Anda di halaman 1dari 8

Jawaban Gastro

1. Skema diagnostik dan pengelolaan sindroma dispepsia


2. Bagaimana pendekatan diagnostik diare kronik

3. Jelaskan patogenesis, diagnosis dan terapi kolitis ulserativa


Epidemiologi
 Onset pada kisaran usia 20-25 tahun, insiden pada ras kaukasoid, terutama
 Suku bangsa Yahudi; 10% bersifat familial
Patologi
 Luasnya : meliputi rektum dan meluas ke proksimal dan organ-organ yang
berdekatan; 50% pasien menderita proktosigmoiditis, 30% kolitis kolon sisi
kiri, dan 20% kolitis ekstensif.
 Tampilan : mukosa granular, rapuh dengan ulkus kecil; terdapat pseudopolip
 Biopsi : Mikroulserasi superfisialis; abses kripta (PMN); tidak ada granuloma
Diagnostik
Manifestasi klinis
 Diare berdarah yang menyolok, kram abdomen bagian bawah dan urgensi
 Penurunan berat badan, malnutrition,
 Ekstrakolon (25%)
Eritema nodosum, pioderma gangrenosum, ulkus aftosa, iritis, episkleritis,
gangguan tromboembolik. Artritis seronegatif, hepatitis kronis, sirosis, kolangitis
sklerotikans, kolangiokarsinoma.
Penunjang
 Lab : Peripheral anti-neutrophil cytoplasmic antibody (p-ANCA) tinggi dan anti-
saccharomyces antibody (ASCA) rendah --> membedakan dengan chron’s disease.
 Endoscopic --> erythematous appearance, petechiae, exudates, touch friability, dan
frank hemorrhage
 Biopsi --> branching of crypts, atrophy of glands, dan loss of mucin pada sel goblet
 Barium enema --> microulcer s/d colar button ulcer

Penatalaksanaan
Terapi simtomatik dan diet
 Suplemen serat (kecuali gejala obstruktif pada penyakit Crohn)
 Tidak mengkonsumsi kafein dan sayur yang menghasilkan gas
 Percobaan diet bebas laktosa pada penyakit Crohn
 Antidiare dan antispasmodik kecuali pada serangan akut
Remisi
 Senyawa 5-ASA (formulasi yang cocok untuk mengobati daerah yang terkena) ±
azatioprin atau 6- merkaptopurin.
Pembedahan
 Kolitis ulserativa (25% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal,
perdarahan, perforasi, striktur, kolitis fulminan atau megakolon toksik yang gagal
berespons dalam 48-72 jam setelah diberikan terapi medikamentosa, displasia
atau karsinoma.

4. Diagnosis banding kolitis ulserativa dan penyakit Crohn


5. Terangkan apa yang anda ketahui tentang karsinoma esofagus dan achalasia esofagus
 Achalasia adalah kegagalan lower spinkter esophagus untuk berelaksasi, secara
patologi ditandai dengan adanya degenerasi ganglia pleksus mesenterikus,
akibatnya terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran
esofagus.
 Epidemiologi : usia 24-65 tahun
 Akalasia primer : penyebabnya idiopatik, diduga virus neurotropik
 Akalasia sekunder : disebabkan oleh infeksi (contoh : chagas), tumor, pasca
vagotomi dan obat antikolinergik.
 Diagnosis :
 Klinis : disfagia, regurgitasi terutama malam hari tanpa rasa asam atau pahit,
penurunan berat badan, nyeri dada,
 Penunjang :
 Pemeriksaan monometrik esophagus : a. Tonus SBE tinggi b. Relaksasi
esophagus tidak sempurna sat menelan c. Tidak ada peristaltis esophagus
d. Tekanan korpus esophagus saat istirahat lebih tinggi dari gaster
 Ro thoraks --> gambaran dobel kontur diatas mediastinum kanan,
 Pemeriksaan fluoroskopi : tidak ada kontraksi esophagus.
 Barium meal : dilatasi esophagus dengan ujung yang meruncing
(gambaran paruh burung)
 Skintigrafi --> dilatasi esophagus tanpa kontraksi
 Pemanjangan waktu transit makanan di gaster
 Endoskopi :
 Terapi
 Medikamentosa : nitrat, ccb, injeksi toksin botulinum ke SBE
 Tindakan sederhana : businasi hurst, dilatasi pneumatik
 Operasi : esofagomiotomi (prosedur heller),

Carcinoma Esophagus

 Epidemiologi : 15% terdapat pada 1/3 esophagus atas, 50% pada 1/3 bagian tengah dan
35% 1/3 bagian bawah.
 95% berasal dari epitel berlapis gepeng ;
 Etiologi : lingkungan, diet, merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronik pada mukosa
 Klinis : disfagia (gejala awal : sering minum saat makan, mekan-makanan yang lebih cair,
makan secara lambat), odinofagia, suara serak
 Penunjang :
 Ro thoraks : adanya air fluid level di daerah mediastinum.
 Esofagografi dengan barium :
 Endoskopi
 Terapi :
 Reseksi total : sering residif
 Radioterapi : ca esophagus bersifat radiosensitif, komlikasi striktur, perdarahan
 Kemoterapi : cisplatin, bleomycin dan 5-FU
 Paliatif : dilatasi dengan endoskopi

6. Bagaimana teori yang mutakhir mengenai patogenesis dan terapi pankreatitis akut
Patogenesis
Kejadian Pankreatitis akut disebabkan oleh aktivasi enzim dalam pankreas yang menyebabkan
autodigesti organ. Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim yang
dihasilkannya karena :
 Enzim dihasilkan dalam bentuk inaktif. Sekresi enzim proteolitik dalam bentuk prekursor
inaktif (tripsinogen) akan diubah menjadi tripsin oleh enterokinase yang disekresikan
oleh mukosa duodenum. Tripsin mengubah enzim prekursor proteolitik seperti
kimotripsinogen, proelastase, prokarboksipeptidase; selain itu juga mengaktivasi enzim
lipolitik (mis. fosfolipase) dan enzim amilolitik (mis. amilase). Pembentukan enzim
prekursor, zimogen dan antitripsin, melindungi pankreas dari otodigesti.
 Terdapat inhibitor dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum. (aktivasi enzim
dimulai dari tripsin)
Mekanisme yang memulainyaterjadinya PA :
 Refluks isi duodenum --> campuran enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin,
dan lemak yang mengalami emulsifikasi
 Refluks cairan empedu -->memiliki efek deterjen pada sel pankreas, meningkatkan
aktivisi lipase dan fosfolipase,
 Aktivasi enzim prekursor yang diawali oleh peningkatan kalsium sitosolik di dalam sel
asiner pankreas yang menyebabkan aktivasi enzim digestif intraseluler.
 Stimulasi dan sekresi enzim berlebihan
Hasil dari patogenesis ini adalah nekrosis koagulasi parenkim dan piknotis inti atau kariolisis
yang cepat diikuti oleh degradasi sel asini yang nekrotik dan absorbsi debris yang timbul.

Tatalaksana
 Tatalaksana awal : pemberian cairan intravena, terapi oksigen kalau perlu alat bantu
nafas, nutrisi enteral melalui pipa jejunum.
 Tindakan konservatif : masih merupakan tindakan utama, berupa pemberian analgetik
(petidin), pankreas dipuasakan dengan nutrisi ke jejunum, penghisapan cairan lambung
untuk mengurangi rangsang pankreas. Antibiotik tidak rutin diberikan hanya pada
demam tinggi> 3 hari, curiga MODS dengan meropenem/imipenem 500 mg i.v tiap 8
jam selama 7-10 hari.
 Operasi : Dilakukan pada penderita stabil (2-3 minggu) dan timbul penyulit seperti abses
atau pseudokista, illeus, perdarahan.
 Tindakan lain : bila timbul MODS

7. Jelaskan mekanisme kronisitas pada infeksi virus hepatitis B


Hepatitis B
Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit hepatitis B yaitu : fase
imunotoleran, fase imunoaktif/immune clearance dan fase non replikatif/residual.
 Fase Imunotoleran : tubuh toleran terhadap hep viral B sehingga konsentrasi
viral dapat tinggi tanpa terdapat reaksi dari tubuh. HBsAg (+), HBe (+), anti HBe
(-), DNA HBV tinggi dan ALT dapat normal.
 Fase Imunoaktif : timbul respon imune dan tubuh berupaya untuk
menghancurkan HBV, pada fase ini dapat terjadi serokonversi dari HBe baik
secara spontan atau karena terapi. 70% pasien dapat menghilangkan sebagian
besar viral --> terjadi serokonversi, 30% pasien masuk fase residual dan dapat
mengalami reaktivasi atau kekambuhan.
 Fase Residual : dalam fase ini replikasi HBV sudah mencapai titik minimal,
 Serologi :
 HbsAg : muncul sebelum gejala; digunakan untuk skrining pendonor darah
 HbeAg : bukti replikasi virus dan infektivitas
 IgM anti-HBc : Antibodi yang pertama kali muncul : menunjukkan infeksi akut
 IgG anti-HBc : menunjukkan infeksi HBV sebelumnya (HbsAg-) atau infeksi
HBV yang sedang berlangsung (HbsAG +)
 Anti-HBe : menunjukkan penghentian replikasi virus, infektivitas 
 Anti-HBs : menunjukkan resolusi penyakit akut dan kekebalan (petanda
tunggal setelah vaksinasi)
 HBV DNA : muncul dalam serum yang berhubungan dengan replikasi virus
aktif di dalam hepar.

8. Bagaimana patogenesis dan pengelolaan sindroma hepatorenal


 Definisi :
 HRS adalah gangguan fungsi ginjal sekunder terhadap penyakit hati tingkat berat
baik akut maupun kronis, merupakan gangguan fungsi ginjal pre renal yaitu
disebabkan hipoperfusi ginjal, namun tidak membaik hanya dengan perbaikan
volume plasma saja.
 Patogenesis : akibat kegagalan faal hati dan hipertensi portal --> terjadi
vasodilatasi arteri splangnik, sehingga terjadi hipovolemia arteri sentral -->
aktivasi sistem simpatis, RAA sistem dan antidiuretik sehingga timbul
vassokonstriksi aliran darah ginjal.
 Di ginjal tidak terjadi kompensasi justru terjadi peningkatan vasokonstriktor dan
penunrunan vasodilator --> memperberat gagal ginjal.
 Diagnosis :
o Kriteria mayor :
 Penyakit hati akut atau kronis lanjut dengan hipertensi portal
 LFG rendah (kreatinin serum > 1,5 mg/dl)
 Tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan atau obat nefrotoksik
 Tidak ada perbaikan fungsi ginjal setelah pemberian cairan isotonik saline
1,5 liter
 Proteinuria < 500 mg/hari, tanpa obstruksi saluran kemih atau penyakit
ginjal
o Kriteria minor :
 Volume urine < 500
 Natrium urine < 10mEq/liter
 Osmolaritas urine > osmolaritas plasma
 Eritrosit urine < 50/lapang pandang
 Natrium serum < 130 mEq/liter
 Tatalaksana :
 Tatalaksana umum:
o Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit
o Hindari penggunaan diuretik, parasintesis ascites dan restriksi cairan
o Suportif : diet tinggi kalori rendah protein
o Koreksi keseimbangan asam basa
o Hindari NSAID
o SBP segera diobati
o Pencegahan encephalopati hepatikum
 Medikamentosa
o Vasodilator ginjal : dopamine dosis rendah --> belum ada evidence
o Vasokonstriktor : terlipressin atau okreotid bersama-sama dengan albumine
 Invasif
o Transplantasi hati
o TIPS :
o Extracorporeal albumine dialisis / MARS (molecular absorbent recirculating
system)

9. Tulis konsensus Asean mengenai pengelolaan hepatitis kronik B dan hepatitis kronik C

10. Apa yang anda ketahui tentang Primary Sclerosing Cholangitis

Anda mungkin juga menyukai