RMK 9
Oleh:
UNIVERSITAS MATARAM
2021
PENENTU PENGHINDARAN PAJAK: BUKTI DARI INDUSTRI PERTAMBANGAN
INDONESIA
Pengantar
Faktor ketiga adalah tata kelola perusahaan. Penerapan tata kelola perusahaan untuk
meminimalkan konflik antar agen. Menurut Komite Nasional Kebijakan Tata Kelola
(KNKG), mekanisme tata kelola perusahaan yang baik (GCG) melibatkan kepemilikan
institusional, proporsi dewan komisaris, komite audit, dan kualitas audit. Jika dikaitkan
dengan penghindaran pajak, semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional akan semakin
mengintensifkan pengawasan. Pengawasan yang intensif tentu akan mencegah penghindaran
pajak oleh manajemen. Selanjutnya dewan komisaris merupakan salah satu dewan yang
berkaitan dengan isi informasi laba suatu perusahaan. Komposisi dewan komisaris dapat
mempengaruhi manajemen dalam menyusun laporan keuangan untuk meminimalkan
penghindaran pajak. Faktor lainnya adalah komite audit yang memiliki peran penting untuk
berhubungan dengan pemegang saham. Tugas penting komite audit adalah memantau
kebijakan yang dibuat oleh suatu perusahaan dalam pelaporan keuangan. Oleh karena itu,
kinerja audit perusahaan yang optimal mampu mengurangi perilaku penghindaran pajak.
Tinjauan Literatur
Teori agensi
Teori keagenan berfokus pada fakta-fakta yang berkembang dalam setiap individu
organisasi yang disebut 'agen' yang bertindak sebagai pihak yang dipercaya oleh individu
atau kelompok individu lain yang disebut 'prinsipal'.. Para pendukung teori ini menganggap
bahwa prinsipal dan agen memiliki kepentingan masing-masing yang seringkali
menimbulkan perbedaan kepentingan di antara mereka (Lukviarman, 2016).
Teori keagenan menyebutkan bahwa asimetri informasi antara manajer dan pemegang
saham mungkin disebabkan oleh fakta bahwa manajer mengetahui kondisi internal
perusahaan lebih baik daripada pemegang saham. Manajer memiliki motivasi lebih untuk
memenuhi kepentingannya, demikian pula para pemegang saham yang bertekad untuk
menciptakan kemakmuran. Salah satu cara untuk menekan atau mengurangi biaya keagenan
adalah gambaran yang jelas tentang struktur organisasi untuk membangun sistem yang efisien
untuk mengatur kerjasama antara agen dan prinsipal.
Insentif eksekutif adalah suatu bentuk penghargaan yang diberikan oleh suatu perusahaan
kepada para eksekutifnya agar lebih termotivasi dalam mengelola perusahaan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Insentif eksekutif terkait erat dengan teori keagenan. Insentif
eksekutif diharapkan dapat membuat eksekutif (agen) fokus pada pencapaian tujuan
perusahaan dan menahan diri dari tindakan yang merugikan perusahaan, seperti penghindaran
pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Sarra et al. (2014) mengungkapkan bahwa insentif
eksekutif berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan uraian tersebut,
hipotesis pertama penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
Penghindaran pajak yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui kebijakannya dilakukan
oleh manajemen puncak atau eksekutif perusahaan itu sendiri dimana manajemen puncak
perusahaan mungkin memiliki karakter yang berbeda. Perbedaan kepentingan mempengaruhi
perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran yang
dimiliki wajib pajak dalam menjalankan usahanya, maka semakin tinggi pula tingkat
kepatuhannya (Meidawati & Azmi, 2019). Seorang pemimpin perusahaan dapat menjadi
pengambil risiko dari penghindar risiko yang tercermin dari seberapa besar atau kecil risiko
perusahaan (Budiman 2012). Karakter yang berbeda dari eksekutif menciptakan kepentingan
yang berbeda dari mereka.
Teori keagenan menunjukkan bahwa kepentingan ini dapat menyebabkan masalah keagenan
di masa depan jika ada asimetri informasi antara prinsipal dan agen tentang kebijakan yang
harus diterapkan terkait dengan risiko perusahaan. Para pemimpin perusahaan tentunya
memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan kebijakan perusahaan. Jika
dikaitkan dengan penghindaran pajak, maka kebijakan yang terkena dampak adalah yang
terkait dengan tingkat penghindaran pajak perusahaan. Semakin banyak risiko yang
ditanggung perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan melakukan penghindaran
pajak. maka hipotesis kedua penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
Proporsi kepemilikan saham oleh institusi akan mempengaruhi kualitas pengawasan terhadap
manajemen. Teori keagenan menyebutkan bahwa semakin banyak saham yang dimiliki
institusi, semakin ketat pengawasan terhadap perilaku manajemen dalam suatu perusahaan
(Winata, 2014). Tingkat pengawasan yang tinggi akan mengurangi perilaku oportunistik
manajemen, sehingga dapat menghambat manajemen dalam mengambil keputusan terkait
penghindaran pajak. Dalam penelitiannya, Suardana (2014) menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan uraian tersebut,
maka hipotesis ketiga penelitian ini adalah sebagai berikut.
Komisaris Independen mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi
pengendalian dan pengawasan terhadap operasional perusahaan dan memastikan bahwa tata
kelola perusahaan diterapkan di perusahaan. Teori keagenan mengklaim bahwa salah satu
cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan membentuk dewan komisaris
sebagai perwakilan pemegang saham. Oleh karena itu, komisaris independen memiliki peran
yang sangat penting untuk mengawasi jalannya perusahaan agar sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan mampu mendeteksi penyimpangan dan kecurangan. maka hipotesis
keempat penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
Komite Audit bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas komposisi pelaporan keuangan
dan melakukan pengendalian internal dalam suatu perusahaan. Sandy dan Lukviarman (2008)
menyebutkan bahwa komite audit harus ada dalam perusahaan yang menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik karena tugasnya penting bagi kehidupan perusahaan. Teori keagenan
menjelaskan bahwa masalah keagenan dapat terjadi karena adanya asimetri informasi. Oleh
karena itu, komite audit yang memiliki integritas dan kompetensi yang baik diperlukan untuk
mewujudkan proses pemeriksaan dan pengawasan yang baik serta meminimalkan
penghindaran pajak. Dewi dan Jati (2014) berasumsi bahwa komite audit berpengaruh negatif
terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis kelima penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut.
Audit merupakan komponen penting dari tata kelola perusahaan yang erat kaitannya dengan
salah satu prinsip tata kelola perusahaan, yaitu transparansi. Saat ini, perusahaan publik
menuntut transparansi yang lebih dalam laporan keuangan. Tingkat transparansi yang tinggi
meningkatkan minat investor untuk berinvestasi atau membeli saham perusahaan (Winata,
2014)..Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis keenam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Menurut Pernyataan Konsep FASB No.2, konservatisme adalah reaksi hati-hati dalam
menghadapi ketidakpastian dan risiko bisnis yang diprediksi di masa depan. Dalam teori
keagenan, konservatisme memiliki peran yang paling efisien untuk membatasi konflik
keagenan. Dalam melakukan aktivitasnya, seorang agen pada umumnya cenderung untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Konservatisme dapat mencegah asimetri informasi dengan
membatasi agen agar tidak memanipulasi laporan keuangan. Sarra dkk. (2014) melakukan
penelitian yang menunjukkan bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis ketujuh penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut.
H7: Konservatisme akuntansi berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak
Metode penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2012-2017. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, dan
sampel yang digunakan adalah 30 sampel perusahaan. Penelitian ini menggunakan data
sekunder berupa laporan keuangan yang telah diaudit dan laporan tahunan perusahaan yang
diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia dan BEI. Penelitian ini menggunakan variabel
terikat yaitu penghindaran pajak, dan variabel bebas meliputi insentif eksekutif, risiko
perusahaan, kepemilikan institusional, komisaris independen, komite audit, kualitas audit,
dan konservatisme akuntansi. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, data dianalisis dengan
menggunakan 1) analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan objek yang akan diteliti,
dan 2) uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah data memenuhi asumsi klasik atau tidak.
Hal ini dilakukan untuk menghindari pendugaan yang bias karena tidak semua data dapat
dianalisis menggunakan regresi. Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji
multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.
Kesimpulan