Anda di halaman 1dari 18

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF

SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) PETANI

Penulis

Nama : Yuli HS

NPM : 2024133001

P.S. : Magister Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian

Mata Kuliah : Pembangunan Berkelanjutan

Dosen : Dr. Ir. Sumaryo Gito Saputro, M.Si.

Program Studi Magister Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Bandar Lampung
21 November 2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pembangunan berkelanjutan merupakan isu utama dalam semua aspek


kehidupan yang berkaitan dengan bidang pembangunan. Kemajuan suatu
peradaban di wilayah manapun dapat terwujud dengan melaksanakan
pembangunan disegala bidang. Pembangunan dalam konteks yang lebih nyata
dalam sebuah negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang
lebih tersebar rata dan menumbuhkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik.
Keberhasilan pelaksanaannya memerlukan kebijakan, perencanaan, dan proses
pembelajaran sosial yang terpadu, dalam politiknya dimana dibutuhkan
dukungan masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan
kegiatan dunia usahanya. Peningkatan taraf hidup masyarakat selalu menjadi
fokus utama tujuan dari proses pembangunan, titik tolak pembangunan dimulai
dari tindakan mengurangi masalah dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan
peningkatan untuk mencapai standar yang layak.

Indonesia merupakan negara pertanian yang artinya pertanian memegang


peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat
ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau
bekerja dari sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari
pertanian. Menurut Suryana (2003) sektor pertanian dengan produksi berbagai
komoditas bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan nasional, telah
menunjukkan kontribusi yang sangat signifikan. Kebutuhan pangan akan terus
meningkat dalam jumlah, keragaman, dan mutunya, seiring dengan
perkembangan populasi kualitas hidup masyarakat. Jumlah penduduk
Indonesia yang cukup besar, sekitar 204 juta jiwa dan terus bertambah 1,6
persen per tahun, membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup besar, yang
tentunya akan memerlukan upaya dan sumberdaya yang besar untuk
memenuhinya. Tanpa manajemen sumber daya manusia yang handal,
pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber -sumber lainnya menjadi
tidak berdaya guna dan berhasil guna. Dalam situasi demikian tidak mustahil
gambaran tentang usaha pencapaian tujuan nasional menjadi kabur yang pada
gilirannya dapat berakibat pada kegelisahan atau keresahan dikalangan
masyarakat (Siagian, 2011). Rendahnya mutu sumberdaya manusia, termasuk
disektor pertanian khususnya petani juga sebagian besar petugas/aparat
teknis/penyuluh pertanian, padahal SDM petani/pelaku agribisnis juga aparat
penyuluh pertanian merupakan dua pilar pokok dalam pembangunan pertanian
terutama pengembangan sistem dan usaha agribisnis. SDM pertanian yang
berkualitas adalah prasyarat mutlak keberhasilan pembangunan pertanian
berkelanjutan.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah: bagaimana peranan sumber


daya manusia petani terhadap pembangunan pertanian berkelanjutan?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan karya tulis ini adalah: untuk mengetahui peranan
sumber daya manusia petani terhadap pembangunan pertanian berkelanjutan
II. PEMBAHASAN

Selama ini, dengan adanya peranan sumber daya manusia (SDM) pertanian di
dalam pembangunan sektor pertanian yang diharapkan sumber daya manusia
yang mampu meningkatkan peranannya didalam sektor pertanian, dalam arti luas
adalah sektor pertanian dalam berbagai lini termasuk didalamnya usaha-usaha
pertanian dan segala hal yang mampu menunjang perkembangan maupun
kontinuitas kegiatan yang berguna bagi pertanian dan sektor-sektor lain yang
terhubung dengan pertanian secara langsung maupun yang mendukung pertanian
secara tidak langsung diharapkan pembangunan pertanian yang mampu untuk
memenuhi kriteria perkembangan ekonomi pertanian secara merata diseluruh
aspek bidang pertanian. Kita tidak mampu mengesampingkan dengan adanya
sumber daya manusia pertanian yang baik didalam menjalani perkembangan
pembangunan dipertanian.

SDM yang baik mampu menjunjung tinggi segala macam aspek didalam
pembangunan pertanian sehingga penbangunan pertanian mampu untuk
meningkatkan kegiatannya dalam mendukung perekonomian masyarakat
pertanian itu sendiri. Didalam pembangunan pertanian peran SDM itu sendiri
mendapatkan perhatian secara khusus dengan diadakannya berbagai macam
pelatihan khusus mengenai SDM itu sendiri dan menjalankan seminar-seminar
yang membahas tentang SDM pertanian. Adanya otonomi daerah dimana daerah
sebagai pelaksana pembangunan pertanian menuntut jumlah dan SDM institusi
pertanian yang memadai. Selama ini fakta menunjukkan pembangunan pertanian
kurang menjadi prioritas pembangunan di daerah, namun sekarang peranan SDM
pertanian mulai diperhatikan jika hal ini berkelanjutan dan terus berkelanjutan
maka dibutuhkan SDM yang sanggup memenuni kebutuhan yang ada.
Menurut Aida Hubeis (1993), pelaksanaan pembangunan pertanian ini akan
berhasil jika semua sumber daya manusia dalam hal ini tidak hanya pria, tetapi
juga perempuan yang jumlahnya sekitar 78% dari seluruh penduduk perempuan
Indonesia yang tinggal dipedesaan dan lebih dari setengahnya memperoleh nafkah
hidup dari sektor pertanian. Untuk mewujudkan agribisnis yang berdaya saing
diperlukan SDM pertanian yang profesional, kreatif, inovatif, kredibel, dan
berwawasan global. Dan agar pembangunan pertanian terus berkelanjutan perlu
adanya peningkatan sumber daya manusia pertanian melalui kegiatan
pengembangan masyarakat.

Peningkatan sumber daya manusia pengembangan masyarakat (community


development) merupakan konsep pembangunan masyarakat yang dikembangkan
dan diterapkan sejak dasawarsa 1960-an, yaitu dalam rencana pembangunan lima
tahun 1956—1960 atau dikenal dengan nama Rencana Juanda yang disusun oleh
Biro Perancang Negara (Zamhariri, 2008). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
bahkan sejak tahun 1954 telah menggunakan istilah community development
sebagai suatu penggunaan berbagai pendekatan dan teknik dalam suatu program
tertentu pada masyarakat setempat sebagai kesatuan tindakan dan mengutamakan
perpaduan antara bantuan yang berasal dari luar dengan keputusan dan upaya
masyarakat yang terorganisasi. Program-program tersebut dimaksudkan sebagai
upaya untuk mendorong prakarsa dan kepemimpinan setempat sebagai sarana
perubahan sesungguhnya. Di negara-negara berkembang, program ini
memberikan perhatian utama pada kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan warga masyarakat, termasuk di dalamnya
pemenuhan kebutuhan non-material (Mohd. Shukri Abdullah, 1994).

Konsep pembangunan masyarakat, komunitas digambarkan sebagai elemen-


elemen pokok masyarakat yang ada dalam batas geografis tertentu dimana mereka
dapat mengembangkan interaksi sosial dengan ikatan-ikatan psikologi satu sama
lain dan dengan tempat tinggal mereka. Selanjutnya James Christensen
mengidentifikasi tiga pendekatan dalam pengembangan masyarakat, yaitu
menolong diri sendiri (self-help), pendekatan konflik, dan pendampingan teknik
(technical assistance). Dalam konsep pembangunan masyarakat juga dikenal
istilah pemberdayaan yang berasal dari kata empowerment. Konsep ini digunakan
sebagai alternatif dari konsep-konsep pembangunan yang selama ini dianggap
tidak berhasil memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah-masalah
besar, khususnya masalah kekuasaan (power) dan ketimpangan (inequity)
(Kartasasmita, Ginandjar 1996).

Pemberdayaan adalah suatu proses menolong individu dan kelompok masyarakat


yang kurang beruntung agar dapat berkompetisi secara efektif dengan kelompok
kepentingan lainnya dengan cara menolong mereka untuk belajar menggunakan
pendekatan lobi, menggunakan media, terlibat dalam aksi politik, memberikan
pemahaman kepada mereka agar dapat bekerja secara sistematik, dan lain-lain
(Ife, 1995). Sedangkan Friedman (1992) mengatakan bahwa pemberdayaan
adalah sebuah politik pembangunan alternatif yang menekankan keutamaan
politik sebagai sarana pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan
masyarakat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui
partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung.
Konsep pemberdayaan masyarakat mencerminkan paradigma baru pembangunan.
Konsep ini lebih luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic needs)
atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut.

Kaitan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat diuraikan dengan sangat


baik oleh Adi Fahrudin yang mengatakan bahwa pengembangan masyarakat harus
didasarkan pada asumsi, nilai, dan prinsip-prinsip agar dalam pelaksanaannya
dapat memberdayakan masyarakat berdasarkan inisiatif, kemampuan, dan
partisipasi mereka sendiri. Pengertian dan peranan sumber daya manusia yang
dibangun atau dikembangkan melalui proses pembangunan dari SDM itu dapat
dipertanyakan, apanya dari SDM itu yang harus dibangun sehingga terwujud
manusia seutuhnya atau manusia yang berbobot atau yang berkualitas sesuai
dengan hakikat dan sasaran pembangunan nasional Indonesia. Yang perlu
dibangun adalah daya yang berasal atau bersumber dari manusia itu ataukah
manusia yang menghasilkan daya itu yang harus dibangun atau dikembangkan.
Menurut Hasibuan (2003) Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari
daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan
oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh
keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Sumber daya manusia atau man power
disingkat SDM merupakan yang dimiliki setiap manusia. SDM terdiri dari daya
fikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia
ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur
utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih
tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang
dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan
pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion
Quality (EQ).

Menurut Gouzali Syadam (2000) sumber daya manusia (SDM) semula merupakan
terjemahan dari human recources. Namun ada pula para ahli yang menyamakan
SDM dengan manpower atau tenaga kerja, bahkan sebagian orang menyetarakan
pengertian SDM dengan personnel (personalia, kepegawaian dan sebagainya).
Menurut Abdurrahmat Fathoni (2006) Sumber daya manusia merupakan modal
dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai
unsur terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut.
Waktu, tenaga, dan kemampuanya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal
bagi kepentingan organisasi, maupun bagi kepentingan individu. Sebagai faktor
pertama dan utama dalam proses pembangunan, SDM selalu menjadi subjek dan
objek pembangunan. Proses administrasi pun sangat dipengaruhi oleh manajemen
sumber daya manusia.

Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian sumber daya manusia yaitu:
a. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil,tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagaipenggerak organisasi
dalam mewujudkan eksistensinya.
c. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi
sebagai modal (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis, yang
dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik
dalam mewujudkan eksistensi organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia


adalah suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara
manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal
bagi pencapaian tujuan organisasi (lembaga). Sumber daya manusia memiliki
keinginan, harga diri, pikiran, hak asasi, ingin dihormati, dan lain-lain. Oleh
karena itu sumber daya manusia harus diperlakukan sama secara hati-hati dan
penuh kearifan. Sumber daya manusia adalah ujung tombak pelayanan, sangat
diandalkan untuk memenuhi standar mutu yang diinginkan. Upaya-upaya
manusia itu bukan sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang dan berubah,
seirama dengan dinamika kehidupan manusia, yang berlangsung dalam
kebersamaan sebagai suatu masyarakat. Oleh karena itu, salah satu situasi yang
mendukung adalah seluruh peraturan pengelolaan sumber daya manusia yang
berdampak pada perlakuan yang sama.

Pemberdayaan Petugas Penyuluh

Petugas penyuluhan mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap keberhasilan


suatu program pembangunan pertanian berkelanjutan. Menurut Mundy (2000),
kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi,
sifat adopter, dan perilaku pengantar perubahan (peneliti atau penyuluh). Menurut
Bunch (2001), rancangan terbaik di dunia pun tidak akan menjadi program yang
berhasil kalau petugasnya tidak berkemampuan dan kemauan untuk
menjadikannya berhasil. Seringkali kompetensi dan motivasi petugas menjadi
faktor pembatas efektifitas suatu program, dan yang paling sering menjadi
masalah adalah kurangnya motivasi. Motivasi merupakan ruh dari pemberdayaan,
hal ini senada dengan yang disampaikan Wahyuni (2000) bahwa pemberdayaan
(empowerment) berarti memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat
agar menggali potensi yang ada untuk ditingkatkan kualitasnya. Setelah inovasi
tepat guna diperoleh, metode penyuluhan yang efektif diketahui, selanjutnya
adalah memilih agen penyuluhan yang baik. Dengan kata lain, produk/inovasi
yang akan disampaikan ke petani harus bermutu (good innovations), cara
menyampaikan produk/inovasi ke petani harus bermutu (good extension method),
dan orang yang menyampaikan harus bermutu (good extension agent). Akhirnya,
dengan penerapan total qualitiy management dalam penyuluhan, diharapkan
percepatan adopsi dan difusi inovasi akan berhasil.

Agen penyuluhan merupakan individu atau institusi yang mempunyai tugas pokok
memberikan pendidikan informal kepada petani dan keluarganya tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan usahatani dengan maksud agar mereka mampu,
sanggup, dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan
keluarganya atau bila memungkinkan mampun meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekelilingnya.

Penguatan Kelembagaan Petani

Menurut Kedi Suradisastra (2008), langkah-langkah pemberdayaan kelembagaan


petani sebagai suatu upaya perubahan sosial diawali dengan tahap diagnostik.
Dalam fase ini dilakukan diagnosa atau analisis situasi lintas sektor, lintas
disiplin, dan lintas aspek elemen-elemen perubahan sosial di suatu wilayah
pembangunan. Dalam tahap ini kelompok perekayasa model pemberdayaan
(ilmuwan dari berbagai disiplin keilmuan) merupakan aktor utama dalam proses
identifikasi dan diagnosa masalah lapangan. Dalam fase ini, lembaga riset dan
perguruan tinggi diposisikan sebagai lembaga pembinaan (penyuluhan) sedangkan
lembaga perancangan pembangunan daerah berperan sebagai pemberi input.
Tahap diagnostik dilanjutkan dengan tahap rancang bangun dimana peran
lembaga pembinaan dan penyuluhan meningkat secara proporsional. Lembaga
perancangan pembangunan secara politis mulai berperan dalam kegiatan
koordinasi dan administratif kewilayahan. Petugas dan penyuluh lapang sebagai
ujung tombak pemberdayaan memegang posisi kunci dalam menghimpun,
merangkum menyaring dan menganalisis situasi sosio teknis petani setempat.

Setiap upaya dan tahap perekayasaan kelembagaan senantiasa dihadapkan pada


pilihan paradigma penerapan yang bersifat evolutif atau revolutif. Paradigma
evolusi dicerminkan dalam proses yang lambat dan teratur dengan sedikit
mungkin korbanan yang diberikan kelembagaan sebagai suatu sistem yang
memiliki tatanan dan hierarki strtuktural. Pendekatan evolutif disesuaikan dengan
proses evolusi sosial secara alami dimana perubahan dan penerapan model
pemberdayaan dilakukan secara bertahap tanpa melakukan perubahan drastis
terhadap pola kegiatan yang tengah berlangsung. Strategi ini memakan waktu
relatif lama dan proses adopsi terjadi secara bertahap karena kelompok
stakeholder memiliki cukup waktu untuk memahami, mengevaluasi, dan
melakukan eksperimentasi penerapan teknik pemberdayaan secara gradual.
Paradigma revolusi dalam proses perubahan sosial kelembagaan dimanifestasikan
dalam bentuk pendekatan dan proses secara cepat. Model dan strategi
pemberdayaan yang tengah berjalan digantikan secara total dengan model dan
struktur yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan. Pada umumnya paradigma
ini dapat disejajarkan dengan pola pendekatan top-down dengan parameter
pemberdayaan subyektif. Kedua paradigma di atas selalu terdapat dalam setiap
langkah pemberdayaan dalam proporsi yang sejalan dengan kondisi dan status
pemberdayaan kelembagaan yang bersangkutan. Evolusi kelembagaan dari tahap
non formal dan non struktur ketingkat formal terstruktur dilakukan setelah
langkah-langkah diatas berjalan lancar dan pola komunikasi telah terbentuk.
Namun pada era reformasi yang menggebu-gebu akhir-akhir ini suara perombakan
pendekatan dari atas ke bawah (top down) kepola pendekatan pembangunan dari
bawah ke atas (bottom-up) semakin lantang. Kedua pola pendekatan ini pada
hakikatnya memiliki penyimpangan dalam pemahaman dan penerapannya. Pola
pendekatan top-down menganut paham bahwa perencana, teknokrat dan pakar
memiliki seluruh pengetahuan dan informasi, kearifan dan moral yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan pembangunan. Masyarakat hendaknya berterima kasih
karena mereka merupakan kelompok yang akan menikmati hasil pembangunan
tersebut. Penyimpangan pemahaman pendekatan bottom-up percaya bahwa
masyarakat memiliki semua materi yang dibutuhkan untuk pembangunan yang
mereka inginkan tanpa campur tangan para birokrat dan teknokrat. Pengalaman
menunjukkan bahwa masyarakat hendaknya diikutsertakan dalam upaya
pengentasan kemiskinan dengan bantuan dan tuntunan pelaksana kebijaksanaan.
Dalam kondisi ini harapan dan energi sosial berpadu dengan bimbingan untuk
mencapai tujuan. Sikap ini menempatkan masyarakat sebagai mitra pembangunan
dan bukan semata-mata sebagai “penikmat hasil pembangunan”.

Sumberdaya yang tersedia di masyarakat petani, baik sumberdaya finansial


maupun sumberdaya nonfinansial dapat dimanfaatkan secara lokal dan
disesuaikan dengan kebutuhan setempat (locally and finely tuned). Hal ini
dimungkinkan karena kebutuhan pembangunan dapat diprioritaskan sesuai dengan
kebutuhan riil. Masyarakat yang diikutsertakan dalam proses pengambilan
keputusan dan implementasinya akan lebih responsif untuk turut memikul
tanggung jawab pengelolaan pelaksanaan kegiatan.

Pertanian Berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari


konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor
pertanian. Konsep pembangunan berkelanjutan mulai dirumuskan pada akhir
tahun 1980-an sebagai respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang
terfokus pada tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah
menimbulkan degradasi kapasitas produksi maupun kualitas lingkungan hidup.
Konsep pertama dirumuskan dalam Bruntland Report yang merupakan hasil
kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan
Bangsa-Bangsa: “Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang
mewujudkan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk mewujudkan kebutuhan mereka.”

Bedasarkan definisi pembangunan berkelanjutan tersebut, Organisasi Pangan


Dunia mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai berikut: “manajemen dan
konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan
kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia
generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan
menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak
merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan
diterima secara sosial” (FAO, 1989).
Sejak akhir tahun 1980-an kajian dan diskusi untuk merumuskan konsep
pembangunan bekelanjutan yang operasional dan diterima secara universal terus
berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan
pembangunan bekelanjutan, dan tentunya masih ada banyak lagi yang luput dari
catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan berkelanjutan,
termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu
pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinghe, 1993). Dengan
perkataan lain, konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan
kehidupan sosial manusia (people), keberlanjutan ekologi alam (planet), atau pilar
Triple-P seperti pada Gambar 1.

Dimensi Ekonomi (Profit )


• Efisiensi
• Daya saing
• Nilai tambah dan laba
• Pertumbuhan
• Stabilitas

Dimensi Sosial
Dimensi Lingkungan Alam • Kemiskinan
• Keragaman hayati • Kemerataan
• Daya luntur ekosistem • Partisipasi
• Konservasi alam • Stabilitas sosial
• Kesehatan lingkungan • Preservasi budaya

Gambar 1. Segitiga pilar pembangunan (pertanian berkelanjutan)

Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang


dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi
basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indikator utama dimensi ekonomi
ini ialah tingkat efisiensi, dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah
(termasuk laba), dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek
pemenuhan kebutuhan ekonomi (material) manusia baik untuk generasi sekarang
maupun generasi mendatang.

Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan


kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
(termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal
sosio kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu,
pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan,
partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan indikator-
indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan.

Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam


yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam hal
ini ialah terpeliharanya keragaman hayati dan daya lentur biologis (sumberdaya
genetik), sumberdaya tanah, air dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan
lingkungan. Penekanan dilakukan pada preservasi daya lentur (resilience) dan
dinamika ekosistem untuk beradaptasi terhadap perubahan, bukan pada konservasi
suatu kondisi ideal statis yang mustahil dapat diwujudkan. Ketiga dimensi
tersebut saling mempengaruhi sehingga ketiganya harus diperhatikan secara
berimbang. Sistem sosial yang stabil dan sehat serta sumberdaya alam dan
lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan
ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya stabilitas sosial budaya
maupun kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem sosial yang
tidak stabil atau sakit (misalnya terjadinya konflik sosial dan prevalensi
kemiskinan) akan cenderung menimbulkan tindakan yang merusak kelestarian
sumberdaya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara ancaman
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan (misalnya kelangkaan tanah dan air)
dapat mendorong terjadinya kekacauan dan penyakit sosial.

Dalam perspektif dinamis jangka panjang terdapat dua skenario ekstrim yang
mungkin terjadi. Pertama, skenario malapetaka (doom scenario) yakni terjadinya
spiral atau lingkaran resesi ekonomi – penyakit sosial – degradasi alam. Resesi
ekonomi yang dicirikan oleh pertumbuhan negatif perekonomian dalam waktu
yang cukup lama berdampak pada semakin meluasnya prevelensi kemiskinan dan
rawan pangan. Tekanan kemiskinan dan ancaman kelaparan mendorong
tumbuhnya berbagai penyakit sosial seperti pencurian dan bahkan kekacauan
sosial, selanjutnya mendorong masyarakat melakukan eksploitasi berlebihan
terhadap sumberdaya alam sehingga kapasitas produksi sumberdaya alam
mengalami degradasi dan kesehatan lingkungan makin memburuk. Menurunnya
kualitas sumberdaya manusia, modal sosial dan kapasitas produksi sumberdaya
alam menyebabkan resesi ekonomi berlanjut makin parah, dan demikian
seterusnya (Gambar.2).

Kemiskinan

Resesi Rawan
ekonomi pangan

Degradasi
sumberdaya Krisis
alam dan Sosial
lingkungan

Gambar 2. Skenario Siklus Malapetaka Kemelaratan

Skenario kedua ialah lingkaran kondisi keemasan (golden state scenario).


Perekonomian yang tumbuh cukup pesat, memungkinkan investasi untuk
peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta perluasan dan perbaikan modal
sosial. Terpenuhinya kebutuhan hidup dan sosial mendorong terjadinya proses
internalisasi kebutuhan akan kenyamanan lingkungan hidup dan pelestarian
sumberdaya alam. Sumberdaya manusia, sosial, alam dan lingkungan yang
semakin baik selanjutnya akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan sehingga tercipta kondisi ideal yakni zaman keemasan adil dan
makmur (Gambar.3).
Kesejahteraan
sosial
Pertumbuhan
ekonomi
berkelanjutan Kelestarian sumber
daya alam dan ke-
nyamanan lingku-
ngan

Gambar.3. Skenario Lingkaran Kondisi Keemasan

Visi pembangunan (pertanian) berkelanjutan ialah terwujudnya kondisi ideal


skenario kondisi zaman keemasan, yang dalam bahasa konstitusi Indonesia
disebut adil dan makmur, dan mencegah terjadinya lingkaran malapetaka
kemelaratan. Visi ideal tersebut diterima secara universal sehingga pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan
pertanian secara global, termasuk di Indonesia. Oleh karena itulah pengembangan
sistem pertanian menuju usahatani berkelanjutan merupakan salah satu misi utama
pembangunan pertanian di Indonesia.

Perananan Sumber Daya Manusia Petani terhadap Pembangunan Pertanian


Berkelanjutan

Sumber daya manusia petani sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan


pertanian berkelanjutan, SDM yang baik mampu menjunjung tinggi segala macam
aspek didalam pembangunan pertanian sehingga pembangunan pertanian mampu
untuk meningkatkan kegiatannya dalam mendukung perekonomian masyarakat
pertanian itu sendiri. Peningkatan sumber daya manusia petani dapat ditingkatkan
dengan adanya pembinaan dari sumber daya manusia pertanian lainnya yaitu
penyuluh pertanian melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan
kapasitas petani (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) tentang kegiatan
usahataninya. Dan petani juga dapat meningkatkan SDM nya melalui kegiatan-
kegiatan didalam kelembagaan pertanian yaitu melalui kelompok-kelompok tani
yang akan dibina oleh penyuluh pertanian.

Dengan adanya peningkatan SDM petani diharapkan petani dapat meningkatkan


kegiatan perekonomiannya tanpa mengesampingkan kelestrian lingkungan.
Misalnya dalam kegiatan penyuluhan, penyuluh memberikan pengetahuan kepada
petani padi sawah bahwa hasil panen bukannya hanya gabahnya saja, tetapi jerami
juga merupakan hasil panen yang bisa dimanfaatkan. Oleh karena itu, jerami
jangan dibakar, karena jerami mengandung bahan organik yang baik untuk
tanaman dan juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki struktur tanah,
pembakaran jerami juga menyembabkan kerugian dalam hal hilangnya bahan
organik dan menyebabkan polusi udara. Selain itu tanah sawah yang terus-
menerus diberikan bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia an-organik lama-
kelamaan akan membuat tanah menjadi rusak. Sehingga untuk generasi yang
akan datang sawah akan mengalami penurunan hasil dan tidak bisa menopang
pembangunan berkelanjutan. Padahal pembangunan berkelanjutan seperti yang
telah dijelaskan di atas adalah pembangunan yang mewujudkan kebutuhan saat ini
tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas tentang peranan sumber daya manusia terhadap


pembangunan berkelanjutan, maka penulis dapat meyimpulkan sebagai berikut:
sumber daya manusia petani sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan
pertanian berkelanjutan, SDM yang baik mampu menjunjung tinggi segala
macam aspek didalam pembangunan pertanian sehingga pembangunan
pertanian mampu untuk meningkatkan kegiatannya dalam mendukung
perekonomian masyarakat pertanian itu sendiri tanpa mengesampingkan
kelestarian lingkungan.

B. Saran

Dengan melihat keberadaan sumber daya manusia yang ada saat ini maka perlu
disampaikan saran sebagai rekomendasi bagi perbaikan kinerja dari peran
SDM terhadap pembangunan berkelanjutan antara lain: perlunya alat-alat yang
bisa membantu dan mempermudah kinerja petani dalam mereka menggarap
lahan pertanian yang dikelolanya dan perlu adanya pembinaan secara terus-
menerus terhadap petani karena karakteristik orang-orang Indonesia yang
selalu harus didorong.
DAFTAR PUSTAKA

Djajadiningrat, S.T. 2005. Sustainable Future: Menggagas Warisan Peradaban


bagi Anak Cucu. Indonesia Center for Sustainable Development. Jakarta.

Nirmala Satya Development. 2008. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan.


http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-pembangunan-
berkelanjutan.html. Diakses tanggal 3 November 2020.

Tewu, M.E. 2015. Peranan Sumber Daya Manusia dalam Meningkatkan


Aktivitas Kelompok Tani di Desa Tember. E-journal Acta Diurna. Vol.4 (3).

Zakaria, W.A. 2008. Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Kunci


Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai