Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu geos(bumi) dan logos(ilmu). Dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bumi, meliputi proses-proses yang
berlangsung atau dinamika dan pengaruhnya terhadap bumi itu sendiri.
Geologi adalah ilmu pegetahuan yang mempelajari material penyusun kerak
bumi, proses-proses yang berlangsung dan atau setelah pembentukannya, serta
makhluk hidup yang pernah ada atau hidup di bumi (Rusman, 2016)

Menurut John Flaming (2003) dalam buku ”The Penguin Dictionary of


Geology”, yang dinamakan dengan batuan (rock) adalah material penyusun
kerak bumi yang tersusun baik oleh satu jenis mineral (monomineralic)
maupun oleh banyak jenis mineral (polymineralic). Berdasarkan proses
terjadinya batuan dibagi menjadi 3 yaitu batuan beku, batuan sedimen dan
batuan metamorf. Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma
yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik
di bawah permukaan maupun di atas permukaan. Batuan sedimen adalah
batuan yang terbentuk sebagai hasil dari rombakan batuan lainnya (batuan
beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri) melalui proses
pelapukan (weathering), erosi, pengangkutan (transport), dan pengendapan,
yang pada akhirnya mengalami proses litifikasi atau pembatuan. Mekanisme
lain yang dapat membentuk batuan sedimen adalah proses penguapan
(evaporasi), longsoran, erupsi gunungapi. Batuan metamorf adalah batuan
yang terbentuk oleh proses metamorfisme pada batuan yang telah ada
sebelumnya. Batuan asalnya (yang telah ada sebelumnya) dapat berupa batuan
beku, sedimen maupun metamorf. Proses metamorfosisme adalah proses
yang menyebabkan perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur
pada batuan karena panas dan tekanan tinggi, serta larutan kimia yang aktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian ini yaitu, untuk memahami konsep topografi, klasifikasi batuan,
stratigrafi, struktur geologi, morfologi, fisiografi dan vegetasi, cara
penggunaan alat-alat survey dan mengurangi kondisi topografi dan vegetasi
kawasan desa Vatutela dan sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari dilakukannya praktikum ini, yaitu :


a. Bagaimana memahami konsep topografi, klasifikasi batuan, stratigrafi,
struktur geologi, morfologi, fisiografi dan vegetasi?
b. Bagaimana memahami cara penggunaan alat – alat survey?
c. Bagaimana menguraikan kondisi topografi dan vegetasi kawasan desa
Vatutela dan sekitarnya?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini, yaitu :


a. Memahami konsep topografi, klasifikasi batuan, stratigrafi, struktur
geologi, morfologi, fisiografi dan vegetasi.
b. Memahami cara penggunaan alat – alat survey.
c. Menguraikan kondisi topografi dan vegetasi kawasan desa Vatutela dan
sekitarnya.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari dilakukannya praktikum ini, yaitu :


a. Dapat memahami konsep topografi, klasifikasi batuan, stratigrafi, struktur
geologi, morfologi, fisiografi dan vegetasi.
b. Dapat memahami cara penggunaan alat – alat survey
c. Dapat menguraikan kondisi topografi dan vegetasi kawasan desa Vatutela
dan sekitarnya.
1.5 Metode

1.5.1 Metode Penelitian

Metode penelitian untuk pemetaan geologi itu terdiri dari pemetaan


geologi permukaan meliputi kegiatan orientasi lapangan dan
pengambilan data lapangan pada lintasan-lintasan yang dilalui berupa:
lintasan sungai, dilakukan Karena ditempat-tempat tersebut mudah
dijumpai singkapan geologi yang masih fresh (belum mengalami
pelapukan tingkat tinggi).

1.5.2 Tahapan Penellitian

Kegiatan ini dilakukan dengan empat tahapan penelitian, yaitu tahap


persiapan, penelitian lapangan, analisa data lapangan, dan penyusunan.

1.5.2.1 Tahap Persiapan

Dilakukan sebelum pemetaan geologi di lapangan dengan tujuan


memperlancar pelaksanaannya, (geomorfologi, struktur geologi,
stratigrafi, fisiografi, petrologi, dan pemetaan). Dalam studi pustaka ini
juga dilakukan interpretasi peta topografi yang bertujuan mengetahui
kondisi geologi sebagai data awal untuk perencanaan pekerjaan
lapangan. Persiapan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan
selama penelitian berlangsung. Pengurusan administrasi, berupa
pengurusan surat-surat perizinan baik ditingkat fakultas, kabupaten,
kecamatan hingga kantor desa daerah penelitian.

1.5.2.2 Tahap Penelitian Lapangan

Pada tahap penelitian lapangan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu


pemetaan detail dan pemetaan ulang atau pengecekan lapangan.
Pemetaan detail meliputi pengambilan data selengkap mungkin dengan
melintasi daerah-daerah yang diharapkan memberikan singkapan-
singkapan segar dengan melintasi sungai, lereng-lereng dna
pegunungan bukit serta jalan-jalan umum atau jalan setapak. Pemetaan
ulang dimaksudkan untuk mengecek dan mengambil data lapangan
yang dianggap kurang, untuk lebih melengkapi data-data. Secara teknis,
pada setiap lokasi pengamatan dilakukan pencatatan, pengumpulan data
dan pengukuran pada gejala-gejala geologi, berupa: pengamatan
morfologi yang meliputi pengamatan bentangalam, pola aliran sungai,
erosi, dan pelapukan yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang
jelas tentang tahapan geomorfologi pada daerah penelitian.
Pengamatan, pemberian dan pengambilan sampel litologi pada
singkapan untuk mengetahui jenis litologi, tekstur dan struktur batuan,
serta penyebarannya pada daerah penelitian. Pengamatan dan
pengukuran unsur-unsur struktur geologi seperti kedudukan perlapisan
dan kekar yang bertujuan untuk memahami pola struktur berkembang di
daerah penelitian. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap
potensi bahan galian pada daerah penelitian. Setelah semua data dicatat
dan diukur maka dilakukan pengambilan dokumentasi, baik berupa foto
maupun sketsa.

1.5.2.3 Tahap Analisis Data Lapangan

Data-data lapangan selanjutnya diolah untuk dianalisis dan interpretasi


lebih lanjut mencangkup aspek geomorfologi, stratigrafi dan struktur
geologi. Pengerjaan analisa data lapangan tersebut mencakup:
 Analisa geomorfologi, mengidentifikasi satuan geomorfologi
daerah penelitian yang didasarkan pada pengolahan analisa beda
tinggi, pola aliran sungai dan ciri morfologinya.
 Analisa petrografi, contoh batuan yang telah diambil dari lapangan
selanjutnya diproses menjadi sayatan tipis (thin section) berukuran
0,03 mm untuk tiap jenis batuan dan kemudian diamati dibawah
mikroskop polarisasi untuk mengetahui kandungan mineralnya
serta penentuan nama batuan di laboratorium petrografi.
 Analisa stratigrafi, terdiri dari analisa petrologi dan petrografi
bertujuan untuk mengetahui tatanan stratigrafi daerah penelitian
berdasarkan atas data litologi.
 Analisa struktur geologi, yaitu pengamatan struktur geologi untuk
mengidentifikasi struktur geologi yang nampak, melakukan
pencatatan, pengukuran dan perekaman data .

1.5.2.4 Tahap Penyusunan

Pengolahan data akhir, yaitu data yang telah diperoleh, dianalisa secara
detail dan diinterpretasi serta dilakukan penarikan kesimpulan
mengenai kondisi geologi daerah penelitian. Pada tahap ini juga
dilakukan pembuatan peta stasiun pengamatan geologi, peta geologi,
peta geomorfologi, peta struktur geologi, peta bahan galian, serta pola
aliran dan tipe genetik sungai. Tahapan ini merupakan akhir dari
penelitian yang diharapkan dapat memberikan informasi dan penjelasan
mengenai tatanan geologi daerah penelitian.

1.6 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
a. Palu geologi berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel batuan.
b. Kompas berfungsi sebagai alat untuk menentukan arah.
c. GPS berfungsi sebagai alat untuk menentukan posisi saat melakukan
survey.
d. Aplikasi AndroiTS GPS Test, Pocket Transit dan GPS Essentials
berfungsi untuk menunjukkan arah, mengukur dip dan strike serta sebagai
penentu posisi.
e. Software Microsoft Excel, arGIS, surfer 16, Google Earth dan Global
Mapper berfungsi untuk menentukan dan membuat daerah peta kerja.
f. Kamera berfungsi untuk mengambil gambar batuan, stratigrafi dan
struktur geologi
g. Tali berfungsi sebagai pegangan saat menaiki tebing – tebing yang curam.
h. Parang berfungsi sebagai alat untuk memotong semak belukar agar dapat
dilewati.
i. Plastik sampel berfungsi untuk meletakkan sampel batuan yang diambil.
j. Alat tulis menulis berfungsi sebagai alat untuk mencatat data – data yang
diperlukan.
BAB II

GEOMORFOLOGI

2.1 Pengertian Geomorfologi

Pada hakekatnya Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang


roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata
Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari
tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos
(knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut,
maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk
permukaan bumi (Djauhari Noor,2010)

Menurut (Djauhari Noor,2010) konsep dasar Geomorfologi adalah sebagai


berikut :
1. Proses-proses dan hukum fisik yang sama bekerja saat ini, bekerja pula
pada waktu geologi yang lalu, walaupun intensitasnya tidak sama seperti
sekarang.
2. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang dominan dalam
evolusi bentangalam/bentuklahan dan struktur geologi dicerminkan oleh
bentuklahannya.
3. Relief muka bumi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya boleh
jadi karena derajat pembentukannya juga berbeda.
4. Proses-proses geomorfologi meninggalkan bekas-bekas yang nyata pada
bentuklahan dan setiap proses geomorfologi akan membentuk
bentuklahan dengan karakteristik tertentu. (meninggalkan jejak yang
spesifik dan dapat dibedakan dengan proses lain secara jelas).
5. Akibat adanya intensitas erosi yang berbeda yang terjadi di permukaan
bumi, maka akan dihasilkan suatu urutan bentuklahan dengan
karakteristik tertentu disetiap tahap perkembangannya.
6. Evolusi geomorfik yang kompleks lebih umum terjadi dibandingkan
dengan evolusi geomorfik yang sederhana (perkembangan bentuk
muka bumi umumnya sangat kompleks/rumit, jarang yang disebabkan
oleh proses yang sederhana).
7. Hanya sedikit saja dari topografi permukaan bumi adalah lebih tua dari
zaman Tersier, dan kebanyakan daripadanya tidak lebih dari zaman
Pleistosen.
8. Interpretasi secara tepat terhadap bentanglahan sekarang tidak mungkin
dilakukan tanpa memperhatikan perubahan-perubahan iklim dan
geologi selama masa Pleistosen (Pengenalan bentanglahan saat
sekarang harus memperhatikan proses yang berlangsung pada zaman
Pleistosen)
9. Apresiasi iklim-iklim dunia amat perlu untuk mengetahui secara
benar dari berbagai kepentingan di dalam proses-proses geomorfologi
yang berbeda (dalam mempelajari bentanglahan secara global/skala
dunia, pengetahuan tentang iklim global perlu diperhatikan).
10. Walaupun geomorfologi menekankan terutama pada bentanglahan
sekarang, namun untuk mempelajarinya secara maksimal perlu
mempelajari sejarah perkembangannya.

2.2 Proses-Proses Geomorfologi

Menurut (Noor,2010) proses-proses geomorfologi dibagi menjadi beberapa


bagian, antara lain:

1. Pelapukan

Pelapukan adalah proses desintegrasi atau disagregasi secara


berangsur dari material penyusun kulit bumi yang berupa batuan.
Pelapukan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, temperatur dan
komposisi kimia dari mineral-mineral penyusun batuan. Terdapat 3
(tiga) jenis pelapukan yang kita kenal, yaitu pelapukan mekanis, pelapukan
kimiawi, dan pelapukan biologis.
2. Erosi

Erosi adalah istilah umum yang dipakai untuk proses penghancuran batuan
(pelapukan) dan proses pengangkutan hasil penghancuran batuan. Proses
erosi fisika disebut sebagai proses corration (erosi mekanis) sedangkan
proses erosi kimia disebut dengan corrosion. Agen dari proses erosi adalah
gaya gravitasi, air, es, dan angin.

3. Mass Wasting

Mass wasting pada dasarnya adalah gerakan batuan, regolith, dan tanah
kearah kaki lereng sebagai akibat dari pengaruh gaya berat (gravity) melalui
proses rayapan (creep), luncuran (slides), aliran (flows), rebah (topples), dan
jatuhan (falls). Mass wasting umumnya terjadi di daratan maupun di lautan
terutama di lereng benua. Longsoran merupakan satu contoh yang
spektakuler dari mass wasting.

4. Sedimentasi

Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranport oleh


media air, angin, es/gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di
mulut-mulut sungai adalah hasil dari proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai, sedangkan Sand Dunes yang terdapat di
gurun-gurun dan di tepi pantai adalah hasil dari pengendapan material-
material yang diangkut oleh angin.

2.3 Geomorfologi Regional

Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya.


Apabila melihat busur-busur disekelilingnya. Benua Asia, maka bagian
convaknya mengarah ke Asia tetapi Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang
justru convaknya yang menghadap ke Asia dan terbuka ke arah Pasifik, oleh
karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola terbalik atau inverted arc.
Pulau Sulawesi terletak pada zone peralihan antara dangkalan Sunda dan
dangkalan Sahul dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi
oleh Basin Sulawesi (5000–5500 m). Di bagian Timur dan Tenggara di batasi
oleh laut Banda utara dan Laut Banda Selatan dengan kedalaman mencapai
4500–5000 m. Sedangkan untuk bagian Barat dibatasi oleh Palung Makasar
(2000-2500 m). Sebagian besar daerahnya terdiri dari pegunungan dan dataran
rendah yang terdapat secara sporadik, terutama terdapat disepanjang pantai.
Dataran rendah yang relatif lebar dan padat penduduknya adalah dibagian
lengan Selatan (Sholicin, 2018)

2.4 Geomorfologi Daerah Penelitian

Menurut (Nunik dkk,2017) kondisi Geomorfologi Kota Palu dapat dibagi


menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Satuan Geomorfologi Dataran, dengan kenampakan morfologi berupa
topografi tidak teratur, lemah, merupakan wilayah dengan banjir musiman,
dasar sungai umumnya meninggi akibat sedimentasi fluvial. Morfologi ini
disusun oleh material utama berupa alluvial sungaidan pantai. Wilayah
tengah kota Palu disominasi oleh satuan geomorfologi ini.
2. Satuan geomorfologi denudasi dan perbukitan, dengan kenampakan berupa
morfologi bergelombang lemah sampai bergelombang kuat. Wilayah kipas
alluvial (alluvial fan) termasuk dalam satuan morfologi ini. Di wilayah
Palu morfologi ini meluas ke wilayah Palu Timur, Palu utara, membatasi
antara wilayah morfologi dataran dengan morfologi pegunungan.
3. Satuan Geomorfologi Pegunungan Tebing Patahan, merupakan wilayah
dengan elevasi yang lebih tinggi. dengan elevasi yang lebih tinggi.
Kenampakkan umum berupa tebing-tebing terjal dan pelusuran morfologi
akibat proses patahan. Arah pegunungan ini hampir utara-selatan, baik di
timur maupun di barat.
BAB III

FISIOGRAFI

3.1 Pengertian Fisiografi

Di Eropa fisiografi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari rangkuman


tentang iklim, meteorologi, oceanografi dan geografi. Akan tetapi di Amerika
pemakaian kata fisiografi untuk bidang ilmu yang hanya mempelajari roman
muka bumi saja dan lebih erat hubungannya dengan geologi. Mereka lebih
cenderung memakai geomorfologi dan sering kedua kata itu dicampur-
adukkan (Noor, 2014).

Pada awalnya fisiografi mencakup studi tentang atmosfir, hidrologi,


bentangan alam dan studi yang mempelajari ketiga objek tersebut umumnya
berkembang di benua Eropa, sedangkan geomorfologi merupakan salah satu
cabang dari fisiograf. Dengan semakin majunya perkembangan studi tentag
atmosfir (meteorology) dan hidrologi di Amerika menyebabkan objek studi
fisiografi menjadi lebih terbatas, yaitu hanya mempelajari bentangan saja,
sehingga di Amerika istilah fisiografi identik dengan geomorfologi (Strahler,
1969).

Faktor-faktor fisiografi adalah adalah faktor-faktor yang ditimbulkan oleh


susunan, konformitas, dan perilaku permukaan bumi. Misalnya: sifat-sifat
topografi saperti ketinggian dan kemiringan, proses-proses geodinamik
seperti pendangkalan dan erosi, dan konsekuensinya oleh geologi setempat.
Relief topografi yang kuat cenderung menghasilkan iklim lokal yang
menyolok, dalam hal ini puncak misalnya sangat berbeda dari pada lereng
gunung, dan lembah-lembah yang sempit berbeda pula dari dataran yang
terbuka. Kemiringan juga dapat berpengaruh besar terhadap sifat maupun
banyaknya tanah yang berhimpun. Hal ini, seperti sifat batuan yang
mendasari, sering dihitung sebagai faktor edafik; tetapi sejauh hal itu
berakibat adanya perubahan atau menentukan adanya perubahan topografi,
maka harus dianggap sebagai faktor fisiografi (Legget 1962).

Menurut Taryono (1997), dalam klasifikasi fisiografi secara sederhana (yang


lebih tepat disebut sebagai klasifikasi relief), permukaan bumi dapat
dikelompokkan menjadi beberapa katagori, yaitu (setiap contoh di usahakan
proporsional dengan yang lain):

a. Dataran: kenampakan datar-landai, kemiringan kurang atau sama dengan


3%.
b. Berombak: beda tinggi titik tertinggi dengan terendah kurang dari 50
meter,kemiringan 8-15%.
c. Bergelombng: beda tinggi titik tertinggi dan terendah maksimal 100 meter,
pengulangan cukup besar, kemiringan 8-15%.
d. Berbukit: kadang-kadang dirinci menjadi berbukit kecil, berbukit sedang,
dan berbukit, kemiringan lebih dari 15%, beda tinggi titik tertinggi dan
terendah kurag dari 300 meter.
e. Bergunung: kemiringan lebih dari 15%, beda tinggi titik tertinggi dan
terendah lebih dari 300 meter.

3.2 Fisiografi Regional

Menurut (Sompotan, 2012), pulau Sulawesi dan sekitarnya termasuk dalam


daerah yang kompleks akibat dari interaksi tiga lempeng, yaitu Lempeng
Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia. Bentuk pulau yang seperti
huruf K dapat menunjukkan adanya kompleksitas geologi di Pulau Sulawesi.
Berdasarkan kepada asosiasi batuan dan perkembangan tektonik fisiografi
Pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi :

1. Busur vulkanik neogen (neogene volcanic arc), terdiri dari kompleks


basement paleozoikum akhir dan mesozoikum awal pada bagian utara dan
tengahnya, batuan melange pada awal kapur akhir di bagian selatan,
sedimen flysch berumur kapur akhir hingga eosen yang kemungkinan
diendapkan pada fore arc basin (cekungan muka busur), pada bagian utara
dan selatan, volcanic arc (busur vulkanik) berumur kapur akhir hingga
pertengahan eosen, sekuen batuan karbonat eosen akhir sampai miosen
awal dan volcanik arc (busur vulkanik) miosen tengah hingga kuarter
batuan plutonik berupa granitik dan diorit berumur miosen akhir hingga
pleistosen, sedangkan batuan vulkanik berupa alkali dan kalk-alkali
berumur paleosen sampai pleistosen. Sulawesi bagian barat memiliki
aktifitas vulkanik kuat yang diendapkan pada lingkungan submarine
sampai terestrial selama periode pliosen hingga kuarter awal di bagian
selatan, namun pada sulawesi utara aktifitas vulkanik masih berlangsung
hingga saat ini.

2. Sekis dan batuan sedimen terdeformasi (central schist belt), tersusun atas
fasies metamorfik sekis hijau dan sekis biru. Bagian barat merupakan
tempat terpisahnya antara sekis tekanan tinggi dengan sekis temperatur
tinggi, genes, dan batuan granitik. Fasies sekis biru mengandung
glaukofan, krosit, lawsonit, jadeit, dan aegerine.

3. Kompleks ofiolit (ophiolite), merupakan jalur ofiolit dan sedimen


terimbrikasi serta molasse. Pada lengan Tenggara Sulawesi (segmen
selatan) didominasi oleh batuan ultramafik harzburgit dan serpentin
harzburgit sedangkan pada lengan Timur Sulawesi (segmen utara)
merupakan segmen ofiolit lengkap, berupa harzburgit, gabro, sekuen dike
diabas dan basalt, yang merupakan hasil dari tumbukan antara platform
Sula dan Sulawesi pada saat miosen tengah sampai miosen akhir, serta
batuan sedimen pelagos dan klastik yang berhubungan dengan batuan
ultramafik. Berdasarkan pembagian di atas, maka daerah penelitian
terletak pada jalur sekis dan batuan terdeformasi (central schist belt). Jalur
ini merupakan fasies metamorfik sekis hijau dan sekis biru yang
penyebarannya mulai dari Sulawesi Tengah memanjang hingga Sulawesi
Tenggara.

3.3 Fisiografi Daerah penelitian

Secara prinsip, dasar klasifikasi yang digunakan dalam penentuan satuan


fisiografi pada lokasi pengamatan adalah dengan cara pengamatan secara
langsung. Berdasarkan hal tersebut, kondisi fisiografi pada lokasi pengamatan
sebagian besar merupakan daerah tebing, lereng dan sungai dengan
kelembapan udara yang cenderung sama di setiap lokasi.
BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Pengertian Struktur Geologi

Untuk mempelajari bentuk bentangan suatu daerah, maka hal yang pertama
harus diketahui adalah struktur geologi dari daerah tersebut. Sebagaimana
telah dikemukakan, bahwa struktur geologi adalah faktor penting dalam
evolusi bentangan suatu daerah itu dikontrol/dikendalikan oleh struktur
geologinya. Selain daripada struktur geologi, adalah sifat-sifat batuan, yaitu
antara lain apakah pada batuan terdapat rekahan-rekahan (kekar), ada
tidaknya bidang lapisan, patahan, kegemburan, sifat porositas dan
permeabilitas batuan satu dengan yang lainnya (Noor, 2014).

Menurut Thornbury (1969), bahwa pengertian struktur dalam geomorfologi


mempunyai pengertian yang lebih luas lagi, sedangkan Lobeck (1939),
membedakan antara ‘struktur geologi’ dan ‘struktur bentangan’. Beberapa
istilah struktur geologi : struktur horizontal, struktur dome, struktur patahan,
struktur lipatan, struktur gunungapi. Beberapa istilah struktur bentang alam :
dataran, bukit kubah, pegunungan patahan, pegunungan lipatan, pegunungan
komplek. Karena struktur bentang alam ditentukan oleh struktur geologinya,
dimana struktur geologi terjadi oleh gaya endogen, maka struktur bentang
alam dapat diartikan sebagai bentuk bentang alam yang terjadi akibat tendaga
endogen.

Menurut Priyono dkk (1995), stress atau kata lain tegasan, merupakan proses
yang terjadi akibat suatu gaya yang dapat menyebabkan perubahan pada suatu
batuan. Berdasarkan keseragaman kekuatannya, stress dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu:
1. Uniform stress (Confining stress) Tegangan yang menekan atau menarik
dengan kekuatan yang sama dari atau ke segala arah.
2. Tegangan yang menekan atau menarik dari atau ke satu arah saja dan
bisa juga dari atau ke segala arah, tetapi salah satu arah kekuatannya ada
yang lebih dominan.

Menurut Noor (2009), kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada


batuan akibat suatu gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum
mengalami pergeseran. Secara umum dicirikan oleh: a). Pemotongan bidang
perlapisan batuan; b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti
kalsit, kuarsa dsb; c) kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat
dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter retakan/rekahan serta arah
gaya yang bekerja pada batuan tersebut. Kekar yang umumnya dijumpai
pada batuan adalah sebagai berikut:

a. Shear Joint (Kekar Gerus) adalah retakan/rekahan yang membentuk


pola saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya
utama. Kekar jenis shear joint umumnya bersifat tertutup.
b. Tension Joint adalah retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan arah
gaya utama, Umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka.
c. Extension Joint (Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola
tegak lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya
terbuka

4.2 Struktur Geologi Regional

Menurut Sompotan (2012), struktur geologi di Sulawesi didominasi oleh arah


barat laut–tenggara yang berupa sesar mendatar sinistral dan sesar naik. Sesar
Palu–Koro memotong Sulawesi bagian barat dan tengah, menerus ke bagian
utara hingga ke Palung Sulawesi Utara yang merupakan batas tepi benua di
Laut Sulawesi. Jalur Sesar Palu–Koro merupakan sesar mendatar sinistral
dengan pergeseran lebih dari 750 km, arah gerak sesuai dengan jalur Sesar
Matano dan jalur Sesar Sorong. Sesar Sadang yang terletak di bagian barat
dan sejajar dengan Sesar Palu berada pada lengan Selatan Sulawesi,
menghasilkan lembah Sungai Sadang dan Sungai Masupu yang sistemnya
dikontrol oleh sesar mendatar. Sesar Gorontalo merupakan sesar mendatar
dekstral yang berlawanan arah dengan Sesar Palu–Koro dan pola sesar
sungkupnya memperlihatkan arah yang konsekuen terhadap platform
Banggai–Sula sehingga memberikan gambaran adanya kemungkinan
kompresi mendatar yang disebabkan oleh dorongan platform Banggai–Sula
kearah barat.

Sesar Matano merupakan sesar mendatar sinistral berarah barat laut–timur


memotong Sulawesi Tengah dan melalui Danau Matano, merupakan
kelanjutan dari Sesar Palu ke arah timur yang kemudian berlanjut dengan
prisma akresi Tolo di Laut Banda Utara. Sistem Sesar Lawanopo berarah
barat laut–tenggara, melewati Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara. Sesar ini
kemungkinan berperan dalam pembukaan Teluk Bone, seperti pembukaan
yang terjadi di daratan Sulawesi Tenggara yang merupakan zona sesar
mendatar sinistral Neogen. Sesar Lawanopo memisahkan mintakat benua
Sulawesi Tenggara pada lengan Tenggara Sulawesi dengan metamorf
Sulawesi Tengah.Sesar naik Batui terletak pada bagian timur lengan Timur
Sulawesi, merupakan hasil dari tumbukan platform Banggai–Sula dengan
Sulawesi yang menyebabkan pergeseran secara oblique sehingga Cekungan
Gorontalo menjadi terangkat. Kompleks Pompangeo diduga telah beberapa
kali mengalami masa perlipatan. Perlipatan tua diperkirakan berarah utara–
selatan atau baratdaya–timurlaut, sedangkan lipatan muda berarah baratlaut–
tenggara atau barat–timur, serta ada pula yang berarah hampir sama dengan
lipatan tua. Perdaunan atau foliasi juga umumnya berkembang baik dalam
satuan batuan malihan Kompleks Pompangeo dan dibeberapa tempat dalam
amfibolit, sekis glaukofan dan serpentin yang tersekiskan dalam Kompleks
Ultramafik. Secara umum perdaunan berarah barat–timur dan baratlaut–
tenggara. Di beberapa tempat perdaunan terlipat dan pada jalur sesar menga
lami gejala kink banding.
Belahan umumnya berupa belahan bidang sumbu dan di beberapa tempat
berupa belahan retak (fracture cleavage). Belahan retak umumnya dijumpai
dalam batupasir malih dan batugamping malih. Secara umum bidang belahan
berarah sejajar atau hampir sejajar dengan bidang perlapisan; oleh karenanya
belahan ini digolongkan sebagai berjajar bidang sumbu. Kekar dijumpai
hampir pada semua batuan, terutama batuan beku (Kompleks Ultramafik dan
Mafik), batuan sedimen malih Mesozoikum, dan batuan malihan (Kompleks
Pompangeo). Dalam batuan Neogen kekar kurang berkembang.Sejarah
pengendapan batuan di daerah Sulawesi Tenggara diduga sangat erat
hubungannya dengan perkembangan tektonik daerah Indonesia bagian timur,
tempat Lempeng Samudera Pasifik, Lempeng Benua Australia dan Lempeng
Benua Eurasia saling bertumbukkan.

4.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur daerah penelitian di Dusun Vatutela Kelurahan Tondo Kecamatan


Mantikulore yaitu terdapat rekahan pada titik VT 509 terdapat stratigrafi yang
dimana nama batuannya adalah batu pasir, teksturnya berupa kerakal dan
berwarna coklat kemerah-merahan yang dimana stratigrafinya adalah pasir
laminasi.
BAB V

STRATIGRAFI

5.1 Pengertian Stratigrafi

Menurut Sudarno (2008), berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun


dari 2 (dua) suku kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata “stratos“, yang
artinya perlapisan dan kata “grafi” yang berasal dari kata “graphic/graphos”,
yang artinya gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi dalam arti
sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan.
Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-
macam batuan di alam dalam ruang dan waktu. Pada hakekatnya ada
hubungan tertentu antara kejadian dan aturan batuan di alam, dalam
kedudukan ruang dan waktu geologi. Stratigrafi membahas aturan, hubungan,
kejadian lapisan serta tubuh batuan di alam. Sandi stratigrafi dimaksudkan
untuk memberikan pengarahan kepada para ahli geologi yang bekerja
mempunyai persepsi yang sama dalam cara penggolongan stratigrafi. Sandi
stratigrafi memberikan kemungkinan untuk tercapainya keseragaman dalam
tatanama satuan-satuan stratigrafi. Pada dasarnya, Sandi Stratigrafi mengakui
adanya satuan lithostratigrafi, satuan litodemik, satuan biostratigrafi, satuan
sekuen stratigrafi, satuan kronostratigrafi dan satuan geokronologi. Sandi ini
dapat dipakai untuk semua macam batuan. Pengukuran stratigrafi merupakan
salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan.
Adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar setiap perlapisan
batuan/satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah sedimentasi
secara vertikal dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan. Di
lapangan, pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan dengan menggunakan
tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan yang menerus dalam
suatu lintasan. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan
batuannya, sehingga koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus
perlapisan tidak begitu besar. Berikut ini pengertian pengertian mengenai
Sandi Stratigrafi sebagai berikut:

a. Penggolongan Stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut


berbagai cara, untuk mempermudah pemerian, aturan dan hubungan
batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut diatas
dikenal sebagai satuan stratigrafi.

b. Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri


satuan tersebut sebagaimana didefinisikan. Batas satuan Stratigrafi jenis
tertentu tidak harus berimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain,
bahkan dapat memotong satu sama lain.

c. Tatanama Stratigrafi ialah aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi, baik


resmi maupun tak resmi, sehingga terdapat keseragaman dalam nama
maupun pengertian nama nama tersebut seperti misalnya:
Formasi/formasi, Zona/zona, Sistem dan sebagainya.

d. Tatanama Satuan Stratigrafi Resmi dan Tak Resmi. Dalam Sandi


Stratigrafi diakui nama resmi dan tak resmi. Aturan pemakaian satuan
resmi dan tak resmi masing-masing satuan stratigrafi, menganut batasan
satuan yang bersangkutan. Penamaan satuan tak resmi hendaknya jangan
mengacaukan yang resmi.

e. Stratotipe atau Pelapisan Jenis adalah tipe perwujudan alamiah satuan


stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan
stratigrafi. Tipe ini merupakan sayatan pangkal suatu satuan stratigrafi.
Stratotipe hendaknya memberikan kemungkinan penyelidikan lebih lanjut.
Stratotipe Gabungan ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi
beberapa sayatan komponen. Hipostratotipe ialah sayatan tambahan
(stratotipe sekunder) untuk memperluas keterangan pada stratotipe.
Lokasitipe ialah letak geografi suatu stratotipe atau tempat mula-mula
ditentukannya satuan stratigrafi.
f. Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau
penghubungan satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan
kesamaan waktu.

g. Horison ialah suatu bidang (dalam praktek, lapisan tipis di muka bumi atau
dibawah permukaan) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu.
Horison dapat berupa: horison listrik, horison seismik, horison batuan,
horison fosil dan sebagainya. Istilah istilah seperti : datum, marker, lapisan
pandu sebagai padanannya dan sering dipakai dalam keperluan korelasi.

h. Facies adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam
kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang
sama dikatakan berbeda facies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri
fisik, kimia atau biologinya.

5.2 Stratigrafi Regional

Menurut Sompotan (2012), berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur


batuan, terdapat 3 kelompok batuan pada daerah penelitian yaitu :

1. Batuan malihan kompleks mekongga batuan malihan berderajat rendah


(low grade metamorphic) ini merupakan batuan alas di lengan tenggara
sulawesi. batuan malihan kompleks mekongga ini diperkirakan berumur
permo-karbon. Dan termasuk kepada batuan metamorf fasies epidot-
amfibolit. Batuan malihan ini terjadi karena adanya proses burial
metamorphism. Batuan penyusunnya berupa sekis mika, sekis kuarsa,
sekis klorit, sekis mika-amfibol, sekis grafit dan genes.
2. Kelompok batuan sedimen mesozoikum di atas batuan malihan itu secara
takselaras menindih batuan sedimen klastika, yaitu formasi meluhu dan
sedimen karbonat formasi laonti. Keduanya diperkirakan berumur trias
akhir hingga jura awal. Formasi meluhu tersusun dari batusabak, filit dan
kuarsit, setempat sisipan batugamping hablur. Formasi laonti terdiri atas
batugampinghablur bersisipan filit di bagian bawahnya dan setempat
sisipan kalsilutit rijangan.
3. Kelompok mollasa sulawesi pada neogen tak selaras di atas kedua
mendala yang saling bersentuhan itu, diendapkan kelompok molasa
Sulawesi. Batuan jenis molasa yang tertua di daerah penelitian adalah
formasi langkowala yang diperkirakan berumur akhir miosen tengah.
Formasi ini terdiri dari batupasir konglomerat. Formasi langkowala
mempunyai anggota konglomerat yang keduanya berhubungan menjemari.
Di atasnya menindih secara selaras batuan berumur miosen akhir hingga
pliosen yang terdiri dari formasi eemoiko dan formasi boepinang. Formasi
eemoiko dibentuk oleh batugamping koral, kalkarenit, batupasir
gampingan dan napal. Formasi boepinang terdiri atas batulempung
pasiran, napal pasiran, dan batupasir. Secara tak selaras kedua formasi ini
tertindih oleh formasi alangga dan formasi buara yang saling menjemari.
Formasi alangga berumur pliosen, terbentuk oleh konglomerat dan
batupasir yang belum padat. Formasi buara dibangun oleh terumbu koral,
setempat terdapat lensa konglomerat dan batupasir yang belum padat.
Formasi ini masih memperlihatkan hubungan yang menerus dengan
partum buhan terumbu pada pantai yang berumur resen. Satuan batuan
termuda yaitu endapan sungai, rawa, dan kolovium.

5.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

Stratigrafi daerah penelitian di Dusun Vatutela Kelurahan Tondo Kecamatan


Mantikulore yaitu terdapat rekahan pada titik VT 509 terdapat stratigrafi yang
dimana nama batuannya adalah batu pasir, teksturnya berupa kerakal dan
berwarna coklat kemerah-merahan yang dimana stratigrafinya adalah pasir
laminasi.
BAB VI

KLASIFIKASI BATUAN

6.1 Definisi Klasifikasi Batuan

Menurut ( Rusman,2016 ), berdasarkan proses terjadinya batuan dibagi


menjadi 3, yaitu:

6.1.1 BATUAN BEKU (IGNEOUS ROCK)

Batuan ini adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin
dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah
permukaan maupun di atas permukaan. Magma merupakan cairan silikat
kental dan pijar yang bersifat mobile dengan suhu berkisar 1500-2500ºC
terdapat pada kerak bumi bagian bawah.

Jenis Batuan beku berdasarkan genetiknya:

1. Batuan beku intrusive, batuan beku yang berasal dari pembekuan magma
di dalam bumi, disebut juga dengan batuan plutonik. Berdasarkan kontak
dengan batuan sekitarnya.

Gambar 6.1.1.1 Contoh batuan Beku Intrusif (Noor, 2009)


2. Batuan beku ekstrusif, batuan beku yang berasal dari pembekuan magma
baik di daratan maupun di bawah permukaan laut yang disebut juga
dengan batuan vulkanik.

Gambar 6.1.1.1 Contoh Batuan ekstrusif (Noor,2009)

6.1.1.2 Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)

Kata sedimen berasal dari bahasa latin sedimentum, yang berarti


“penenggelaman” atau secara sederhana dapat diartikan dengan “endapan”,
yang digunakan untuk material padat yang diendapkan oleh fluida. Batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil dari rombakan batuan
lainnya (batuan beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri)
melalui proses pelapukan (weathering), erosi, pengangkutan (transport),
dan pengendapan, yang pada akhirnya mengalami proses litifikasi atau
pembatuan. Mekanisme lain yang dapat membentuk batuan sedimen
adalah proses penguapan (evaporasi), longsoran, erupsi gunungapi.
Batuan sedimen hanya menyusun sekitar 5% dari total volume kerak bumi.
Tetapi karena batuan sedimen terbentuk pada permukaan bumi, maka
meskipun jumlahnya relatif sedikit akan tetapi dalam hal penyebaran
batuan sedimen hampir menutupi batuan beku dan metamorf. Batuan
sedimen menutupi sekitar 75% dari permukaan bumi.
6.1.1.2 Contoh batuan sedimen (Noor,2009)

6.1.1.3 Batuan metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfisme


pada batuan yang telah ada sebelumnya. Batuan asalnya (yang telah ada
sebelumnya) dapat berupa batuan beku, sedimen maupun metamorf.
Proses metamorfosisme adalah proses yang menyebabkan perubahan
komposisi mineral, tekstur dan struktur pada batuan karena panas dan
tekanan tinggi, serta larutan kimia yang aktif. Proses-proses metamorfisme
itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena
pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak
bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesa. Proses metamorfisme ini meliputi,
Rekristalisasi, Reorientasi, pembentukan mineral baru (dari unsur yang telah
ada sebelumnya).

6.1.1.3 Contoh batuan Metamorf (Noor,2009)


6.2 Klasifikasi Batuan Regional

Batuan tertua di daerah yang dipetakan adalah metamorf dan tersingkap


hanya pematang timur yang merupakan intinya. Kompleks itu terdiri dari
sekis amfibiotit, sekis, genes dan pualam. Sekis terdapat banyak di sisi barat,
sedangkan genes dan pualam terdapat banyak di sisi timur. Tubuh-tubuh
intrusi tak terpetakan, umumnya selebar kurang dari 50 meter, menerobos
kompleks batuan metamorf, dengan berjangka dari diorite hingga grandiotit.
Umur metamorfisme tak diketahui, boleh jadi pra-Tersier. Formasi Tinombo
Ahlburg, formasi ini tersingkap luas, baik di pematang timur maupun barat.
Batuan ini menindih kompleks batuan metamorf secara tidak selaras. Di
dalamnya terkandung rombakan yang berasal dari batuan metamorf. Endapan
itu terdiri terutama dari serpih, batupasir, konglomerat, batugamping, rijang,
radiolarian dan batuan gunungapi, yang diendapkan di dalam lingkungan laut.
Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin, batuan ini terdapat pada ketinggian lebih
rendah pada sisi-sisi kedua pematang, menindih secara tidak selaras Fondasi
Tinombo dan kompleks batuan, mengandung rombakan yang berasal dari
formasi-formasi lebih tua, dan terdiri dari konglomerat, batupasir,
batulumpur, batugamping-koral, dan napal, yang semuanya mengeras lemah,
(Peta RBI Sulawesi Tengah, 2015).

6.3 Klasifikasi Batuan Daerah Penelitian

Adapun keadaan pada daerah vatutela kelurahan tondo, kecamatan


Mantikulore, Kota Palu, provinsi Sulawesi Tengah pada penelitian ini kami
menemukan batuan sedimen dan batuan beku.
BAB VII

PEMETAAN DASAR

6.1 Pengertian Peta

Menurut Hartono (2007), peta adalah gambar muka bumi sebagian atau
seluruhnya pada bidang datar, yang diperkecil menggunakan skala.
(International Cartographic Association (ICA). Peta dengan globe dan denah
memiliki persamaan yaitu sama-sama menggambarkan muka bumi,
perbedaannya peta dan denah pada bidang datar globe pada bidang bola, peta
dan globe memiliki skala sedang denah tidak. Beberapa komponen yang ada
pada peta digunakan untuk memperjelas informasi peta antara lain:

a. Judul Peta, judul peta menggambarkan informasi tentang isi peta, dan


peruntukan pembuatan peta.
b. Tanda Orientasi untuk menunjukkan arah mata angin, biasanya arah utara
ke atas dengan simbol tanda panah.
c. Skala peta, ada tiga jenis skala peta, (1) skala angka, (2) skala grafis, dan
(3) skala verbal.
d. Lettering, atau tulisan pada peta.
e. Legenda, berisi keterangan simbol yang digunakan pada peta
f. Simbol peta, ada tiga jenis simbol peta, (1) simbol titik, biasanya
digunakan untuk menandai suatu lokasi  (2) simbol garis, untuk
menunjukkan bentuk-bentuk objek yang linier, seperti jalan, sungai, atau
batas wilayah, (3) simbol area, untuk menandakan wilayah yang memiliki
luas.
g. Garis koordinat untuk menunjukkan lokasi absolute suatu tempat pada
garis lintang (paralel) dan garis bujur (meridian) bumi.
h. Lembaga pembuat, data ini penting untuk menunjukkan kredibelitas
sebuah peta
i. Peta inset adalah peta lain dengan sekala yang berbeda yang dimunculkan
pada peta induk
j. Sumber peta, biasanya peta disusun atas berbagai sumber informasi.
k. Garis tepi, salah satu perbedaan peta dengan lukisan adalah peta selalu
menggunakan garis tepi
l. Tahun pembuatan, data ini untuk menunjukkan aktualitas peta.

Proyeksi peta adalah metode untuk menggambar bentuk muka bumi dari
bidang lengkung ke bidang datar. Di dalam melakukan kegiatan proyeksi peta,
ada beberapa hal yang tidak boleh terabaikan, yaitu: (1) peta harus equivalen,
yaitu peta harus sesuai dengan luas sebenarnya di permukaan bumi setelah
dikalikan dengan skala. (2) peta harus equidistan, yaitu peta harus mempunyai
jarak-jarak yang sama dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi setelah
dikalikan dengan skala. (3) peta harus konform, yaitu bentuk-bentuk atau
sudut-sudut pada peta harus dipertahankan sesuai dengan bentuk sebenarnya di
permukaan bumi.

Berdasarkan isi data yang disajikan peta dikelompokkan menjadi :

1. Peta umum, yakni peta yang menggambarkan kenampakan bumi, baik


fenomena alam atau budaya. Peta umum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Peta topografi, yaitu peta yang menggambarkan permukaan bumi
lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi ke
dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur adalah
garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai
ketinggian yang sama.
b. Peta korografi, yaitu peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian
permukaan bumi yang bersifat umum, dan biasanya berskala sedang. 
c. Peta dunia atau geografi, yaitu peta umum yang berskala sangat kecil
dengan cakupan wilayah yang sangat luas.

2. Peta khusus (peta tematik), yaitu peta yang menggambarkan informasi


dengan tema tertentu/khusus. Misalnya, peta politik, peta geologi, peta
penggunaan lahan, peta persebaran objek wisata, peta kepadatan
penduduk, dan sebagainya.

Peta berdasarkan sumber datanya dikelompokkan menjadi :

1. Peta turunan (Derived Map) yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada
acuan peta yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan survei langsung ke
lapangan.
2. Peta induk yaitu peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan.

Peta berdasarkan skala dikelompokkan menjadi :


1. Peta kadaster (sangat besar) adalah peta yang berskala > 1: 100 sampai >
1: 5000. Contoh: Peta pertanahan, Peta Pertambangan
2. Peta besar adalah peta yang berskala > 1: 5000 sampai > 1: 250.000.
Contoh: peta kecamatan/kabupaten
3. Peta sedang adalah peta yang berskala > 1: 250.000 sampai > 1: 500.000.
Contoh: peta provinsi
4. Peta kecil adalah peta yang berskala > 1: 500.000 sampai > 1: 1.000.000.
Contoh: peta Negara
5. Peta geografis (sangat kecil) adalah peta yang berskala > 1: 1.000.000 ke
bawah. Contoh: Peta benua/dunia

Peta berdasarkan tingkat kedetailan dikelompokkan menjadi :

1. Peta detail, peta yang skalanya > 1:25.000


2. Peta semi detail, peta yang skalanya > 1:50.000
3. Peta tinjau, peta yang skalanya > 1:250.000
6.2 Kontur

6.3 Peta Topografi (2D & 3D)

6.4 Peta Geomorfologi

6.5 Peta Geologi

6.6 Peta Vegetasi


BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini, yaitu :


1. Topografi adalah studi mengenai bentuk permukaan bumi. Dalam hal ini
bentuk permukaan yang diamati adalah di Dusun Vatutela, Kelurahan
Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Satuan geomorfologi yang ada di Dusun Vatutela, Kelurahan Tondo,
Kecamatan Mantikulore Kota palu, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari
satuan geomorfologi perbukitan rendah, perbukitan dan perbukitan tinggi.
3. Kondisi fisiografi pada Dusun Vatutela, Kelurahan Tondo, Kecamatan
Mantikulore Kota palu, Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagian besar
merupakan daerah tebing, lereng dan badan sungai dan juga sungai mati.
Tebing yang tersusun dari batuan sedimen kompak dan bebatuan lepas
dengan kelembapan udara yang cenderung sama disetiap lokasi.
4. Struktur geologi yang nampak pada Dusun Vatutela, Kelurahan Tondo,
Kecamatan Mantikulore Kota palu, Provinsi Sulawesi Tengah adalah
kekar dan rekahan.
5. Stratigrafi atau pelapisan batuan pada Dusun Vatutela, Kelurahan Tondo,
Kecamatan Mantikulore Kota palu, Provinsi Sulawesi Tengah adalah
sebagian besar terdiri dari batuan sedimen serpih, grewak dan batupasir,
batuan beku granit dan andesit serta sebagian kecil terdiri atas jenis batuan
metamorf genes.

8.2 Saran

sebaiknya dalam melakukan Studi Ekskursi Geologi Geofisika ini agar lebih
dikuasi lagi konsep dasar dan teori-teori serta cara melakukan pengukuran agar
data pengamatan yang didapatkan menjadi lebih baik.
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP

Judul : Studi Ekskursi Geologi Geofisika (SEGG)


Nama : Gita Putri Wulandari
Stambuk : G 811 18 010
Kelompok : III ( Tiga )
Disetujui tanggal :

ASISTEN

Asisten 1 : Faiz Al Fayed ....................

Asisten 2 : Sunaldi ....................

Asisten 3 : Siti Marwah ....................

Asisten 4 : Ibnu Julyansyah ....................

Asisten 5 : Rezi Anjarsari ....................

Asisten 6 : Ilham Achil Maulana ....................

Mengetahui,

Dosen Pengampu Koordinator Asisten

Muhammad Rusli, S.Si., M.Si Ismail


NIP. 197009172000031001 NIM. G 101 15 009
DAFTAR PUSTAKA

Flaming, John. 2001 Dictionary of Geology. London: The Pengue Reference.


Hartono. 2007. Geografi Jelajah Bumi Dan Alam Semesta. Bandung: Citra Praya.
Legget, R. F., 1962, Geology and Engineering. New York: Mc Graw Hill Book
Company
Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology: An Introduction To The Study Of
Landscape. New York and London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc.
Noor, Djauhari, 2009. Pengantar Geologi. Yogyakarta. Deepublish.
Noor, Djauhari, 2010. Geomorfologi. Bogor: Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik. Universitas Pakuan.
Noor, Djauhari, 2014. Geomorfologi. Yogyakarta. Deepublish.
Noor, Djauhari, 2014. Pengantar Geologi. Yogyakarta. Deepublish.
Priyono, dkk. 1995. Statistik Geografi. Surakarta: Fakultas Geografi UMS.
Rezkiarti Janat, Nunik, dkk, 2017. Kajian Geologi Teknik di Kawasan
Pertambangan Emas Poboya Palu Sulawesi Tengah. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
Rusman, Muh. Khairil. 2016. Geologi Dasar. Kendari : Tidak diterbitkan
Sholicin, Mohammad. 2018. Buku Ajar Panduan Penyelidikan Lapangan
Hidrogeologi. Malang. UB Press
Sompotan, Armstrog F. 2012. Struktur Geologi Suawesi. Perpustakaan Sains
Kebumian. Institut Teknologi Bandung.
Strahler, A. N. 1969. Physical Geography. New York: Jhon Wiley and Sons Inc.
Taryono. 1997. Geografi Tanah, Survei Dan Pemetaan Buku Pegangan
Kuliah. Surakarta: Fakultas Geografi UMS.
Sudarno, M.T. dkk. 2008. Panduan Praktikum Geologi Struktur. Jurusan Teknik
Geologi UGM.
Taryono. 1997. Geografi Tanah, Survei Dan Pemetaan Buku Pegangan Kuliah.
Surakarta: Fakultas Geografi UMS.

Thornbury, William D. 1969. Principles of Geomorphology, Jhon Willey & Sons:


New York.
LAPORAN LENGKAP
STUDI EKSKURSI GEOLOGI GEOFISIKA
GEOLOGI DAERAH VATUTELA KELURAHAN TONDO
KECAMATAN MANTIKULORE KOTA PALU
PROVINSI SULAWESI TENGAH

GITA PUTRI WULANDARI


G 811 18 010

PRODI STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 2019

Anda mungkin juga menyukai

  • Munirwansyah Prosiding
    Munirwansyah Prosiding
    Dokumen7 halaman
    Munirwansyah Prosiding
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen10 halaman
    Kata Pengantar
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • PENGABDIAN GMD - New
    PENGABDIAN GMD - New
    Dokumen10 halaman
    PENGABDIAN GMD - New
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Metode em New 9 Ok
    Metode em New 9 Ok
    Dokumen30 halaman
    Metode em New 9 Ok
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • S FIS 1505006 Title
    S FIS 1505006 Title
    Dokumen20 halaman
    S FIS 1505006 Title
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen15 halaman
    Bab 2
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Das Lembah Palu
    Das Lembah Palu
    Dokumen1 halaman
    Das Lembah Palu
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Masw
    Makalah Masw
    Dokumen10 halaman
    Makalah Masw
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen68 halaman
    Bab Ii
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • PHT 06
    PHT 06
    Dokumen14 halaman
    PHT 06
    la gusland
    Belum ada peringkat
  • Mulai: Pelanggan
    Mulai: Pelanggan
    Dokumen1 halaman
    Mulai: Pelanggan
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Fisio Graf I
    Fisio Graf I
    Dokumen1 halaman
    Fisio Graf I
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kwuuuuu
    Kwuuuuu
    Dokumen14 halaman
    Kwuuuuu
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Kwuuuuu
    Kwuuuuu
    Dokumen14 halaman
    Kwuuuuu
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Pengantar Teknik Geofisika
    Pengantar Teknik Geofisika
    Dokumen10 halaman
    Pengantar Teknik Geofisika
    Gita Putri Wulandari
    Belum ada peringkat