Anda di halaman 1dari 3

Penentu penghindaran pajak: Bukti dari industri pertambangan Indonesia

Penghindaran pajak merupakan salah satu strategi perusahaan untuk meringankan beban pajak
perusahaan secara legal. Penghindaran pajak biasa dilakukan karena banyak wajib pajak badan dan
pribadi merasa terbebani dengan membayar pajak. Di sisi lain disebabkan oleh rendahnya kesadaran
wajib pajak untuk mematuhi ketentuan perpajakan (Putra & Osman, 2019). Sehubungan dengan itu,
wajib pajak berusaha untuk meringankan beban pajak dengan meminimalkan jumlah pajak yang
terutang (Dewi & Sari, 2015). Salah satu sektor yang sering melakukan penghindaran pajak adalah sektor
pertambangan. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, sektor pertambangan rentan
untuk melakukan praktik penghindaran pajak karena keuntungan besar yang bisa diperoleh dari
kegiatan pertambangan.

Beberapa kasus penghindaran pajak yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh perusahaan tambang Grup
Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources, dan PT Arutmin Indonesia yang terindikasi
penggelapan pajak sebesar Rp 2,1 triliun. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak, tunggakan
pajak terbesar dimiliki oleh PT KPC sebesar Rp 1,5 triliun, disusul PT Bumi Resources sebesar Rp 376
miliar dan PT Arutmin Indonesia sebesar Rp 300 miliar. PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) melakukan
penghindaran pajak dengan melakukan transfer pricing dengan menjual batubara di bawah harga pasar
kepada perusahaan terafiliasi (PT Indocoal Resource Limited). Harga tersebut hanya setengah dari harga
normal yang dimiliki PT. KPC dulu berlaku untuk pembeli lain. Kemudian, PT Indocoal menjual batu bara
tersebut ke pembeli lain dengan harga normal yang diterapkan KPC. Alhasil, pendapatan penjualan batu
bara oleh PT. KPC jauh lebih rendah dan merugikan negara sebesar Rp 1,7 triliun.

Beberapa faktor yang memungkinkan perusahaan melakukan penghindaran pajak, antara lain insentif
eksekutif, risiko perusahaan, kepemilikan institusional, komisaris independen, komite audit, kualitas
audit, dan konservatisme akuntansi. Faktor pertama, insentif eksekutif, berkaitan erat dengan hubungan
antara prinsipal dan agen. Insentif diberikan hanya untuk meningkatkan motivasi para eksekutif
perusahaan untuk bekerja secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan. Para eksekutif memiliki
peran penting dalam menentukan arah dan membuat kebijakan suatu perusahaan. Faktor kedua, risiko
perusahaan, adalah suatu kondisi dimana terdapat sejumlah kemungkinan yang kemungkinan dapat
menyebabkan kinerja perusahaan yang kurang baik karena ketidakamanan di masa depan (Dewi & Sari,
2015). Paligorova (2010) menjelaskan bahwa risiko perusahaan merupakan volatilitas pendapatan
perusahaan yang dapat diukur dengan menggunakan rumus standar deviasi. Dengan kata lain, risiko
perusahaan adalah standar deviasi pendapatan perusahaan, termasuk risiko turun dan potensi naik.
Semakin besar deviasi laba suatu perusahaan, maka semakin besar pula risiko perusahaan tersebut.
Tingkat risiko perusahaan yang lebih tinggi cenderung mengarah pada penghindaran pajak. Dengan
demikian, semakin tinggi tingkat risiko perusahaan.

Faktor ketiga adalah tata kelola perusahaan. Penerapan tata kelola perusahaan untuk meminimalkan
konflik antar agen. Menurut Komite Nasional Kebijakan Tata Kelola (KNKG), mekanisme tata kelola
perusahaan yang baik (GCG) melibatkan kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris, komite
audit, dan kualitas audit. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh sebuah
institusi. Kepemilikan saham oleh investor institusional akan memungkinkan pengawasan terhadap
kinerja orang dalam (Jensen & Meckling, 1976). Jika dikaitkan dengan penghindaran pajak, semakin
tinggi tingkat kepemilikan institusional akan semakin mengintensifkan pengawasan. Pengawasan yang
intensif tentu akan mencegah penghindaran pajak oleh manajemen. Selanjutnya dewan komisaris
merupakan salah satu dewan yang berkaitan dengan isi informasi laba suatu perusahaan. Komposisi
dewan komisaris dapat mempengaruhi manajemen dalam menyusun laporan keuangan untuk
meminimalkan penghindaran pajak. Faktor lainnya adalah komite audit yang memiliki peran penting
untuk berhubungan dengan pemegang saham. Tugas penting komite audit adalah memantau kebijakan
yang dibuat oleh suatu perusahaan dalam pelaporan keuangan. Oleh karena itu, kinerja audit
perusahaan yang optimal mampu mengurangi perilaku penghindaran pajak.

Faktor keempat adalah konservatisme akuntansi. Menurut Pernyataan Konsep FASB No.2,
konservatisme adalah reaksi hati-hati dalam menghadapi ketidakpastian dan risiko bisnis yang diprediksi
di masa depan. Jika dikaitkan dengan penghindaran pajak, praktik konservatisme akuntansi akan
mempengaruhi sistem pelaporan keuangan yang melibatkan berbagai kebijakan; salah satunya terkait
dengan pembayaran pajak perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh insentif eksekutif,
risiko perusahaan, kepemilikan institusional, komisaris independen, komite audit, kualitas audit, dan
konservasi akuntansi pada penghindaran pajak. Penelitian ini memakan waktu selama enam tahun dari
tahun 2012 hingga tahun 2017, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi agar pemerintah dapat
memantau secara ketat perusahaan-perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Tinjauan Literatur

Teori agensi

Teori keagenan berfokus pada fakta-fakta yang berkembang dalam setiap individu organisasi yang
disebut 'agen' yang bertindak sebagai pihak yang dipercaya oleh individu atau kelompok individu lain
yang disebut 'prinsipal’. Para pendukung teori ini menganggap bahwa prinsipal dan agen memiliki
kepentingan masing-masing yang seringkali menimbulkan perbedaan kepentingan di antara mereka
(Lukviarman, 2016). Teori keagenan menyebutkan bahwa asimetri informasi antara manajer dan
pemegang saham mungkin disebabkan oleh fakta bahwa manajer mengetahui kondisi internal
perusahaan lebih baik daripada pemegang saham. Manajer memiliki motivasi lebih untuk memenuhi
kepentingannya, demikian pula para pemegang saham yang bertekad untuk menciptakan kemakmuran.
Hal ini mengakibatkan konflik kepentingan yang kemudian menciptakan biaya agensi.

Insentif Eksekutif untuk Penghindaran Pajak

Insentif eksekutif adalah suatu bentuk penghargaan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada para
eksekutifnya agar lebih termotivasi dalam mengelola perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Insentif eksekutif terkait erat dengan teori keagenan. Insentif eksekutif diharapkan dapat
membuat eksekutif (agen) fokus pada pencapaian tujuan perusahaan dan menahan diri dari tindakan
yang merugikan perusahaan, seperti penghindaran pajak. . Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis
pertama penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
H1: Insentif eksekutif berdampak negatif terhadap penghindaran pajak.

Risiko Perusahaan atas Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui kebijakannya dilakukan oleh
manajemen puncak atau eksekutif perusahaan itu sendiri dimana manajemen puncak perusahaan
mungkin memiliki karakter yang berbeda. Perbedaan kepentingan mempengaruhi perusahaan untuk
melakukan penghindaran pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki wajib pajak dalam
menjalankan usahanya, maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya (Meidawati & Azmi, 2019).
Seorang pemimpin perusahaan dapat menjadi pengambil risiko dari penghindar risiko yang tercermin
dari seberapa besar atau kecil risiko perusahaan (Budiman 2012). Karakter yang berbeda dari eksekutif
menciptakan kepentingan yang berbeda dari mereka. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis
kedua penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

H2: Risiko perusahaan secara positif mempengaruhi penghindaran pajak.

Kepemilikan Institusional atas Penghindaran Pajak

Proporsi kepemilikan saham oleh institusi akan mempengaruhi kualitas pengawasan terhadap
manajemen. Teori keagenan menyebutkan bahwa semakin banyak saham yang dimiliki institusi,
semakin ketat pengawasan terhadap perilaku manajemen dalam suatu perusahaan (Winata, 2014).
Tingkat pengawasan yang tinggi akan mengurangi perilaku oportunistik manajemen, sehingga dapat
menghambat manajemen dalam mengambil keputusan terkait penghindaran pajak. Berdasarkan uraian
tersebut, maka hipotesis ketiga penelitian ini adalah sebagai berikut.

H3: Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak

Komisaris Independen Penghindaran Pajak

Komisaris Independen mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi pengendalian
dan pengawasan terhadap operasional perusahaan dan memastikan bahwa tata kelola perusahaan
diterapkan di perusahaan. Teori keagenan mengklaim bahwa salah satu cara untuk mengurangi asimetri
informasi adalah dengan membentuk dewan komisaris sebagai perwakilan pemegang saham. Oleh
karena itu, komisaris independen memiliki peran yang sangat penting untuk mengawasi jalannya
perusahaan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mampu mendeteksi penyimpangan dan
kecurangan. Dari penjelasan di atas, maka hipotesis keempat penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

H4: Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak

Anda mungkin juga menyukai