Anda di halaman 1dari 2

Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia, ditengarai sejak datangnya

penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama Nasrani, serta memberi kontribusi
perilaku yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan
umat Islamnya. Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun
mencaplok bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa
umat Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya,
sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di Indonesi,
terutama Walisongo dan para koleganya.

Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai madzhab pemikiran, serta
perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin bermunculanlah hal-hal yang
sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia. Sebut saja misalnya
munculnya paham nasionalis religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini
tiada lain karena terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun
tetap ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu
berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana dalam
menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur oleh hukum
syariat Islam secara utuh.

Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia:

KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku sebagai pemeluk Islam,
namun tidak bersedia diikat oleh peraturan syariat agama Islam yang telah baku dan
menjadi standar hukum di kalangan masyarakat dunia Islam. Kelompok Liberal ini
dalam status penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang
tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis, pluralis, dan
liberalis. Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih menuhankan akal pikiran dan
hawa nafsunya dibanding ketaatan dan ketundukannya kepada syariat Islam secara
utuh.

KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang mengistilahkan dengan


KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari istilah ISTIQAMAH, ini jika
yang dimaksud adalah umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap
ajaran syariat Islam dalm pemahaman Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena
jika disebut dengan istilah KAUM MODERAT (meminjam istilah panitia Kuliah
Jumat, Ponpes Sarang Rembang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat
awam, lebih berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini
sudah bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar konteks
syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran bahkan menerima
perilaku dan ritual non muslim.

Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis akan menfokuskan pada
istilah kelompok Konsisten. Kelompok Konsisten ini adalah mayoritas umat Islam
yang masih mengikuti ajaran syariat yang telah diterima secara estafet dengan
panduan kitab yg standar yang diterima secara estafet pula dari para ulama dan
orang tua, dari generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada
para pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia,
yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya. Kelompok Konsisten ini, selalu
berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap disesuaikan
dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
 Di saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam
secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur namun
tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat Islam dengan
sempurna. Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli
tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada kolerainya dengan pelaksanaan
syariat.Namun pada kesempatan lain, para Walisongo tidak segan-segan menghukum
mati Syekh Sidi Jenar, yang secara ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah
melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan
pengakuannya semisal AKU ADALAH ALLAH. Para Walisongo ini hanyalah
melaksanakan kaedah syariat: Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair
(kami menghukumi secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang
tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu faqtuluuhu
(barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka bunuhlah).

Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh Sidi Jenar, adalah upaya
melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala mereka mendapatkan kesempatan
yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah
syariat. Kelompok Konsisten di masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan
perilaku serta ajaran Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum
memungkinkan melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka
selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun, jika ada
kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus
mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat
membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini
menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki
masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim, dll. Sebab, jika
benar orang yang melaksanakan syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku
tindak pidana, dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para
Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras maupun
ekstrim. Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok garis keras,
atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada sesi berikut, menjadi
tidak logis dan tidak tepat

Anda mungkin juga menyukai