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok di sekolah merupakan bagian program layanan

bimbingan konseling yang tergolong ke dalam komponen pelayanan dasar.

Pelayanan dasar ini diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada

seluruh konseli dalam hal ini siswa, melalui kegiatan penyiapan

pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara

sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai

dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan.

Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya

masalah atau kesulitan pada diri konseli (Nurihsan, 2005). Bimbingan kelompok

yang diberikan, adalah berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai

masalah pengembangan keterampilan dan kemampuan dalam berbagai bidang

yaitu bidang pendidikan pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan

masalah hubungan antar pribadi. Informasi tersebut diberikan terutama dengan


tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan

pemahaman terhadap orang lain. Bimbingan kelompok tidak hanya berupa

pemberian informasi, tetapi menyajikan informasi dan kegiatan-kegiatan lain

yang sesuai dengan kebutuhan individu dan dapat membantu pemecahan

masalah serta tercapainya tujuan yang telah dirumuskan. Perubahan sikap pada

anggota-anggota kelompok merupakan tujuan yang tidak langsung dari

bimbingan kelompok (Romlah, 2001).

Menurut Jones (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) bimbingan kelompok

dapat membantu peserta belajar memahami perasaan peserta lain dan

masalahnya, dan juga memberi kesempatan kepada peserta mengungkapkan

perasaan-perasaanya. Sehingga setiap angota dapat bebas mengutarakan apa saja

yang dia rasakan, dan bebas untuk menyampaikan pendapatnya tentang masalah

yang sedang dibahas dalam bimbingan kelompok tersebut. Hal ini dapat

membantu siswa untuk berkembang dalam hal sosialisasi dan mengutarakan

pendapatnya dimuka umum dan memahami berbagai macam persoalan dan

bagaimana penyelesainnya.

Sedangkan menurut Winkel & Sri Hastuti, (2004) mengatakan bahwa

”bimbingan adalah proses membantu orang-perorangan dalam memahami

dirinya sendiri dan lingkungannya”. Bimbingan kelompok menekankan bahwa

kegiatan bimbingan kelompok lebih pada proses pemahaman diri dan

lingkungnya yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang disebut kelompok.

Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan kelompok diatas, penulis

menyimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu teknik pemberian


bantuan pada dua individu atau lebih secara berkelompok sehingga dapat

memahami diri dan lingkungannya agar dapat mencegah timbulnya masalah dan

mengembangkan potensinya secara optimal.

Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang

dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa

penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah

pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Pemberian informasi dalam

bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman

tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan dan cara-cara yang dapat

dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi,

karier ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki

dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahan lingkungan, penyesuaian

diri serta pengembangan diri.

Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok yaitu kelompok

kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang) dan kelompok besar (13-20

orang) ataupun kelas (20-40 orang) (Nuhrisan 2006). Sedangkan merurut

Nursalim dan Suradi (2002: 60), idealnya bimbingan kelompok dilaksanakan 6

sampai 10 orang.

Keunggulan bimbingan kelompok menurut Prayitno (dalam Nursalim dan

Suradi, 2002) meliputi:

1. Menyangkut aspek ekonomis/ efisiensi, yaitu dengan adanya kelompok akan

semakin banyak orang yang dibantu, relatife membutuhkan waktu yang

singkat.
2. Dengan adanya interaksi yang intensif dan dinamis, diharapkan tujuan

bimbingan dapat tercapai secara lebih mantap.

3. Dinamika yang terjadi dalam kelompok mencerminkan suasana kehidupan

nyata yang dapat dijumpai dimasyarakat, hal ini karena tiap-tiap pribadi yang

terlibat dalam interaksi akan membawa kondisi pribadinya masing-masing.

Bimbingan kelompok mempunyai tujuan. Adapun tujuan bimbingan

kelompok menurut Bennett (dalam Romlah, 2001) menyebutkan:

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar hal-hal yang penting

dan dapat berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah

pendidikan, pekerjaan pribadi dan sosial.

b. Memberikan layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok.

c. Pencapaian tujuan secara ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan

bimbingan individual.

d. Untuk melaksanakan layanan konseling secara efektif. Yaitu dengan

mempelajari masalah-masalah umum yang dialami oleh individu dengan

merendahkan hambatan emosional melalui kegiatan kelompok, maka

pemahaman terhadap individu akan lebih mudah.

Tujuan bimbingan kelompok menurut Winkel (dalam Nursalim dan

Suradi, 2002) ialah:

a. Supaya orang yang dilayani mampu mengatur kehidupannya sendiri.

b. Memiliki pandangan sendiri dan tidak sekedar mengikuti pendapat orang

lain.
c. Mengambil sikap sendiri dan berani menanggung sendiri konsekuensi-

konsekuensi dari tindakannya.

Menurut Jones (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) tujuan bimbingan

kelompok adalah membantu peserta menyadari kebutuhan-kebutuhan dan

masalah-masalahnya, membantu peserta memahami perasaan peserta lain dan

masalahnya. Dan juga memberi kesempatan kepada peserta mengungkapkan

perasaan-perasaannya. Menurut Suardiman (dalam Nursalim dan Suradi, 2002)

bimbingan kelompok digunakan untuk meningkatkan pengertian diri sendiri dan

orang lain.

Penulis menyimpulkan bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah untuk

memahami individu atas dirinya sendiri dan lingkungannya, agar individu itu

dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal untuk mencegah

timbulnya masalah dan menyelesaikan masalah yang dimiliki individu tersebut.

Selain memiliki tujuan, bimbingan kelompok juga memiliki manfaat,

menurut Slameto (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) diperoleh manfaat sebagai

berikut:

a. Anak dapat mengenal dirinya melalui hidup bergaul dengan teman lain,

sehingga dapat mengukur kemampuan dirinya lebih pandai atau kurang,

sehingga anak lalu mengambil sikap bagaimana kalau lebih dan

bagaimana kalau kurang.

b. Dalam interaksi sosial terpengaruh sifat dan sikapnya menjadi baik.

c. Dapat mengurangi rasa malu, agresif, penakut, emosional, pemarah dan

sebagainya.
d. Dapat mengurangi ketegangan emosional, konflik dan frustasi.

e. Dapat mendorong anak lebih gairah didalam melaksanakan tugas, suka

berkorban kepada kepentingan orang lain, suka menolong, bertindak teliti

dan hati-hati.

Manfaat bimbingan kelompok menurut Traxler (dalam Giyanti, 2007)

menyebutkan:

a. Bimbingan kelompok dapat menghemat waktu khususnya dalam

memberikan layanan-layanan yang berguna untuk siswa.

b. Bimbingan kelompok cocok untuk melaksanakan kegaitan terutama

kegiatan yang sifatnya intruksional, misalnya pemberian informasi

pekerjaan, program dan fasilitas-fasilitas di sekelilingnya yang dapat

digunakan untuk menunjang berbagai kegiatan.

c. Bimbingan kelompok menolong individu untuk memahami bahwa ternyata

mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang sama. Dengan

demikian individu tidak merasa sendiri dan menjadi lebih berani

mengungkapkan masalahnya dan membuka dirinya.

d. Bimbingan kelompok dapat membantu pelaksanaan konseling individual.

e. Kegiatan kelompok juga mempunyai nilai penyembuhan khususnya untuk

kegiatan psikodrama, sosiodrama, dinamika kelompok dan psikoterapi

kelompok.

Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995) ada empat

tahapan, yaitu:
A. Tahap I Pembentukan

Di dalam tahap pembentukan ini merupakan tahap pengenalan individu,

tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu

kelompok. Di dalam tahap ini umumnya para anggota saling memperkenalkan

diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin

dicapai baik oleh masing-masing individu, sebagian individu, maupun seluruh

anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga

masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan

mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan

main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah

dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara

menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota

agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

B. Tahap II Peralihan

Tahap kedua ini merupakan “penghubung” antara tahap pertama dan

ketiga. Ada saatnya penghubung ditempuh dengan sangat mudah dan lancar,

artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga

dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada saatnya juga menghubungkan

tahap tersebut ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok

tidak memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga.

Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya

yang khas, membawa para anggota meniti dan menghubungkan tahap-tahap ini

dengan benar.
C. Tahap III Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang

menjadi isi dan pengantarya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut

perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok.ada beberapa

yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur

proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara,

dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati.

Pada tahap ini terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan, yaitu :

a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik

bahasan, karena topik sudah di tentukan oleh penulis berdasarkan data

angket.

b. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu

c. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas

d. Kegiatan selingan.

Kegiatan tersebut dilakukan bertujuan agar dapat mengungkap suatu

masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota

kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara

mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan

dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku,

pemikiran ataupun perasaan.


D. Tahap IV Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama

bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang

telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil

yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan

sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok

yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan,

dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan.

Terdapat beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu :

1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil

kegiatan.

3. Membahas kegiatan lanjutan.

4. Mengemukakan pesan dan harapan.

Pada setiap tahapan bimbingan kelompok sangat penting dan tidak bisa

untuk dilompat-lompati karena akan mengganggu tahapan bimbingan kelompok

selanjutnya. Pada umumnya tahap-tahap bimbingan kelompok adalah tahap awal

atau pembentukan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan

tahap akhir. Tahap-tahap ini merupakan kesatuan dari bimbingan kelompok.


2.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang

akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya

dengan kata lain hipotesis membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian

di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data,

maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Adanya peningkatan yang signifikan pada kecerdasan emosi siswa XI IS 4

SMA Negeri 2 Salatiga melalui layanan bimbingan kelompok.

Anda mungkin juga menyukai