Anda di halaman 1dari 25

JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 3, SEPTEMBER 2016

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

A.A.I.N.Marhaeni,I.K.Sudibia ,I.G.W.M.Yasa ,P.M.Dewi ,N.N.Yuliarmi ,danS.D.


Rustariyuni

ABSTRAK

Kabupaten Karangasem memiliki persentase yang sangat rendah berkenaan dengan keluarga berencana
aktif pada pasangan usia subur (PUS). Untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk, mereka harus
dibantu dalam meningkatkan prevalensi penggunaan kontrasepsi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk: 1)
meningkatkan pemahaman tentang pasangan usia subur (PUS) mengenai kesehatan reproduksi; 2)
meningkatkan pemahaman tentang PUS tentang kekurangan dan kelebihan masing-masing kontrasepsi
untuk membantu merencanakan kelahiran; 3) membantu PUS dalam menggunakan kontrasepsi, yang akan
dilayani oleh petugas yang bersangkutan. Pemecahan masalah adalah: 1) mengumpulkan mereka, dan
kemudian memberikan penjelasan atau sosialisasi, sehingga ada diskusi untuk memberikan dampak yang
lebih pada pemahaman kesehatan reproduksi, 2) Peningkatan pemahaman kesehatan reproduksi, akan
dilanjutkan dengan perencanaan atau KB melalui penggunaan kontrasepsi sesuai dengan kondisi peserta.
Dari data yang
dapatdilihatbahwa53,8%dariPUSmemilihuntukmenggunakanimplan,sekitar41,0%menggunakanIUD, dan
hanya 2,6% menggunakan suntikan dan pil. Tujuan dari program ini adalah untuk mendorong orang
menggunakankontrasepsi,sehinggaPUSdilindungidarikemungkinankehamilansebelum3tahun.Kegiatan
berhasil mencapai tujuannya, karena hampir 95% dari mereka memilih menggunakan kontrasepsi, yaitu IUD
danimplan.

Kata kunci : keluarga berencana, kontrasepsi, pil, suntikan, pasangan usia subur.

ABSTRACT
Karangasem regency has a very low percentage of family planning active against fertile age spouses
(PUS). To reduce the population growth rate, they should be assisted in increasing the prevalence of
contraceptive use. This activity is intended to: 1) improve the understanding of fertile age couple (PUS) on
reproductive health; 2) enhance understanding of the PUS about disadvantages and advantages of each
contraception to help plan the birth; 3) assist PUS who do not cost apply any contraceptives, which will be
served by the officer concerned. Problem solving were: 1) collect them, and then give an explanation or
socialization, so there is two-way discussion to give more impact on the understanding of reproductive
health, 2) An increase understanding of reproductive health, will continue with birth control through the use
of contraceptives in accordance with the conditions of the participants. From data, it can be seen that 53.8%
of the PUS have choosen to use implants, approximately 41.0% using the IUD, and only 2.6% using
injections and pills. The
purposeofthisprogramistoencouragepeopleofusingcontraceptives,sothePUSwillbeprotectedfromthe
possibility of pregnancy before 3 years. The activities successfully achieved its objectives, since nearly 95%
of them use contraception steady, namely IUDs andimplants.
JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 3, SEPTEMBER 2016
Keywords : health, reproduction, family planning, contraception, fertile age spouses.

1. PENDAHULUAN

Kesejahteraan adalah tujuan dari pembangunan yang dilaksanakan di semua negara termasuk
Negara Indonesia. Seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, bahwa
tujuan dari pembangunan yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia adalah untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Masyarakat adil dan makmur sering
diterjemahkan menjadi masyarakat yang sejahtera material dan spiritual. Dengan demikian
kesejahteraan akan dilihat dari 2 sisi yaitu kesejahteraan secara material dan kesejahteraan secara
spiritual. Kesejahteraan secara material akan dapat dicapai jika masyarakat dapat memperoleh
penghasilan yang mencukupi untuk membiayai segala kebutuhan hidupnya. Masyarakat yang
kurang beruntung dan tidak dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya sering disebut sebagai
kelompok penduduk miskin. Kriteria penduduk miskin yang digunakan biasanya ada 2 yaitu
kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan secara absolut dapat dilihat dari tingkat
pendapatan tertentu sebagai garis kemiskinan yang umumnya ditetapkan per kapita. Jika rata-rata
pendapatan per kapita sebuah keluarga berada di bawah garis kemiskinan, maka keluarga tersebut
dikatagorikan sebagai keluarga atau penduduk miskin. Di sisi lain kemiskinan relatif dikaitkan
dengan persentase pendapatan yang dinikmati oleh 40 persen penduduk dengan pendapatan
terendah. Ukuran ini digunakan untuk melihat ketimpangan pendapatan antar kelompok
masyarakat, sehingga dapat diketahui apakah suatu daerah mengalami ketimpangan yang tinggi,
sedang, atau rendah.

Jumlahpendudukmiskinsecaraabsolute,sangatditentukanolehgariskemiskinanyangditetapkan pada
satu waktu tertentu dan juga ditentukan oleh rata-rata pendapatan per kapita yang diterima
olehanggotarumahtangga.Daricaraperhitunganinimemberikanindikasibahwasemakinbanyak
anggota keluarga, maka rata-rata pendapatan per kapita akan semakin mengecil. Kondisi ini akan
membawa sebuah konsekuensi jika anggota keluarga semakin banyak, maka pada keluarga yang
pendapatan keluarganya rendah akan terjadi semakin banyak anak yang dimiliki atau dilahirkan,
maka akan semakin tinggi kemungkinan keluarga tersebut berada di bawah garis kemiskinan, atau
semakin tinggi kemungkinan akan masuk ke dalam klasifikasi penduduk miskin. Kondisi ii sesuai
dengan pandangan Malthus, bahwa pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur sedangkan
makanan meningkatnya mengikuti deret hitung, akan menyebabkan suatu saat akan terjadi
kelaparan.

Berdasarkan data hasil sesus penduduk yang terakhir yaitu tahun 2010, terlihat terjadipeningkatan
yang sangat pesat pada pertumbuhan penduduk, baik di tingkat ptovinsi maupun di tingkat
kabupaten/kotadiBali.Perumbuhanpendudukdisuatudaerahtidaksajadisebabkankarenaselisih angka
kelahiran dengan angka kematian, juga dipengaruhi oleh selisih migrasi masuk dan migrasi ke luar
dari suatu daerah. Jumlah kelahiran yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
kematianakanmenyebabkanselisihyangpositifyangberartiakanmenambahjumlahpendudukdi suatu
daerah. Selisih jumlah kelahiran dengan jumlah kematian dalam suatu periode waktu tertentu
disebut dengan pertumbuhan alamiah. Demikian pula jika migrasi masuk lebih banyak
dibandingkandenganmigrasikeluardisuatudaerahtertentu,kondisitersebutjugaakanmenambah
jumlah penduudk di suatu daerah. Fenomena yang terjadi pada periode sensus penduduk terakhir
adalah tingkat pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat dibandingkan dengan periode
sensus penduduk pada periode sebelumnya. Pada kabupaten/kota yang mengalami migrasi masuk
yangtinggisepertiKotaDenpasar,maupunKabupatenBadung,tingkatpertumbuhanpenduduknya
selaindisebabkanolehtingkatpertumbuhanalami,jugadisebabkanolehselisihmigrasimasukdan
migrasi keluar (migrasi neto) yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada tingkat pertumbuhan
pendudukyangtinggidikeduadaerahtersebutyangjauhlebihtinggidaripadakabupaten/kota
VOLUME 15 NO. 3, SEPTEMBER 2016 |
253
lainnya maupun jika dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Bali secara umum. Dengan
KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

demikian daerah-daerah yang menerima migrasi masuk yang tinggi, akan mengalami tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi, mengingat angka kelahiran antar satu kabupaten/kota di
Provinsi Bali, tidak terlalu jauh berbeda, meskipun ada kecenderungan angka kelahiran juga
mengalami kenaikan akhir-akhir ini. Hal ini dapat dilihat dari data SDKI (Survai Demografi dan
KesehatanIndonesia)tahun2007mencatatPasanganUsiaSubur(PUS)yangmenggunakanKBdi
Provinsi Bali sebanyak 69,40 persen, namun pada data SDKI tahun 2012 persentase tersebut
menurun menjadi 59,60 persen (BKKBN, 2012). Penurunan persentase PUS yang menggunakan
kontrasepsi pada periode tersebut dapat menjadi indikasi bahwa terjadi peningkatan kelahiran di
Provinsi Bali yang pada akhirnya akan menyumbang pada tingkat pertumbuhan penduduk.
Kabupaten Badung dan Kota Denpasar pertambahan penduduknya akan disumbang lebih banyak
oleh selisih migrasi masuk dengan migrasi keluar sebagai daerah yang banyak menarik migran
untuk datang ke tempat tersebut . Namun di sisi lain kabupaten-kabupaten yang sedikit menerima
migrasi masuk cenderung pertumbuhan penduduknya lebih banyak disumbang oleh selisih
kelahiran dengan kematian.

Dari berbagai hasil Sensus Penduduk terlihat tingkat pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali
berfluktuasi, namun terlihat pada Hasil Sensus Penduduk terakhir pertumbuhan penduduk di
Provinsi Bali mengalami kenaikan. Pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali rata-rata 1,71 persen
per tahun berdasarkan data Sensus Penduduk selama periode 1971 – 1980. Pada periode berikutnya
yaitu tahun 1980 – 1990 pertumbuhannya menurun menjadi 1,18 persen, tetapi periode 1990 –
2000 meningkat menjadi 1,26 persen (BPS, 1972, 1982, 1992, dan 2002). Pertumbuhan penduduk
yang paling tinggi terjadi pada periode terakhir yaitu tahun 2000-2010 yang mencapai mencapai
2,15 persen per tahun (Marhaeni, 2012). Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Badung
padaperiodesensuspendudukterakhir(2000-2010)mencapai4,63persenyangmerupakantingkat
pertumbuhan penduduk tertinggi, dan disusul oleh Kota Denpasar yang menduduki urutan ke 2
yang mencapai tingkat 4 persen selama periode tersebut. Berikut disampaikan data persentase
peserta KB aktif di ProvinsiBali.

Tabel 1. Persentase Peserta KB Aktif Terhadap PUS di Provinsi Bali Tahun 2011
No. Kabupaten/Kota % Peserta KB Aktif terhadap PUS (%)
1 Jembrana 88,74
2 Tabanan 87,46
3 Badung 85,21
4 Gianyar 83,79
5 Klungkung 87,36
6 Bangli 89,97
7 Karangasem 82,63
8 Buleleng 86,45
9 Denpasar 82,74
10 Provinsi Bali 85,67
Sumber: BPS, 2013, Bali Dalam Angka 2012

Pertumbuhan penduduk yang tinggi di suatu daerah/wilayah akan menjadi sumber terjadinya isu-
isu kependudukan jika sumber daya yang dibutuhkan tidak dapat terpenuhi. Pertumbuhan
pendudukyangmencapailebihdari2persentersebutbukanlagidisebutsebagaipertumbuhanyang tinggi
tetapi sudah dikatakan sebagai pertumbuhan penduduk yang meledak. Selama pendataan penduduk
di Provinsi Bali belum pernah pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali mencapai 2 persen, kecuali
pada periode terakhir ini. Melihat kondisi inidi seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Baliharusdicaricarauntukdapatmenurunkanpertumbuhanpenduduknyaterutamayangberkaitan
dengan selisih antara kelahiran dengan kematian. Pada kontribusi selisih migrasi masuk dengan
migrasi keluar hanya dapat dilakukan melalui perbaikan kelengkapan administrasi penduduk
pendatang yang mungkin dapat sedikit menghambat pertumbuhan mereka. Namun demikian tetap
juga terkendala persoalan Negara kesatuan Indonesia, siapapun boleh pergi kemanapunmereka

VOLUME 15 NO. 3, SEPTEMBER 2016 |


255
menginginkannya. Tabel 1 menunjukkan Kabupaten Karangasem memiliki persentase KB aktif
terhadap PUS yang paling rendah, sehingga dalam usaha untuk menurunkan tingkat pertumbuhan
penduduk mereka harus dibantu dalam meningkatkan prevalensi penggunaan kontrasepsi mereka.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu mereka merencanakan jumlah kelahiran yang mereka
miliki melalui keikutsertaan mereka dalam Program Keluarga Berencana, dan meningkatkan
pemahaman mereka tentang kesehatanreproduksi.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka hal yang dapat dilakukan adalah mengintervensi
selisih kelahiran dengan kematian agar menjadi lebih sedikit, dengan memperhatikan jumlah
kelahiran. Jumlah kematian tentu saja tidak dapat ditingkatkan agar menurunkan selisih kelahiran
dan kematian, namun yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan kelahiran. Penurunan
jumlah kelahiran dapat dilakukan melalui pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang
kesehatanreproduksi,sehinggamerekabersediamengaturkelahirananaknyasertaberpikirtentang
jumlah anak yang wajar untuk dimiliki sesuai dengan kondisi sosial ekonomi mereka. Dengan
kebijakanKBmandiriyangtelahdilaksanakanselamainiolehpemerintahyangberartimasyarakat harus
membayar sendiri pelayanan KB yang mereka dapatkan, tidak dapat dipungkiri akan menurunkan
prevalensi penggunaan kontrasepsi akibat keterbatasan biaya terutama pada daerah-
daerahyangpenghasilanpenduduknyarelatifrendahsepertidiKabupatenKarangasem.Kabupaten ini
memiliki rata-rata pendapatan per kapita paling rendah di antara kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Bali. Penghasilan yang rendah dapat juga berdampak pada tingginya unmetneed yaitu
suatu kondisi masyarakat yang tidak menggunakan kontrasepsi padahal mereka tidak
menginginkan anak lagi atau belum ingin untuk menambah anaknya dalam jangka waktu dekat.
Pasangan Usia Subur (PUS) yang seperti inilah yang harus mendapat perhatian untuk dibantu agar
tidak menyebabkan kelahiran anak yang tidak diinginkan atau kelahiran yang terpaksa terjadi.
Dengan demikian peningkatan pemahaman tentang kesehatan reproduksi menjadi penting untuk
dilakukan serta pemberian bantuan bagi PUS yang tergolong unmetneed, menjadi satu cara yang
dapat meningkatkan kesehatan reproduksimereka.

Tujuan dari kegiatan pengabdian yang akan direncanakan ini adalah untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat khususnya pasangan usia subur tentang pentingnya pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi. Dengan pemahaman yang tepat tentang kesehatan reproduksi,
masyarakat khususnya pasangan usia subur (PUS) diharapkan dapat merencanakan kelahirannya
dengansebaik-baiknya,dilihatdarisegijumlah,waktu,maupunjarakkelahiranyangideal.Dengan
perencanaan yang matang berkaitan dengan jumlah dan kapan saat yang tepat untuk melahirkan
baik dari segi umur ibu maupun kondisi kesehatannya dapat berdampak terhadap kualitas anak
yang dilahirkan. Jumlah anak yang terlalu banyak, dengan jarak yang relatif dekat akan
mempengaruhikesehatanreproduksiparaibuyangpadaakhirnyadapatmenurunkankualitasanak yang
dilahirkan.

Dengandemikiantujuansecaraspesifikdarikegiatanpengabdianmasyarakatyangakandilakukan ini
adalah: 1) meningkatkan pemahaman Pasangan Usia Subur tentang kesehatan reproduksi; 2)
meningkatkan pemahaman Pasangan Usia Subur tentang kelemahan dan keunggulan masing-
masingalatkontrasepsiuntukmembantumerencanakankelahiran;3)memberikanbantuankepada
Pasangan Usia Subur yang tidak memiliki biaya untuk membeli atau membayar penggunaan atau
pemasangan alat kontrasepsi, yang akan dilakukan oleh petugas yang terkait. Dengan demikian
setelah kegiatan pengabdian ini dilakukan maka dapat diharapkan Pasangan Usia Subur (PUS)
mampu melakukan pilihan yang terbaik dalam merencanakan kelahiran anaknya sehingga
diharapkankualitasanakyangdilahirkandapatmeningkat.Selainitusetelahkegiataninidilakukan bagi
masyarakat atau PUS yang tidak memiliki kemampuan keuangan untuk membeli atau
memasangalatperencanaankelahiran(alatkontrasepsi)yangsesuaidenganyangdiinginkan.
2. METODEPELAKSANAAN

Beberapaalternatifpemecahanmasalahdapatdilakukan,misalnyauntukmemberikanpengetahuan
tentang kesehatan reproduksi kepada masyarakat atau Pasangan Usia Subur (PUS) dapat dilakukan
dengan memberikan brosur atau selebaran kepada mereka untuk dibaca dan dipahami oleh mereka.
Namun sepertinya cara ini tujuan pencapaiannya akan lebih rendah jika dibandingkan dengan apa
yang dilakukan pada kegiatan pengabdian ini. Kelemahan jika diberikan selebaran atau brosur
tentang makna kesehatan reproduksi, bagaimana cara menjaga dan melakukannya, akan besar
kemungkinannyatidakdibacadanjikaadapertanyaanmerekatidakakanmendapatkanjawabannya. Cara
seperti ini bersifat satu arah tidak ada timbal balik diskusi atau pertanyaan untukmemperjelas apa
yang dimaksudkan. Dengan demikian cara yang dilakukan dalam pengabdian masyarakat ini yaitu
dengan mengumpulkan mereka, kemudian diberikan penjelasan dan ada diskusi 2 arah akan lebih
memberikan dampak pada pemahaman mengenai kesehatan reproduksi. Selain itu petugas dapat
melakukan persuasi untuk mengajak mereka melakukan sesuatu yang lebih baik dalam kehidupan
keluarga mereka. Dengan demikian hasilnya akan lebih baik jika dilakukan melaluikegiatan
pengabdian pada masyarakatini.

Untuk bantuan pemasangan alat kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan mereka dapat juga
dilakukan dengan memberikan mereka bantuan dalam bentuk uang ataupun alat agar mereka
sendiri yang berusaha melakukan pemasangan atau pemakaiannya, namun hal ini juga akan tidak
sesuai dengan harapan, mereka ada kemungkinan mendapatkan kesulitan untuk melakukan hal
tersebut. Dengan demikian pada kegiatan pengabdian yang akan dilakukan ini kesulitan tersebut
tidak akan terjadi mengingat tim pengabdian yang akan melaksanakan pemasangan tersebut
khususnya tim medis yang berasal dari puskesmas setempat. Dengan demikian terjadi kepastian
peningkatan prevalensi penggunaan kontrasepsi setelah kegiatan pengabdian pada masyarakat ini
dilakukan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka dapat disimpulkan lebih baik
melaksanakan kegiatan pengabdian ini karena lebih memberikan kepastian terjadi peningkatan
pemahamantentangkesehatanreproduksiyangakandilanjutkandenganperencaanataupengaturan
kelahiranmelaluipemasanganataupenggunaankontrasepsiyangsesuaidengankondisiresponden.
Dengan demikian dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini ada 2 metode yang digunakan
yaitu:1) Metode ceramah yang akan diberikan oleh tim pengabdian dan juga dari tenaga kesehatan
khususnya dokter yang berasal dari puskesmas setempat. Metode ceramah ini digunakan untuk
menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, dan tentang kelebihan
dan kekurangan masing-masing jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh Pasangan Usia
Subur (PUS) yang membutuhkannnya. 2) Selain metode ceramah, juga akan digunakan metode
praktekpemasanganataupenggunaanlangsungkontrasepsiyangdibutuhkanolehmasyarakatatau
Pasangan Usia Subur (PUS), khususnya pemasangan IUD dan implant (susuk KB) yang akan
dilakukan oleh tenaga medis yaitu dokter dan dibantu oleh bidan dan perawat di Puskesmas
setempat.

3. HASIL DANPEMBAHASAN

3.1. Tim PelaksanaKegiatan

Sampai berlangsungnya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini melibatkan banyak Tim
pelaksana kegiatan yang lebih dari 1 tim. Beberapa tim tersebut dapat disampaikan secara rinci
sebagai berikut: 1). Sebelum pelaksanaan kegiatan dilakukan ada satu tim yang paling adhulu
bekerja adalah PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) yang bertugas untuk melakukan
pendataan PUS (Pasangan Usia Subur) yang belum menggunakan kontrasepsi dan berkeinginan
menggunakankontrasepsi,tetapikarenasatudanlainhal,saatinimerekabelummenggunakannya. 2).
Tim pelaksana yang juga terlibat dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah tenaga
medis dan paramedis yang bertugas memberikan pelayanan untukpemasangan alat
kontrasepsi atau alat KB yang diinginkan oleh peserta. Selain itu tenaga medis dan paramedis, dan
juga petugas dari dinas kesehatan Kabupaten Karangasem juga memberikan penjelasan tentang
manfaat pengaturan kelahiran, dan menyetop kelahiran, serta memebrikan penjelasan tentang
masing-masing jenis alat kontrasepsi yang ditawarkan dalam kegiatan tersebut. 3), Tim pelaksana
pengabdian kepada masyarakat dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar,
yang terdiri atas satu orang ketua dan 5 orang anggota tim yang bertugas memberikan ceramah
tentang kesehatan reproduksi, selain itu tim ini juga bertugas untuk melakukan wawancara dengan
menggunakan kuesioner singkat tentang pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi, dan
juga menanyakan tentang manfaat yang dirasakan oleh peserta kegiatan ini setelah mereka
mendapat penjelasan dan pelayanan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peserta kegiatan. 4).
TimyangberasaldariBKKBNProvinsiBaliyangmempersiapkanalatkontrasepsiyangdigunakan dalam
kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, dan juga mempersiapkan konsumsi yang diberikan
kepada petugas dan tim lainnya 5). Tim yang berasal dari BKKBN Kabupaten Karangasem yang
bertugas untuk mengkoordinasikan tempat dimana kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini
dilaksanakan. Semua tim yang telah disebutkan bekerja sama untuk ikut terlibat dalam
mensukseskan kegiatanini.

3.2. Proses Kegiatan, Bahan, Alat serta Saranayang Dibutuhkan

Dalamkegiatanpengabdiankepadamasyarakatini,menggunakanberbagaibahan,alat,sertasarana
yangmemangdiperlukandalamkegiatantersebut.Alat,bahan,dansaranayangdigunakantersebut telah
dipersiapkan oleh BKKBN Provinsi Bali Bahan, alat, dan sarana yang digunakan dapat
disampaikan sebagaiberikut.
(1)Bahan-bahanyangdigunakandalamkegiataniniadalahbahanyangdigunakandalamkegiatan
pesanganalatkontrasepsiataaualatKBtersebutsepertiPill,IUD,atauimplantataususukKB. Bahan
lain yang juga digunakan antara lain obat-obatan terutama setelah dilakukan pemasangan
susuk maupun IUD. Untuk mereka yang menggunakan Pil, tidak perlu diberikan pil lain
seperti pil antibiotic seperti PUS yang menggunakan susuk KB maupun yang
menggunakanIUD.Alatlainyangdiperlukanantaralainsepertigunting,pisaumaupunpisau. Alat
yang juga digunakan antara lain ember tempat air, tempat tidur, danbantal.
(2). Sarana lain yang diperlukan dalam kegiatan ini adalah mobil penerangan keliling atau Mobil
Mupen yang digunakan dalam melakukan kegiatan pemasangan alat KB seperti pemasangan
implant atau IUD. Jumlah mobil Mupen yang digunakan sebanyak 2 buah agar lebih cepat
dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. PUS yang menggunakan alat kontrasepsi atau alat
KB seperti IUD, implant, dan suntik, diberikan pelayanan di Mobil Mupen tersebut. Mobil
MupeninidigunakanberkelilingBaliuntukmelakukankegiatanpemasanganalatkontrasepsi, yang
berisi slogan “Ayo IkutKB”.
(3). Sarana yang juga dibutuhkan adalah ruangan dan kursi yang digunakan untuk memberikan
ceramah atau penjelasan tentang kesehatan reproduksi, serta memberikan penjelasan tentang
keunggulan dan kelemahan dari masing-masing alat kontrasepsi yang ada. Penjelasan ini
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada para peserta dalam memilih alat
kontrasepsiyangingindigunakan,jugauntukmengantisipasiprotesataumenyalahkanpetugas
seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti terjadi efek samping akibat
penggunaan kontrasepsi yang mungkin tidak cocok dengan kondisi tubuh atau fisik dari PUS
yangmenggunakannya.
(4). Pemberian ceramah terhadap PUS dilakukan sebelum pemasangan alat kontrasepsi dilakukan.
Ceramah ini dilakukan dua tahap yaiyu : 1). Pertama diberikan ceramah atau pemahaman
tentangkesehatanreproduksi,sepertipemahamantentangmasasubur,umurberapasebaiknya untuk
mengandung yang terakhir kalinya, kegiatan untuk menunda, menjarangkan, ataupun
menyetop kelahiran. Kemudian tentang pemahaman mengenai penyakit HIV AIDS, dan
penyakit menular seksual lainnya. Setelah dilakukan ceramah tentang kesehatan reproduksi,
barulahdiberikanpenjelasantentangberbagaijenisalatkontrasepsiyangada.Alatkontrasepsi
yangdapatdigunakanolehparapesertaada4yaituIUD,implant,suntik,danpill.Dalam
program ini sebenarnya diharapkan peserta menggunakan alat kontrasepsi mantap seperti
implant atau IUD agar memberikan perlindungan yang lebih lama yang rata-ratanya sekitar 3
tahun. Suntik dan Pill tidak dianjurkan, namun jika ada yang menginginkannya karena tidak
cocok dengan alat yang lainnya, maka akan diberikan menggunkannya. Sebelum mereka
memilihalatkontrasepsiyangakandigunakan,petugasmedisbaikbidanmaupundaripetugas
kesehatan memberikan penjelasan tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing jenis alat
kontrasepsi tersebut. Juga dijelaskan tentang efek samping (side effect) yang mungkin terjadi
jika menggunakan suatu jenis alat kontrasepsi. Penjelasan ini diberikan agar mereka dapat
mempertimbangkan segala hal dan yang paling penting, ini digunakan sebagai dasar dalam
melakukan suatu pilihan terhadap alat kontrasepsi yang ingin digunakan. Sesuai dengan masa
berlakudarialatkontrasepsiyangdigunakanolehPUSkhususnyaIUDdanImplantyangrata-
rata3tahunharusdiperhatikanolehPUSyangmenggunakannya.Setelah3tahunmeekaharus
menggantiataumembukaalatyangdigunakansetelahitumerekadapatmenggunakanmetode lain
atau menggunakan metode yang sama, namun dengan alat yang baru. Dengan demikian alat
kontrasepsi yang memberikan perlindungan selama 3 tahun ini disebut alat kontrasepsi
mantap, yang dapat dikatakan sangat jarang akan terjadi kegagalan jika menggunakannya.
Kegagalan ini dalam pengertian mereka yang menggunakan alat ini mengalami kehamilan
padahal mereka sudah menggunakannya atau terjadi efek samping atau side effect sehingga
mereka harus melepaskannya. Persentase kegagalannya dapat dikatakan sangat rendah atau
bahkanmungkintidakadakegagalan,jikamerekacocokdantepatdalamperawatannya.
(5). Setelah ceramah diberikan kepada mereka baik tentang kesehatan reproduksi maupun tentang
semua jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan oleh mereka, lalu merka diberikan
pelayanan di mobil keliling atau Mobil Mupen tersebut, dan jenis pelayanan yang diberikan
sesuai dengan yang mereka inginkan. Jenis alat kontrasepsi yang ingin digunakan dituangkan
ke dalam sebuah form pencatatan atau kartu sebagai data yang menunjukkan identitas dan
jenisalatkontrasepsiyangdiinginkan.Pelayananinidiberikandalam2mobilMupensehingga
pelayanan lebih cepat dilakukan. Dalam kegiatan pemasangan alat kontrasepsi ini dilakukan
oleh tenaga medis yang dimiliki oleh BKKBN Provinsi yaitu bidan, dan juga tenaga medis
yang berasal dari Kabupaten Karangasem, serta dokter pendamping dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Karangasem. Dalam setiap mobil pelayanan tersebut ada 3-4 orang tenaga medis
yangterlatihyangsudahbiasamelakukankegiatanpemasanganalatkontrasepsitersebut,yang
berasal dari BKKBN Provinsi dan mobil Mupen yang satu lagi juga terdapat 3 orang tenaga
medisyangberasaldaribidanKabupatenKarangasem,serta1orangdokterpendampingyang
mengawasi kedua pelayanan yang diberikan tersebut. Dengan demikian total tenaga medis
yang digunakan dalam kegiatan ini sebanyak 8 orang. Dalam kegiatan yang dilakukan ini
terlihat tidak ada peserta yang ingin menggunakan metode MOP (Metode Operasi Pria) dan
MOW (Metode Operasi Wanita) atau pasektomi dan tubektomi. Jadi kegiatan dengan metode
sterilisasi tidak digunakan dalam kegiatan pengabdian kepadamasyarakatini.
(6). Setelahpelayanandiberikanterutamayangmenggunakanimplant,IUD,dansuntikan,mereka
diberikan obat-obatan terutama antibiotic dan penghilang rasa sakit, serta obat penurun panas
untuk mereka minum sesuai dengan aturan yang diberikan. Obat-obatan ini diberikan untuk
mengantisipasi seandainya terjadi infeksi atau rasa sakit yang berlebihan, sehingga mereka
tidak menjadi kelabakan, dan dapat langsung mengatasi hal-hal yang mereka rasakan yang
tentunya tidak mereka inginkan. Pemberian obat-obatnya ini menjadi sangat penting dalam
menjaga kesehatanmereka.
(7). Dalampelaksanaankegiatanini,ternyataadajugaPUSyangmemintapelayananhanyauntuk
membukaalatkontrasepsiyangmerekagunakan,karenamerekainginkananaklagi.Selainitu ada
juga yang membuka dan memasang lagi dengan alat yang sama atau ada pula dengan alat
yangberbeda.SelainituadajugaPUSyangbarumenggunakankontrasepsiditempatkegiatan
tersebut karena baru habis melahirkan sehingga membutuhkan alat KB untuk mengatur
kelahiranmereka.Merekayangdatangpadaharitersebutsemuanyadiberikanpelayanan.
KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

4. SIMPULAN DANSARAN

Simpulan yang dapat ditarik dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan adalah 1).
Pemberian pemahaman tentang kesehatan reproduksi bagi Pasangan Usia Subur (PUS) dapat dilakukan dengan
memberikan sosialisasi atau ceramah tentang hal tersebut. Pada saat kegiatan tersebut dilakukan juga diberikan
contoh-contoh yang sesuai dengan materi yang dijelaskan; 2). Peningkatan pemakaian kontrasepsi dapat dilakukan
dengan cara melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh tim, karena semua PUS
yang datang pada kegiatan tersebut bersedia menggunakannya. Melalui kegiatan ini semua Pasangan Usia Subur
(PUS) yang datang bersedia menggunakan kontrasepsi atau alat KB yang sebagian besar bertujuan untuk menyetop
kelahiran, sehingga melalui kegiatan ini prevalensi penggunaan kontrasepsi meningkat. Sekitar 73 persen
menyatakan bersedia menggunakan alat kontrasepsi ini karena tidak ingin lagi menambah jumlah anaky mereka.
Hal ini berarti kegiatan pengabdian yang dilakukan dapat meningkatkan CU (Current User) atau meningkatkan
persentase mereka yang menggunakan kontrasepsi. Saran yang dapat disampaikan dalam kesempatanini
adalahmelanjutkankegiatanpemberianceramahtentangkesehatanreproduksidanpemberianKIE tentang kelemahan
dan keunggulan dari setiap jenis alat KB yang dapat dipilih dan dipergunakan, dan dilanjutkan dengan pemberian
pelayanan penggunaan kontrasepsi secara langsung oleh tenaga medis. Kegiatan ini dapat dilakukan diberbagai
tempat di wilayah Provinsi Bali sebagai wujud nyata keberpihakkan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan
pelayanantersebut.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2012. Profil BKKBN 2012. Denpasar: BKKBN


BPS. 1973. Penduduk Provinsi Bali, Hasil Sensus Penduduk 1971. Jakarta : BPS BPS. 1983.
Penduduk Provinsi Bali, Hasil Sensus Penduduk 1980. Jakarta : BPS BPS. 1992. Penduduk Bali,
Hasil Sensus Penduduk 1990. Jakarta : BPS
BPS. 2001. Penduduk Bali, Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, Jakarta : BPS
BPS. 2010. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
BPS. 2013. Bali Dalam Angka 2012. Denpasar: BPS
Marhaeni. 2012. Identifikasi Isu-isu Kependudukan, Dalam: Analisis Dampak Kependudukan Terhadap Daya Dukung Dan
Daya Tampung Lingkungan. Denpasar: Kerjasama BKKBN Provinsi Bali dengan PPK&PSDM Unud.

289
A.A .I.N. Marhaeni, I.K. Sudibia, I.G.W. M. Yasa, P.M. Dewi, N.N. Yuliarmi, dan S.D. Rustariyuni

Jurnal kedua
PENINGKATAN INFORMASI TENTANG KB: HAK KESEHATAN
REPRODUKSI YANG PERLU DIPERHATIKAN OLEH PROGRAM
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA
(Enhance the Information of Family Planning: Reproductive Health
Right that Should be Paid Attention by Family Planning Program)
Lestari Handayani1, Suharmiati1, Iswari Hariastuti2, Choirum Latifah1

ABSTRACT
Background:Implementationofthefamilyplanning(FP)programisaffectedbythepeopleviewonreproductivehealthandfamily
planning services. A lot of clients who complain about the lack of explanation/information from the clinic staff led to a lack of
knowledgeoftheclientinchoosing thetypeofFP.Methods:This isanobservational research,assestreproductionrighton"rightto get
information and counseling" relevan to the laws and regulation. We analyzed qualitative data collecting from interviews with FP
users, FP worker, and husband's FGD. Observation of FP services and counseling in 2 primary health centers in Malang
Municipality, East Java Province and Sampit District, Center of Kalimantan, 2011. Results: Many clients obtained FP services that
are less qualified, lack of counseling and provision of information so the clients less knowledge to choose the contraseptive device.
Clients tolerate it so that clients remain satisfied to the unqualified FP services. Conclusions: Knowledge and understanding of
reproductive rights in particular FP is less because of the lack of acquisition of information and counseling and encourage them to
tolerate family planning services. Recommendation: Improved family planning information for better competency of health workers
(midwives) through counseling technical training; improve the client's ability to select the type of contraception; Increased public
awareness about the rights and responsibilities and setting the number of rights and obligations in family planning services by
socializing the laws and regulations more detail and wide information through variety ofmedia.

Key words: information of family planning, reproductive health, family planning program

ABSTRAK
LatarBelakang:PelaksanaanprogramKBdipengaruhicarapandangmasyarakatterhadapkesehatanreproduksidanpelayanan KB,
serta pemakaian alat kontrasepsi. Cukup banyak klien yang mengeluhkan kurangnya penjelasan/informasi dari petugas
puskesmas.Metode:Jenispenelitianobservasional,dikajihakreproduksi“mendapatinformasidanedukasi”yangdikaitkandengan kajian
peraturan perundangan terkait. Dilakukan analisis data kualitatif dari wawancara dengan informan akseptor KB (isteri), petugas
PLKB di puskesmas dan FGD dengan para suami. Observasi saat pelayanan KB suntik atau implant dan konseling yang dilakukan.
Penelitian dilaksanakan 2 puskesmas di kota Malang di provinsi Jawa Timur dan 2 puskesmas di kota Sampit di
KalimantanTengahselama10bulanpadatahun2011.HasilPenelitian:MasihbanyakklienmemperolehpelayananKByangkurang
berkualitas. Sebagian petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan pemberian informasi yang menyebabkan kurangnya
pengetahuankliendalammemilihjenisKB.MasyarakatmentolerirpelayananKBmeskipunpelayananKBbelumseluruhnyamemenuhi
syarat pelayanan berkualitas. Kesimpulan: Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hak reproduksi khususnya KB belum
baikkarenakurangnyaperolehaninformasidankonselingsehinggaklienmentolerirpelayanantersebut.Rekomendasi:Peningkatan
informasi KB dengan meningkatkan kompetensi petugas kesehatan (bidan) yang melayani KB melalui pelatihan keterampilan tehnis
carakonseling;Peningkatankemampuanklienmemilihjenisalatkontrasepsi;Peningkatankesadaranmasyarakattentanghak

1 Peneliti Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
RI, Jl. Indrapura 17Surabaya
2 BKKBN Propinsi JawaTimur

Alamat korespondensi: E-mail: lestarimail@yahoo.com.sg


Peningkatan Informasi tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi (Lestari Handayani, dkk.)

dantanggungjawabpengaturanjumlahdanhaksertakewajibandalampelayananKBmelaluisosialisasiundang-undangdan peraturan
melalui media yangbervariasi.

Kata kunci: informasi KB, hak reproduksi, program pelayanan KB

Naskah Masuk: 5 Maret 2012, Review 1: 8 Maret 2012, Review 2: 8 Maret 2012, Naskah layak terbit: 19 Maret 2012

PENDAHULUAN dan berpartisipasi serta terbebas dari kesakitan dan


Hak kesehatan reproduksi adalah hak asasi kesalahan pengobatan (NFPA, 1995). Penggunaan alat
manusia yang seharusnya diperoleh masyarakat kontrasepsi diperoleh melalui pelayanan yang
khususnya akseptor Keluarga Berencana (KB) melalui diselenggarakan oleh pelayanan KB baik pemerintah
pelayanan KB berkualitas yang menjadi program maupun swasta. Hasil survei mini oleh BKKBN
pemerintah. Pelayanan berkualitas termasuk kualitas menunjukkan bahwa sumber pelayanan swasta lebih
medik, artinya menawarkan metode kontrasepsi yang banyak dilakukan akseptor di kota Malang dengan
cocok dengan pelayanan yang tersedia, ditunjang pembiayaan mandiri sedang di Kabupaten Kotim
dengan konseling yang tepat, dan tenaga pelayanan lebih banyak di peroleh dari pemerintah
penyelenggaranya (provider) yang berkompeten dengan pembiayaan gratis (BKKBN, 2010).
secara teknis. Pelayanan juga harus mengakomodasi Tujuan program KB bukan hanya sekadar
harapan perempuan yang membutuhkan hubungan mengendalikan jumlah penduduk, tetapi juga
interpersonal agar dapat diketahui pandangan dan membangun cara pandang masyarakat terhadap visi
pendapat perempuan tersebut (POGI,2003). tersebut. Dukungan kebijakan diharapkan sebagai
Program KB bertujuan mengendalikan fertilitas pendorong pelayanan kesehatan reproduksi termasuk di
yang membutuhan metode kontrasepsi yang dalamnya Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi.
berkualitas agar dapat meningkatkan kesehatan Landasan hukum yang mengatur tentang kesehatan
reproduksi dan kesehatan seksual.Pelaksanaannya reproduksi dan KB di Indonesia tertuang dalam berbagai
dipengaruhi sumberdaya pelaksanaan program KB, cara peraturan perundang undangan yang terbaru diatur dalam
pandangmasyarakatsendiriterhadapkesehatanreproduksi Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
dan pelayanan KB, serta pemakaian alat kontrasepsi. Kesehatan, yang mulai berlaku pada tanggal
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional diundangkan 13 Oktober 2009. Pengaturannya terdapat
(BKKBN) merupakan badan yang diberi tanggung dalam Bab VI Upaya Kesehatan, Bagian Keenam dengan
jawab dalam pengaturan laju pertambahan penduduk. judul Kesehatan Reproduksi. Dimulai dengan pasal 71
BKKBN memiliki visi “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan sampai pasal
misi baru BKKBN yaitu “Mewujudkan Keluarga 77. Keluarga Berencana diatur secara khusus dalam
Kecil Bahagia dan Sejahtera”. Kementerian ketentuan pasal 78.
Kesehatan memiliki kewajiban menindaklanjuti Pengaturan tentang hak reproduksi dan KB dalam
tugas BKKBN dengan memberikan pelayanan KB Undang-undang No. 36 merupakan pengganti dari UU
kepadamasyarakatyangmembutuhkan(BKKBN,2010). Kesehatan tahun 1992 yang telah dicabut dan dinyatakan
Konferensi Internasional tentang KB dan tidak berlaku. Peraturan pelaksanaan dari UU
kependudukan di Kairo tahun 1994 menyetujui bahwa Kesehatan tahun 1992 yang belum diganti dengan yang
secara umum akses terhadap pelayanan kesehatan baru serta tidak bertentangan dengan Undang Undang
reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. No. 36 Tahun 2009 masih tetap berlaku. Sesuai dengan
Hak reproduksi diurai dalam 12 hak yaitu hak untuk ketentuan pasal 203 Undang undang No 36 Tahun 2009
hidup, mendapat kebebasan dan keamanan, kesetaraan disebutkan bahwa “Pada saat Undang undang ini berlaku
dan kebebasan dari diskriminasi, privasi, kebebasan semua peraturan pelaksanaan Undang undang Nomor
berpikir, mendapat informasidan edukasi, memilih dan 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih
merencanakan berkeluarga, memutuskan memiliki anak, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan
pelayanan kesehatan, menikmati kemajuan iptek, ketentuan dalam Undang Undang ini”. Pengaturan
kebebasan berserikat sedemikian bermaksud mencegahkekosonganatau

291
Peningkatan Informasi tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi (Lestari Handayani, dkk.)

kevakuman hukum. Kesehatan Reproduksi dan danpuskesmas Gribig) dan kabupaten Kota Waringin
Keluarga Berencana juga diatur dalam legislasi dan Timur/Kotim (puskesmas Ketapang-2 di kotaSampit dan
regulasi lain. BKKBN sebagai instansi non puskesmas Cembaga Mulya di kecamatan Cempaka).
departemen yang mengatur tentang organisasi dan Puskesmas Arjuno yang terletak di tengah kota dan
tatakerja dalam Surat Keputusan Menteri Negara di lingkungan perumahan elit, sedangkan puskesmas
Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN No. Gribig berlokasi di pinggiran kota di daerah padat
10/HK.010/B5/2001Tahun2001tentangOrganisasi dan Tata penduduk dan perkampungan. Puskesmas Ketapang-2
Kerja BKKBN Pusat dan Surat Keputusan Menteri yanglokasiditengahkotadanpuskesmasCempagaMulya di
Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN No. kecamatan Cembaga terletak di lokasi sekitar
74/HK.010/B5/2001 Tahun 2001 tentang Tata Kerja perkebunankelapasawitdanperkebunan karet.
BKKBN Provinsi dan Kabupaten/Kota. Melalui Data kualitatif yang diperoleh dari FGD dan
penelitian dan kajian implementasi kebijakan ini wawancara mendalam dengan berbagai informan yang
diharapkan dapat memberikan masukan bagi telah direkam akan ditranskripkan dan selanjutnya
pengambil kebijakan khususnya tentang informasi KB akandilakukananalisisisidandinarasikan.Keabsahanatau
kepada akseptor. kredibilitas data kualitatif diperiksa secara triangulasi
yaitu triangulasi sumber, metode, daninvestigator.
METODE Teknik triangulasi sumber dengan pengecekan anggota,
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan perpanjangan kehadiran peneliti, diskusi teman
mengkaji salah satu hak reproduksi yaitu "hak sejawat, pengamatan secara terus menerus, dan
mendapat informasi dan edukasi" yang dikaitkan pengecekanreferensi.
dengan kajianperaturan dan hukumterkait. Dilakukan
analisis dokumen peraturan perundang-undangan, data HASIL DAN PEMBAHASAN
kualitatif dari wawancara dengan informan yang Pelayanan KB Berkualitas
terdiri dari sejumlah 8 orang akseptor KB (isteri) di
PencapaianpelayananKBberkualitasmemerlukan
setiap puskesmas penelitian, wawancara dengan 2 orang
strategi yang tepat dengan memperhatikan tipologi
PLKB di setiap puskesmas dan FGD dengan para suami.
budaya dan karakteristik masyarakat sasaran
Observasi kepada bidan saat pelayanan KB suntik atau
dengan memperhatikan hak kesehatan reproduksi
implant yang dilakukan untuk mengamati praktek
individu. Berbagai penelitian telah banyakdilakukan
tindakan menyuntik obat KB atau memasang implant
memberikan gambaran masih belum terpenuhinya
yangsesuaistandaroperasionalprosedurpadasebanyak5
pelayanan berkualitas yang diterima masyarakat.
orangbidandipoliKIA/KBperpuskesmasdanmengamati
Diduga, akses masyarakat terhadap pelayanan KB
konseling yang dilakukanpetugas.
berkualitasmasihrendahmeskipunhasilMinisurvei
Penelitian dilaksanakan di 2 (dua) daerah yaitu kota
BKKBN tahun 2010 menunjukkan 67,5% wanita
Malang di provinsi Jawa Timur (Jatim) dan kota Sampit
Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat/cara
di Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan waktu
kontrasepsi dengan berbagai cara (BKKBN,2010).
pelaksanaan 10 bulan (Maret sampai dengan Desember
Penelitian di Kabupaten Kotawaringin Timur
2011). Alasan pemilihan 2 propinsi tersebut adalah
menunjukkan bahwa calon akseptor menerima
berdasarkangambaranpersentasepengguna alat/cara KB
tindakan pemasangan susuk tanpa melakukan
yangcukuptinggidi2propinsitersebutyaituJatim59,4% dan
pernyataan tertulis persetujuan tindakan (informed
Kalteng 65,7% serta perbedaan sosial budaya di kota
consent). Dari pengamatan peneliti terhadap lembar
Malang yang dihuni oleh masyarakat dengan budaya
catatan KB di puskesmas Kota Malang, ternyata tidak
arek dan kota Sampit dengan masyarakat budaya
semua kartu ditandatangani oleh akseptor sebagai
Sampit/Dayak.
pernyataan persetujuan mendapat suatutindakan.
Penelitian ini melakukan wawancara dan
Disini terlihat kurangnya perlindungan terhadap hak
pengamatanpelaksanaanpelayanan KB di puskesmas yang
klien. Pedoman Etik dalam Obstetri dan Ginekologi
menjadi sampel penelitian yaitu masing-masing di dua
(POGI) Tahun 2003, mengatur tentang Pengendalian
puskesmas di kota Malang (puskesmas Arjuno
Kesuburan/Fertilitas, yang tertuang

291
dalam Bab IX, Pasal 27 sampai dengan 31. Dalampasal kesehatan seksual dan reproduksi tertinggi, dan hak
28 dinyatakan bahwa kontrasepsi mantap (kontap) pada untuk mengambil keputusan tentang reproduksi tanpa
perempuan harus melalui konseling yang hati-hati, agar diskriminasi,tanpatekanandankekerasan.Hakreproduksi
merupakan pilihan yang matang antara suamiistri. terkait informasi tertuang dalampasal 72 d yaitu
Dalam hal ini berarti, informed consent harus ditanda "Memperolehinformasi,edukasi,dankonseling mengenai
tangani pasangan suami istri (POGI, 2003). kesehatan reproduksi yang benar dan dapat
Penelitian di Kota Malang dan Kabupaten dipertanggungjawabkan". Hak tersebut berimplikasi
Kotawaringin Timur ini menunjukkan masih banyak kepadakewajibanpemerintahmenyediakaninformasiyang
klien memperoleh pelayanan KB yang kurang tercantum dalam pasal 73 UU 36/2009 yaitu
berkualitas tetapi mentolerirnya sehingga tetap merasa puas "Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana
dengan pelayanan tersebut. Masih cukup banyak juga klien informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang
yang mengeluhkan kurangnya penjelasan dari petugas aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk
puskesmas. Petugas kesehatan selain sebagian kurang keluarga berencana" (Indonesia,2009).
terampil terhadap tindakan cara kontrasepsi tertentu, juga Informasi melalui konseling sebagai salah satu hak
kurang melakukan konseling dan pemberian informasi. reproduksi ternyata kurang banyak diterima oleh
Penyediaan alat dan obat kontrasepsi tidakselalu responden. Agar seseorang dapat memilih alat/cara KB
berkesinambungan sehingga masih ada keluhan yang sesuai dengan dirinya, maka dibutuhkan
tentang ketidaktersediaan alat dan obat kontrasepsi pengetahuan tentang alat/cara KB yang menyeluruh.
(alokon) saat datang ke puskesmas. Ditemukan fakta di Tampaknya tidak cukup banyak akseptor KB yang
lapangan bahwa klien dalam pemilihan jenis alokon mengetahui tetang berbagai alat/cara KB mekipun cara
kurang didasari oleh pengetahuan yangcukup. tersebut merupakan cara yang kurang diminati
Pengetahuan yang rendah khususnya pada keluarga masyarakat. Seorang ibu di puskesmas Kabupaten Kotim
miskin didaerah perdesaan menyebabkan pemilihan menyatakan bahwa selama ini tidak mendapat informasi
jenisalokontidakdidasarkanpadapemahamancarakerja tentang KB.
alokon yang benar. Kurangnya informasi
menyebabkan kurangnya pengetahuan klien dalam "...Tidak pernah mendapatkan informasi
memilihjenisKB.Kenyataaninididukungpenelitianlain mengenai steril pria dan kondom. Sehingga saya
olehIswaratidkk(2009)bahwapemberianKIEdarisemua tidak tahu mengenai kondom dan tidak pernah
petugas berpengaruh terhadap pengambilan memakai kondom...(maksudnya: suami)".
keputusan bersama (suami dan isteri) untuk berKB.
Ibu F yang bertempat tinggal di Kota Sampit,
Sebagaimana hasil penelitian Budisuari dkk.,
Kabupaten Kotim yang merupakan pengguna KB suntik
menyatakan bahwa peserta KB mengeluhkan
menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui efek
tentangprosespelayananKBdiPuskesmasterutamaterkait
samping KB suntik, bahkan penggunaan Alat
dengan kewajiban tenaga kesehatan untuk memberikan
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) tidak pernah
informasi (2007). Hal ini membuktikan belum
didengarnya.AlatkontrasepsiAKDRmerupakancarayang
terpenuhinya hak mendapat informasi seperti yang
tidak diminati masyarakat di Kabupaten Kotim. Harapan
tertuang dalam UU no. 36/2009. Dalam peraturan
akseptor adalah mendapatkan informasi yang cukup
yang berlaku maupun dikaitkan dengan hasil pertemuan
jelastentangmanfaat,siapayangsesuaimenggunakannya,
di Kairo (ICPD) tahun 1994 maka tampaknya masih
sampaidenganefeksampingyangmungkinterjadi.
terjadi kurangnya informasi dalam pelaksanaan KB
Pernyataan ibu F terkait informasi tentang alat
(NHFA,1995).
kontrasepsi adalah sebagai berikut.
Informasi Tentang KB dalam Peraturan
Perundangan-undangan "Tidak mendapat penjelasan mengenai efek
samping dari KB suntik...Harapannya diberikan
Hak reproduksi di dalamnya menyangkut pula hak
informasi yang jelas, kapan kontrolnya, efek
untuk mendapatkan informasi dan sarana untuk
sampingnya apa saja,. Ulun belum pernah
mewujudkannya, hak untuk memperoleh standar
mendapatkan penjelasanmengenaispiral.
.............................................................................
"
(Kotim)
Peningkatan Informasi tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi (Lestari Handayani, dkk.)

Hasil observasi penelitian ini juga menguatkan tentang alokon menjadi penting. Terbukti masih kurang
pernyataan bahwa petugas kesehatan kurang pengetahuantentangberbagaialokonyangtersedia.Masih
memberikan informasi termasuk konseling kepada klien banyak akseptor yang menentukan metode yang dipilih
sebelum dan sesudah menerima pelayanan KB. Sering hanya berdasar informasi sekedarnya yangdiperolehdari
kali konseling diabaikan dengan berbagai alasan antara akseptor lainberdasarpengalaman masing-masing. Ketika
lain kurangnya waktu petugas. Padahal, konseling yang ditanyakantentanginformasiyangditerima,disampaikan
baik memberi manfaat antara lain interaksi yang baik oleh sebagai berikut oleh akseptor KB di kota Malang
antara petugas dengan klien sehingga tingkat hubungan sebagaiberikut.
dan kepercayaan semakin meningkatdisampingklienakan
lebihmudahmematuhi nasihat petugas sebagaimana "... informasi sebenarnya masih kurang gitu.
temuan penelitian lain (Bari Saifuddin, 2003). Cuman ibu-ibunya kok merasa tidak butuh juga,
Hak reproduksi perlu mendapat perhatian/ jadi cukup tanya ke tetangga sudah cukup itu".
dihargakan at au dengan kat a lain dalam
Dalam pemilihan alat/cara KB seharusnya harus
memperkenalkan metode kontrasepsi harus disertai
melalui konseling. Konseling sangat penting sebagai
dengan fasilitas pilihan informasi tentang cara
bagian dari pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
alternatif. Informasi tersebut harus memenuhi syarat
Melalui konseling, berarti petugas telah membantu klien
yaitu akurat, tidak bias, lengkap dan komprehensif.
memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang
Setiap perempuan yang akan menggunakan metode
dipilih dan digunakan. Hal ini dikuatkan hasil penelitian
kontrasepsi, harus terpenuhi kebutuhan akan pilihan
lain yang menyatakan bahwa konseling yang baik akan
informasi. Hak reproduksi juga harus diinformasikan
memberi kepuasan kepada klien dan akan membantu
terhadap perempuan sehingga mengetahui haknya untuk
keberhasilan KB karena klien mau menggunakan
menolak atau menghentikan suatu metode kontrasepsi.
kontrasepsinya lebih lama (Bari Saifudin, 2003). Fakta
(POGI, 2003).
lapangan yag disampaikan pnelitian ini menunjukkan
Diperkirakan perlu perkuatan institusi KB, oleh
bahwa koseling masih kurang diterima klien sehingga
karena itu pemerintah harus segera membangun metode
keputusan pemilihan alat/cara kontrasepsi belum
komunikasi yang efektif dalampenyebarluasan informasi
sepenuhnyadidasarkan pengetahuan yang cukup tentang
tentang KB. Pelaksanaan program KB dipengaruhi
alat/caraKB.
sumberdaya pelaksanaan program KB. Kompetensi
Temuan di lapangan tersebut membuktikan bahwa
petugas dalam tehnis pelayanan KB dan konseling sangat
perlunya informasi bagi masyarakat karena akan
penting terkait pelayanan yang berkualitas.
membantu kesuksesan program KB. Penelitian Iswarati
Pedoman Etik dalam Obstetri dan Ginekologi tahun
menunjukkan bahwa Komunikasi Informasi dan Edukasi
2003 mengatur secara lebih detil teknis pelaksanaan
(KIE) KB melalui poster/pamflet maupun televisi
pelayanan KB (POGI, 2003). Pelaksana pelayanan ada
memperlihatkan pengaruh yang sangat bermakna
kemungkinan melakukan penyimpangan terkait etika.
terhadap kepesertaan ber KB (p = 0,000). Pemberian
Penilaian terhadap penyimpangan etika profesi masuk
KIE tentang KB oleh petugas medis (dokter, bidan,
ranah kompetensi organisasi profesi dengan dasar
paramedis) juga memberi pengaruh yangsangat signifikan
hokum adalah ketentuan pasal 68 Undang Undang No.
(p = 0,000) terhadap kesertaan ber KB. Demikian halnya
29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Indonesia,
dengan adanya kunjungan petugas lapangan KB (PLKB)
2004).
dalam 6 bulan terakhir kepada klien pengaruhnya juga
Informasi dan Kepesertaan KB signifikan (p = 0,018) terhadap kesertaan ber KB
Hak reproduksi banyak terkait dengan penghormatan (Iswarati, 2009).
tehadap harkat seorang manusia. Dalam hal ini laki-laki
dan perempuan sama-sama bertanggung jawab atas Informasi dan Bias Gender
pengendalian fertilitas dan masalah kesehatan
reproduksipada umumnya. Dalam memilih jenis KB yang DalamUUNo.36/2009tercantumsecaraeksplisitasas
akan diikuti, pengetahuan gender dan nondiskriminatif. Kesetaraan gender
menjadi fokus perhatian secara internasional yang harus
dihormati dan dilaksanakan.Sebagai

293
individu, laki-laki dan perempuan, harus mengambil lebihbesardalammenanggungpengendalianjumlahanak
keputusan dan tanggung jawab sendiri atas kesehatan dan pengasuhan anak sebagai tugas domestik seorang
reproduksinya, tidak diatur atau dikendalikan oleh pihak- isteri sedang seorang lak-laki bertanggung jawab dalam
pihak lain. Hak dan kewajiban suami istri untuk pencarian nafkah keluarga. Tanggung jawab ini tidak
mengikuti keluarga berencana sama (Indonesia, 2009). otomatis bergeser bila seorang isteri merangkap
POGITahun 2003 memperlihatkanbahwapeserta sebagai pencari nafkah keluarga. Tanggung jawab dan
keluarga berencana terfokus pada perempuan. Hak peran aktif laki-laki dalam hal ini suami menjadi pesan
reproduksi yang terkesan bias gender tersebut tidak lepas penting yang disampaikan dalam kesepakatan di ICPD
darihakmemperolehinformasiyaituhaksemuapasangan 1995 karena laki-laki memegang peran penting dalam
dan individual untuk memutuskan dan bertanggung kesetaraangenderdalamberbagainegara.Disinilaki-laki
jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk dituntut untuk mengambil tanggung jawab dalam
mempunyai anak serta hak atas informasi yang perilaku seksual dan reproduksi dan perannya di
berkaitan dengan hal tersebut. Hasil penelitian lingkungan keluarga serta masyarakat (NFPA.1995).
menunjukkan masih banyak informasi tentang KB yang Peran pria dalam hal KB juga tertuang dalam pasal 30
tidak diketahui atau diabaikan oleh pihak pria. Penelitian Pedoman Etik dalam OG tahun 2003 yaitu
ini dalam wawancara di Kota Malang menunjukkan "Memperkenalkan metode kontrasepsiharus menghargai 3
halberikut. hal termasuk diantaranya adalah Hak reproduksi" (POGI,
". saya berupaya memberi informasi kepada 2003).
bapak-bapak tentang KB untuk laki-laki, tapi Informasi dan Unmet Need
pada umumnya mereka kurang menghiraukan
Unmet need adalah konsep yang diperkenalkan
dan minta agar ibu-ibu saja yang diberitahu
pertama kali oleh Westoff dan Pebly (1981) yaitu
tentang KB. Bapak-bapak ikut saja apa mau
istilah bagi "kelompok wanita yang sudah tidak ingin
ibu". (Kader KesehatanMalang)
punya anak lagi tetapi tidak menggunakan alat
Dari kasus di atas membuktikan bahwa keharusan kontrasepsi". Angka unmet need yang tinggi
untuk menggunakan kontrasepsi masih ditangan wanita. menunjukkan bahwa ada kemungkinan pelayanan KB
Disini terlihat adanya marjinalisasi kepentingan wanita. pada sebagian masyarakat tidak terpenuhi. Hasil FGD di
Sebagian wanita bahkan kurang memahami haknya kota Malang dengan kelompok ibu-ibu unmet need
untuk menentukan ikut KB, dan menganggap ijin suami menunjukkan bahwa cukup banyak wanita tidak ber KB
sebagai wujud perasaan sayang atau perhatian suami karena rendahnya pengetahuan tentang KB akibat
terhadap kepentingan wanita. kurangnya penjelasan dari petugas kesehatan ataupun
Pernyataan ibu HN di Kota Malang sebagai berikut ini. PLKB. Alasan tidak mengikuti program KB karena
pengetahuan kurang serta mendapat informasi
"... sudah ngomong-ngomong dengan pemecahan masalah KB yang tidak tepat menyebabkan
suami....diperbolehkan,.... supaya enak, ketakutankepadacalonakseptor.Halinidiungkapkanoleh
nggak sakit-sakitan." ibuOdikabupatenKotaWaringinTimur berikutini.
Masih banyak penekanan terhadap perempuan "Saya tidak ber KB karena denger dari kakak
sebagaipelaksana KB sedanglaki-lakikurangberperan aktif sepupu saya kalau pakai pil ada fleknya, kalau
seperti yang terlihat pada data Minisurvei tahun 2010 pakai suntik kataya tambah gemuk, kalau
yaitu hanya 0,3% pria melakukan kotrasepsi mantap susuk apalagi,. saya takut".
(vasektomi) dan 1,1% menggunakan kondom dari total
penggunaan alokon sebesar 67,5% pada wanita PUS usia Sesuai dengan kajian analisis lanjut SDKI 2007,
15–49 tahun (BKKBN, 2010). Dalam hal tanggung jawab menunjukkan gambaran unmet need yang semakin tinggi
kesehatan reproduksi, terlihat bahwa masih terlihat beban seiring dengan semakin banyak jumlah anak yang
yang tidak setara antara suami dan isteri. Perempuan dimiliki (SDKI, 2007). Di daerah perdesaan
masih mendapat porsi menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan
daerah perkotaan dan wanita yang tidak pernah terpapar
dengan informasi KB
menunjukkan persentase unmet need yang lebih tinggi Informasi dan Pembiayaan Pelayanan KB
dibandingkan dengan wanita yang pernah terpapar
Akseptor di Kabupaten Kotim menghendaki
informasi tentang KB (SDKI, 2007).
pelayanan KB meliputisaatkontroldansaatmengakhiri
Penyediaanpelayananyangkurangterjangkaujuga masih
keikut sertaannya, dengan biayanya murah bahkan
terlihat dari banyaknya unmetneed di Indonesia. Berdasar
mengharapkan gratis. Berikut ini komentar seorang
data Riskesdas 2010 diketahui terdapat 15,4% unmet
informan dalam FGD (bapak T) di kota Sampit.
need,artinyacukupbanyakperempuanusia15–49tahun
yang tidak terlayani kebutuhan akan pelayanan "Kebutuhan KB kalau bisa ditanggung
kontrasepsi yang sesuai (Riskesdas 2010). Kenyataan di pemerintah saja,.... supaya programnya lancar,
lapangan juga menunjukkan hal tersebut. FGD dengan kalau tidak ada ya terpaksa tanggung sendiri"
para suami di di Kota Sampit memberi gambaran masih (Kotim)
banyakkeluargadenganjumlahanakbanyakdanpasangan
yang tidak menjadi peserta KB dengan alasan Harapan klien ini sebenarnya telah didukung oleh
ketidaksesuaian alokon, tanpa memperoleh pemecahan peraturan perundang-undangan. Pelayanan KB
karena kurangnya konseling yang dilakukan oleh petugas hendaknya diberikan dengan biaya yang terjangkau oleh
kesehatan. Data Minisurvei BKKBN 2010 juga masyarakat, sebagaimana diakomodir dalam hukum
memberikan bukti masih bervariasinya unmetneed di positif. Dalam hal biaya, pemerintah telah mengatur dan
berbagaiprovinsi.DKIJakartameskipunsangatdidukung memberikan pelayanan gratis untuk kelompok keluarga
oleh fasilitas pelayanan ternyata masih dijumpai 11,2% Pra Sejahtera dan Sejahtera
angka unmet need. Angka tersebut hampir setinggi angka I. Bagi kelompok keluarga dengan ekonomi baik
di daerah yang pembangunan kesehatan masih kurang (Sejahtera II dan di atas nya), diharapkan mau
seperti Provinsi Papua Barat (18,9%), NTT, Maluku dan membiayai pelayanan KB secara Mandiri (BKKBN,
Sulawesi Barat dengan masing-masing angka unmet need 2010).
15,6% (Mini Survei 2010). Hal ini menunjukkan masih Sumber pelayanan dan pembiayaan yang harus
banyak faktor selain ketersediaan fasilitas pelayanan KB ditanggung klien merupakan beberapa faktor yang bisa
yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan mempengaruhi kesuksesan program KB. Pola pelayanan
pelayanan KB yaitu antara lain kurangnyainformasi. KB dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia mengalami
perubahan dalam lima belas tahun terakhir. Pada tahun
2007, diketahui bahwa

Tabel 1. Sumber dan Pembiayaan Pelayanan KB di 33 Provinsi di Indonesia tahun 2010.

Pemerintah (%) Swasta (%) Lainnya (%)


Provinsi
Gratis Bayar Gratis Bayar Gratis Bayar
1. NAD 33,2 17,0 1,9 32,1 11,8 4,0
2. Sumatra Utara 19,3 31,2 2,2 46,0 0,8 0,5
3. Sumatra Barat 16,0 10,0 1,5 69,3 1,9 1,3
4. Riau 19,4 14,4 0,7 63,6 0,8 1,2
5. Jambi 15,1 25,8 4,5 50,4 1,2 3,1
6. Sumatra Selatan 18,7 13,4 2,4 56,0 2,8 6,7
7. Bengkulu 20,4 39,3 0,3 30,3 4,6 5,0
8. Lampung 13,8 28,4 1,1 54,2 0,4 2,1
9. Kep. Bangka Belitung 8,3 22,0 2,8 49,4 3,8 13,8
10. Kepulauan Riau 23,0 20,6 1,6 47,5 6,4 1,0
11. DKI Jakarta 5,1 13,4 0,7 77,0 2,9 1,0
12. Jawa Barat 17,3 17,1 0,9 59,2 2,5 3,0
13. Jawa Tengah 13,4 13,4 1,3 62,9 3,8 5,3
14. DI Yogyakarta 15,8 12,7 1,6 60,7 8,2 0,9
15. Jawa Timur 13,5 17,2 0,6 61,0 2,5 5,3
Pemerintah (%) Swasta (%) Lainnya (%)
Provinsi
Gratis Bayar Gratis Bayar Gratis Bayar
16. Banten 15,8 21,9 1,1 51,8 4,5 4,9
17. Bali 10,1 21,0 0,9 67,8 0,0 0,1
18. Nusa Tenggara Barat 17,2 32,6 1,3 27,3 5,8 15,8
19. Nusa Tenggara Timur 60,4 17,1 0,7 4,3 13,4 4,1
20. Kalimantan Barat 11,5 52,9 1,1 24,9 1,0 8,6
21. Kalimantan Tengah 24,1 28,1 0,5 38,0 3,4 5,9
22. Kalimantan Selatan 8,8 15,4 0,3 63,4 4,0 8,2
23. Kalimantan Timur 15,2 13,7 1,3 62,0 6,1 1,8
24. Sulawesi Utara 10,9 26,9 1,5 55,0 3,2 2,6
25. Sulawesi Tengah 23,8 35,3 1,7 25,2 6,5 7,4
26. Sulawesi Selatan 31,9 30,8 2,3 28,5 4,1 2,4
27. Sulawesi Tenggara 43,8 21,4 0,7 12,0 8,7 13,4
28. Sulawesi Barat 50,7 22,4 0,6 17,5 7,5 1,3
29. Gorontalo 13,1 53,3 0,2 17,1 3,7 12,6
30. Maluku 40,3 39,0 3,8 15,0 1,8 0,1
31. Maluku Utara 11,7 35,7 1,7 30,7 5,8 14,3
32. Papua Barat 34,5 39,0 2,5 20,7 1,2 2,2
33. Papua 38,2 60,6 0,2 0,8 0,2 0,0
Sumber Data: Mini Survei 2010, BKKBN

69 persen pelayanan peserta KB diberikan oleh pihak kecamatan sehingga organisasi untuk program KB bisa
swasta, 22 persen oleh pemerintah dan 7,6 persen oleh kuat (Indonesia, 2007).
pihak lainnya (SDKI, 2007). Pelayanan gratis pada Wawancara dengan PLKB di Kota Malang dan
umumnya diterima klien di pelayanan KB pemerintah kabupaten Kotim menunjukkan bahwa pemda provinsi
sedangkan pelayanan KB swasta pada umumnya harus telah mengalokasikan biaya untuk program KB. Hal
membayar. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1 ini sesuai dengan visi baru BKKBN "Seluruh Keluarga
(Mini Survei, 2010). Ikut KB" dan misi baru BKKBN "Mewujudkan Keluarga
Program KB Nasional diatur dalam UU nomor 10 Kecil bahagia dan Sejahtera", yang dalam strategi dasar
Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan ke lima menyebutkan "meningkatkan pembiayaan
Pembangunan Keluarga Sejahtera telah diperbaharui program KB". Penyediaan alokon gratis bagi kelompok
menjadi Undang-Undang Republik masyarakat tertentutampaknya masih belum tersosialisasi
Indonesia Nomor 52 Tahun 20 0 9 tentang denganbaikkarenamasyarakatmasihberanggapanbahwa
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan biayagratisadalahuntuksemua orang.
Keluarga (Indonesia, 2009). Kewenangan tentang Pemerintah pusat dan pemerintah daerah
programKBtelahdiaturdalamPeraturanPemerintah(PP) diharapkan dapat memenuhi kewajibannya
No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian urusan pemeritah sebagaimana yang secara eksplisit telah tercantum dalam
antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah UU No. 36 tahun 2009. Disertai pelaksanaan tentang
Kabupaten/Kota dengan salah satu kewenangan pembinaannya, sesuai dengan isi ketentuan pasal 178
"menjamin ketersediaan sarana, alat, obat dan cara sampai 181. Adapun Menteri Kesehatan sebagaimana
kontrasepsi bagi peserta mandiri skala disebutkan dalam ketentuan pasal 182 sampai 186,
Kabupaten/Kota. Kebutuhan alat dan obat kontrasepsi melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap
bagi keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I, penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan
disediakan seluruhnya oleh pemerintah" (Indonesia, sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
2007). Melalui PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Dengan demikian, program Keluarga Berencana yang
Perangkat Daerah, dimungkinkan adanya Unit Pelaksana merupakan
Teknis (UPT)sampaitingkat
KebijakanPemerintahakantersosialisasilebihBublaeitikn lPaegniedliitimanaSsaistmemenKdeasteahnagta.nP–
ihVaokl.p1e5seNrot.a3KJuBlid2a0p1a2t: 2le8b9i–h297 menyadari hak dan kewajiban normatifnya dalam prosedur
pelaksanaannya secara konkrit.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hak reproduksi khususnya KB belum baik karena
kurangnya perolehan informasi dan konseling.
Masyarakat mentoleransi pelayanan KBdengan pernyataan puas terhadap pelayanan yang diterima
meskipun pelayanan KB belum seluruhnya memenuhi syarat pelayanan berkualitas karena kurangnya
pengetahuan.
Saran
Peningkatan informasi KB dengan meningkatkan kompetensi petugas kesehatan khususnya bidan yang
melayani KB. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan tentang hak dan kewajiban
dalam pelayanan KB, untuk itu pemerintah mengajak pihak swasta dalam penyelenggaraan pelatihan
ketrampilan tehnis, pelatihan cara konseling, peningkatan kemampuan klien memilih jenis alat kontrasepsi
secara berjenjang dari pusat ke daerah sampai dengan sasaran terdepan yaitu di tingkat desa/kelurahan.
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak dan tanggung jawab pengaturan jumlah dan hak serta
kewajiban dalam pelayanan KB. Melakukan sosialisasi undang-undang dan peraturan terkait hak
reproduksi dan KB secara lebih luas dan lebih rinci, melalui media yang bervariasi. Penyadaran kepada
masyarakat tentang tanggung jawab pengaturan jumlah anak melalui cara yang aman, efektif dan
efisien dengan menyebarkan informasi secara luas disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat
setempat sehingga bisa dipahami denganbaik.

298
PeningkatanIDnfAorFmTasAiRtenPtaUngSTKAB:KHAakKesehatanReproduksi(Lestari Handayani,dkk.)
Asri, Budisuari M. Akses informasi dan Pelayanan KB berkualitas dalam rangka Penurunan Angka kematian Ibu dan
Bayi(Studi Kasusdi Kabupaten BKelungkung dan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 10 No. 4BOulkett.in20P0e7n:e3li2ti1a–n3S3i0s.tem Kesehatan – Vol. 15 No. 3
Juli 2012: 289–297 Bari Saifuddin A. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo BKKBN, 2010. Rencana Stategis Pembangunan Kependudukan dan KB 2010–2014. Jakarta:
BKKBN.
BKKBN.2010.PedomanPelaksanaan KeluargaBerencana Mandiri. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2010. Survei Mini 2010. Jakarta: BKKBN.
BPS dan Macro International, 2008. Survei Demografi dan kesehatan Indonesia 2007.
Handayani L, et al, 2011. Kajian Undang-undang no. 36 Tahun 2009 terkait Program KB Berkualitas dalam
Mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Indonesia. 1992. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta:BKKBN.
Indonesia. 2004. Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemeritah antara
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Indonesia. 2009. Undang Undang Nomer 36 tentang Kesehatan tahun 2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga. Jakarta: BKKBN.
Indonesia. 2010. Rencana pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005–2025.Jakarta:
Indonesia, 2010. Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010 Tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional.
Iswarati. 2009. Pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) KB terhadap Pelayanan KB Di Indonesia,
Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi.
Kementerian Kesehatan RI.2010.Riskesdas2010.Jakarta: Badan Litbangkes.
UNFPA, 1995. Programme of action. The International Conference on Population and Development, Cairo, 5–13
September 1994.,Diakses tanggal 9 Januari
2012 http://www.unfpa.org/public/home/sitemap/ icpd/International-Conference-on-Population-and-
Development

300

Anda mungkin juga menyukai