Anda di halaman 1dari 4

Nama : Mochamad Kholilur Rohman

NIM : 210432620488

Miris! Dilanda Konflik dan Kemiskinan, Warga Sudan


Selatan Bertahan Hidup Makan Dedaunan.

Suara.com - Konflik, kekerasan di sebuah negara hanya akan menimbulkan


kesengsaraan. Inilah yang dialami sebagian warga di Sudan Selatan. Salah satu negara di Afrika
ini dilanda kelangkaan pangan. Selain konflik, munculnya wabah virus corona menambah derita
warga setempat.
Ayen Madit, ibu tujuh anak berusia 40 tahun, mencoba bertahan hidup hanya dengan
mengonsumsi daun-daunan dan buah-buahan liar saat kerawanan pangan memburuk di wilayah
Bhar El Ghazal Utara di Sudan Selatan.Dia hidup dalam kondisi tersebut tanpa jatah makanan
dari pemerintah maupun badan dunia.
Badan-badan PBB baru-baru ini memperingatkan bahwa 7,24 juta warga Sudan Selatan
di ambang bencana kelaparan karena kerawanan pangan memburuk akibat banjir, konflik, dan
virus corona.Di sisi lain, Program Pangan Dunia (FAO) pada April telah mengurangi jatah
makanan sebesar 50 persen, mempengaruhi 700.000 pengungsi Sudan Selatan.
Madit, seorang penduduk Araith Payam dari Aweil North, mengatakan orang-orang
memakan daun yang mereka temui, karena tidak punya pilihan lain untuk sekadar mengusir
kelaparan.Dia mengatakan sekelompok wanita pergi ke hutan dari jam 8 pagi hingga 3 sore.
Mereka mencari buah-buahan liar dan daun pohon untuk memberi makan keluarga.
“Kami pergi berkelompok mencari daun pohon dan buah-buahan liar. Meninggalkan
anak-anak kami untuk tinggal di rumah tanpa apapun yang bisa dimakan.
"Mereka hanya makan di malam hari saat kami kembali dari hutan, ”kata Madit kepada
Anadolu Agency dalam wawancara telepon.
Northern Bhar El Ghazal adalah satu dari sedikit daerah yang terhindar dari konflik lebih
dari enam tahun yang meletus pada Desember 2013.
“Kami mengorbankan hidup kami untuk anak-anak agar mereka bisa makan,” kata dia.
“Tidak ada cukup makanan untuk dimakan. Beberapa anak mengalami diare setelah
makan daun."
Diungkapkan Madit, karena kepahitan daun pohon Lalop, yang sering ditemui di hutan,
mereka sering kelaparan.
Dia mendesak pemerintah dan lembaga kemanusiaan segera memberikan bantuan untuk
menyelamatkan penduduk dari situasi tersebut.
“Warga Sudan Selatan, kami benar-benar menderita dan membutuhkan pemerintah untuk
menyelamatkan kami. Kami masih berharap pemerintah bisa menyelamatkan kami dari
situasi mengerikan ini, ”kata Madit.
Abuk Guot, 37, ibu lima anak, juga dari Awiel North, mengatakan situasinya semakin
parah.
“Kami benar-benar menderita. Tidak ada makanan. Kami hanya bertahan hidup dengan
buah-buahan liar dan daun. Jika Anda tidak pergi ke hutan untuk mencari daun pohon
maka anak-anak tidak akan makan. ”
Dia bersumpah untuk menjaga anak-anaknya tetap hidup dan tidak membiarkan mereka
mati kelaparan.
Deng Mabior, 30, dari Panyagor di negara bagian Jonglei, mengatakan sulit bagi warga
untuk mendapatkan makanan karena semua infrastruktur hancur akibat banjir tahun lalu.
“Hidup ini sangat sulit tetapi hal baiknya adalah orang-orang, terutama pria muda, bisa
memancing. Itulah satu-satunya cara untuk mempertahankan kehidupan di sini.
"Hanya sulit bagi orang tua yang tidak bisa bergerak - yang menderita sekarang, ”kata
dia.
“Kalau punya jala atau kail, coba peruntungan. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang bisa
bagikan dengan keluarga. "
Menurut dia bantuan dari badan-badan PBB hanya sedikit dan tidak cukup untuk
seluruh populasi. Menteri Urusan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana Peter
Mayen Majongdit mengakui penderitaan yang dirasakan rakyatnya tersebut.Dia
mengatakan pemerintah berupaya menyediakan makanan bagi mereka yang terkena
dampak.
“Kami sedang mempersiapkan makanan dan akan mendistribusikan kepada semua orang
yang terkena dampak kelaparan di seluruh negeri,” kata dia.
Dia mengakui kelaparan yang membayangi di banyak daerah disebabkan oleh beberapa
faktor termasuk banjir, hama, dan efek COVID-19.Presiden Salva Kiir Mayardit
mengunjungi penduduk yang terkena dampak banjir di Jonglei pada awal April lalu.
Dia mengatakan kepada mereka bahwa perdamaian telah tercapai dan sekarang prioritas
pemerintah adalah memerangi kelaparan sehingga tidak ada lagi orang Sudan Selatan
yang kekurangan makan.Badan-badan bantuan dunia mengatakan sebanyak 7,2 juta Sudan
Selatan akan membutuhkan bantuan pangan pada pertengahan 2021.
Angka ini sangat tinggi, bahkan tidak pernah tercapai bahkan pada puncak krisis
enam tahun yang menewaskan 400.000 orang dan membuat 4 juta lainnya
mengungsi.Kerawanan pangan ini diakibatkan oleh Covid-19, banjir, kekeringan, dan
invasi belalang gurun pada 2020. (Sumber: Anadolu)

Analisis saya menurut teori teori ekonomi


A. Jenis Kemiskinan
Menurut Chamber dalam Khomsan berdasarkan kondisi kemiskinan Jenisnya,
kemiskinan yang ada di sudan selatan adalah kemiskinan absolut, karena
pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar minimum seperti sandang, papan, pangan, kesehatan dan pendidikan yang
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup hal tersebut dibuktikan dari banyaknya
warga negara sudan yang mengkonsumsi daun daunan , hal tersebut terjadi karena
tidak punya pilihan lain untuk sekadar mengusir kelaparan.
Menurut Suryawati dalam Elvira, jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya.
Kemiskinan di sudan selatan termasuk kemiskinan alamiah karena di sudan selatan masih
kekurangan SDA dan SDM, kurangnya prasarana umum, dan di Sudan Selatan
kebanyakan tanahnya Kurang subur.

B. Ukuran Kemiskinan
United Nations Development Program (UNDP) secara rutin mengeluarkan
laporan tahunan tentang pembangunan manusia di berbagai negara yaitu Human
Development Report. Salah satu yang diperkenalkan adalah indeks kemiskinan manusia
(Human Poverty Index/HPI) yang mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan
untuk memperluas pilihan-pilihan dalam hidup. pendekatan kemiskinan multidimensional
(Multidimensional Poverty Index/MPI) yang menganalisa kemiskinan pada level rumah
tangga maupun individu melalui tiga dimensi, yaitu pendidikan, kesehatan, dan standar
hidup.
Pendidikan di Sudan selatan masih rendah karena di sudan selatan banyak anak
yang putus sekolah karena perang saudara yang terus terjadi. Kesehatan di sudan juga
masih rendah disebabkan karena rendahnya sarana dan prasarana kesehatan, selain itu
karana faktor makanan yang kurang terpenuhi. Untuk standart hidup orang sudan juga
rendah warga disana banyak makan dedaunan karena kekurangan bahan makanan,
kekurangan air bersih dan tempat tinggal yang kurang layak.
C. Penyebab Kemiskinan di Sudan selatan
Kemiskinan di Sudan Selatan disebabkan karena faktor perang saudara yang
meyebabkan infrastruktur yang runtuh, kermasuk sarana pendidikan, bangunan dll. Selain
itu kemiskinan di sudan juga disebabkan rendahnya kualitas SDM karena kurangnya
pendidikan, dan SDA yang rendah.

D. Dampak Kemiskinan di Sudan Selatan

1. Banyak warga nya yang mati kelaparan


2. Banyak bayi yang mengalami gizi buruk, di sudan selatan setiap 15 anak yang lahir 1
diantaranya meninggal.
3. Banyaknya kriminalitas.
4. Rendahnya kualitas SDM waga sudan selatan.
5. Buruknya generasi penerus bangsa.
6. Warga negara sudan selatan sangat menderita.

E. Strategi mengatasi kemiskinan di sudan selatan


Untuk mengatasi kemiskinan di sudan selatan mungkin sangat sulit , tapi berbagai
negara di dunia seharusnya membantu untuk meringankan penderitaan tersebut, seperti :
1. PBB mengirimkan Pasukan perdamaian untuk menyelesaikan pertikaian di sudan
selatan, agar faktor utama penyebab kemiskinan di sudan dapat diselesaikan.
2. Mengirimkan bantuan kesehatan.
3. Mengirimkan bantuan makanan minuman dan obat obatan.
4. Untuk pemerintah sudan harus berusaha meningkatkan tarap pendidikan agar
mempunyai SDM yang tinggi.
5. Pembangunan infrastruktur yang rusak akibat perang untuk mempermudah akses.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai