Anda di halaman 1dari 51

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON

HEMORAGIK DENGAN RANGE OF MOTION (ROM) GENGGAM


BOLA KARET MINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN ”

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


NIM. P1337420119311

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KELAS KENDAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE NON
HEMORAGIK DENGAN RANGE OF MOTION (ROM) GENGGAM
BOLA KARET MINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN”

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Metode Penulisan Karya
Ilmiah Pada Program Studi D III Keperawatan Semarang Kelas Kendal

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


NIM. P1337420119311

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KELAS KENDAL


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


NIM : P1337420119311
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuha
n Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan Range Of
Motion (ROM) Genggam Bola Karet Mini di Rumah Sakit Umum Daerah
Ungaran” ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai
hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudia hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan kasus
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang,

Yang membuat Pernyataan,

Alfia Salmadhea Nur Pramesthi


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Alfia Salmadhea Nur Pramesthi NIM. P133
7420119311 dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Range Of Motion (ROM) Genggam Bola Karet Mini di
Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran” ini telah diperiksa dan disetujui untuk d
iuji.

Semarang, …………….
Mengetahui
Pembimbing

Supardi, S.Kep., Ners


NIP.
Tanggal:
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah oleh Alfia Salmadhea Nur Pramesthi NIM P133
7420119311 dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Range Of Motion (ROM) Genggam Bola Karet Mini di
Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran” telah dipertahankan di depan dewan pen
guji pada tanggal (Tanggal)

Dewan Penguji

Dr. Sudirman, BN, MN Ketua (…………………………)


NIP.196660510198031001

Sherly Metasari, S.ST, M.Tr.Kep Anggota (…………………………)


NIP.

Supardi, S.Kep, Ners Anggota (…………………………)


NIP.

Mengetahui,
a.n. Direktur
Ketua Jurusan Keperawatan

Suharto, S.Pd., MN
NIP. 196660510198031001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas r


ahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmi
ah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
Dengan Range Of Motion (ROM) Genggam Bola Karet Mini di RSUD Ungaran”.
Penyusunan proposan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai pemenuhan syarat untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa selama kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan be
rkat adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini pe
nulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Marsum, BE, S.Pd, MHP selaku Direktur Politeknik Kesehatan Ke
mentrian Kesehatan Semarang.
2. Direktur RS
3. Bapak Suharto, S.Pd. MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan Semarang.
4. Bapak Dr. Sudirman, BN, MN selaku Ketua Program Studi Diploma III Kepe
rawatan Semarang dan Ketua Penguji.
5. Ibu Khobibah, S.SiT, M.Kes selaku Ketua UPP Kampus Kendal.
6. Bapak Supardi S.Kep, Ners selaku pembimbing yang sabar dan teliti memberi
kan arahan pada proses penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah.
7. Ibu Sherly Metasari, S.ST, M.Tr.Kep selaku dosen penguji anggota 1 yang tel
ah mengarahkan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji penul
is dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmia
h.
8. Kedua Orang Tua Bapak Arman Ramadhan dan Ibu Heny Dwi Arisanti,
eyang putri, dan eyang kakung serta keluarga yang senantiasa selalu mendoak
an atas kelancaran proses penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah dan memb
erikan motivasi secara penuh.
9. Bidan Tiyem Siswanto, A.md. Keb yang sudah seperti orang tua saya yang se
lalu ikut serta mendukung, mengarahkan, serta memfasilitasi saya dari awal u
ntuk bisa meraih cita-cita di Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Se
marang.
10. Partner saya Ferly Fernanda Ali yang selalu memberi dukungan semangat,
selalu mendoakan, dan memberi masukan hingga menemani sampai saat ini.
11. Sahabat saya Elfina Nur Fadila, Ratna Widianti, Naily Tasyakurillah yang sel
alu menemani dari semasa dibangku SMA hingga sekarang dan memotivasi u
ntuk senantiasa tetap semangat serta percaya bahwa penulis mampu meraih a
pa yang menjadi harapannya.
12. Kakak tingkat saya yang selalu membantu dalam membimbing di organisasi
Dewan Mahasiswa dan dalam pembelajaran di kampus yaitu Inka Ayu
Permata Setiani, A. Md. Kep dan Sheyla Nur Alifah, A. Md. Kep
13. Teman-teman angkatan tahun 2019 terutama Awalia, Icha, Yunita, Nafiatun,
Nazalatul, dan Mahira yang selama ini selalu berjuang bersama dari awal dias
rama hingga membantu penulis selama 3 tahun bersama di Prodi D III Kepera
watan Semarang Kelas Kendal Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan S
emarang.
Peneliti berharap semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat khususnya
untuk pengelolaan klien dengan range of motion (ROM) genggam bola karet mini
terhadap pasien stroke non hemoragik. Penulis menyadari bahwa proposal Karya
Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukan dan kritik
an untuk perbaikan penulis Karya Ilmiah pada masa mendatang sangat penulis ha
rapkan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyebab kematian dan disabilitas tertinggi di Indonesia salah satunya
adalah stroke. Tak hanya di Indonesia bahkan juga di dunia. Selain itu stroke
dapat berdampak pada kecacatan permanen. 3 penyebab dari penyakit
tersebut yaitu adanya sumbatan pada pembuluh darah yang terjadi di daerah
otak sehingga terjadi gangguan suplai darah yang dapat menyebabkan
kematian atau iskemik saraf otak (Presley, 2013).
Stroke menjadi penyebab utama kematian secara global. Diagnosis
tergantung pada gambaran klinis dan penggambaran otak untuk membedakan
antara stroke hemoragik dan non hemoragik (Agusrianto & Rantesigi, 2020).
Stroke adalah penyakit yang timbul akibat terputusnya suplai darah
menuju otak karena adanya semburan pembuluh darah atau terjadi sumbatan
berupa gumpalan darah (Puspitawuri et al., 2019).
Data kematian stroke menurut World Health Organization (WHO)
menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian di dunia pada tahun 2014
sebanyak 36 juta yang disebabkan oleh PTM (Penyakit tidak menular).
Sebesar 70% dari populasi global akan meninggal akibat jantung, stroke, dan
kanker (Yarmaliza & Zakiyuddin, 2019).
Sedangkan di Negara Indonesia pada tahun 2018 tercatat 12,1 per 1000
penduduk yang menjadi penyebab kematian dan hampir di semua rumah sakit
di Indonesia (Yuda & Yuwono, 2020).
Menurut (Riskesdas, 2018) prevalensi penyakit stroke yang tinggal di
daerah perkotaan lebih besar yaitu (63,9%) dibandingkan dengan yang tinggal
di pedesaan yaitu sebesar (36,1%).
Di Jawa Tengah sendiri proporsi kasus stroke tahun 2018 mencapai
3,09% dari jumlah keseluruhan kasus PTM yang dilaporkan atau sekitar
74.540 kasus (JATENG, 2017).
Sedangkan jumlah kasus stroke di Kota Semarang menurut Dinkes Jateng
(2018) yaitu 8.493 kasus.
Berdasarkan data dari RSUD Ungaran didapatkan sebanyak 409 pasien
penderita stroke yang diantaranya 285 pasien stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik 124 pasien di tahun 2017. Pada tahun 2018 mengalami
peningkatan 421 jumlah pasien stroke, 312 pasien stroke non hemoragik dan
109 pasien stroke hemoragik. Tahun 2019 jumlah pasien stroke sebanyak 122
terdiri dari 98 stroke non hemoragik dan 24 pasien stroke hemoragik.
Sehingga prevalensi stroke non hemoragik lebih tinggi dari angka kejadian
stroke hemoragik. (Rekam Medis RSUD Ungaran 2019).
Masalah yang sering muncul pada pasien stroke salah satunya gangguan
gerak dan kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan
otot dan keseimbangan tubuh atau bisa dikatakan dengan imobilisasi. Salah
satu latihan yang dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan
pada pasien stroke adalah latihan range of motion (ROM). ROM dapat
mencegah terjadinya penurunan fleksibelitas sendi dan kekakuan sendi
(Agusrianto & Rantesigi, 2020).
Latihan range of motion (ROM) khususnya genggam bola karet mini
dapat berguna untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat
kesempurnaan kemampuan dalam menggerakan persendian secara normal
untuk meningkatkan massa dan tonus otot sehingga kecacatan lebih lanjut
dapat dihindari. Latihan genggam bola karet ini mudah dipelajari dan diingat
oleh pasien maupun keluarga, karena dapat diterapkan untuk meningkatkan
kesehatan serta memberi dampak positif baik secara fisik maupun psikologis
(Astriani & Ariana, 2016).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa betapa pentingnya penerapan
penatalaksanaan tindakan keperawatan dalam mengurangi kecacatan dan
kelemahan otot pada pasien dengan masalah gangguan mobilitas fisik pasien
stroke, maka penulis tertarik melakukan studi kasus dengan Judul “Asuhan K
eperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Range Of Motion
(ROM) Genggam Bola Karet Mini di RSUD Ungaran”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian data latar belakang diatas, di dapatkan rumusan
masalah sebagai berikut “Bagaimana memberikan terapi ROM (Range Of
Motion) menggenggam bola karet mini pada asuhan keperawatan pasien
stroke non hemoragik di RSUD Ungaran?”.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan studi kasus asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
mobilitas fisik akibat stroke non hemoragik, sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Menggambarkan hasil asuhan keperawatan pada klien dengan range of
motion (ROM) genggam bola karet mini terhadap pasien stroke non
hemoragik.
2. Tujuan khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian klien dengan range of motion (ROM)
genggam bola karet mini terhadap stroke non hemoragik.
b. Memaparkan diagnosis keperawatan pada klien dengan range of
motion (ROM) genggam bola karet mini terhadap stroke non
hemoragik.
c. Memaparkan perencanaan untuk mengatasi diagnosis keperawatan
pada klien dengan range of motion (ROM) genggam bola karet mini
terhadap stroke non hemoragik.
d. Memaparkan tindakan keperawatan yang dilakukan pada terapi range
of motion (ROM) genggam bola karet mini terhadap stroke non
hemoragik.
e. Memaparkan hasil evaluasi masalah keperawatan klien X dengan
range of motion (ROM) genggam bola karet mini terhadap stroke
non hemoragik.
f. Membahas hasil asuhan keperawatan sejak pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi, melalui proses
komparasi 2 kasus berdasarkan sumber-sumber primer yang relevan.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Hasil penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan memberikan
manfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan asuhan
keperawatan terutama dalam pengelolaan klien dengan range of motion
(ROM) genggam bola karet mini terhadap stroke non hemoragik.
2. Manfaat praktis
a. Bagi perawat
Memberikan referensi dalam peningkatan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan khususnya dengan range of motion (ROM) genggam
bola karet mini terhadap stroke non hemoragik.
b. Bagi institusi
Memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa yang
menempuh pendidikan jurusan kesehatan dan sebagai konstribusi
dalam peningkatan status kesehatan melalui upaya promotif dan
rehabilitatif khususnya dengan range of motion (ROM) genggam bola
karet mini terhadap stroke non hemoragik.
c. Bagi klien dan keluarga
Menambah informasi dan pemahaman tentang penerapan terapi range
of motion (ROM) genggam bola karet mini dan gangguan mobilitas
fisik pada klien dan keluarga terhadap stroke non hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke Non Hemoragik


1. Pengertian
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat
tersumbatnya pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan akan terhenti (Sunusi et al.,
2019).
Stroke non hemoragik merupakan tanda klinis disfungsi atau
kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena kurangnya aliran
darah ke otak sehingga menunggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak. Stroke non hemoragik juga dapat disebabkan oleh
trombosis dan emboli, sekitar 80-85% menderita penyakit stroke non
hemoragik dan 20% sisanya adalah stroke hemoragik yang dapat
disebabkan oleh pendarahan intraserebrum hipertensi dan perdarahan
subarachnoid (Wijaya, 2013).
Stroke non hemoragik (SNH) merupakan tanda klinis disfungsi
atau kerusakan pada jaringan otak yang disebabkan oleh kurangnya
aliran darah ke otak yang mengganggu kebutuhan darah dan oksigen
ke otak (Kabi et al., 2015).

2. Tanda dan Gejala


Menurut (Rachman, 2021) tanda dan gejala yang timbul pada
stroke non hemoragik tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya, diantaranya yaitu:
a. Wajah terkulai pada satu sisi wajah (mati rasa)
b. Afisia (tidak dapat berbicara, mengulang kalimat dengan jelas, atau
kesulitan memahami ucapan)
c. Tidak mampu menggerakan satu sisi tubuh (gangguan
hemisensorik)
d. Gangguan penglihatan atau kesulitan menglihat (hemianopia,
diplopia, atau monokuler)
e. Nyeri kepala, mual, dan muntah.

3. Etiologi
Menurut (Muttaqin, 2014) penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Thrombosis serebral
Terhentinya aliran darah ke otak karena atherosklerosis
(penumpukan lemak di dinding arteri) yang menyebabkan aliran
darah terhalang, jika gumpalan plak pecah akan menyebabkan
okulasi sehingga terjadi iskemi jaringan otak dan menimbulkan
edema.
b. Emboli serebral
Penyumbatan yang terjadi disepanjang aliran pembuluh darah
arteri menuju ke otak yaitu dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Suatu ateroma terbentuk didalam pembuluh darah arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah.
c. Hemoragi
Hemoragi terjadi diruang subarachnoid (Hemoragi subarachnoid
atau dalam subtansial orak Hemoragi intra serebral) di luar
durameter (Hemoragi ekstra dural atau epidural) di bawah
durameter (Hemoragi subdural).

4. Faktor Risiko
Menurut (Kabi et al., 2015) faktor yang dapat memicu tingginya
angka kejadian stroke non hemoragik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifable risk factors) antara lain:
a. Usia
b. Ras
c. Gender
d. Genetik
e. Riwayat transient ischemic attack (stroke sebelumnya).
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa:
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Penyakit jantung
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Penggunaan oral kontrasepsi
g. Alkohol
h. Hiperkolesterolemia.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Muttaqin, 2014) pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien stroke non hemoragik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Angiografi serebri
Membantu menentukan adnaya stroke secara spesifik dari
dalam pembuluh darah untuk melihat adanya penyempitan,
sumbatan atau kerusakan pada pembuluh darah.
2) CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
posisi adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dengan
pasti dan akan terlihat gambaran lesi hipodens.
3) MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
dan ukuran terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
4) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat dampak masalah
yang timbul dari jaringan infark sehingga dapat menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan tes darah lengkap seperti Hb, leukosit,
eritrosit, trombosit. Leukosit untuk melihat sistem imun pasien.
Apabila kadar leukosit diatas normal maka terdapat penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien. Sedangkan Trombosit
untuk mengerahui adanya anemia
2) Test kimia darah
Test kimia darah dilakukan untuk melihat kadar asam urat,
kandungan gula darah, kolestrol, dll. Bila kadar gula darah dan
kolestrol berlebih maka menjadi pertanda bahwa pasien
menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit tersebut
termasuk dalam salah satu pemicu stroke.

6. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik dengan Range Of Motion


(ROM) Genggam Bola Karet Mini
Menurut (Wijaya, 2013), faktor resiko pada pasien stroke salah
satunya yaitu gaya hidup, diabetes mellitus, dan riwayat penyakit
jantung dapat mengalami hambatan mobilitas fisik yang disebabkan
karena adanya gangguan pada neuromuskuler. Bila neuromuskuler
terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan nyeri yang berlebih,
kekuatan otot menurun drastis, sendi akan kaku, dan fisik pun
melemah sehingga adanya defisit suplai darah yang terjadi di dalam
otak atau disebut infark. Mekanisme infark bergantung pada lokasi dan
volume besarnya pembuluh darah serta sirkulasi koleteral yang tidak
adekuat pada area yang disuplai akibat tersumbatnya pembuluh darah.
Suplai darah ke otak bisa berubah semakin cepat atau lambat terhadap
gangguan lokal (emboli, thrombus, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau karena gangguan umum akibat gangguan paru dan jantung
sehingga terjadi hipoksia. Aterosklerotik merupakan faktor penting
bagi otak, thrombus yang dapat berasal dari flak arterosklerotik atau
bekuan darah pada area yang mengalami stenosis, dimana akan terjadi
turbulensi yaitu melambatnya aliran darah.
Otak sangat membutuhkan oksigen dan tidak bisa menyimpan
oksigen, jika aliran darah pada setiap otak melambat karena embolus
dan thrombus maka otak akan kekurangan oksigen untuk menuju
jaringan otak. 1 menit otak tidak diberi pasokan oksigen maka bisa
menyebabkan kehilangan kesadaran, tetapi jika hal tersebut
berlangsung lama maka akan menyebabkan nekrosis mikroskopik
neuron, area nekrotik atau infark. Setelah serangan pertama cva infark
juga bisa berkelanjutan dengan terjadinya edema cerebral akibat
penumpukan bekuan darah, flak dan atheroma flakmen lemak sehingga
terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tergantung pada daerah dan
luasnya otak yang mengalami obtruksi.
7. Pathway Stroke Non Hemoragik (Nanda, 2020)

Diabettes Melitus, Kardiovaskuler, Hipertensi, Alkohol, Merokok, Hiperkolestrol,


dan Obesitas

Embolisme Iskemia Thrombosis Hemoragik

Stroke

Gangguan aliran darah ke otak Pecahnya pembuluh darah

Kerusakan neuromotorik Perdarahan intrakranial

Transmisi UMN ke ULN terganggu Darah merembes Fungsi otak


dalam parenkim otak menurun

Kelemahan otot progresif Penekanan pada Kerusakan pada


Jaringan otak lobus frontal

Mobilitas terganggu Peningkatan intrakranial Hambatan


Komunikasi
Verbal

Hambatan Mobilitas Fisik Risiko Ketidakefektifan


Perfusi Jaringan Otak

ADL dibantu Pasien bedrest Penekanan lama di


punggung dan bokong

Risiko Kerusakan Suplai nutrisi dan O2


Integritas kulit tertekan berkurang
8. Penatalaksanaan
Menurut Purwani (2017) penatalaksanaan farmakologi meliputi:
1) Antikoagulan
2) Warfarin
3) Antiplatelet
4) Aspirin
5) Klopidogreaspirin-dipiridamol
6) Fibrinolitik
a) r-TPA (recombina tissue plasminogen activator atau alteplase)
b) streptokinase
7) Obat anthipertensi
a) Captopril
b) Lisinopril
Sedangkan menurut Wati (2019) penatalaksanaan non farmakologi
yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stroke non
hemoragik, sebagai berikut:
a. Terapi stroke non hemoragik pada serangan akut
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukkan pasien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di
bagian bedah saraf
3) Pada stroke non hemoragik, manajemen cairan merupakan
prioritas, sehingga pasien berada dalam status euvolemi dengan
pemberian cairan isotonik. Tidak dianjurkan menggunakan
cairan hipotonik karena dapat mencetuskan atau memperberat
edema serebral yang terjadi dan larutan yang mengandung
glukosa sebaiknya tidak diberikan kecuali pasien berada dalam
keadaan hipoglikemik.
4) Penatalaksanaan umum di bagian saraf
Neuroprotektor yang umum digunakan pada pasien stroke
adalah citicolin dan piracetam. Berdasarkan penelitian
penggunaan neuroprotektor memberikan luaran yang signifikan
terhadap kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien
stroke. Citicolin dengan dosis 2x250mg maupun 2x500mg
memberikan nilai GCS yang tidak jauh berbeda baik pada
pasien stroke hemoragik dan non hemoragik.
5) Penatalaksanaan khusus pada kasus
a) Subarakhnoid hemorrhage dan intraventricular
hemorrahage
b) Kombinasi antara parenchymatous dan subarakhnoid
hemorrhage
c) Parenchymatous hemorrhage.
6) Neurologis
a. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. American
Heart Association (AHA) merekomendasikan pengelolaan
tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebral dengan
konsep memilih target tekanan darah sesuai dengan faktor-
faktor yang ada pada pasien, yaitu tekanan darah awal,
penyebab dicurigai perdarahan, usia, dan peningkatan
tekanan intrakranial. Alasan utama untuk menurunkan
tekanan darah adalah untuk menghindari perdarahan akibat
rupture aneurisma atau malformasi arteriovenosa dimana
terjadi peningkatan risiko perdarahan berlanjut atau
perdarahan berulang. Pemberian antihipertensi jika
didapatkan tekanan darah yang tinggi (hipertensi
emergensi) diberikan dengan pertimbangan bukan hanya
terhadap otak saja, tetapi juga terhadap kerusakan organ
lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun demikian jika
tekanan darahnya rendah pada pasien yang mempunyai
riwayat hipertensi pada fase akut serangan stroke, hal
tersebut mungkin menandakan deteriorasi neurologis dini
atau peningkatan volume infark dan merupakan outcome
yang buruk pada bulan pertama saat serangan khususnya
penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 20mmHg,
7) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis
kecil
b) Natrii etamsylate
c) Kalsium
d) Profilaksis vasopasme.
8) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian
jaringan otak
9) Pengawasan tekanan darah dan kosentrasinya
10) Perawatan umum pasien dengan serangan stroke akut
11) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20℃
12) Pemantauan (monitoring) keadaan umum pasien (EKG, nadi,
saturasi oksigen, PO2, PCO2)
13) Pengukuran suhu tiap jam.
b. Range Of Motion (ROM)
ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibelitas
dan kekuatan otot dan bermanfaat untuk menentukan nilai
kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan.
Prinsip ROM diantaranya yaitu, ROM dilakkan perlahan dan hati-
hati sehingga tidak melelahkan pasien, ROM harus diulang 8 kali
dan dikerjakan minimal 2 kali sehari, perhatikan umur, diagnosa,
tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring, ROM dapat dilakukan
pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang
dicurigai mengalami proses penyakit dan melakukan ROM harus
sesuai waktunya (misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah dilakukan).
c. Latihan menggenggam bola
Penderita stroke melakukan latihan gerak aktif dengan
menggenggam bola lalu melepaskannya bisa juga dengan teknik
meremas-remas bola karet yang ukurannya mini sesuai dengan
tangan pasien. Bila latihan ini dilakukan dengan telaten maka tidak
menimbulkan kekakuan pada jari-jari tangan pasien.
Menggenggam bola karet juga dapat membantu pemulihan bagian
lengan atau bagian ekstermitas atas. Hanya dengan cara
menggenggam bola karet yang berbentuk bulat di telapak tangan
sehingga dapat merangsang tangan serta jari-jari pasien penderita
stroke (Heny Siswanti, 2021).
d. Akupresur
Akupresur yang juga biasa disebut dengan pijat akupuntur adalah
metode pemijatan berdasarkan ilmu akupuntur tanpa menggunakan
jarum. Akupresur merupakan terapi yang aman diberikan karena
tidak melibatkan penggunaan teknik invasif hanya menggunakan
jempol dan jari (kadang-kadang siku) untuk menekan ke titik tubuh
tertentu.
e. Pengaturan posisi
Pengaturan posisi pasien di tempat tidur setiap dua jam untuk
memberi peluang tubuh beraktivitas secara pasif dan
memaksimalkan pengembangan paru serta mencegah terjadinya
dekubitus tetapi jika membalikan tubuh pasien terlalu sering
dikhawatirkan akan meningkatkan tekanan intrakranial oleh karena
itu dilakukan perubahan posisi dalam selang waktu 2 jam.
f. Penilaian kesadaran
Kesadaran mempunyai dua komponen yaitu penilaian kualitatif
dan kuantitatif. Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain
compos mentis pasien mengalami kesadaran penuh dan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulasi rangsangan,
apatis pasien mengalami acuh tak acuh terhadap keadaan
disekitarnya, semnolen pasien mengalami penurunan kesadaran
ringan sampai sedang, terbatasnya terhadap respon lingkungan,
mudah jatuh tertidur dan respon minimal terhadap pertanyaan,
tetapi masih memberikan rangsangan yang kuat, supor pasien tidak
memberikan respon sedikit terhadap rangsangan dengan adanya
reflek pupil terhadap cahaya yang masih positif, dan respon
terhadapt stimul berupa gerakan, koma pasien tidak bisa
memberikan respons motorik atau verbal terhadap rangsangan
eksternal sehinggan reflek pupil terhadap cahaya tidak ada. Nilai
glaslow coma scale (GCS) yaitu, compos mentis : 15, somnolen
(agak menurun atau apatis) : 12-14, sopor (mengantuk) : 9-11,
koma (tidak sadar) : 3-8. Pada kondisi stroke hemoragik terjadi
perdarahan yang mengakibatkan peningkatan tekanna intrakranial
yang mempengaruhi kesadaran pasien kejadian stroke berulang
tidak memberikan dapak yang signifikan kepada nilai GCS hari ke
8 (p > 0,05). Pada pasien menderita stroke berulang memiliki nilai
GCS lebih rendah (13,28+0,95) dibanding pasien yang mengalami
serangan awal stroke hemoragik.
g. Pemeriksaan Glasglow Coma Scale (GCS)
Berikut tingkat kesadaran penilaian GCS :
1) Nilai GCS Composmentis: 15-14
2) Nilai GCS Apatis : 13-12
3) Nilai GCS Derilium : 11-10
4) Nilai GCS Somnolen : 9-7
5) Nilai GCS Semi Coma :4
6) Nilai GCS Coma :3
h. Penilaian kekuatan otot
Kekuatan otot dinilai dalam skala 0 sampai 5 :
1) 0 : tidak terdeteksi adanya kontraksi otot
2) 1 : kontraksi yang nyaris tidak terdeteksi atau hanya kedutan
3) 2 : gerakan aktif bagian tubuh tanpa pengaruh gravitasi
4) 3 : gerakan aktif melawan gravitasi
5) 4 : gerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit resistensi penuh
tanpa tanda-tanda kelelahan
6) 5 : inilah kekuatan otot normal.

9. Pencegahan
Dalam upaya pencegahan stroke berulang maka hal-hal yang perlu
dilakukan yaitu (Purwani, 2017):
a. Hindari faktor yang berisiko dengan melakukan aktivitas fisik,
konsumsi sayur dan buah, serta memeriksa kesehatan berkala.
b. Pemeriksaan rutin bagi pasien yang memiliki keluarga dengan
riwayat stroke.
c. Tatalaksana faktor risiko stroke dengan menurunkan tekanan darah
±10 mmHg dan risiko stroke turun 1/3.
d. Pemberian obat-obat seperti aspirin, statin, darah tinggi, atau
warfarin.
e. Perawatan paripurna pasien stroke.
f. Berhenti merokok.
g. Lakukan olahraga secara rutin.
h. Kurangi konsumsi garam terlalu banyak.
i. Hentikan terapi hormon.
j. Kurangi stres dan istirahat yang cukup.

B. Konsep Dasar Gangguan Mobilitas Fisik


1. Pengertian
Gangguan mobilitas fisik dapat mempengaruhi keterbatasan
seseorang dalam gerakan fisik, satu atau lebih pada ekstermitas secara
mandiri atau terarah (Nanda, 2020).
Gangguan mobilitas fisik yaitu keterbatasan dalam pergerakan
fisik dari satu ekstermitas atau lebih secara mandiri. Perubahan tingkat
mobilitas fisik dapat menyebabkan instruksi pembatasan gerak dalam
bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat
bantu eksternal, pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi
motorik. Dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena
kondisi yang mengganggu pergerakan (Sugiartini, 2018).

2. Etiologi
Menurut (Nanda, 2020), etiologi gangguan mobilitas fisik yaitu
intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas, penurunan
ketahanan tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan lingkungan, fisik
tidak bugar, dan gaya hidup yang kurang gerak.
Sedangkan menurut (Sugiartini, 2018) penyebab dari gangguan
mobilitas fisik, yaitu:
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Gangguan musculoskeletal
i. Gangguan neuromuskulal
j. Efek agen farmakologis
k. Program pembatasan gerak, nyeri, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, gangguan sensori persepsi.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik dalam (Sugiartini,
2018) terdapat dua bagian, diantaranya:
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor secara subjektif yaitu mengeluh sulit
menggerakan ekstermitas, sedangkan secara objektif adalah
kekuatan otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor secara subjektif yaitu nyeri saat bergerak,
enggan untuk melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak,
sedangkan secara objektif adalah sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.

4. Faktor yang Berhubungan


Faktor yang berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik yaitu
disuse, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, gaya
hidup kurang bergerak, intoleransi aktivitas, kaku sendi, kontraktur,
kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik, penurunan kekuatan otot,
penurunan kendali otot, dan penurunan massa otot.

5. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik


Menurut (Aguilar, 2020) dampak yang akan terjadi apabila gangguan
mobilitas fisik tidak segera ditangani yaitu:
a. Perubahan metabolisme
b. Ketidakseimbangan carian dan elektrolit
c. Gangguan fungsi gastrointestinal
d. Perubahan sistem pernapasan perubahan kardiovaskule
e. Perubahan sistem muskuloskeletal.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan mobilitas fisik yaitu:
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi untuk mempertahankan kenyamanan pasien
dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan
dengan tingkat gangguan, seperti trendelenburg, posisi fowler, sim,
lithotomi, drosal recumbent, dan genu pectoral.
2) Latihan ROM pasif dan aktif
Pasien gangguan mobilitas fisik karen stroke non hemoragik
memerlukan latihan ROM yang dapat dilakukan 2x/hari pada saat
pagi dan sore hari selama 10-15 menit sehingga dapat membantu
peningkatan otot dalam penyembuhan dengan baik.
Tujuan dari latihan ROM untuk mempertahankan,
memperbaiki, dan meningkatkan kekuatan otot dalam kemampuan
menggerakan persendian antara lain dengan gerakan sendi :
a) Fleksi yaitu gerakan menekuk sendi (memperkecil sendi)
b) Ekstensi yaitu gerakan kebalikan fleksi atau meluruskan
persendian.
c) Abduksi yaitu menggerakan anggota gerak menjauhi sumbu
tubuh (lateral)
d) Adduksi yaitu meggerakan anggota gerak mendekati sumbu
tubuh (medial)
e) Rotasi yatu gerakan sendi memutar atau menggerakan satu
bagian yang melingkari aksis tubuh
f) Pronasi yaitu gerakan memutar lengan ke atas atau gerakan
sendi ke arah luar.
3) Latihan ambulasi
Ambulasi adalah kemampuan dalam berjalan dari satu tempat ke
tempat lainnya secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
(Wilkinson, 2016). Latihan ini dapat dilakukan sebagai berikut
(Kasiati & Rosmalawati, 2016):
a) Membantu pasien duduk diatas tempat tidur
b) Membantu turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian
menengadahkan tangah, menghadap ke atas (superior)
c) Inversi yaitu gerakan sendi ke arah dalam
d) Eversi yaitu duduk dikursi roda
e) Membantu pasien berjalan dan ikuti sesuai dengan langkah.
4) Latihan gerak aktif menggenggam bola karet terhadap kekuatan
otot jari tangan pada pasien stroke
Latihan menggenggam bola merupakan suatu modalitas
rangsang sensorik raba halus dan tekanan pada reseptor ujung
organ berkapsul pada ekstermitas atas. Pengolahan rangsang yang
ada menimbulkan respon cepat pada saraf untuk melakukan aksi
atas rangsangan tersebut. Latihan mengenggem bola salah satu
upaya latihan ROM (Range Of Motion) aktif. Salah satu media
latihan yang dapat digunakan pasien yaitu bola karet. Latihan ini
untuk menstimulasi gerak pada tangan dengan menggenggam atau
mengepalkan tangan rapat-rapat dapat menggerakkan otot-otot
untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak terhadap
otot-otot tersebut (Faridah et al., 2018).
Bola yang digunakan berbentuk bulat, bergerigi, berbahan
karet dengan sifat elastis. Penggunaan bola dengan tonjolan-
tonolan kecil yang ada pada bola diharapkan dapat menstimulasi
titik akupresur pada tangan yang akan memberikan stimulus ke
syaraf sensorik pada permukaan tangan kemudian diteruskan ke
otak. Selain itu latihan dengan bola karet pasien dapat termotivasi
untuk melakukan latihan karena adanya stimulus. Bagi keluarga
pasien dapat membantu latihan ekstermitas atas dengan
menggunakan bola karet mini karena tidak diperlukan ketrampilan
khusus dalam menggunakannya (Reny Chaidir, 2014).
Langkah-langkah latihan ekstermitas atas dengan bola karet
mini sebagai berikut :
a) Meremas bola karet mini dengan jari-jari tangan
Telapak tanga pasien yang lemah dibuka dan dihadapkan ke
atas, bola diletakkan ditelapa tangan pasien yang membentuk
seperti mangkuk. Instruksikan pasien untuk menggenggamnya
terlebih dahulu lalau melepaskan dilanjutkan dengan meremas-
remas bola dengan jari tangannya dan semampunya. Gerakan
meremas dihitung sampai 60 kali. Jika sebelum hitungan ke-60
sudah merasakan lelah maka istirahat 1 menit bila sudah
dilanjutkan sampai hitungan ke 60.
b) Istirahat 1 menit
c) Ulangi gerakan meremas
d) Istirahat 1 menit
e) Ulangi gerakan meremas
f) Lakukan 2x/hari sehari pagi dan sore hari.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik


dengan Range Of Motion (ROM) Genggam Bola Karet Mini
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian yaitu proses pengumpulan data klien, keluarga, kelompok
atau komunitas menjadi informasi dan kemudian mengatur informasi
yang bermakna dalam kategori pengetahun yang dikenal sebagai
diagnosis keperawatan. Ada dua jenis pengkajian, yaitu pengkajian
skrining dan pengkajian mendalam. Keduanya membutuhkan
pengumpulan data, keduanya mempunyai tujuan yang berbeda.
Pengkajian skrining adalah langkah awal pengumpulan data dan
mungkin yang mudah untuk diselesaikan (Nanda, 2020).
Pengkajian keperawatan pada klien stroke non hemoragik, sebagai
berikut:
a. Anamnesis sebagai berikut:
1) Identitas klien
a) Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, namun sering
dijumpai pada usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Pada
stroke sering dijumpai pada usia 45-60 tahun.
b) Jenis kelamin
Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi
dibandingkan perempuan, dengan perbandingan 1,3 : 1.
Kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak
berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan
hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%,
sedangkan risiko bagi perempuan hanya 20%. Pada laki-
laki cenderung terkena stroke non hemoragik sedangkan
perempuan lebih sering menderika stroke hemoragik
subarkhnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.
c) Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jenis pekerjaan lainnya dan
beberapa ahli menyebutkan bahwa stroke cenderung
dijumpai oleh golongan sosial ekonomi yang tinggi karena
berhubungan dengan pola hidup, pola makan, pola istirahat
dan aktivitas. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
(50%) berpendidikan sarjana dengan gaya dan pola hidup
memiliki kecenderungan memicu terjadinya stroke.
2) Keluhan utama
Keluhan yang dijumpai biasanya meminta bantuan seperti
kelemahan anggota gerak separuh tubuh, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan nyeri kepala (Ramadhani, 2018).
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan pasien stroke saat ini menyebabkan terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar selain
gejala lemahnya anggota gerak separuh tubuh atau gangguan
fungsi otak yang lain, dan lama terjaidnya gangguan mobilitas
fisik (Mubarak et al., 2015).
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung,
anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral, penggunaan obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga
ditemukan adanya riwayat tinggi kolestrol, merokok,
pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi, meningkatnya
kadar esterogen, dan riwayat konsumsi alkohol.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau stroke dari generasi terdahulu.
b. Pemeriksaan fisik menurut Padila (2012) yaitu:
1) Keadaan umum
Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan
yang menyebabkan kerusakan otak kemudian menekan batang
otak. Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana terdiri dari :
a) Compos mentis (kesadaran baik)
b) Apatis (perhatian kurang)
c) Samnolen (kesadaran mengantuk)
d) Stupor (kantuk yang dalam bila pasien dibangunkan dengan
rangsangan nyeri yang kuat)
e) Soparokomatus (keadaan tidak ada respon verbal)
f) Tidak ada respon sama sekali.
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Pasien stroke memiliki riwayat tekanan darah dengan
tekanan sistole > 140 dan diastole > 80mmHg
b) Nadi
Pasien stroke nadi terhitung normal.
c) Pernapasan
Pasien stroke mengalami napas cepat dan terdapat
gangguan pada bersihan jalan napas.
d) Suhu tubuh
Pada pasien stroke tidak ada masalah suhu.
3) Pemeriksaan head to toe
a) Pemeriksaan kepala
(1) Kepala
Pada umumnya bentuk kepala pasien stroke
normocephalik.
(2) Rambut
Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien.
(3) Wajah
Biasanya pada wajah pasien stroke terlihat miring
kesalah satu sisi.
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit
Biasanya pada pasien yang kekuranga oksigen kulit
akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan jelek.
(2) Kuku
Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilary
refill timenya ≤ 3 detik bila ditangani secara cepat dan
baik.
c) Pemeriksaan dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Pada
auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas tambahan seperti
ronchi pada pasien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk menurun yang sering didapatkan pada
pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada pasien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pada
pengkajian inspeksi biasanya pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi thorax didapatkan fremitus kiri dan kanan
dan pada auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
d) Pemeriksaan abdomen
Biasanya pada pasien stroke didapatkan distensi pada
abdomen, dapatkan penurunan peristaltik usus dan kadang-
kadang perut pasien terasa kembung.
e) Pemeriksaan genitalia
Biasanya pasien stroke dapat mengalam inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi dan ketidakmampuan
mengungkapkan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk
menggunkana urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius
eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril,
inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f) Pemeriksaan neurologis
1) Pemeriksaan nervus cranialis
(a) Nervus I (olfaktorius)
Bisanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(b) Nervus II (optikus)
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensori primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial biasanya sering
terlihat pada pasien hemiplegia kiri. Pasien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke
bagian tubuh.
(c) Nervus III (okulomotoris), IV (roklearis), dan VI
(abdusen). Pemeriksaan ini diperiksa secara
bersamaan karena saraf ini bekerjasama dalam
mengatur otot-otot ekstraokular. Jika akibat stroke
menyebabkan paralisis, pada satu sisi okularis
biasanya didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
(d) Nervus V (trigeminus) pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpanan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi pterigoideus
internus dan eksternus.
(e) Nervus VII (fasiliasis) pada keadaan stroke biasanya
persepsi pengecapan dalam batas normal, namun
wajah asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian
sisi yang sehat.
(f) Nervus VIII (vestibulokoklearis atau akustikus)
biasanya tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
(g) Nervus IX (glosofaringeus) dan X (vagus). Secara
anatomi dan fisiologi berhubungan erat karena
glosofaringeus mempunyai bagian sensori yang
mengantarkan rangsangan pengecapan,
mempersyarafi sinus karotikus dan korpus karotikus
juga mengatur sensasi faring. Bagian dari faring
dipersarafi oleh saraf vagus. Biasanya pada klien
stroke mengalami penurunan kemampuan menelan
dan kesulitan membuka mulut.
(h) Nervus XI (aksesoris) biasanya tidak ada atrofi otot
sternokleisomastoideus dan trapezius.
(i) Nervus XII (hipoglous) biasanya lidah simetris
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta
inra pengecapan normal.
2) Pemeriksaan motorik
Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparise atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain. Biasanya juga mengalami
gangguan keseimbangan dan koordinasi karena
hemiplegia dan hemiparese. Pada penilaian dengan
menggunakan kekuatan otot dan tingkat kekuatan otot
pada sisi yang sakit adalah 0.
3) Pemeriksaan refleks
Biasanya pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali diawali dengan adanya
reflek patologis.
g) Pemeriksaan pada penderita koma
a) Gerakan penduler tungkai
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung, kemudian kaki diangkat ke depan dan
dilepas. Pada waktu dilepas akan ada gerakan penduler
yang semakin lama akan kecil dan biasanya berhenti 6
atau 7 gerakan. Beda pada rigiditas ekstrapiramidal
akan ada pengurangan waktu, namun tidak teratur atau
tersendat-sendat.
b) Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada
kenanikan tonus (hipertoni) terdapat penundaan
jatuhnya lengan ke bawah. Sementara pada
hipotomisitas jatuhnya cepat.
c) Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan
relaksasi, mata terpejam. Tangan pemeriksa yang satu
diletakkan di bawah kepala pasien, tangan yang lain
mengangkat kepala, dan menjatuhkan kepala secara
lambat. Pada kaku kuduk (nuchal rigidity) karena iritasi
meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi
leher.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilain klinis mengenai
respons pasien teradap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung potensial maupun actual yang
dimana bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Bruno, 2019).
Diagnosa keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu
masalah (problem) dan indikator diagnostik. Masalah (problem)
merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari
respon pasien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya.
Label diagnosis terdiri atas deskriptor atau penjelas dan fokus
diagnostik.
Proses pencegahan diagnosis atau mendiagnosis merupakan suatu
proses sistematis yang terdiri dari tiga tahap yaitu, analisis data,
identifikasi masalah, dan perumusan diagnosis. Analisis data dilakukan
dengan membandingkan data dengan nilai normal dan juga dengan
mengelompokkan data yang artinya tanda dan gejala yang sianggap
bermakna dikelompokkan berdasarkan pola kebutuhan dasar.
Selanjutnya adalah identifikasi masalah setelah data dianalisis, perawat
dan pasien bersama-sama mengidentifikasi masalah aktual. Pernyataan
masaah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawtan. Terakhir
yaitu perumusan diagnosis keperawatan yang disesuaikan dengan jenis
diagnosis keperawatan.
Masalah dalam diagnosis pasien stroke hemoragik dengan
gangguan mobilitas fisik menurut standar diagnosa indonesia (SDKI)
gangguan mobilitas fisik masuk kedalam kategori fisiologi dengan
subkategori aktifitas dan istirahat.
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dan gerak fisik
dari satu atau lebih secara mandiri. Adapun penyebab (etiologi) yang
menimbulkan terjadinya masalah dari gangguan mobilitas fisik yaitu
adanya kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme,
ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot,
keterlambatan perkembangan, kekuatan sendir, kontraktur, malnutrisi,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskuler, indeks massa
tubuh diatas presentik ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis,
program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi aktivitas
fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan
pergerakan, dan gangguan sensori persepsi.
Ditandai dengan 10 batasan karakteristik yang dibagi pada tanda
dan gejala mayor dan minor. Dimana pada tanda dan gejala mayor
terdapat mengeluh sulit menggerakan ekstermitas, nyeri saat bergerak,
enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sedangkan
tanda dan gejala minor terdapat kekuatan otot menurun, rentangg gerak
(ROM) menurun, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, dan fisik lemah (Sugiartini, 2018).

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilain klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Dalam tahap perencanaan keperawatan terdiri dari dua rumusan utama
yaitu rumusan luaran keperawatan dan rumusan intervensi
keperawatan (PPNI, 2018).
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang
dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku atau persepsi
pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi
keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan
setelah dilakukan intervensi keperawatan. Adapun komponen luaran
keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan berupa kata-
kata kunci informasi luaran), ekspetasi (terdiri dari ekspetasi
meningkat yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah,
maupun derajat atau tingkatan, menurun artinya menimbulkan efek
yang lebih baik, adekuat, atau efektif), kriteria hasil (karakteristik
pasien yang dapat diamati atau diukur dan dijadikan sebagai dasar
untuk menilai pencapaian hasil intervensi) (PPNI, 2019).
Perencanaan keperawatan pada pasien storke non hemoragik
dengan gangguan mboilitas fisik:
a. Tujuan (PPNI, 2019) sebagai berikut:
Setelah dilakukan tindakan keperawata diharapkan mobilitas fisik
meningkat.
b. Kriteria hasil (PPNI, 2019) yaitu:
1) Pergerakan ekstermitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Rentang gerak (ROM) meningkat
4) Nyeri menurun
5) Kaku sendi menurun
6) Gerakan tidak ter-koordinasi menurun
7) Gerakan terbatas menurun
8) Kelemahan fisik menurun
9) Kecemasan menurun
Pada perencanaan keperawatan terdapat langkah-langkah yang
dilakukan secara mandiri maupun secara kolaborasi (PPNI, 2018)
meliputi:
a. Dukungan mobilisasi
Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri
2) Identifikasi toleransi fisik melakuka pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilitas
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilitas
Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (misalnya
pagar tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan (jika perlu)
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam melakukan
pergerakan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (misalnya
duduk ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur, berpindah dari
tempat tidur ke kursi, dan menggenggam bola karet mini).
b. Pengaturan posisi
Observasi
1) Monitor status oksigen sebelum dan sesudah mengubah posisi
Terapeutik
1) Motivasi melakukan ROM aktif dengan menggenggam bola
karet mini
2) Hindari menempelkan pada posisi yang dapat meningkatkan
nyeri.

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien gangguan mobilitas fisik untuk
mencapai tujuan agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal
dengan mengidentifikasi adanya nyeri, mengidentifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan, memonitor kondisi umum selama melakukan
mobilitas, melakukan mobilisasi dini, dengan mengajarkan mobilisasi
yang sederhana, memonitor status oksigenasi sebelum dan sesudah
mengubah posisi, memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat batu,
melibatkan keluarga unutk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan, memotivasi melakukan range of motion (ROM)
menggenggam bola karet mini (PPNI, 2018).

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Muklasin, 2018) evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan
keperawatan.
Menurut (Nursalam, 2015) evaluasi keperawatan terdiri dari dua
jenis, yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi ini
dilakukan sampai dengn tujuan tercapai. Pada evaluasi formatif ini
penulis menilai klienn tentang ketepatan gerak pada saat
melakukan latihan ROM (Range Of Motion) yang penulis ajarkan
terlebih dahulu kepada pasien.
b. Evaluasi Somatif
Evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi menggunakan SOAP
(Subjektif, Objektif, Analisa, Planning). Pada evaluasi somatif
penulis menilai tujuan akhir dari latihan ROM (Range Of Motion)
yang penulis ajarkan yaitu baik atau tidaknya rentang gerak
ataupun mobilitas fisik pada pasien setelah melakukan latihan
ROM (Range Of Motion) tersebut.
Pada tahap ini penulis melakukan penilaian secara subjektif
melalui ungkapan klien dan secara objektif. Evaluasi yang dilakukan
sesuai dengan kriteria hasil, sebagai berikut :
1) Pasien meningkat dala aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menganalisis keadaan secara subjek atau objek yang
akan diteliti (Nursalam, 2015).
Studi kasus ini didapat dari berbagai sumber buku, jurnal,
dokumentasi, dan pustaka. Dengan metode pengumpulan data, membaca,
mencatat, dan mengelolah bahan penulisan (Nursalam, 2016, 2013).
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah yaitu penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
menggambarkan terapi range of motion (ROM) genggam bola karet mini
pada pasien stroke non hemoragik di RSUD Ungaran. Pengelolaan kasus
diawali dengan melakukan pengkajian kepada pasien, menentukan
diagnosis keperawatan yang tepat, membuat intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa yang ada, melaksanakan implementasi keperawatan
sesuai dengan perencanaan keperawatan, dan melakukan evaluasi pada
masalah gangguan mobilitas fisik pada pasein stroke non hemoragik.
Untuk jenis penulisan ini berfokus pada hasil penelitian yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik
dengan range of motion (ROM) genggam bola karet mini di RSUD
Ungaran.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat diartikan sebagai responden yaitu orang yang
memberi respon perlakuan yang diberikan. Subjek dalam penelitian ini
diambil dari dua orang pasien dengan stroke non hemoragik dengan range
of motion (ROM) genggam bola karet mini di RSUD Ungaran.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Convenience
Sampling Method (Non-probability) yaitu teknik pengambilan sampel
yang tidak memberikan kesempatan sama bagi setiap unsur atau populasi
yang dipilih sebagai sampel (Sugiyono, 2016). Subjek penelitian yang
digunakan dalam studi kasus ini adalah pasien stroke non hemoragik.
Adapun kriteria dalam pengambilan sampling, sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
a. Pasien stroke non hemoragik dengan masalah gangguan mobilitas
yang dirawat di RSUD Ungaran.
b. Pasien dan keluarga bersedia dan menyetujui sebagai subjek
penelitian.
c. Pasien pilihan bisa berjenis kemalin laki-laki atau perempuan.
2. Kriteris eksklusi
a. Pasien dengan komplikasi penyakit
b. Pasien dalam kondisi gawat darurat.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian akan dilakukan di RSUD Ungaran yang tepatnya di Jalan
Diponegoro No. 125 Kelurahan Genuk Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah.
2. Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanan pada tanggal 15-28 November 2021
dilaksanakan selama 3x24 jam.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan
diteliti secara operasional di lapangan. Definisi ini dibuat untuk
memudahkan dalam pelaksanaan pengumpulan data dan pengelolaan serta
analisis data karena data yang dihasilkan sudah terukur dan siap untuk
diolah dan dianalisis. Pada saat melakukan pengumpulan data, definisi
operasional yang dibuat mengarahkan dalam pembuatan dan
pengembangan instrumen penelitian. Dengan definisi operasional yang
tepat maka batasan ruang lingkup penelitian atau pengertian variabel-
variabel yang akan diteliti lebih fokus (Masturoh, imas, 2018).
Asuhan keperawatan dengan range of motion (ROM) genggam bola
karet mini adalah tindakan yang diberikan pada pasien stroke non
hemoragik agar dapat membantu melatih kekuatan otot untuk pasien rawat
inap di RSUD Ungaran dengan tindakan mengajarkan terapi genggam bola
karet mini yang diberikan 2x/hari selama 1-5 menit. Metode ini dilakukan
dalam proses keperawatan secara menyeluruh dan bersinambung untuk
mengurangi kecacatan dan latihan kekuatan otot dengan tindakan range of
motion (ROM) genggam bola karet mini dari pengkajian, penilaian, dan
menilai rentang kekuatan otot, perencanaan, pengumpulan data, analisa
kemudian merumuskan masalah sampai dengan perencanaan keperawatan
(intervensi) berdasarkan SLKI dan SIKI, melakukan tindakan
(implementasi,) dan evaluasi terhadap asuhan keperawatan pada
perkembangan latihan genggam bola karet mini serta pendokumentasian
hasil dari tindakan asuhan keperawatan dengan menggunakan lembar
SOP.

E. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online
nasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan pencarian
jurnal penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan Google
scholar, pubmed, mendeley, dan science direct, artikel yang diterbitkan
dari tahun 2012-2021 dengan kata kunci : stroke, gangguan mobilitas
fisik, dan range of motion aktif genggam bola karet.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan berdasarkan
kriteria yang ditemukan oleh penulis dari setiap jurnal yang daimbil.
Adapun kriteria pengumpulan jurnal sebagai berikut :
1. Tahun sumber literatur yang daimbil mulai tahun 2012 sampai 2021.,
kesesuain keyword penulisan, keterkaitan hasil penulisan dan
pembahsan.
2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur dengan
menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi seperti google
scholar, pubmed, mendeley, dan science direct.
3. Melakukan pencarian berdasarkan full text.
4. Melakukan penilaian terhadap jurnal dari abstrak apakah berdasarkan
tujun penelitian dan melakukan critical appraisal dengan tool yang ada.
Pengumpulan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penulis terlebih dahulu mengajukan surat permohonan studi
pendahuluan dan pengambilan kasus kepada sekretaris Jurusan
Keperawatan Semarang Poltekkes Kemenkes Semarang.
2. Surat permohonan studi pendahuluan dan proposal Karya Tulis Ilmiah
diajukan kepada Direktur RSUD Ungaran melalui bidang Akademik
atau Diklat RSUD Ungaran.
3. Bila mendapat perizinan studi kasus dengan pengambilan data
prevalensi, maka dapat melakukan observasi terhadap pasien yang
telah diberikan saran oleh ketua ruang dan mengontrak waktu untuk
menjelaskan serta memberikan informed consent jika berkenan
menjadi subjek penelitian.
4. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik
dengan intervensi range of motion (ROM) genggam bola karet mini.
5. Menulis dan membahas hasil pengaruh penerapan range of motion
(ROM ) genggam bola karet mini pada asuhan keperawatan gangguan
mobilitas fisik terhadap pasien stroke non hemoragik.
Literatur review dimulai dengan materi hasil penelitian yang secara
logis diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan.
Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu untuk
memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai yang
ingin dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin penting dan
relevansinya dengan permasalahan penelitian. Untuk menjaga tidak
terjebak dalam unsur plagiat, maka penulis mencatat sumber informasi dan
mencantumkan daftar pustaka. Jika memang berasal dari ide atau hasil
penulisan orang lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang
disusun secara sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari
kembali jika sewaktu-waktu diperlukan (Nursalam, 2016, 2013).
Teknik pengumpulan dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah
ini dengan teknik sebagai berikut:
1. Wawancara
Percakapan yang terdiri dari tanyajawab secara langsung dengan
pasien, keluarga pasien, perawat ruagnan, dan petugas kesehatan lain
mengenai masalah kesehatan pasien untuk mengetahui respon verbal
maupun non verbal. Data yang diperoleh meliputi identitas pasien,
keluhan, riyawat keperawatan (sekarang, dahulu, dan keluarga),
kesehatan saat ini, dan pengetahuan keluarha terhadap pemenuhan
latihan genggam bola karet mini yang dilakukan di RSUD Ungaran.
2. Observasi
Observasi dengan mengumpulkan data terhadap pemberian asuhan
keperawatan dengan pengamatan secara langsung terhadap pasien agar
mengetahui keadaan pasien dan megurangi atau mengatasi keluhan.
3. Pemeriksaaan fisik
Pemeriksaan fisik pada studi kasus ini menggunakan pendekatan head
to toe (alat indera) dan dengan pendekatan IPPA (Inspeksi, Palpasi,
Perkusi, Auskultasi). Dengan menyajikan gambaran realistis perilaku
atau kejadian perilaku pasien untuk melakukan pengukuran terhadap
aspek tertentu dan observasi ROM dengan format yang sudah
disediakan.
4. Dokumentasi
Kegiatan mengumpulkan dan mencari data sekunder melalui dokumen
berupa catatan, hasil laboratorium, rontgen, CT Scan, dan lain-lain dari
pemeriksaan diagnostik dan catatan hasil data rekam medis pasien.

F. Teknik Analisa Data


Analisa data dilakukan ketika pengumpulan data pertama hingga akhir
terkumpul. Analisa data dalam laporan Karya Tulis Ilmiah diamati,
mengemukakan fakta yang ada, dan membandingkan dua pasien yang
telah diberikan asuhan dengan penerapan teori yang dituang dengan opini
pembahasan pada pasien dengan range of motion (ROM) genggam bola
karet mini.
Berikut adalah analisa data yang akan dilakukan oleh penulis sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan berasal dari pengkajian pada pasien dengan
range of motion (ROM) genggam bola karet mini dengan menerapkan
metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
2. Meredukasi data
Setiap data hasil wawancara yang terkumpul dikelompokkan menjadi
data objektif dan subjektif kemudian di identifikasi, dianalisis,
memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon
terhadap masalah untuk dibandingkan dengan nilai normal antar kasus.
3. Kesimpulan
Penulis menggunakan metode induksi untuk mendapatkan penarikan
kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan berupa hasil pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penetapan intervensi keperawatan,
pelaksanaan implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan

G. Etika Penelitian
Secara umum prinsip etik penelitian atau pengumpulan data dapat
dibedakan menurut (Nursalam, 2016, 2013) sebagai berikut:
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Persediaan harus dilakukan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek pada penelitian, harus dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa
partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan
tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan.
c. Risiko (benefit ratio)
Peneliti harus berhati-hati untuk mempertimbangkan risiko dan
keuntungan yang akan berakibat pada subjek setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut atau tidak mejadi responde (right to self
determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau
tidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat pada
kesembuhannya.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan
Jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure)
yaitu seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara
terperinci dan bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi
kepada subjek.
c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed
consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya
akan dipergunakan untuk mengembang ilmu.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair
treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan
sesudah keikutsertaanya, tanpa adanya diskriminatif apabila dia
tidak bersedia atau dikeluarkan dalam penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaanya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan maka perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan
rahasia (confidentiality).

DAFTAR PUSTAKA

Aguilar, C. V. (2020). Clasificaciones nanda, noc, nic 2018-2020. Salusplay.


Agusrianto, A., & Rantesigi, N. (2020). Penerapan Latihan Range of Motion
(Rom) Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien
dengan Kasus Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(2), 61–66.
https://doi.org/10.36590/jika.v2i2.48
Astriani, N. M. D. Y., & Ariana, P. A. (2016). Pengaruh ROM Exercise Bola
Karet terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Non Hemoragik.
Jurnal Keperawatan Buleleng, 1(1).
Bruno, L. (2019). (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9).
Faridah, U., Sukarmin, & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo
Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36–43.
Heny Siswanti, D. H. (2021). Pengaruh Latihan Menggenggam Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragik Di Rumah Sakit
Permata Bunda Puwordadi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Klaten, 1.
JATENG, D. (2017). PROFIL KESEHATAN JAWA TENGAH TAHUN 2020.
BMC Public Health.
Kabi, G. Y. C. R., Tumewah, R., & Kembuan, M. A. H. N. (2015). GAMBARAN
FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK YANG
DIRAWAT INAP NEUROLOGI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO PERIODE JULI 2012 - JUNI 2013. E-CliniC, 3(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.3.1.2015.7404
Kasiati, & Rosmalawati, N. wayan D. (2016). Modul Bahan Cetak Keperawatan
Kebutuhan Dasar Manusia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Masturoh, imas, dan nauri anggita T. (2018). Metodologi penelitian kesehatan.
Bahan Ajar Rekam Medis Dan Informasi Kesehahan (RMIK), 1.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. In Buku 1.
Muklasin, E. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE ISKEMIK
PADA Ny. K DAN Tn. N DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUANG MELATI RSUD Dr.
HARYOTO LUMAJANG. Karya Tulis Ilmiah.
Muttaqin, A. (2014). Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Salemba Medika, 4(2).
Nanda. (2020). dignosticos enfermeros. In BMC Public Health (Vol. 5, Issue 1).
Nursalam, 2016, metode penelitian. (2013). Nursalam, 2016. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9).
Nursalam. (2015). Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Imu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen, Penelitian
Keperawatan. Yogyakarta: Salemba Medika Padila. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9).
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. In Dpp Ppni.
PPNI. (2019). SLKI. In Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Presley, B. (2013). Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Buletin
Rasional, 12(1), 6–8. http://repository.ubaya.ac.id/21378/1/Rasional Vol 12
No 1.pdf
Puspitawuri, A., Santoso, E., & Dewi, C. (2019). Diagnosis Tingkat Risiko
Penyakit Stroke Menggunakan Metode K-Nearest Neighbor dan Naïve
Bayes. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer,
3(4).
Rachman, R. (2021). Implementasi Case Based Reasoning Mendiagnosa Penyakit
Stroke Menggunakan Algoritma Probabilistic Symmetric. Jurnal
Informatika, 8(1), 10–16. https://doi.org/10.31294/ji.v8i1.8563
Ramadhani, S. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H DENGAN
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS ( HIV) + POST
LAPARATOMY DI RUANG RAWAT INAP INTERNE PRIA RSUD
DR.ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018. Laporan Study
Kasus.
Reny Chaidir, I. utia zardi. (2014). Pengahuh Latihan Range Of Motion Pada
Ekstremitas Atas Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan otot pasien stroke
on hemoragi di ruang rawat stroke Rssn Bukittinggi Tahun 2012. Afiyah,
1(1).
Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. In Laporan Nasional Riskesdas 2018 (Vol. 53, Issue 9).
Sugiartini, L. P. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang Oleg RSUD
Mangusada Badung Tahun 2018. The British Journal of Psychiatry.
Sugiyono. (2016). Definisi dan Operasionsl Variabel Penelitian. Definisi Dan
Operasionsl Variabel Penelitian.
Sunusi, G. M., Muhadi, D., & Arif, M. (2019). ANALISIS MEAN PLATELET
VOLUME (MPV), PLATELET DISTRIBUTION WIDTH (PDW), DAN
JUMLAH TROMBOSIT PADA STROKE HEMORAGIK DAN NON
HEMORAGIK. INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY
AND MEDICAL LABORATORY, 25(2), 202.
https://doi.org/10.24293/ijcpml.v25i2.1392
Wijaya, A. K. (2013). Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. E-
Jurnal Medika Udayana, 2(10).
Yarmaliza, Y., & Zakiyuddin, Z. (2019). PENCEGAHAN DINI TERHADAP
PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) MELALUI GERMAS. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Multidisiplin, 2(3).
https://doi.org/10.36341/jpm.v2i3.794
Yuda, H. T., & Yuwono, P. Y. (2020). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN
BUDAYA TERHADAP DUKUNGAN PADA PASIEN STROKE DI RS
PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 16(2). https://doi.org/10.26753/jikk.v16i2.395

Anda mungkin juga menyukai