Paradigma Sains
DAN PEMIKIR SAINTIS REVOLUSIONER
MENGUNGKAP HAKIKAT
PARADIGMA SAINS
DAN PEMIKIR SAINTIS REVOLUSIONER
Tim Penulis:
Sudarmin Syaifuddin
Kasmui Yeyendra
M. Hidayatur Rohman Rusdiyana
Dyah Setyaningrum Winarni Atip Nurwahyunani
Maria Agatha Hertiavi Mutiara Nurul Lita Azizah
Fina Fakhriyah Eli Trisnowati
Riyanti Desi Wulandari
PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB 1 1
SAINS NORMAL DAN REVOLUSI SAINS
(PANDANGAN THOMAS KUHN) 1
1.1. Deskripsi Materi 1
1.2. Biografi Thomas Samuel Kuhn dan Karyanya 1
1.3. Thomas Kuhn Tentang Paradigma 4
1.4. Paradigma Kedua 11
1.5. Epistemologi Paradigma 12
1.6. Hakikat Paradigma 15
1.7. Ilmu sebagai Paradigma 28
1.8. Proses Pengembangan Ilmu menurut pandangan
Kuhn 28
BAB 2 35
HAKIKAT SAINS, KERJA ILMIAH, DAN
PARADIGMA KEBENARAN 35
2.1. Deskripsi Materi 35
2.2. Hakikat Sains 35
2.3. Makna Filsafat sains, kebenaran dan Kerja Ilmiah 52
2.4. Paradigma Kebenaran 56
BAB 3 63
MEMAHAMI PERBEDAAN SAINS DAN PENGE-
TAHUAN, NON SAINS, SERTA PSEUDOSAINS 63
3.1. Deskripsi Materi 63
3.2. Perbedaan Sains dan Pengetahuan 63
BAB 4 88
PARADIGMA MEKANIKA NEWTON MENUJU
MEKANIKA LAGRANGIAN 88
4.1 .Deskripsi Materi 88
4.2 Landasan Rasional 89
4.3 .Hakikat Konsep Mekanika Newton 92
4.4. Konsep Dasar Mekanika Newton 98
4.5. Aspek Aksiologi Konsep Mekanika Newton 100
4.6. Konteks Mekanika Newton dalam Kehidupan 103
4.7. Tokoh Saintis Perkembangan Paradigma Mekanika
Newton Menuju Mekanika Lagrangian 106
BAB 5 110
PERGESARAN PARADIGMA FISIKA KLASIK MENUJU
FISIKA MODERN 110
5.1. Deskripsi Materi 110
5.2. Aspek Ontologi Fisika Klasik Dan Letak Kesalahan Pemikiran
Fisika Klasik 110
5.3. Saintis Yang Berperan Dalam Pergeseran Paradigma
Fisika Klasik Ke Fisika Modern 112
5.4. Keunggulan Eksplanasi Fisika Klasik Bagi Saintis 116
5.5. Aspek Aksiologi Setelah Mempelajari Pemikiran Fisika Klasik
117
5.6. Konteks Psikologi Evolusif Pergesaran Paradigma
Fisika Klasik Ke Fisika Modern Dan Maknanya 119
BAB 6 122
RUNTUHNYA PARADIGMA DOGMA DARWINISME 122
6.1. Deskripsi Materi 122
6.2. Biografi Darwin dan Temuannya 120
6.3. Hakikat Runtuhnya Dogma Darwinisme 130
6.5. Tokoh Saintis yang Meruntuhkan Paradigma
Dogma Darwinisme 131
BAB 7 152
PARADIGMA ASAL MULA MAKHLUK HIDUP:
RUNTUHNYA TEORI ABIOGENESIS 152
7.1. Deskripsi Materi 152
7.2. Hakikat Dogma Teori Abiogenesis 153
7.3. Anomali Paradigma Abiogenesis 155
7.4 .Eksplanasi Abiogenesis yang Mengagumkan bagi
Saintis 159
7.5. Sisi Aksiologi Mempelajari Pemikiran dan Dogma
Abiogenesis 160
7.6. Konteks Psikologi Evolusif Pergeseran Paradigma
Abiogenesis ke Biogenesis 161
BAB 8 163
PARADIGMA TEORI HEREDITAS PRA MENDEL DAN
PASCA MENDEL 163
8.1. Diskripsi Materi 163
8.2 Perkembangan Teori Hereditas Sebelum Mendel 164
8.3. Paradigma dan Pergeseran Paradigma Teori Hereditas
Mendel 166
8.4. Ontologi Hakikat Teori Hereditas menurut Mendel 176
8.5. Nilai Aksiologi setelah mempelajari paradigma teori
Pra-Mendel dan Pasca-Mendel 182
8.6. Tokoh Saintis Penguat Paradigma 184
BAB 9 189
PERGESERAN PARADIGMA KLASIFIKASI ORGANISME 189
9.1. Deskripsi Materi 189
9.2. Mengapa Perlu Klasifikasi Organisme 191
9.3. Tujuan Klasifikasi Makhluk Hidup 192
BAB 10 213
TEORI EVOLUSI MANUSIA DALAM PANDANGAN
PEMIKIR MUSLIM DAN AL-QURAN 213
10.1. Deskrisi Materi 213
10.2. Pengantar 213
10.3. Teori Evolusi dalam Pandangan Ibnu Khaldun 215
10.4. Teori Evolusi Menurut Ibnu Miskawaih 218
10.5. Teori Evolusi Manusia dalam Perspektif Al-Quran 223
BAB 11 231
PARADIGMA GRAVITASI NEWTON DAN
PERGESERANNYA 231
11.1. Deskripsi Materi 231
11.2. Pandangan Filosofis dan Saintis Mengenai Gerak
Sebelum Newton 232
11.2.1. Plato (427 SM – 347 SM) 232
11.2.2. Aristoteles (384 SM – 322 SM) 233
11.2.3. Galileo (1564 – 1642) 234
11.3. Aspek Ontologi Hukum Gravitasi Newton 235
11.4. Keterbatasan Hukum Gravitasi Newton pada
Benda Langit 236
11.5.Keunggulan paradigma gravitasi Newton pada sisi
epistemologi 242
11.6. Aspek Aksiologi yang dapat diambil dengan
mempelajari Dogma Newton tentang gravitasi 243
BAB 13 259
PARADIGMA TEORI DENTUMAN BESAR
(THEORY BIG BANG) 259
13.1. Diskripsi Materi 259
13.2. Sisi Ontologi dari Teori Dentuman Besar 260
13.3. Teori Dentuman Besar Menjelaskan Tentang Asal
Usul Alam Semesta 265
13.4. Kebenaran Teori Dentuman Besar 267
13.4.1. Awal dari Alam Semesta mendukung teori
dentuman Besar 268
13.4.2. Fenomena Pendukung Teori Dentuman
Besar 272
13.4.3. Model Teori Dentuman Besar 274
13.5. Nilai Aksiologi dalam Paradigma Teori Dentuman
Besar 275
13.6. Makna yang terkadung dalam Sebuah Kehidupan 278
BAB 15 308
PARADIGMA RUNTUHNYA ATOMISME LEUKIPPOS
DEMOCRITOS 308
15.1. Diskripsi Materi 308
15.2. Aspek Ontologi Teori Atom Leukippos Demokritus 311
15.3. Pergeseran Paradigma Leukippos Democritos Ke
Teori Atom Dalton 316
15.4. Sejarah perkembangan dan pergeseran teori atom
pasca Leukippos Democritos 319
15.4.1. John Dalton. 319
15.4.2. Thomson dan teori atommnya 321
15.4.3. Model atom Rutherford 322
14.4.4. Neils Bohr dan Teori Atomnya 325
15.4.5. Teori atom modern 328
15.5. Nilai Aksiologi Teori Atom Leucippos Democritos 329
BAB 16 333
PERGESERAN PARADIGMA MEKANIKA KLASIK
MENJADI MEKANIKA KUANTUM 333
16.1. Deskripsi Materi 333
16.2. Hakikat Dogma Mekanika Klasik (Mekanika Newton)
Menurut Literatur 334
16.3. Pergeseran Paradigma dari Mekanika Klasik ke
Mekanika Kuantum 336
16.4. Eksplanasi Mekanika Klasik yang Mengagumkan
Saintis 344
16.5. Sisi Aksiologi Mempelajari Pemikiran dan Dogma
Sudarmin
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Email: sudarmin@mail.unnes.ac.id
1. Normal Science
Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) setelah menulis
panjang lebar tentang sejarah ilmu pengetahuan, dan
mengembangkan beberapa gagasan penting dalam filsafat
ilmu pengetahuan. Kuhn paling terkenal karena bukunya
The Structure of Scientific Revolutions di mana ia
menyampaikan gagasan bahwa sains tidak ―berkembang
secara bertahap menuju kebenaran‖, tapi malah mengalami
3. Revolusi Ilmiah
Pada uraian berikut akan disinggung tentang revolusi
sains (revolusi ilmiah) yang muncul karena adanya anomali
dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah, dan
munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh
paradigma yang dijadikan sebagai referensi riset
(penelitian). Revolusi sains merupakan sebuah episode
perkembangan non-kumulatif yang didalamnya terangkum
sebuah paradigma lama yang diganti sebagian atau
keseluruhan dengan paradigma baru. Adanya revolusi sains
bukanlah hal yang berjalan mulus tanpa hambatan, namun
kerap kali ada pro-kontra, serta gesekan dari masyarakat
yang menyertainya.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar baku
melainkan hanyalah menyesuaikan diri terhadap
persetujuan masyarakat. Adanya revolusi sains dengan
berbagai teori argumentatifnya akan membentuk
masyarakat sains. Oleh karena itu, permasalahan
paradigma atau munculnya paradigma baru sebagai akibat
dari revolusi sains tiada lain hanyalah sebuah konsensus
atau kesepakatan yang sangat ditentukan oleh retorika di
kalangan akademisi atau masyarakat itu sendiri. Sejauh
mana paradigma baru itu diterima oleh mayoritas
masyarakat sains, maka disitulah revolusi sains atau
revolusi ilmiah akan terwujud. Selama proses revolusi, para
saintis melihat hal-hal baru dan berbeda dengan ketika
menggunakan instrumeninstrumen yang sangat dikenalnya
3. Paradigma Anomali
Sains yang normal, yakni kegiatan pemecahan
permasalahan yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan
yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam
tujuannya, perluasan secara tetap ruang lingkup dan
persisi pengetahuan sains. Sains yang normal tidak
ditujukan kepada kebaruan-kebaruan fakta atau teori dan,
jika berhasil tidak menemukan hal-hal tersebut. Jika
karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang
telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu
paradigma harus merupakan cara yang sangat efektif
untuk mendorong perubahan paradigma (Kuhn, 1989). Jika
saintis gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka
kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri
bukan kegagalan paradigma. Teka-teki harus ditandai oleh
kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma.
Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai
kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu
paradigm (Chalmer, 1983).
Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila dalam
pemecahan teka-teki dan permasalahan science normal
jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang
tidak mendasar, maka keadaan ini tidak akan
mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah anomali
4. Krisis Revolusi
Sasaran normal science adalah memecahkan teka-
teki science dan bukan menghasilkan penemuan-
penemuan baru yang konseptual, yang diikuti dengan
munculnya teori-teori baru. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya akan muncul gejala-gejala baru
yang belum terjawab oleh teori yang sudah ada. Apabila
hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat
diterangkan oleh paradigma dan anomali antara teori dan
fakta menimbulkan problem yang gawat, serta anomali-
anomali tersebut secara fundamental menyerang
paradigma yang ada, maka dalam keadaan demikian,
kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang
kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada
perubahan paradigma (revolusi) (Kuhn, 1989).
Dengan demikian revolusi sains muncul karena
adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah, dan
munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh
paradigma yang ada saat itu dan menjadi referensi riset.
Untuk mengatasi krisis, saintis bisa kembali lagi pada cara-
cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara atau
metode itu atau mengembangkan sesuatu paradigma
tandingan yang bisa memecahkan permasalahan dan
membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi,
maka lahirlah revolusi sains.
Revolusi sains merupakan episode perkembangan
non-kumulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian
5. Sains normal
Jika anomali yang ada dalam proses perkembangan
suatu ilmu telah bisa dipecahkan oleh saintis (saintis)
dalam komunitas ilmiah, dalam arti suatu komunitas ilmiah
telah bisa mengatasi dan menyelesaikan krisisnya dan
menyusun suatu paradigma baru maka terjadilah revolusi
sains (Chalmers, 1983). Sesudah suatu komunitas sains
mengalami revolusi dengan perputaran serupa Gestalt
yang menyertainya, maka kemajuan-kemajuan
penyelesaian teka-teki yang ada selama ini bisa
Sudarmin
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Email: sudarmin@mail.unnes.ac.id
4. Teori-teori
Para saintis menggunakan teori untuk menjelaskan pola-
pola. Teori merupakan usaha intelektual yang sangat keras
karena saintis harus berhadapan dengan kompleksitas dan
kenyataan yang tidak jelas dan tersembunyi dari pengamatan
langsung. Gagasan ini menjadi jelas ketika orang merujuk teori
atom, yang menyatakan bahwa seluruh benda tersusun atas
5. Model
Model ilmiah adalah representasi dari sesuatu yang tidak
dapat di lihat. Model ini menjadi gambaran mental yang
digunakan untuk menunjukkan gajala dan gagasan-gagasan
yang abstrak. Model-model tersebut harus menyertakan hal-hal
yang menonojol dan penting dari gagasan atau teori yang
mana saintis mencoba untuk memahamkannya atau
menjelaskan gagasan atau teori tersebut. Model atom Bohr,
model tata surya, dan model DNA double helix merupakan
representasi konkret dari gejala/fenomena yang tidak dapat
diamati secara langsung. Sayangnya, orang kemudian percaya
begitu saja pada model yang dia lihat, tidak tahu bahwa model
hanyalah suatu alat bantu mengkonseptualisasi fitur menonjol
dari prinsip dan teori tertentu.
Pada bagian ini, akan dijelaskan beberapa kelebihan
mempelajari sains, yaitu antara lain:
a. Sains telah memberikan banyak sumbangannya bagi
umat manusia, misalnya dalam perkembangan sains dan
teknologi kedokteran, sains dan teknologi komunikasi dan
informasi.
b. Sains dan teknologi memungkinkan manusia dapat
bergerak atau bertindak dengan cermat dan tepat, efektif
Induk Verifikasi
si
Fakta
Dunia Fakta
Sudarmin
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
Email: sudarmin@mail.unnes.ac.id
Syaifuddin
Enumerator Pusat Studi Kependudukan
dan Kebijakan (PSKK) UGM
email: syaifuddin22101989@gmail.com
1. Fosil
Beberapa fosil mirip dengan bentuk sekarang yang lain
berbeda, hal ini yang menimbulkan tanya bagi Darwin, seperti:
- mengapa beberapa spesies menghilang?
- bagaimana mereka dihubungkan dengan spesies yang masih
hidup?
2. Adaptasi
1. Habitat yang berbeda menyebabkan organisme yang
berbeda.
2. Habitat yang mirip memiliki organisme yang mirip.
3. Semua organisme yang dapat beradaptasi dengan baik
dapat hidup dilingkungan yang baik
Fina Fakhriyah
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Muria Kudus
Email; fina.fakhriyah@umk.ac.id
PERGESERAN PARADIGMA
KLASIFIKASI ORGANISME
Atip Nurwahyunani
Dosen Pendidikan Biologi Universitas PGRI Semarang
atipnurwahyunan@upgris.ac.id
Yeyendra
Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Islam Riau
yeyendra@students.unnes.ac.id
10.2 Pengantar
Apakah evolusi benar-benar terjadi? Pertanyaan ini
memberikan banyak persepsi yang sulit untuk diterima oleh
semua golongan. Teori evolusi seringkali menjadi bahan
perdebatan sekaligus mengundang penolakan dari berbagai
golongan terutama dari golongan agamawan. Alasan
penolakan tersebut tidak lain karena evolusi dianggap
bertentangan dengan dalil yang tercantum dalam kitab suci
Eli Trisnowati
Dosen Program Studi Pendidikan IPA Universitas Tidar
Email: elitrisnowati@untidar.ac.id
Desi Wulandari
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar UNNES
Email : wulanipa@mail.unnes.ac.id
Gambar 12.1 Perubahan massa Pluto seiring waktu ' Perkiraan massa Pluto
sebagai fungsi waktu. Lingkaran hitam adalah data
percobaan; persamaan tersebut diplot sebagai garis solid,
yang merupakan kurva paling cocok untuk pengembangan
teori (Dessler & Russell, 1980)
M. Hidayatur Rohman
Dosen Tadris IPA Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan
IAIN Salatiga
Email: hidayat80@iainsalatiga.ac.id
… Bahwa langit dan bumi (ruang waktu dan energi materi) itu
dahulu sesuatu yang padu (dalam singularitas), kemudian Kami
pisahkan keduanya itu.
3. Peta Langit
Penemuan dasar gelombang mikro kosmik membuka
jalan baru untuk menguak asal usul alam semesta. Pada
tahun 1989, NASA meluncurkan satelit yang disebut
Cosmic Background Explorer (COBE), yang mengukur
variasi kecil dalam radiasi dasar tersebut. Hasilnya adalah
"gambar bayi" alam semesta, menurut NASA, menunjukkan
beberapa variasi kepadatan pertama di alam semesta yang
mengembang. Variasi kecil ini mungkin memunculkan pola
4. Bukti Inflasi
Dasar gelombang mikro kosmik juga memungkinkan
para peneliti untuk menemukan "senjata asap" untuk inflasi
-- ekspansi besar-besaran yang terjadi lebih cepat dari
cahaya di Dentuman Besar. (Meskipun teori relativitas
khusus Albert Einstein menyatakan bahwa tidak ada yang
lebih cepat dari kilatan cahaya yang melesat melalui
ruang). Pada tahun 2016, fisikawan mengumumkan bahwa
mereka telah mendeteksi jenis polarisasi tertentu di
beberapa dasar gelombang mikro kosmik. Polarisasi ini
dikenal sebagai "B-mode." Polarisasi B-mode adalah bukti
langsung pertama dari gelombang gravitasi dari Dentuman
Besar. Gelombang gravitasi tercipta ketika benda-benda
besar di ruang angkasa mempercepat atau memperlambat
gerakannya (yang pertama kali ditemukan berasal dari
tabrakan dua Lubang Hitam). B-mode menyediakan cara
baru untuk secara langsung menyelidiki ekspansi alam
semesta awal.
6. Percepatan Ekspansi
Salah satu penemuan teraneh di bidang fisika adalah
bahwa alam semesta tidak hanya berkembang, tapi juga
tumbuh dengan kecepatan yang semakin cepat. Penemuan
ini berasal dari tahun 1998, ketika fisikawan
mengumumkan hasil dari beberapa proyek jangka panjang
yang mengukur supernova super berat, yang disebut
supernova Tipe Ia. Hasil (yang memenangkan peneliti Saul
Perlmutter, Brian P. Schmidt dan Adam G. Reiss sebuah
Nobel Prize pada 2011), mengungkapkan cahaya yang
lemah dari supernova terjauh itu. Cahaya lemah tersebut
menunjukkan bahwa ruang angkasa mengembang, yaitu
segala sesuatu di alam semesta ini berangsur-angsur
semakin jauh dari yang lainnya.
Para saintis menyebut pendorong ekspansi ini sebagai
dark energy atau ―energi gelap‖, sebuah mesin misterius
yang dapat membentuk sekitar 68% energi di alam
semesta. Paul (2017) juga menyatakan bahwa Materi gelap
dan energi yang tak terlihat terwujud sebagai lebih dari
setengah isi Semesta, yang dapat memengaruhi separuh
Semesta, bukanlah fakta yang tersebar secara kebetulan.
Energi gelap tersebut tampaknya sangat penting untuk
membuat teori-teori tentang permulaan alam semesta yang
1. Radiasi Termal
Radiasi termal sangat berperan penting untuk dapat
memahami radiasi latar belakang kosmik dan lubang hitam.
Untuk menjelaskan radiasi dibutuhkan hipotesis radikal
Max Plank tahun 1900. Teori Plank menunjukkan laju
pancaran energi radiasi untuk berbagai suhu bergantung
pada panjang gelombang. Kurva-kurva teoritik Planck
menunjukkan, radiasi itu menyebar dan puncaknya
bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang bila
suhu semakin rendah. Benson (2011) menyatakan bahwa
sifat-sifat spektrum dicirikan oleh satu parameter, suhu,
3. Prinsip Antropik
The Anthrotipic Principle, ketika terjadi dentuman besar,
para fisikawan memperkirakan bahwa ada beberapa prinsip
antropik. Ada dua versi prinsip antropik yaitu versi lemah
dan versi kuat. Prinsip antropik lemah menyatakan bahwa
kedudukan manusia di alam semesta sangat istimewa
sehingga dapat disesuaikan dengan keberadaan manusia
sebagai pengamat. Prinsip ini sebagian besar banyak
diterima orang. Prinsip antropik kuat menyatakan bahwa
alam semesta pada tahap tertentu harus dapat
menghadirkan keberadaan manusia hidup didalamnya.
Hawking menulis: ―Rintangan-rintangan terhadap
munculnya suatu alam semesta seperti kita miliki ini dari
sesuatu seperti ledakan besar sangatlah banyak. Saya kira
sangat jelas bahwa disini ada implikasi-implikasi religius‖.
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak
menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui.
2. Untuk memperlihatkan kepada manusia akan tanda-tanda
Allah SWT, sebagaimana tertuang dalam Al Qur‘an Surat
Al-Fushilat ayat 53:
Rusdiyana
Dosen PGSD Universitas Achmad Yani Banjarmasin
email : rusdiyana2008@yahoo.com
a. Aberasi
Bukti pertama, adalah yang ditemukan oleh James Bradley
(1725) yang menemukan adanya aberasi bintang. Ilustrasi
penjelasannya seperti bayangkan kita sedang berdiri ditengah-
tengah hujan, dan air hujan jatuh tepat vertikal/tegak lurus
kepala kita. Kalau kita menggunakan payung, maka muka &
belakang kepala kita tidak akan terciprat air bukan? Kemudian
kita mulai berjalan ke depan, perlahan-lahan & semakin cepat
berjalan, maka seolah-olah air hujan yang tadi jatuh tadi, malah
membelok dan menciprati muka kita. Untuk menghindarinya
c. Efek Doppler.
Sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Newton,
bahwa ternyata cahaya bisa dipecah menjadi komponen
mejikuhibiniu, maka pengetahuan tentang cahaya bintang
menjadi sumber informasi yang sahih tentang bagaimana sidik
Riyanti
Guru Kimia SMAN 1 Bangsri
Riyantiyanti024@gmail.com
15.2 Pengantar
Sejak zaman purba orang telah mengenal api karena
mempunyai sifat panas yang dapat membakar dan bercahaya
sehingga api telah dianggap dewa. Dewasa ini api memegang
peranan penting dalam proses kimia. Proses pembakaran
merupakan suatu hal yang penting bagi para ahli kimia
sehingga mereka melakukan eksperimen dan atas hasil
eksperimen itu mereka mengemukakan pendapatnya.
Ide awal teori phlogiston berasal dari Johann Joachim
Becker (1635-1682) yang kemudian menarik perhatian George
Ernst Stahl (1660-1734). Teori phlogiston pada prinsipnya
menyatakan ―semua materi mengandung zat ringan yang
disebut phlogiston‖ Suatu reaksi kimia merupakan perpindahan
phlogiston dari suatu materi ke materi yang lain. Becher dan
Stahl memberikan contoh pada pembakaran suatu logam,
massanya akan berubah menjadi lebih berat dibandingkan
massa logam awal. Logam akan kehilangan phlogiston
sehingga berubah menjadi calx logam (sekarang disebut oksida
logam). Untuk memperoleh kembali logam tersebut, calx harus
dibakar bersama karbon yang kaya phlogiston, karena
phlogiston semula sudah hilang di udara. Calx akan menyerap
phlogiston dari udara sehingga berubah menjadi logam semula.
2) Common sense
a) Sesuai dengan pengamatan atau pemikiran
kebanyakan orang, pengamatan yang cermat
(fenomena makroskopik) dan penalaran matematis
sederhana. Mekanika klasik mampu menggambarkan
perilaku benda makroskopik, yang memiliki kecepatan
relatif kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya.
b) Konsekuensi dari sifat common sense adalah materi
seperti elektron dan atom diperlakukan sebagai partikel,
sedangkan cahaya dan bentuk-bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik diperlakukan sebagai gelombang.
c) Kuantitas fisik (energi, momentum, putaran) dapat
dianggap sebagai variabel kontinu. Dalam mekanika
klasik diasumsikan sistem berevolusi dengan mulus,
tanpa lompatan atau interupsi. Perilaku seperti itu
dikatakan kontinu.