Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib,sehingga

penanganannya secara supranatural spiritik yaitu halhal yang

berhubungan dengan kekuatana gaib .

Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada

unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, presepsi, dan

inteligensi.salah satu gangguan jiwa tersebut adalah perilaku kekerasan

Marah adalah perasaan jegkel yang timbul sebagai suatu respon

terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman

individu.pengungkapan kemarahan dengan langsung dna konstruktif

pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain

untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak

mengalami kecemasan,stress dan merasa bersalah dan bahkan

merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.dalam hal ini peran serta

keluarga sangat penting namun perawatann merupakan ujung tombak

dalam pelayanan kesehatan jiwa.

1
B. TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan umum

Setelah membahas makalah ini diharapkan mengerti dan

memberikan asuhan keperawatan pada pasien perilaku kekerasan

b. Tujuan khusus

Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu:

1) Melakukakan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan

2) Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan

3) Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan

4) Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan

5) Membuat evalusi pada klien dengan perilaku kekerasan

2
BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik secara diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,

dalam Harnawati, 1993).

Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart

dan Sundeen, 1998). Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang

dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri maupun orang lain

(Towsend, 1998).Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat

membahayakan klien sendiri, lingkungan, termasuk orang lain dan barang-

barang (Maramis, 1998).

Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara

verbal dan fisik (Ketner et al., 1995). Perilaku kekerasan adalah keadaan

dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya

sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang

lain. (Towsend, 1998). Perilaku kekerasan adalah reaksi yang

ditampakan/ditampilkan oleh individu dalam menghadapi masalah dengan

3
melakukan tindakan penyerangan terhadap stessor, dapat juga merusak dirinya

sendiri, orang lain maupun lingkungan dan setiap bermusuhan (Rasmun, 2001,

hal. 18). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen,

1998).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri

sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk

mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan

Sundeen, 1995)

Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang

lain bahkan dapat merusak lingkungan.

B. RENTANG RESPON

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons

terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai

ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap

individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat

berflutuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.

4
Rentang Respon Marah

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 1 : Rentang Respon Marah (Stuart dan Sundeen, 1998)

1. Respon Adaptif.

1) Asertif

adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa

tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.

2) Frustasi

Adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang

dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat

menerima atau menunda sementara sambil menunggu

kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa

tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.

2. Respon transisi

Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu

untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha

mempertahankan hak-haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit

diajak bicara karena merasa kurang mampu, rendah diri atau kurang

menghargai dirinya.

3. Respon maladaptif

5
1) Agresif

Adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan

dorongan mental untuk bertindak (dapat secara

konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat

dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.

a. Pasif agresif

Adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam,

bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan

bermalas-malasan.

b. Aktif agresif

Adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras,

cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku

kasar disertai kekerasan.

2) Amuk

Adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai

kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang

lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998)

C. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 

menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan 

oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:

a) Teori Biologik

6
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh

terhadap perilaku:

1) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls 

agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.

Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau

menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem

informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan

pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial

perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka

individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,

perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem

neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat

impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan

pusat agresif

2) Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,

asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau

menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight

atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons

terhadap stress

3) Genetik

7
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku

agresif dengan genetik karyotype XYY.

4) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku

agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang

menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang 

menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,

dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh

terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b) Teori Psikologik

1) Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego

dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan

memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan

memberikan arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku

kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa 

ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

2) Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya

orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena

dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku

tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal

8
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,

dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola

perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih

kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak

mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku

kekerasan setelah dewasa.

c) Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur

sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum

menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan

masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,

apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak

dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan

lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya

keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali

berkaitan  dengan (Yosep, 2009):

a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

perkelahian masal dan sebagainya.

9
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.

c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.

D.    TANDA DAN GEJALA

1. Fisik

mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

2. Verbal

mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar dan ketus.

3. Perilaku

menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.

10
4. Emosi

tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual

mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

6. Spiritual

merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral

dan kreativitas terhambat.

7. Sosial

menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

8. Perhatian

bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

E. BATASAN KARAKTERISTIK

1) Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain

a. Penggunaan senjata

b. Bahasa tubuh ( postur kaku ,mengatupkan rahang dan

mengepalkan tangan ,hiperaktif, mengatur, napas pelan,sikap

mengancam

c. Kerusakan kognisi (tidak mampu belajar,gangguan perilaku dan

penurunan perhatian,penurunan fungsi intelektual

d. Kekejaman pada binatang

11
e. Membakar

f. Riwayat perilaku kekerasan pada anak

g. Riwayat kekerasan tak langsung (menyobek baju,mencoret

tembok,menulis di tembok,berkemih dan BAB di

lantai,menghentakan kaki, temper tantum, berlari di ruangan,

berteriak, melempar benda,memecah jendela, membanting

pintu ,peningkatan seksual

h. Riwayat penyalahgunaan obat/alkohol

i. Riwayat ancaman kekerasan secara verbal mengancam

melalui tulisan ,mengutuk mengancam melalui tulisan melalui

sikap tubuh

2) Resiko kekerasan terhadap diri sendiri

a. Konflik hubungan interpersonal

b. Status emosional (putus asa,penolakan,memberikan

pilihan,mengambil asuransi yang besar

c. Pekerjaan (menganggur,kehilangan,kegagalan dalam

pekerjaan

d. Manusia dengan tindakn seksual autoerotic

e. Latarbelakang keluarga (misalnya kacau atau konflik,riwayat

bunuhdiri

F. FAKTOR RESIKO/PSIKOPATOLOGI

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi

mencederai sendiri,orang lain dan lingkungan .resiko mencederai merupakan

12
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai dan membahayakan diri dan

orang lain serta lingkungan

G.   MEKANISME KOPING

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat

membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif

dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum

digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,

proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap

sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka

dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah), sehingga sulit

untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang

lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau

bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut

akan berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi

mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

Selain diakibatkan berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga

yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi

perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya

menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan

13
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif). (Nita

Fitria, 2009. hal 145)

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi

penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan medis.

1. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan

keperawatan dan terapi modalitas.

a) Pendekatan proses keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses

keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,

rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.

1) Terapi Modalitas

Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini dalam

perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area

kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini

secara singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini digunakan baik

pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan (Videbeck, 2001, hlm.

69).

14
(a) Terapi lingkungan

Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan

lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau

menghilangkan agresif.

Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan

kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal

memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu

ketika klien tenang.

Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses terapeutik dan

meminimalkankebosanan.

Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan

perhatian perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk

mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien. Mengetahui apa

yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien  (Videbeck, 2001,

hlm. 259).

(b) Terapi Kelompok

Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama

kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan

diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang

lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok

ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan

menjadi anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru

memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan masalah dan

15
juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang

penting  (Videbeck, 2001, hlm. 70).

(c) Terapi keluarga

Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang

mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah

memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi

klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,

merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan

menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga (Steinglass, 1995

dalam Videbeck, 2001, hlm. 71).

(d) Terapi individual

Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan

pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan

perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli terapi dan

klien.

Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri dan perilaku mereka

sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan

interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.

Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang sama

dengan tahap hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan terminasi.

Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh organisasi

pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong upaya

16
mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat

maksimal yang mungkin dari terapi  (Videbeck, 2001, hlm. 69).

2. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode

psikofarmakologi dan metode psikososial.

a) Metode Biologik

Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis

klien dengan perilaku kekerasan yaitu:

(1) Psikofarmakologi

Penggunaan  obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari

penemuan neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem

saraf pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya memengaruhi

perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi.  (Videbeck, 2001, hlm.

22).

Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa kategori obat

yang digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut.

1. Antianxiety dan Sedative Hipnotics

Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.

Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering

digunakan didalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan

perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam

17
waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan

ketergantungan,

2. Antidepressant

Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku

agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline

dan Trazodone,

18
BAB III

KONSEP DASAR ASKEP

A. PENGKAJIAN

a. Data yang perlu dikaji:

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

1). Data Subyektif :

 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

 Klien suka membentak dan menyerang orang yang

mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

2). Data Objektif :

 Mata merah, wajah agak merah.

 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:

berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.

 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan

tajam.

 Merusak dan melempar barang-barang.

2. Perilaku kekerasan / amuk

1). Data Subyektif :

 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

 Klien suka membentak dan menyerang orang yang

mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

2). Data Obyektif

19
 Mata merah, wajah agak merah.

 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.

 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan

tajam.

 Merusak dan melempar barang-barang.

3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

1). Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-

apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan

malu terhadap diri sendiri.

2). Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih

alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

perilaku kekerasan/amuk.

b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri

rendah.

20
D. RENCANA TINDAKAN

a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen

kekerasan

b. Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut

nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan:

 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

 Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.

21
 Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan

klien dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat

jengkel/kesal.

 Observasi tanda perilaku kekerasan.

 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami

klien.

b. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

Tindakan:

 Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

 Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

 Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya

selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

 Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

22
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd

kemarahan.

Tindakan :

 Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

 Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam

jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.

 Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau

kesal/tersinggung.

 Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan

untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

 Bantu memilih cara yang paling tepat.

 Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

 Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

 Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam

simulasi.

 Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat

jengkel/marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.

Tindakan :

23
 Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit

pertemuan keluarga.

 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

 Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,

efek dan efek samping).

 Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama

klien, obat, dosis, cara dan waktu).

 Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang

dirasakan.

E. IMPLEMENTASI

Penerapan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa

perilaku kekerasan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan

F. EVALUASI

Evaluasi terhadap kemampuan pasien dan keluarga dan kemampuan

perawat .

24
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perilaku kekerasan merupakan salahsatu respon marah yang di ekspresikan

dengan melakukan ancaman mencederai orang lain,dan atau merusak lingkungan

.respon tersebut biasanya mencul akibat adaanya stressor .respon ini dapat

menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri oranglain maupun lingkungan .melihat dari

dampak dari kekrugian yang ditimbulkan maka penanganan pasien dengan perilaku

kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat.

Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara

verbal dan fisik (Ketner et al., 1995). Perilaku kekerasan adalah keadaan

dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya

sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain. (Towsend,

1998). Perilaku kekerasan adalah reaksi

B. SARAN

1. Hindarkan klien dari faktor predisposisi mamupun presipitasi yang bisa

menyebabkan perilaku kekerasan

2. Beritahu keluarga untuk membantu klien selama masa penyembuhan

25
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan

dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7

Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba

Budi Anna, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Ed.2 . Jakarta :

EGC

26

Anda mungkin juga menyukai