1-15 P1o-01
1-15 P1o-01
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
P1O-01
Abstrak
Perubahan tata guna lahan berdampak pada ketersediaan airtanah baik secara kuantitas maupun
kualitas. Aktivitas penambangan batubara pit terbuka merupakan aktivitas perubahan tata guna lahan
yang berakibat langsung terhadap perubahan perlapisan batuan yang berkorelasi dengan lapisan akuifer
sebagai lapisan pembawa airtanah. Kondisi ini seperti pada lokasi penambangan batubara pit terbuka di
kecamatan Muara Lawa yang menjadi daerah model penelitian. Kajian kondisi hidrogeologi, hidrologi,
dan kondisi batas hidrogeologi sangat berperan untuk mengetahui keberadaan airtanah pada cekungan
airtanah dan menentukan pemodelan airtanah alami (sebelum penambangan) dan ketika penambangan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola aliran airtanah alami dan perubahannya dampak
penambangan batubara pit terbuka dengan pemodelan tiga dimensi. Secara geologis, formasi batuan
yang berkembang daeag Muara Lawa terdiri dari, yaituFormasi Pulaubalang, Pamaluan, dan
Balikpapan dengan struktur Sinklin Lampanan. Kemiringan perlapisan batuan (dip) 16˚-20˚ dengan
sumbu sinklin yang membentang dari timur laut menuju ke barat daya. Daerah penelitian masuk dalam
Sistem Akuifer Batuan Sedimen Terlipat yang terdiri dari tujuh lapisan akuifer yang berselang-seling
antara akuitar, akuifer, dan lapisan dasar berupa akuiklud. Secara regional, batas hidrogeologis daerah
model penelitian dibatasi oleh batas air permukaan pada dua sungai besar, yaitu Sungai Lawa (timur)
dan Sungai Perak (barat), serta batas pemisah airtanah dengan head tertinggi (utara dan selatan) yang
dibatasi oleh perbukitan homoklin berbentuk sayap sinklin.Hasil pemodelan airtanah dapat diketahui
adanya perubahan aliran airtanah dampak akibat aktifitas penambangan batubara pit terbuka terutama
pada daerah pit tambang yang mengalami penurunan elevasi sampai -70 m dpl dan penambahan elevasi
hingga 40 m pada daerah disposal. Perubahan yang terjadi antar lain pola arah aliran airtanah pada arah
pit, penurunan muka airtanah piezometrik, head, dan terbentuknya void/pit lake.
Latar Belakang
Muara lawa masuk dalam tiga formasi dari Cekungan Kutai, yaitu Formasi Pamaluan,
Pulaubalang, dan Balikpapan. Ketiga formasi ini membentuk struktur Sinklin Lampanan yang
membentang dari timur laut menuju ke barat daya. Melimpahnya cadangan batubara dari
ketiga formasi tersebut, maka berakibat banyak perusahan yang melakukan aktivitas
penambangan batubara dengan menggunakan metode penambangan pit terbuka. Penambangan
batubara pit terbuka merupakan kegiatan yang menyebabkan perubahan morfologi, geologi,
dan geohidrologi, seperti perubahan tata guna lahan, perlapisan batuan, dan akuifer.
Penambangan pit terbuka ini mendasarkan pada aktivitas penggalian ke arah vertikal hingga
1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
mencapai lapisan endapan batubara yang diinginkan. Salah satu perusahan penambangan
batubara di Muara Lawa yang menggunakan penambangan dengan metode pit terbuka adalah
PT. Trubaindo Coal Mining (PT. TCM).
Secara geografis, Muara Lawamasuk wilayah kabupaten Kutai Barat yang berjarak 323 km
dari ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Muara Lawa mempunyai ketinggian
permukaan dari 5 sampai 280 m dpl denganrata-rata curah hujan 137 mm/tahun dan curah
hujan maksimum terjadi pada bulan Februari hingga April. Temperatur Muara Lawa
mempunyai kisaran antara 29˚ hingga 35˚ C. Terdapat dua sungai besar, yaitu Sungai
Lawadan Sungai Perak, yang membatasi wilayah barat dan timur yang menjadi batas model
penelitian. Secara alami, aliran sungai mengarah ke utara menuju ke Sungai Mahakam.
Pemodelan airtanah dampak penambangan batubara merupakan kajian secara menyeluruh
tentang kondisi morfologi, hidrologi, geologi, dan hidrogeologi yang diaplikasikan secara
konseptual dalam model tiga dimensi yang bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan
airtanah, seperti pola aliran, head, dan arah aliran. Ketepatan dalam pemodelan sangat
dipengaruhi oleh batas hidrogeologis, karakteristik akuifer, dan perubahan morfologi dampak
penambangan, seperti terbentuknya pit, saluran terbuka, dan disposal. Pada akhirnya,
pemodelan ini bermanfaat untuk mengetahui kuantitas airtanah, arah aliran airtanah yang
dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti terbentuknya pit lake.
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian induktif dengan pendekatan analitik, yaitu kondisi
hidrologi, hidrogeologi, dan pemodelan airtanah. Pendekatan ini mendasarkan pada kajian
secara mendalam tentang aspek morfologi, hidrologi, hidrogeologi, dan perubahan tata guna
lahan, secara alami dan dampak akibat aktiftas penambangan batubara pit terbuka. Selain
dengan pendekatan analitik, penelitian ini menggunakan ekperimen semu (Quasi Experiment
Research) yang disebabkan banyaknya data yang diperoleh di lapangan dan bukan semata-
mata menggabungkan teori-teori yang ada untuk menarik suatu kesimpulan tertentu.
Daerah penelitian berada di daerah aliran sungai (DAS) Lawa yang dibatasi oleh DAS
Perak yang berada di barat daerah penelitian. Daerah aliran airtanah sangat
mempengaruhikuantitas imbuhan airtanah. Imbuhan airtanah merupakan bagian siklus
hidrologi yang ditentukan oleh keseimbangan air dalam suatu daerah aliran sungai. Siklus
hidrologi dipengaruhi oleh keseimbangan air/uap air dari presipitasi, aliran airpermukaan,
imbuhan airtanah, dan evapotranspirasi. Presipitasi daerah penelitian diperoleh dari data tiga
stasiun pencatat curah hujan pada sepuluh tahun terakhir yang berada di DAS Lawa. Kuantitas
aliran air permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah aliran sungai danjaringan sungai-
sungai daribagian hulu hingga hilir, seperti keberdaan Sungai Tunau dan Jelukserta kondisi
tataguna lahan alami pada kawasandaerah aliran sungai.Selain itu, nilai evapotranspirasi alami
juga sangat tergantung dari data presipitasi dan kondisi fisik dari tataguna lahan wilayah DAS.
Hidrostratigrafi menjadi model lapisan vertikal yang ditentukan daridimensi lapisan
akuifer. Hidrostratigrafisangat dipengaruhi oleh stratigrafi yang berkembang di daerah
penelitian. Data geologi diperoleh dari hasil kegiatan eksplorasi permukaan, pemboran
ekplorasi yang di tumpang susun dengan data geologi regional. Interpretasi stratigrafi
kemudian dilakukan uji pemompaan pada lapisan yang menjadi pembeda antar lapisan yang
bertujuan untuk mengetahui karakteristik akuifer tiap lapisan batuan. Karakteristik yang
digunakan sebagai pembeda antar lapisan yaitu konduktivitas hidrolika.
2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Konseptual model kondisi alami daerah penelitian dipengaruhi oleh daerah imbuhan dan
batas hidrogeologis sebelum terkena dampak penambangan. Daerah imbuhan merupakan
daerah dipermukaan yang secara terbuka dapat kontak secara langsung dengan curah hujan
dan aliran air permukaan. Daerah imbuhan terdiri dari daerah singkapan akuifer dan lapisan
akuifer yang tersebar luas dan merata. lapisan akuifer ini didominasi oleh batupasir, pasir, dan
batupasir lanauan. Batas hidrogeologis alami ditentukan oleh kondisi morfologi, keberadaan
air permukaan, dan jenis akuifer yang berada di daerah penelitian. Morfologi daerah penelitian
diperoleh dari survey lapangan dan interpretasi peta topografi sebelum terdapat kegiatan
penambangan batubara pit terbuka. Selain itu, keberadaan sungai-sungai yang berpengaruh
terhadap batas air permukaan ditentukan batasan-batasan hidrolika melalui peta topografi dan
peta SRTM. Konseptual model kondisi alami menjadi sumberdata masukan dalam pemodelan
airtanah secara alami dan data acuan kondisi batas hidrolika daerah yang terkena dampak
penambangan.
Konseptual model airtanah dampak penambangan mendasarkan pada perubahan batas-
batas hidrogeologis yang ditimbulkan penambangan pit terbuka pada kawasan tambang.
Perubahan morfologi dampak penambangan yang sangat berpengaruh dalam pemodelan antara
lain pit tambang, saluran terbuka, dan disposal. Perubahan ini mempengaruhi perlapisan
geologi dan hidrogeologi. Kawasan penambangan didesain sesuai perencanaan dan kemajuan
tambang dari PT. TCM. Arah kemajuan penambangan mengikuti dari kemiringan dip yang
berkisar 16˚-20˚ dengan arah mengikuti dari lipatan sinklin. Selain itu, prediksi perubahan
kuantitas imbuhan airtanah dengan memperkirakan aliran air permukaan rencana dari
perubahan tataguna lahan kawasan tambang, evapotranspirasi rencana,dan presipitasi/curah
hujan rencana. Pada akhirnya, data prediksi perubahan imbuhan airtanah dan prediksi batas
hidrogeologis dampak penambangan dijadikan sebagai data masukkan utama dalam
pemodelan airtanah, sehingga dapat diketahui secara jelas perubahan pola aliran dan
ekuipotensial headairtanah.
3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
sinklin, yaitu Sinklin Lampanan, yang dipengaruhi oleh fisiografi dari Antiklinorium
Samarinda dan terdapat beberapa sesar-sesar kecil yang mengakibatkan terjadinya
perpotongan atau menghilangnya perlapisan batuan. Lokasi model penelitian berada ditengah-
tengah sumbu lateral struktur sinklin yang membujur secara diagonal dari arah barat daya
menuju timur laut. Struktur lipatan sinklin mempunyai arah kemiringan jurus sebesar N 40° -
50° E dengan arah perlapisan (dip) sebesar 17° - 20° yang berlokasi sebelah utara. Sementara
itu, pada sebelah selatan mempunyai arah kemiringan jurus N 180° - 190° E dengan dip
berkemiringan 16° - 19°.Secara umum, gambaran mengenai formasi geologi daerah model
penelitian dapat dilihat pada Gambar1.
Hidrologi
Muara Lawa masuk dalam DAS Lawa yang mempunyai total luas 248,57 km2. Pada DAS
Lawa terdapat dua sub-DAS yang menjadi daerah target penelitian (kawasan penambangan),
yaitu sub-DAS Tunau dan Jeluk dengan total luas 64,13 km2. Pada DAS Lawa terdapat tiga
stasiun pencatat curah hujan terdekat yang mempunyai jarak antar stasiun yaitu 20 hingga 43
km. Penentuan curah hujan rata-rata daerah DAS dengan menggunakan metode polygon
Thiessen. Metode ini mendasarkan pada faktor pemberat dari tiga stasiun pencatat curah hujan.
Deskripsi ringkas DAS Lawa dapat dilihat pada Gambar 2.
Perhitungan imbuhan airtanah alami didasarkan pada data meteorologi, kondisi air,
topografi, vegetasi, dan pola aliran air permukaan pada daerah tangkapan hujan. Daerah
tangkapan hujan ditentukan oleh keberadaan tataguna lahan pada DAS Lawa terutama pada
sub-DAS Tunau-Jeluk yang menjadi target penelitian. Persen luas tataguna lahan sub-DAS
Tunau-Jeluk secara alami terdiri dari hutan primer 69%, hutan sekunder 26% dan rawa
kering/bekas rawa 5%.
Pemodelkan airtanah harus diketahui kondisi hidrologi, daerah imbuhan, kondisi batas
hidrogeologi, dan konduktivitas hidrolika. Faktor penentu besarnya kuantitas imbuhan
airtanah adalah intensitas hujan. Intensitas hujan merupakan jumlah hujan pada suatu daerah
tiap satuan waktu. Perhitungan untuk mendapatkan nilai intensitas hujan selama waktu
konsentrasi menggunakan rumus Mononobe (Kamiana, 2005).
ୖ ଶସ
మర
I = ( ଶସ ) × ( )ଶ/ଷ ........................................................................................................... (1)
ౙ
Besarannilai intensitas hujan (I) pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi oleh waktu
konsentrasi (Tୡ) dari hujan yang merata di seluruh daerah DAS. Waktu konsentrasi adalah
waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke
titik pengamatan aliran air. Secara rinci, rumus waktu konsentrasi (Tୡ) dapat dilihat pada di
bawah ini (Hammer & Mac Kichan, 1981).
Tୡ = ............................................................................................................................... (2)
4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
menggunakanmetode dari Departemen Konservasi Tanah Service (SCS) Amerika Serikat yang
ditunjukkan pada Persamaan 3 (Hammer & Mac Kichan, 1981).
(ି,ଶ ௌ)మ
Ro = (ା,଼ ௌ)
.................................................................................................................. (3)
Keterangan, P adalah curah hujan, dan S adalah retensi potensial maksimum, semua dalam
satuan mm. Nilai retensi potensial maksimum (S, mm) dapat dikorelasikan pada Persamaan 4.
ଶହସ
S= − 254 ............................................................................................................... (4)
େ
daerah model penelitian. Namun, akuifer yang berpotensi sebagai akuifer produktif
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) akuifer kedalaman kurang dari 40 m, dan (2) akuifer
dengan kedalaman lebih dari 40 m. Kedalaman akuifer kurang dari 40 m berada di daerah
akuifer atas yang tersebar dari utara pada dataran dan punggung/sayap sinklin sampai ke
selatan daerah penelitian. Sementara akuifer kedalaman di atas 40 m menempati wilayah
tengah daerah penelitian pada bagian bawah poros/sumbu sinklin. Ketebalan akuifer yang
relatif besar pada bagian tengah lipatan dan mempunyai penyebaran yang luas memberikan
cadangan airtanah yang baik. Walaupun demikian, hal ini sangat dipengaruhi juga oleh jumlah
imbuhan airtanah yang masuk ke dalam akuifer. Total lapisan akuifer yang menjadi
pemodelan berjumlah tujuh lapisan dengan nilai konduktivitas hidrolika bervariasi.
6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Kondisi batas hidrolika yang menjadi batas hidrogeologis daerah model penelitian bagian
permukaan meliputi: (1) batas pemisah airtanah (groundwater divide) berada di daerah
pegunungan bagian utara, dan selatan, (2) batas muka air permukaan internal (internal head
controlled boundary) yang ditandai dengan keberadaan sungai Lawa di timur dan sungai Perak
di sebelah barat daerah model penelitian, dan (3) batas aliran airtanah ke luar (outflow
boundary) di daerah barat dari daerah model penelitian yang dibatasi oleh sungai Perak. Selain
batas permukaan, terdapat kondisi batas hidrolika secara vertikal antara lain: (1) batas tanpa
aliran (internal zero-flow boundary) yang berada di bawah lapisan akuiklud dari satuan
batulempung formasi Pamaluan, (2) batas sisi timur berupa batas air permukaan internal
(internal head controlled boundary) yang ditandai dengan keberadaan sungai seperti sungai
Lawa, Perak, Jeluk dan Tunai, dan (3) batas sisi utara dan selatan berupa batas pemisah
airtanah (groundwater divide) yang berada dijalur punggungan puncak pegunungan. Kondisi
batas hidrogeologi daerah model dapat dilihat pada Gambar 4.Nilaihead dan konduktivitas
hidrolika tiap lapisan yang digunakan sebagai data masukan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Data masukan pemodelan airtanah meliputi imbuhan airtanah, konduktivitas hidrolika tiap
lapisan, sifat/propertis lapisan, kondisi head dari batas hidrogeolgis, dan batas air permukaan.
Hasil pemodelan menggambarkan, bahwa pola aliran airtanah secara dominan mengarah ke
barat, lokasi Sungai Perak. Arah aliran ini mengikuti bentuk perlapisan litologi akibat struktur
sinklin. Namun, pola aliran air permukaan tidak mempunyai hubungan dengan pola aliran
airtanah, hal ini terlihat tidak searahnya aliran permukaan yang mengarah ke arah utara
(Sungai Mahakam), sedangkan airtanah ke arah barat (Sungai Perak).
Pemodelan airtanah hasil observasi, yang berasal dari head sumur bekas lubang bekas,
memerlukan verifikasi kalibrasi. Verifikasi dilakukan dengan melakukan penyesuaian antara
hasil perhitungan dengan hasil observasi, terutama pada nilai konduktivitas hidrolika dan
ketinggian head.Hasil perbandingan antara head observasi dan head perhitungan (pemodelan)
dibuat Diagram Sebaran (Scatter Diagram) yang menghasilkan nilai RMS (Root Mean
Squared) sebesar 8,7%. Deskripsi singkat mengenai pemodelan airtanah observasi
(alami),kalibrasi hasil perbandingan antara head obserasi dan perhitungan (pemodelan) dengan
Diagram Sebaran,dan nilai perbandingan perubahan head observasi dari 20 titik bekas lubang
bor dan hasil perhitungan (pemodelan) dapat dilihat secara berturut turut Gambar 5, Gambar 6,
dan Tabel 3.
7
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Kesimpulan
Pemodelan airtanah alami darah Muara Lawa secara umum mempunyai pola aliran dari timur
menuju ke barat, yaitu Sungai Perak. Pola ini mengikuti arah lapisan litologi yang disebabkan
struktur Sinklin Lampanan yang terbentang dari timur laut menuju ke barat daya. Pola aliran
airtanah berlawanan arah terhadap aliran air permukaan yang mendasarkan padaDaerah Aliran
Sungai Lawa dengan arah aliran ke ke Sungai Mahakam (bagian utara lokasi penelitian).
Terjadiperubahan hidrogeologi akibat aktivitas penambangaan batubara pit terbukayang
menyebabkanperubahan morfologi, geologi dan hidrogeologi di daerah model penelitian.
Perubahan ini mempengaruhi model aliran airtanah yaitu, perubahan arah aliran airtanah
daerah target penelitian yang dominan mengarah pit akibat penambangan yang mencapai
lapisan akuifer bagian tengah dengan dominasi batupasir dari Formasi Pulau Balang.
Perubahan ini diikuti dengan penurunanheadperhitungan (pemodelan) dari headobservasi,
yang diukur dari 16 sumur observasi.
8
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Daftar Pustaka
Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, hlm. 154 – 210.
Irawan, D.E., Puradimaja, D.J., 2013, Lembar Kerja Hidrogeologi Umum, Kelompok Keahlian
Geologi Terapan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung
Lerner, D.N., 1990, Groundwater recharge in Urban Areas, Hydrological Processes and
Water Management in Urban Area, Proceedings of the Duisberg Symposium, April 1990,
IAHS Publ., No. 198.
Hammer, M.J. and Mac-Kichen, K.A., 1981, Hydrology and Quality of Water Resources, John
Wiley & Sons, Ltd., New York, p. 41, 140, 214
Healy, R., W. and Cook Peter, G., 2002, Using Groundwater Levels to Estimate Recharge,
Hydrogeology Journal, Vol. 10, No. 1, p. 91 – 107.
Kamiana, I., 2010, Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air, Graha Ilmu, Yogyakarta,
hlm. 28-30, 203
Mandel, S., Shiftan, Z.L., 1981, Groundwater Resources: Investigation and Development,
Academic Press. Inc, USA
Notodarmojo, S., 2005, Pencemaran Tanah dan Airtanah, Penerbit ITB, Bandung.
Puradimaja, D.J., 1993, Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumber Daya Air, LAPI ITB-
Departmen Transmigrasi, Bandung
Seiler, K.P., Gat, J.R., 2007, Groundwater Recharge from Run-Off, Infiltration and
Percolation, Springer, The Netherland, p. 75
Supriatna, S., Sukardi, Rustandi, 1995, Peta Geologi Bersistem, Lembar Samarinda,
Kalimantan sekala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Government Printing Office, the
Hague, Netherland, p. 328 – 360.
9
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
10
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
11
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
13
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
u
a KONDISI ALAMI
na
aw
Tu
L DAERAH PENELITIAN
S.
S.
Luas : 5.799 Ha
12
0
0 1.25
E2.5 5
!
OW-1
Kilometer
0°42'30"S
0°42'30"S
!
OW-2
! 120
!
!
! Kecamatan : Muara Lawa
OW-4 ! DD_13G
!
OPW-4 DD_50A ! Kabupaten : Kutai Barat
OPW-1 DD_504G
! Propinsi : Kalimantan Timur
k
!
ra DD_022C OW-8
90
! 1
Pe
DD_551A
50
60 Keterangan:
S.
!
!OW-13
A A' Batas daerah target penelitian
0
15
60 DD_13G
!
! Arah aliran airtanah
! DD_509A
OW-9
OW-10 200 Ekuipotensial head lapisan ke-3
!
DD_536G
!
! DD_510G Jaringan sungai
OW-6
Inactive cells
0°45'0"S
0°45'0"S
60
Muka piezometrik
! Titik sumur pengamatan
120
Peta Situasi
114°0'0"E 115°0'0"E 116°0'0"E 117°0'0"E
90
0°0'0"
0°0'0"
60
Murung Raya
0°47'30"S
0°47'30"S
Kutai Kartanegara
90 Kutai Barat
Samarinda
60
30
1°0'0"S
1°0'0"S
Gunung Mas Barito Utara Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara
Kapuas
115°37'30"E 115°40'0"E 115°42'30"E 115°45'0"E Pasir
Pulang
Palangka
Barito Selatan
Pisau
Raya Tabalong
Selat Makasar
Barito Timur
Katingan
A A' 114°0'0"E 115°0'0"E 116°0'0"E 117°0'0"E
130
100
13 0
100!
70
80
140
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
120
90
50! 50
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM
0
60 6
0! Disusun oleh :
-50 ! Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
3 X Eksagerasi Vertikal Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014
w
La
Tu
DAERAH PENELITIAN
S.
S.
Luas : 5.799 Ha
150 150
150 150
150
150 150
12
0
0 1.25
E
2.5 5
150
150
0 Kilometer
15
0°42'30"S
0°42'30"S
15
0 15 0 150
Kecamatan : Muara Lawa
120
Kabupaten : Kutai Barat
Propinsi : Kalimantan Timur
ak
er
P
30 Keterangan:
S.
12
A 0 A' Batas daerah target penelitian
Arah aliran airtanah
30
120
Ekuipotensial head (kalibrasi)
60
120
Ekuipotensial head lapisan ke-3
Jaringan sungai
0°45'0"S
0°45'0"S
Muka piezometrik
0
15
Inactive cells
15
90
Peta Situasi
30
0°0'0"
Murung Raya
Kutai Kartanegara
0°47'30"S
0°47'30"S
Kutai Barat
150 Samarinda
3 0 30
1°0'0"S
1°0'0"S
100!
1 50
90
120
1 40
130
110
14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
24 a PENAMBANGAN AKTIF
0 02 w
n
24 La
40
Tu
24 DAERAH PENELITIAN
S.
24
0
S.
Luas : 5.799 Ha
0
0
240
24
240
E
210
240
240 24 0 2 10
0
18
0 1.25 2.5 5
Kilometer
0°42'30"S
0°42'30"S
210
15 0 15 1
0 2
Keterangan:
S.
0
24 0
18
A 0
1515 180 A' Batas daerah target penelitian
0
0
Arah aliran airtanah
200
Ekuipotensial head lapisan ke-3
150
150
120
Jaringan sungai
Inactive cells
0°45'0"S
0°45'0"S
Pit Tambang
Disposal Area (DA)
Topsoil Area (TA)
Kolam Pengendap (SP)
150
Saluran terbuka
Peta Situasi
114°0'0"E 115°0'0"E 116°0'0"E 117°0'0"E
Kapuas Hulu Kutai Timur
0°47'30"S
18
0°47'30"S
Bontang
0
0°0'0"
0°0'0"
Murung Raya
Kutai Kartanegara
Kutai Barat
Samarinda
1°0'0"S
A A' Pulang
Palangka
Barito Selatan
Pisau
Raya Tabalong
Pasir
Selat Makasar
Barito Timur
200! Katingan
114°0'0"E 115°0'0"E 116°0'0"E 117°0'0"E
150! 30 250
1
190
1143 0
0
Sumber Data :
170
14
21
2 20
190
230
100!
240
0
0 0
0
150
1164
20
Bakosurtanal
13
180
2 0
0
0
50! 150
0
19
17
15