Anda di halaman 1dari 23

Bab 33

33-1 Apakah Fisika Itu?

Era informasi di mana kita hidup saat ini hampir seluruhnya didasarkan pada fisika

gelombang elektromagnetik. Suka atau tidak, kini kita saling terhubung secara global dengan
adanya TV, telepon dan internet. Suka atau tidak suka pula bahwa kita selalu berinteraksi dengan
sinyal-sinyal dari gelombang TV, Radio maupun telepon.

Banyaknya interkoneksi informasi global ini tidak terbayangkan oleh para insinyur visioner 20
tahun yang lalu. Tantangan bagi para insinyur masa kini adalah mencoba untuk membuat visi
mengenai akan seperti apakah interkoneksi global dalam kurun waktu 20 tahun mendatang.
Untuk memulai visi tersebut, maka sebelumnya harus dipahami prinsip dasar fisika mengenai
gelombang elektromagnetik yang mana jenisnya sangat beragam sehingga secara puitis
dikatakan membentuk sebuah Maxwell's rainbow (Pelangi Maxwell)

33-2. Pelangi Maxwell

Pencapaian tertinggi James Clerk Maxwell lihat Bab 32) adalah ia berhasil menunjukkan bahwa
sorotan cahaya itu merupakan gelombang berjalan medan dan medan listrik - gelombang
elektromagnetik - sehingga optik yang merupakan ilmu mengenai cahaya tampak, merupakan
sehingga cabang dari elektromagnetisme. Dalam bab ini kita membahas itu semua dengan
menyimpulkan kita fenomena magnetik dan listrik secara khusus. Kita juga membahas mengenai
landasan mengenai ilmu optik.

Pada zaman Maxwell (pertengahan 1880-an), cahaya yang diketahui hanyalah cahaya tampak,
infra merah dan ultraviolet. Terdorong dengan kerja Maxwell ini, Heinrich Hertz menemukan
gelombang radio dan memberikan verifikasi bahwa gelombang tersebut berjalan di laboratorium
dengan kecepatan yang setara dengan kecepatan cahaya. Seperti yang ditunjukkan Gbr. 33.1, kini
kita mengetahui barisan spektrum gelombang elektromagnetik atau yang disebut pelangi
Maxwell. Bayangkan tingkat interaksi kita dengan gelombang elektromagnetik sepanjang
spektrum tersebut. Sinar Matahari sebagai sumber cahaya utama dengan radiasinya membentuk
lingkungan alam sekitar kita sehingga kita bisa hidup berkembang dan juga beradaptasi. Kita
juga dikelilingi oleh sinyal-sinyal TV dan radio. Gelombang mikro (microwave) dari radar serta
sistem relay telepon juga dapat menjangkau kita. Gelombang elektromagnetik juga berasal dari
bola lampu, mesin mobil yang tengah beroperasi. mesin kilatan cahaya dan dari material-material
radioaktif, termasuk yang telah dikubur Selain itu kita juga menerima radiasi dari bintang-
bintang dan objek lainnya pada galaksi kita atau dari galaksi lain. Gelombang elektromagnetik
juga berjalan ke arah sebaliknya. Sinyal TV yang dikirimkan dari bumi sekitar tahun 1950 telah
membawa informasi mengenai diri kita pada penghuni planet lain yang mungkin mengelilingi
400 bintang yang terdekat ke bumi.
Pada skala panjang gelombang Gbr 33-1, setiap tanda skala mewakili suatu perubahan dalam
panjang gelombang dengan kelipatan 10. Skala ini tak terbatas artinya gelombang
elektromagnetik tidak memiliki batas atas maupun batas bawah. spektrum elektromagnetik pada
Gbr diidentifikasikan oleh label yang familiar seperti sinar x dan gelombang radio. Label-label
ini menunjukkan secara kasar mengenai kisaran panjang gelombang tertentu yang mana sumber
dan detektor gelombang elektromagnetik tipe tertentu banyak digunakan. Area lain pada Gbr.
331 seperti yang dilabeli saluran TV dan radio AM mewakili pita frekuensi yang mana menurut
hukum dapat digunakan untuk tujuan komersil atau tujuan lainnya. Tidak ada gap (ruang kosong)
dalam spektrum elektromagnetik. Semua gelombang elektromagnetik, di mana pun letak
spektrumnya berjalan melalui ruanghampa (vakum) dengan kecepatan yang sama c.

Area tampak dari spektrum tersebut merupakan hal yang menarik bagi kita. Gambar 33-2
menunjukkan sensitivitas relatif mata manusia terhadap cahaya dengan berbagai panjang
gelombang. Pusat area tampak ini sekitar 555 nm yang mana menghasilkan sensasi yang kita
sebut sebagai kuning-hijau.

Batas spektrum cahaya tampak ini tidak pasti karena kurva sensitivitas m mendekati garis
sensitivitas nol secara asimptotik baik itu pada panjang gelombang pendek maupun yang
panjang. Jika kita mengambil batas secara acak karena panjang gelombang di mana sensitivitas
mata jatuh 1% dari nilai maksimal maka batas sekitar 430 dan 690 nm. Namun mata dapat
mendeteksi gelombang elektromagnetik melebihi batas tersebut jika gelombangnya cukup kuat.

33-3 Gelombang Elektromagnetik yang Merambat secara Kualitatif

Beberapa gelombang elektromagnetik seperti sinar X, sinar gamma dan cahaya tampak
diradiasikan (diemisikan) oleh sumber-sumber yang memiliki ukuran atom atau nuklir (di mana
fisika kuantum berlaku). Disini kita mendiskusikan mengenai bagaimana gelombang
elektromagnetik dihasilkan. Untuk alasan penyederhanaan, kita membatasi pembahasan pada
area spektrum (panjang gelombang lambda=1 m) di mana sumber radiasinya (gelombang yang
dipancarkan) adalah makroskopik dan pada dimensi yang masih dapat diukur.

Gambar 33-3 menunjukkan bagaimana gelombang dihasilkan. Sebagai pusat yaitu osilator LC
yang mengeluarkan suatu frekuensi sudut LC). Muatan dan arus dalam sirkuit ini bervariasi
secara sinusoidal pada frekuensi ini (seperti dalam Gbr. 31-). Suatu sumber energi tambahan
(misalnya generator AC harus disertakan untuk menambahkan energi dalam rangka mengganti
hilangnya energi karena panas (temperatur pada sirkuit dan mengganti energi yang terbawa oleh
gelombang elektromagnetik yang teradiasi.

osilator LC di Gbr. 33-3 dirangkaikan dengan sebuah trafo dan sebuah jalur transmisi ke sebuah
antena yang terdiri dari dua batang konduktor tipis dan pejal. Melalui rangkaian ini, arus
sinusoidal dalam osilator menyebabkan muatan berosilasi secara sinusoidal di sepanjang batang
antena pada frekuensi sudut dari osilator Lc. Arus dalam antena yang berasosiasi dengan gerak
muatan ini juga bervariasi secara dalam arah dan magnitudo dengan frekuensi sudut w. Pada
antena timbul efek dua kutub (dipo) listrik yang magnitudo dan arah momen dipol listriknya
bervariasi secara sinusoidal di sepanjang antena. Karena momen dipol bervariasi dalam arah dan
magnitudo, medan listrik yang dihasilkan oleh dipol juga bervariasi arah dan magnitudonya.
Karena arus bervariasi, maka medan magnet yang dihasilkan oleh arus juga bervariasi arah dan
di mana saja Namun perubahan medan listrik dan medan magnet tidak terjadi dengan secara
seketika, namun perubahan itu berjalan keluar dari antenakecepatan cahaya c. Dua medan
tersebut secara bersama-sama membentuk suatu gelombang elektromagnetik yang bergerak
menjauhi antena dengan cahaya Frekuensi sudut gelombang ini adalah sama dengan pada
osilator LC

Gambar 33-4 menunjukkan bagaimana medan listrik E dan medan magnet B berubah seiring
waktu karena satu panjang gelombang dari gelombang tersebut melewati titik jauh P pada Gbr.
33-3. Pada setiap bagian di Gbr. 33-4, gelombang berjalan secara langsung ke arah luar. (Kita
memilih satu titik jauh sehingga lengkungan gelombang pada Gbr. 33-3 menjadi kecil dan bisa
diabaikan. Pada titik tersebut, gelombangnya dinamakan gelombang bidang atau gelombang daar
(plane wave). Dengan demikian diskusi mengenai gelombang ini menjadi lebih sederhana).

Perhatikan beberapa ciri pada Gbr. 33-4, itu semuanya ada tanpa memperhatikan bagaimana
gelombang dibuat

1. Medan listrik E dan medan magnet B selalu tegak terhadap arah di mana gelombang
merambat. Maka dari itu gelombangnya merupakan gelombang transversal sebagaimana
dijelaskan di Bab 16.
2. Medan listrik selalu tegak lurus terhadap medan magnet.
3. Hasil perkalian E x B selalu memberikan arah di mana gelombang berialan.
4. Kedua medan selalu bervariasi secara sin seperti halnya gelombang transversal di bab 16.
Selain itu, kedua medan juga bervariasi dalam frekuensi sama dan sefase satu sama lain.

Dengan ciri-ciri tersebut, kita dapat berasumsi bahwa gelombang elektromagnetik bergerak
menuju P pada arah positif suatu sumbu x. Medan listrik dalam Gbr. 33-4 berosilasi secara
sejajar pada sumbu y dan medan magnet berosilasi secara sejajar pada sumbu z (tentunya dengan
menggunakan sistem koordinasi tangan kanan). Dengan begitu kita dapat menulis medan listrik
dan medan magnet sebagai fungsi- fungsi sinusoidal posisi x dan waktu t:

(33-1)

(33-2)

di mana E dan B adalah amplitudo medan, adalah frekuensi sudut sedangkan k adalah nomor
gelombang angular. Dari persamaan ini, kita melihat bahwa kedua medan tidak hanya
membentuk gelombang elektromagnetik tapi juga membentuk gelombang masing-masing. Pers.
33-1 merupakan komponen gelombang listrik sedangkan Pers. 33-2 merupakan komponen
gelombang mekanik. Kedua komponen gelombang tersebut tidak bisa berdiri sendiri, seperti
yang akan dibahas berikut ini.

Dari Pers. 16-13 kita tahu bahwa kecepatan gelombang adalah w/k. Namu karena ini adalah
suatu gelombang elektromagnetik, kecepatannya (dalam ruang vakum) diberikan simbol c bukan
v. Pada bagian berikutnya kita dapat melihbahwa c mempunyai nilai sekitar 3,0 x 10 m/s.

c (kecepatan gelombang elektromagnetik) (33-3)

Semua gelombang elektromagnetik termasuk cahaya tampak memiliki kecepatan c yang sama di
dalam ruangan vakum.

Kita juga akan melihat bahwa kecepatan gelombang c dan amplitudo medan listrik serta medan
magnet memiliki hubungan seperti berikut ini:

(33-4) c (rasio amplitudo)

Jika kita membagi Pers. 33-1 dengan 33-2 dan mensubstitusikannya dengan Pers. 33-4, maka
kita menemukan bahwa magnitudo pada waktu dan pada titik tertentu berhubungan seperti
berikut ini

(33-5) c (rasio magnitudo)

Kita dapat menggambarkan gelombang elektromagnetik dalam Gbr 33-5a dengan suatu sinar
(garis langsung yang menunjukkan arah gerak gelombang) atau dengan muka gelombang
(permukaan imajiner di mana gelombang tersebut memiliki magnitudo medan listrik yang sama)
atau keduanya. Kedua muka yang ditunjukkan pada Gbr. 33-5a dipisahkan oleh satu panjang
gelombang tersebut. (Gelombang yang berjalan dalam arah yang sama membentuk suatu sinar
misalnya laser, yang dapat digambarkan sebagai berkas).

Kita juga bisa melihat gelombang seperti dalam Gbr. 33-5b yang menunjukkan vektor medan
magnet dan medan listrik dalam suatu "snapshot" gelombang pada saat tertentu. Kurva-kurva
yang melalui ujung-ujung vektor merepresentasikan osilasi sinusoidal pada Pers. 33-1 dan 33-2;
komponen-komponen gelombang E dan B satu fase, saling tegak lurus, dan tegak lurus terhadap
arah gerak gelombang.

Interpretasi dari Gbr. 33-5b perlu diperhatikan. Gambar-gambar yang sama untuk suatu
gelombang transversal pada suatu dawai yang tegang yang pernah kita bahas pada Bab 16
mewakili perpindahan bagian-bagian tautan tersebut ketika gelombang melaluinya (sesuatu
bergerak secara aktual. Gambar 33-5b lebih abstrak. Pada waktu yang ditunjukkan, medan listrik
dan medan magnet masing-masing memiliki memiliki magnitudo dan arah tertentu (namun
selalu tegak lurus terhadap sumbu pada setiap titik sepanjang sumbu x) . Kita merepresentasikan
besaran vektor ini dengan sepasang anak panah pada setiap titiknya. Dengan demikian kita
menggambar anak panah dengan panjang berbeda untuk setiap titik yang berbeda. Semuanya
diarahkan menjauh dari sumbu x seperti duri pada batang bunga mawar. Anak panah hanya
mewakili nilai medan pada titik sumbu x. Anak panah dan kurva-kurva sinusoidal tidak
mewakili pergerakan samping manapun. Anak panah juga tidak menghubungkan titik-titik pada
sumbu x dengan titik-titik lain di luar sumbu.

Gambar-gambar seperti Gbr. 33-5 membantu kita memvisualisasikan situasi yang sesungguhnya
sangat rumit. Pertama perhatikan suatu medan magnet. Karena medan magnet bervariasi secara
sinusoidal, maka medan magnet menginduksikan (melalui hukum induksi Faraday) medan listrik
yang tegak lurus yang juga bervariasi secara sinusoidal. Kemudian, karena medan listrik
bervariasi secara sinusoidal, maka medan listrik menginduksikan (melalui hukum induksi
Maxwell) medan magnet yang tegak lurus yang juga bervariasi secara sinusoidal, dan seterusnya.
Dua medan ini secara terus menerus saling membentuk satu sama lain melalui induksi. Hasil
variasi sinusoidal dalam medan-medan ini bergerak sebagai gelombang-gelombang
elektromagnetik. Tanpa hasil yang menakjubkan ini, sungguh kita tidak akan bisa melihat
karena kita memerlukan gelombang elektromagnetik dari sinar Matahari untuk menjaga
temperatur bumi. Tanpanya kita juga tidak akan pernah ada.

Suatu Gelombang yang Paling Aneh

Gelombang-gelombang yang dibahas pada bab 16-17 memerlukan suatu medium (suatu
material) untuk bisa bergerak. Kita memiliki gelombang yang bergerak melalui tali, melalui air,
bumi, dan melalui udara. untuk bisa bergerak. Namun gelombang elektromagnetik (mari kita
gunakan istilah gelombang cahaya atau cahaya) berbeda sama sekali karena tidak memerlukan
medium untuk bisa bergerak. Tentu gelombang ini bisa bergerak melalui medium udara atau
kaca, namun gelombang dapat juga bergerak melalui ruang hampa di luar angkasa dari bintang-
bintang menuju kita di bumi.

Ketika teori relativitas diterima, setelah Einstein menemukan nya tahun 1905, kecepatan
gelombang cahaya menjadi penting. Alasan yang mendasarinya adalah karena cahaya memiliki
kecepatan yang sama walaupun diukur berbeda. Jika anda mengirim cahaya sepanjang suatu
sumbu dan meminta beberapa pengamat untuk mengukur kecepatannya sementara mereka juga
bergerak dengan kecepatan berbeda sepanjang sumbu tersebut, baik itu pada arah cahaya atau
berlawanan, mereka semua sungguh akan mendapati bahwa cahaya tersebut memiliki kecepatan
yang sama. Hasil ini menakjubkan dan cukup berbeda jika pengamat tersebut mengukur
kecepatan jenis gelombang lainnya. Untuk gelombang yang lain, kecepatan relatif pengamat
terhadap gelombang akan mempengaruhi hasil pengukuran.

Ukuran kecepatan pada masa kini telah ditetapkan sehingga kecepatan cahaya di ruang hampa
adalah:

c= 299 729 458 m/s


Kecepatan ini dapat digunakan sebagai standar. Saat ini jika kita mengukur waktu berjalannya
suatu cahaya dari titik lainnya, menghitung kecepatan cahayanya namun menghitung jarak antara
dua titik tersebut.

33-4 Gelombang Elektromagnetik yang Merambat, secara Kuantitatif

Sekarang kita akan menurunkan Pers. 33-3 dan 33-4, lebih lagi, mengeksplorasi induksi ganda
medan magnet dan medan listrik yang menghasilkan cahaya bagi kita.

Pers. 33-4 dan Medan Listrik yang Terinduksi

Persegipanjang putus - putus berdimensi dx dan h pada Gbr. 33-6 diletakkan pada titik P sumbu
x dan bidang xy (ditunjukkan di sebelah kanan Gbr 33-5b) Ketika gelombang elektromagnetik
bergerak ke sebelah kanan melalui persegipanjang, maka fluks magnetik melalui persegipanjang
berubah dan sebagaimana menurut hukum Faraday tentang induksi, medan listrik yang
terinduksi muncul seluruh bagian persegipanjang. Kita menetapkan E dan E dE menjadi medan-
medan yang terinduksi di sepanjang kedua sisi persegipanjang. Medan-medan listrik yang
terinduksi ini, sesungguhnya adalah komponen listrik gelombang elektromagnetik.

Perhatikan bagian merah kecil dari kurva komponen medan magnet yang jauh dari sumbu y di
Gbr 33-5b. Mari kita perhatikan medan listrik yang diinduksikan ketika bagian merah komponen
magnetik ini melalui persegipanjang. Pada saat tersebut, medan magnet yang melalui titik-titik
persegipanjang ada pada arah positif sumbu z dan magnitudonya berkurang (magnitudo lebih
besar sesaat sebelum bagian merah tiba). Karena medan magnetnya berkurang, fluks magnetik
yang melalui persegipanjang juga berkurang. Menurut hukum Faraday, perubahan pada fluks ini
akan dilawan oleh medan listrik yang terinduksi, yang menimbulkan medan magnet B pada arah
z positif.

Menurut hukum Lenz, hal ini berarti bahwa jika kita membayangkan batas persegipanjang
sebagai loop konduksi, arus terinduksi yang berlawanan dengan arah jarum jam akan muncul.
Tentu loop konduksi itu tidak ada, namun analis ini menunjukkan bahwa vektor vektor medan
listrik yang terinduksi E dan E benar-benar diorientasikan seperti pada Gbr. 33-6, di mana
magnitudo (ukuran) dE lebih besar dari E. Sebaliknya, medan listrik terinduksi tidak akan
bergerak berlawanan arah jarum jam pada persegipanjang tersebut

Mari kita aplikasikan hukum induksi Faraday ini Berlawanan arah jarum jam di sekeliling
persegipanjang di Gbr. 33-6.

(33-6)

Tidak ada kontribusi pada integral dari atas atau bawah persegipanjang karena E dan ds saling
tegak lurus satu sama lain. Nilai integral tersebut adalah:
(33-7)

Fluks yang melalui persegipanjang ini adalah:

(33-8)

di mana B adalah magnitudo rata-rata B di dalam persegipanjang dan h dx adalah luas dari
persegipanjang. Mendiferensiasikan Pers. 33-8 terhadap t memberikan

(33-9)

Jika kita mensubstitusikan Pers. 33-7 dan 33-9 ke Pers, 33-6 maka diperoleh:

(33-10)

atau

Sebenarnya, B dan E keduanya adalah fungsi dari dua variabel yaitu x dan t sebagaimana yang
ditunjukkan Gbr. 33-2. Namun dalam menilai dE/dr kita harus mengasumsikan bahwa t itu
konstan karena Gbr. 33-6 merupakan "snapshot instan". Dalam menilai dB/dt kita harus
mengasumsikan bahwa x itu konstan karena berkenaan dengan tingkat perubahan waktu B pada
titik tertentu, titik P di Gbr 33-5b. Turunan dalam keadaan ini adalah turunan parsial dan Pers.
33-10 harus ditulis:

(33-11)

Tanda negatif dalam persamaan tersebut cocok dan penting karena walaupun E bertambah
bersama x pada sisi persegi panjang di Gbr. 33-6. B berkurang bersama t.

Dari Pers. 33-1 kita memperoleh:

dan dari Pers. 33-2:

Lalu Pers. 33-11 dikurangi menjadi

(33-12)

Rasio w/k untuk gelombang yang merambat adalah kecepatannya yang kita sebut dengan c.
Persamaan 33-12 kemudian menjadi:
(33-13) c (rasio amplitudo)

yang mana sama dengan Pers. 33-4.

Pers. 33-3 dan Medan Magnet yang Terinduksi

Gambar 33-7 menunjukkan persegipanjang putus-putus yang lain pada t titik P di Gbr 33-5b; ini
berada di bidang xz. Karena gelombang elektromagnetik bergerak ke arah kanan melewati
persegipanjang baru ini, maka fluk listrik yang melalui persegipanjang berubah, dan- menurut
hukum induksi Maxwell- maka medan-medan magnet yang terinduksi muncul di seluruh bagian
persegipanjang. Medan magnet yang terinduksi ini adalah komponen magnetik dari gelombang
elektromagnetik.

Kita melihat di Gbr. 33-5b bahwa untuk saat tertentu di mana medan magnetnya
direpresentasikan pada Gbr. 33-6, ditandai warna merah pada kurva komponen magnetiknya,
medan listrik yang melalui persegipanjang Gbr. 33-7 diarahkan seperti yang tertera di sana. Ingat
pada instan yang dipilih tersebut, medan magnet pada Gbr. 33-6 berkurang. Karena kedua medan
tersebut sefase, medan listrik pada Gbr. 33-7 harusnya juga berkurang, begitu pula dengan fluks
listrik yang melalui persegipanjang. Dengan mengaplikasikan penjelasan yang sama di Gbr. 33-
6, kita melihat bahwa perubahan fluks akan menginduksi medan magnet dengan vektor B dan B
dB yang diorientasikan Gbr. 33-7, di mana B dB lebih besar daripada B

Mari kita aplikasikan hukum induksi Maxwell:

(33-14)

dengan memprosesnya berlawanan arah jarum jam mengelilingi persegipanjang putus-putus pada
Gbr. 33-7. Hanya sisi panjang persegipanjang yang berkontribusi terhadap integral dengan nilai

(33-15)

Fluks yang melalui persegipanjang adalah

(33-16)

di mana E adalah magnitudo rata-rata dari vektor E di dalam persegipanjang. Dengan


menurunkan Pers. 33-16 terhadap t maka diperoleh:
Jika persamaan ini dan Pers. 33-15 kita substitusikan ke Pers. 33-14 maka didapatkan:

atau dengan menuliskannya sebagai turunan parsial seperti pada Pers. 33-11 maka kita
memperoleh

(33-17)

Tanda negatif pada persamaan tersebut penting karena, walau pun B meningkat bersama x pada
titik P di persegipanjang Gbr 33-7, E menurun bersama dengan t.

Dengan menghitung Pers. 33-1

dengan menggunakan Pers. 33-1 dan Pers. 33.2 maka kita dapatkan:

cos(kr

yang mana dapat ditulis menjadi:

Dengan mengkombinasikan persamaan ini dengan Pers. 33-13 maka didapatkan:

(33-18) (kecepatan gelombang elektromagnetik).

Persamaan tersebut persis sama dengan Pers. 33-3.

33-5 Transpor Energi dan Vektor Poynting

Semua orang yang berjemur di bawah sinar Matahari tahu bahwa gelombang elektromagnetik
dapat mentransportasikan energi dan mengirimkannya kepada tubuh mereka. Tingkat energi per
unit luas dalam gelombang tersebut digambarkan oleh vektor S yang disebut vektor Poynting
menurut nama seorang fisikawan yaitu John Henry Poynting (1852-1914) yang pertama
membahas hal ini. Vektor ini didefinisikan sebagai berikut:

(vektor Poynting) (33-19)

Magnitudo S dihubungkan dengan tingkat energi yang dibawa oleh gelombang di sepanjang unit
luas pada waktu (ins) tertentu

(33-20)
Dari sini kita tahu bahwa unit SI untuk vektor 3 adalah watt/meter persegi (w/m)

Arah vektor Poynting s suatu gelombang elektromagnetik pada titik tertentu memberikan arah
gerak gelombang dan dan arah transportasi energi di titik tersebut.

Karena vektor E dan B saling tegak lurus dalam suatu gelombang elektromagnetik, magnitudo
dari vektor E x B adalah EB. Maka magnitudo vektor S adalah

(33-21)

di mana S, E dan B adalah nilai pada saat tertentu (instan). Magnitudo E dan B sangat rapat satu
sama lain sehingga kita hanya perlu menggunakan salah satunya. Kita lebih memilih E karena
kebanyakan instrumen untuk mendeteksi gelombang elektromagnetik lebih berhubungan dengan
komponen listrik gelombang daripada dengan komponen magnetiknya. Dengan menggunakan
B=E/c dari Pers. 33-5 maka kita dapat menulis Pers. 33-21 sebagaimana berikut ini:

(33-22)

Dengan mensubstitusikan E=Em sin (kx-wt) ke dalam Pers. 33-22 kita dapat memperoleh suatu
persamaan untuk laju transportasi energi sebagai fungsi waktu. Namun yang lebih bermanfaat
dalam prakteknya adalah rata-rata energi yang ditransportasikan dalam jangka waktu tertentu,
untuk ini kita harus menemukan nilai rata-rata per satuan waktu dari S, dan juga disebut
intensitas I gelombang. Dengan demikian dari Pers. 33-20, intensitas I adalah:

(33-23)

Dari Pers. 33-22 kita menemukan

(33-24)

Sepanjang satu siklus, nilai rata-rata sin kuadrat untuk variabel angular 0 tertentu adalah (lihat
Gbr. 31-14). Selain itu, kita mendefinisikan suatu kuantitas baru, Erms yaitu nilai root-mean-
square dari medan listrik, yang didefinisikan sebagai:

(33-25)

Kemudian kita dapat menulis Pers.

33-24 menjadi:

(33-26)

Karena E=cB dan c adalah jumlah yang sangat besar, kita biasanya menyimpulkan bahwa energi
yang terkait dengan medan listrik jauh lebih besar dari energi yang terkait dengan medan
magnetnya. Namun kesimpulan tersebut tidak benar, kedua energi tersebut setara. Untuk
membuktikannya kita bisa mulai

dengan Pers. 25-25 yang menunjukkan densitas energi di dalam suatu medan magnet, dan
dengan mensubstitusikan cB untuk E maka diperoleh:

Jika kita sekarang mensubstitusikan c dengan Pers. 33-3 maka kita dapatkan:

Namun, Pers. 30-54 memberitahu kita bahwa B2/2Ho adalah densitas energi uB dari medan
magnet B; sehingga kita bisa melihat bahwa uE=uB di manapun di sepanjang gelombang
elektromagnetik.

Variasi Intensitas dengan jarak

Bagaimana intensitas bervariasi dengan jarak dari suatu sumber radiasi elektromagnetik nyata
sering menjadi masalah yang rumit-terutama ketika sumber (seperti sinar lampu sorot di bioskop)
menyorotkan radiasi ke arah tertentu. Namun dalam beberapa situasi kita dapat mengasumsikan
bahwa sumber adalah suatu sumber titik yang mengeluarkan cahaya secara isotropis yang mana
sama intensitasnya ke semua arah. Muka gelombang berbentuk bola yang menyebar dari suatu
sumber titik isotropis s pada jarak tertentu digambarkan dalam potongan melintang di Gbr. 33-8.

Mari kita asumsikan bahwa energi gelombang dikonservasikan saat menyebar dari sumbernya.
Mari kita juga memusatkan suatu bola imajiner bejarijari r pada sumber sebagaimana
ditunjukkan Gbr. 33-8. Seluruh energi yang dilepaskan oleh sumber harus melewati bola.
Dengan demikian energi yang melewati bola melalui radiasi harus sama dengan energi yang
dipancarkan oleh sumber, yaitu daya sumber Ps. Intensitas I pada bola harus dari Pers. 33-23,

(33-27)

di mana 4mr2 adalah luas bola. Pers, 33-27 memberitahu kita bahwa intensitas radiasi
elektromagnetik dari sumber titik isotropis berkurang sebanding dengan sumbernya.

33-6 Tekanan Radiasi

Gelombang-gelombang elektromagnetik memiliki momentum linier dan juga energi. Hal ini
berarti bahwa kita dapat menerapkan suatu tekanan tekanan radiasi pada objek yang disinari
cahaya. Namun tekanan ini pasti sangat kecil, misalnya kita tidak merasakan tekanan saat kita
difoto oleh kamera berlampu kilat. Hal ini tentu baik karena jika tidak, setiap kali kita difoto
dengan kamera berlampu kilat akan terasa seperti dipukul.

Untuk menemukan pernyataan yang tepat mengenai tekanan ini, mari kita coba pancarkan sinar
radiasi elektromagnetik misalnya cahaya pada objek dengan interval waktu delta tLebih jauh lagi
mari kita asumsikan bahwa objeknya bebas bergerak dan radiasi seluruhnya diserap oleh objek
ini. Ini artinya bahwa selama interval delta t, objek memperoleh suatu energi AU dari radiasinya.
Maxwell menunjukkan bahwa objek juga memperoleh momentum linier. Magnitudo Ap dari
perubahan momentum objek dihubungkan dengan perubahan energi AU dengan

(33-28)

di mana c adalah kecepatan cahaya. Arah perubahan momentum objek adalah arah dari sinar
datang (insiden) yang diserap objek.

Selain diserap, radiasi dapat dipantulkan oleh objek; dengan demikian radiasi dapat dikirimkan
dengan arah baru seperti halnya memantul terhadap objek. Jika radiasi seluruhnya dipantulkan
kembali sepanjang lintasan asalnya, magnitudo perubahan momentum objek dua kali dari yang
disebutkan di atas, atau :

(33-29)

Dengan cara yang sama, sebuah objek bisa mengalami dua kali perubahan momentum ketika
misalnya bola tenis elastis sempurna dipantulkan dari objek tersebut daripada ketika objek
tersebut dikenai oleh bola yang tidak elastis (misalnya gumpalan kompon yang basah) dengan
massa dan percepatan yang sama. Jika radiasi sinar datang sebagiannya diserap dan sebagiannya
dipantulkan, maka perubahan momentum objek tersebut adalah antara AUlc dan 2AUlc.

Dari hukum Newton kedua dalam bentuk momentum linier (bagian 9-4), kita tahu bahwa
perubahan momentum dihubungkan kepada suatu gaya dengan

(33-30).

Untuk menemukan persamaan bagi gaya yang dikerahkan oleh radiasi dalam kaitannya dengan
intensitas radiasi I, maka kita pertama-tama harus memperhatikan bahwa:

Berikutnya, kita misalkan bahwa sebuah permukaan seluas A tegak lurus terhadap lintasan
radiasi dan memotong radiasinya. Pada waktu interval At, energi yang ditangkap oleh luas A
adalah:
(33-31)

Jika energi itu seluruhnya diserap, maka Pers. 33-28 memberitahu kita bahwa Ap=IA Atlc dan
dari Pers. 33-30 kita memperoleh magnitudo gaya pada luas A adalah

(penyerapan total) (33-32)

sama halnya jika energi seluruhnya dipantulkan kembali sepanjang lintasannya, maka Pers. 33-
29 menyatakan bahwa Ap 21A Atlc dan dari Pers. 33-30 kita dapatkan:

(pemantulan total).(33-33)

Jika radiasi sebagian diserap dan sebagian dipantulkan, maka magnitudo gaya pada luas

A ini berada di antara nilai IA/c dan 2IA/c.

Gaya per unit luas pada objek yang diakibatkan oleh radiasi adalah tekanan radiasi (p,). Kita
dapat menemukan ini pada keadaan Pers. 33-32 dan Pers. 33-33 dengan membagi kedua sisi
masing-masing persamaan tersebut dengan A Dengan demikian kita dapatkan

p,- (penyerapan total) (33-34)

dan

(pemantulan total).(33-35)

Kita perlu hati-hati agar tidak bingung dengan simbol p, untuk tekanan radiasi dan p untuk
momentum. Seperti pada tekanan fluida di bab 14, unit standar internasional untuk tekanan
radiasi adalah Newton/meter persegi (N/m) yang disebut pascal (Pa).

Perkembangan teknologi laser telah memungkinkan para peneliti untuk menggapai tekanan-
tekanan radiasi yang lebih besar dari katakanlah apa yang dihasilkan lampu flash kamera. Hal ini
karena suatu sinar laser-tidak seperti sinar dari lampukawat pijar (filamen) kecil-dapat
difokuskan menjadi suatu titik yang kecil. Dengan demikian maka energi yang sangat besar
dapat ditujukan ke suatu objek yang sangat kecil.

33-7 Polarisasi

Antena televisi VHF (Very High Frequency) di Inggris diarahkan vertikal, namun di Amerika
Utara diarahkan secara horizontal. Perbedaan ini karena arah osilasi gelombang-gelombang
elektromagnetik yang membawa yang peralatan pemancar didesain untuk menghasilkan
gelombang-gelombang vertikal sehingga medan listriknya berosilasi secara vertikal Dengan
demikian agar medan listrik gelombang-gelombang televisi langsung bisa membawa arus di
sepanjang antena, maka antenanya harus dipasang secara vertikal. Di Amerika Utara gelombang-
gelombangnya berpolarisasi secara horizontal

Gambar 33-10a menunjukkan sebuah gelombang elektromagnetik dengan medan listriknya yang
berosilasi sejajar pada sumbu y vertikal. Bidang ini lainnya terdiri vektor E yang disebut bidang
osilasi gelombang (maka dari itu gelombangnya dikatakan berpolarisasi bidang pada arah y).
Kita dapat merepresentasikan polarisasi gelombang (keadaan sedang berpolarisasi) dengan
menunjukkan arah medan listrik osilasi di bagian depan bidang osilasi seperti pada Gbr. 33-10b.
Tanda panah ganda vertikal dalam gambar tersebut mengindikasikan bahwa gelombang bergerak
melewati kita, medan listriknya berosilasi secara vertikal dan terus berubah antara diarahkan ke
atas dan ke arah bawah sumbu y.

Cahaya yang Berpolarisasi

Gelombang-gelombang elektromagnetik yang dipancarkan stasiun televisi semuanya memiliki


polarisasi yang sama, namun gelombang-gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh
sumber-sumber cahaya yang umum (seperti sinar Matahari atau bohlam) berpolarisasi secara
acak, atau tidak berpolarisasi (kedua istilah ini maksudnya sama). Dengan demikian medan
listrik pada titik tertentu selalu tegak lurus pada arah jalannya gelombang namun berubah
arahnya secara acak. Maka dari itu jika kita mencoba mewakili sisi depan osilasi pada waktu
yang sama, kita tidak memiliki gambar sederhana dengan panah ganda tunggal seperti pada Gbr
33-10b; namun kita memiliki gambar anak panah ganda yang acak seperti pada Gbr. 33-11a.

Pada prinsipnya, kita dapat menyederhanakan keacakan ini dengan memisahkan setiap medan
listrik pada Gbr. 33-11a ke dalam komponen y dan z. Kemudian seiring gelombang bergerak
melewati kita, jaring komponen y berosilasi sejajar pada sumbu y dan jaring komponen z
berosilasi sejajar pada sumbu z. Kemudian kita dapa mewakili cahaya yang tidak berpolarisasi
dengan sepasang panah ganda seperti pada Gbr. 33-11b. Panah ganda sepanjang sumbu y
mewakili osilasi komponen y medan listrik. Panah ganda sepanjang sumbu z mewakili osilasi
komponen z medan listriknya. Dalam melakukan hal ini, kita secara efektif mengubah cahaya
yang tidak berpolarisasi ke dalam superposisi (impit gabung) dari dua gelombang yang
berpolarisasi yang mana bidang osilasinya saling tegak lurus, satu bidang terdiri dari sumbu y
dan bidang lainnya terdiri dari sumbu z. Satu alasan untuk mengubah hal ini adalah bahwa Gbr
33-11b lebih mudah digambarkan daripada Gbr.33-11a.

Kita dapat membuat gambar-gambar yang sama untuk mewakili cahaya yang berpolarisasi
sebagian (osilasi medannya tidak benar-benar acak seperti pada Gbr. 33-11a, dan tidak pula
sejajar pada sumbu tunggal seperti Gbr 33-11b). Untuk situasi seperti ini, kita menggambar salah
satu panah ganda dalam suatu pasangan tegak lurus terhadap anak panah ganda yang lebih
panjang dari yang lainnya. Kita dapat mengubah cahaya tampak yang tidak berpolarisasi menjadi
cahaya yang berpolarisasi dengan cara mentransmisikannya melalui bidang polarisasi seperti
ditunjukkan Gbr. 33-12. Lembaran tersebut secara komersil disebut polaroid atau filter polaroid
yang ditemukan oleh Edwin Land ketika dia masih menjadi mahasiswa. Suatu bidang polarisasi
terdiri dari molekul panjang tertentu yang melekat pada plastik. Ketika lembaran ini diproduksi,
lembaran ini direntangkan untuk mengatur molekul-molekul dalam barisan sejajar, seperti sawah
yang sedang dibajak. Ketika cahaya dikirimkan melalui lembaran ini, komponen medan listrik
sepanjang arah tertentu melewati lembaran ini, sementara itu komponen yang tegak lurus arah
tersebut diserap oleh molekul-molekulnya dan kemudian menghilang.

Kita tidak akan banyak membahas molekul molekul, namun kita akan membahas bidang arah
polarisasi sepanjang komponen medan listrik yang dilaluinya.

Suatu komponen medan listrik sejajar pada arah polarisasi dilewatkan (diuransmisikan) oleh
bidang polarisasi; suatu komponen yang tegak lurus pada yang diserapnya.

Maka, medan listrik cahaya yang muncul dari bidang ini hanya terdiri dari komponen-komponen
yang sejajar dengan arah polarisasi bidang; maka dari itu cahaya berpolarisasi pada arah tersebut.
Dalam Gbr. 33-12, komponen medan listrik vertikal ditransmisikan oleh daerah bidang;
komponen-komponen horizontal diserap. Gelombang gelombang yang dipancarkan kemudian
berpolarisasi secara vertikal.

Intensitas Cahaya Berpolarisasi yang Ditransmisikan

Sekarang kita memperhatikan intensitas cahaya yang dipancarkan oleh suatu bidang polarisasi.
Kita memulainya dengan cahaya yang tidak berpolarisasi yang osilasi medan listriknya bisa kita
pecah menjadi komponen-komponen y dan z sebagaimana digambarkan Gbr 33-11b. Lebih jauh
lagi kita dapat menyusun sumbu y agar sejajar A pada arah polarisasi bidang. Namun hanya
komponen y medan listrik cahaya yang dilewatkan bidang; komponen z-nya diserap. Seperti
ditunjukkan oleh Gbr 33-11b, *jika gelombang-gelombang asalnya diarahkan secara acak, maka
jumlah komponen-komponen y dan jumlah komponen-komponen z adalah sama. Ketika
komponen- komponen z diserap, setengah intensitas lo cahaya asalnya menghilang. Intensitas I0
cahaya berpolarisasi yang muncul itu adalah:

(33-40)

Mari kita sebut hal di atas ini sebagai hukum setengah; kita dapat menggunakannya hanya ketika
cahaya yang mencapai bidang polarisasi itu tidak berpolarisasi.

Katakanlah bahwa sekarang ini cahaya yang polarisasi sudah berpolarisasi. Gambar 33-13
menunjukkan suatu bidang polarisasi pada bidang bagian depan dan medan listrik E gelombang
dari suatu gelombang cahaya berpolarisasi bergerak menuju bidang tersebut. Kita dapat
memecah E menjadi dua komponen yang relatif terhadap arah polarisasi bidang komponen
sejajar Ey yang dipancarkan oleh bidang, dan komponen tegak lurus E yang diserap. Karena teta
adalah sudut antara E dan arah polarisasi bidang, maka komponen sejajar yang dipancarkan
adalah:

(33-41)

Ingat bahwa intensitas gelombang elektromagnetik (seperti gelombang cahaya) bersifat


proposional pada kuadrat magnitudo medan listriknya (Pers. 33-26). Dalam kasus ini, intensitas I
dari gelombang yang muncul bersifat proposional terhadap E dan intensitas lo gelombang
asalnya proposional terhadap E. Maka dari itu dari Pers. 33-41 kita dapat menulis

(33-42)

Mari kita sebut hal tersebut sebagai hukum kosinus kuadrat, kita dapat menggunakan nya hanya
ketika cahaya yang mencapai bidang polarisasi sudah berpolarisasi Kemudian intensitas I yang
ditransmisikan itu akan maksimum dan sama dengan intensitas lo asalnya ketika gelombang asal
berpolarisasi sejajar terhadap arah polarisasi bidang (ketika dalam Pers. 33-42 adalah 0° atau
180°). Intensitas yang ditransmisikan itu nol ketika gelombang asal berpolarisasi tegak lurus
terhadap arah

Gambar 33-14 menunjukkan rangkaian di mana cahaya awal yang tidak berpolarisasi
dipancarkan melewati dua bidang polarisasi PI dan P2 (seringnya yang pertama disebut polarizer
dan yang kedua disebut analyzer). Karena arah polarisasi PI vertikal, maka cahaya yang
dipancarkan oleh PI terhadap P2 berpolarisasi secara vertikal. Jika arah polarisasi P2 juga
vertikal, maka semua cahaya yang dipancarkan oleh P1 dipancarkan oleh P2 . Jika arah polarisasi
P2 horizontal, maka tidak akan ada cahaya yang dipancarkan oleh P1 yang ditransmisikan oleh
P2. Kita mencapai kesimpulan yang sama dengan hanya mempertimbangkan orientasi relatif dari
dua bidang ini: Jika arah polarisasinya sejajar maka semua cahaya yang diloloskan oleh bidang
pertama diloloskan oleh bidang kedua. Jika arah polarisasi tegak lurus (bidang dikatakan
bersilangan) maka tidak ada cahaya yang diloloskan oleh bidang kedua. Dua perbedaan ini
digambarkan dengan kacamata hitam yang berpolarisasi pada gbr 33-15

Akhirnya, jika dua arah polarisasi di Gbr 33-14 membuat suatu sudut antara 0° dan 90°, maka
sebagian cahaya yang ditransmisikan oleh P1 akan ditransmisikan oleh P2. Intensitas cahaya
tersebut ditentukan oleh Pers. 33-42.

Cahaya dapat berpolarisasi dengan alat selain bidang polarisasi, misalnya dengan pantulan
(dibahas di subbab 33-10) dan dengan penghamburan dari atom atau molekul-molekul. Dalam
penghamburan, cahaya yang memotong sebuah objek seperti suatu molekul dipancarkan ke
banyak arah dan mungkin secara acak. Sebuah contoh misalnya penghamburan cahaya matahari
oleh molekul-molekul di atmosfir yang mana menjadikan langit kita bercahaya

Walaupun sinar matahari langsung berpolarisasi, cahaya di sebagian luas langit sebagiannya
paling tidak dipolarisasi oleh penghamburan ini. Lebah menggunakan polarisasi cahaya langit
dalam navigasi dari dan menuju sarang mereka. Hal yang sama juga dilakukan para pelaut untuk
bernavigasi di sepanjang Laut Utara ketika siang karena Matahari berada di bawah garis horizon
(karena garis lintang yang tinggi Laut Utara). Para pelaut terdahulu ini telah menemukan kristal-
kristal tertentu (saat ini disebut kordirit) yang berubah warna ketika diputar pada cahaya yang
berpolarisasi. Dengan melihat ke langit melalui kristal yang diputar di sekitar garis pandangnya,
mereka dapat menemukan Matahari yang tersembunyi dan kemudian bisa menentukan di mana
arah selatan

3.8 Pemantulan dan Pembiasan (Refraksi)

Walaupun suatu gelombang cahaya menyebar saat cahaya bergerak menjauhi kita dapat
memperkirakan pergerakannya yang selalu dalam garis lurus; kita melakukannya untuk cahaya
pada Gbr 33-5a. Studi mengenai sifat-sifat gelombang cahaya dalam perkiraan tersebut disebut
optika geometris. Sisa bab ini dan bab 34 akan membahas mengenai optika geometris mengenai
cahaya tampak. Foto hitam putih pada Gbr. 33-17a menunjukkan suatu contoh gelombang
cahaya yang bergerak dalam garis yang rata-rata lurus. Seberkas sinar datang menyudut ke
bawah dari sebelah kiri dan bergerak di udara mengenai suatu permukaan bidang (datar) yaitu
kaca. Sebagian cahaya dipantulkan oleh permukaan sehingga membentuk sinar yang mengarah
ke atas menuju kanan, bergerak seolah sinar asalnya telah memantul dari permukaan. Sebagian
cahaya bergerak melalui permukaan dan masuk ke dalam kaca sehingga membentuk sinar yang
mengarah ke kanan bawah. Karena cahaya dapat bergerak melaluinya, kaca dikatakan transparan
sehingga kita bisa melihat melaluinya.

Perjalanan cahaya melalui suatu permukaan (atau antarmuka) yang memisahkan dua media
disebut pembiasan (refraksi) , dan cahayanya disebut terefraksi. Kalau suatu sinar datang tidak
tegak lurus terhadap permukaan, refraksi mengubah arah perjalanan cahaya. Perhatikan di Gbr
33-17a bahwa pembelokan terjadi hanya di permukaanya, di dalam gelas cahayanya bergerak
secara lurus.

Di Gbr. 33-17b, sinar di dalam foto diwakili dengan sinar datang, sinar terpantul, dan sinar
terefraksi (dan muka gelombang). Setiap sinar diorientasikan ke arah garis yang disebut garis
normal, yang mana ini tegak lurus terhadap permukaan pada titik pantul dan refraksi. Di dalam
Gbr 33-17b, sudut datang adalah θ1, sudut pantul adalah θ'1 dan sudut bias adalah θ2, dan
seluruhnya diukur relatif terhadap garis normal. Bidang yang terdiri dari sinar datang dan garis
normal adalah bidang datang, yang berada dalam bidang halaman buku ini pada Gbr 33-17b.

Eksperimen menunjukkan bahwa refleksi dan refraksi diatur oleh dua hukum:
Hukum Refleksi (Pemantulanl): Suatu sinar yang terpantul terletak di dalam bidang datang dan
memiliki sudut pantul sama dengan sudut datang. Di dalam Gbr. 33-17b hal ini berarti bahwa:

01 (pemantulan)(33-43)

Hukum Refraksi (Pembiasan): Seberkas sinar yang terefraksi terletak di dalam bidang datang dan
memiliki sudut bias θ2 yang berhubungan dengan sudut datang , seperti berikut ini:

(refraksi) (33-44)

Di sini tiap-tiap simbol n1 dan n2 adalah konstanta tak berdimensi yang disebut indeks bias, ini
dihubungkan dengan material (medium) yang termasuk ke dalam refraksi. Kita menurunkan
persamaan ini menjadi hukum Snell di bab 35. Sebagaimana yang kita akan bahas nanti, indeks
bias suatu medium sama dengan c/v, di mana v adalah kecepatan cahaya di dalam medium dan c
adalah kecepatannya di dalam ruang hampa (vakum).

Tabel 33-1 menunjukkan indeks bias ruang hampa dan beberapa zat yang umum. Untuk ruang
hampa, n diberi nilai 1: untuk udara, n sangat mendekati 1,0 (suatu perkiraan yang kita akan
sering gunakan). Tidak ada indeks bias di bawah 1.

Kita dapat menyusun Pers. 33-44 sebagai

(33-45)

untuk membandingkan sudut bias dengan sudut datang. Kemudian kita dapat melihat bahwa
nilai relatif dari θ2 tergantung pada nilai relatif n1 dan n1. Bahkan kita dapat memperoleh tiga
hasil dasar berikut ini:

1. Jika n2 sama dengan n1, maka sama dengan dan refraksi tidak membelokkan sinar, ini
berlanjut di dalam arah sinar yang tidak terbelokkan seperti di Gbr 33-18a.

2. Jika n2 lebih besar dari n1, maka θ2 lebih kecil dari θ1.Dalam hal ini, refraksi membelokkan
sinar menjauhi arah sinar yang tak terbelokkan dan menuju ke garis normal seperti di Gbr 33-18b

3. Jika n2 lebih kecil dari n1, maka θ2lebih besar dariθ1 . Dalam hal ini, refraksi membelokkan
sinar menjauhi arah sinar yang tak terbelokkan dan menjauhi garis normal seperti di Gbr 33-18c

Refraksi tidak dapat membelokkan suatu sinar sedemikian tajam sehingga sinar yang terefraksi
menjadi di sisi yang sama terhadap garis normal seperti sinar datang.

Dispersi Kromatik
Indeks bias n cahaya di medium selain ruang hampa tergantung dari panjang gelombang cahaya.
Ketergantungan n terhadap panjang gelombang mengimplikasikan bahwa ketika seberkas sinar
terdiri dari serangkaian panjang gelombang yang berbeda, sinar tersebut akan direfraksikan pada
sudut-sudut berbeda oleh permukaan; sehingga cahaya akan disebarkan oleh refraksi ini.
Penyebaran cahaya ini disebut dispersi kromatik, di mana kromatik merujuk pada penyebaran
cahaya berdasarkan panjang gelombang atau warnanya. Refraksi pada Gbr. 33-17 dan 33-18
tidak menunjukkan dispersi kromatik karena sinarnya monokromatik (panjang gelombang atau
warnanya tunggal).

Secara umum, indeks bias suatu suatu medium lebih besar bagi panjang gelombang yang pendek
(identik dengan cahaya biru) daripada untuk panjang gelombang yang panjang (identik dengan
cahaya merah). Misalnya, Gbr. 33-19 menunjukkan indeks bias leburan kwarsa yang tergantung
pada panjang gelombang cahaya. Ketergantungan ini berarti bahwa ketika suatu sinar yang
terdiri dari gelombang-gelombang cahaya biru dan merah direfraksikan melalui suatu
permukaan, seperti dari udara menuju kwarsa atau sebaliknya, maka komponen biru (sinar yang
berkorespondensi dengan gelombang cahaya biru) akan lebih membelokkan daripada komponen
merah

Seberkas cahaya putih terdiri dari komponen komponen semua (hampir semua) warna dalam
spektrum tampak dengan intensitas yang rata-rata seragam. Ketika kita melihat sinar tersebut,
kita lebih melihat warna putih daripada warna lainnya.

Pada Gbr. 33-20a, sinar putih di udara langsung menuju permukaan kaca. (Karena warna kertas
di buku ini putih, sinar putih diwakili dengan sinar abu-abu. Cahaya monokromatik juga
biasanya diwakili dengan sinar merah). Cahaya yang terefraksi di Gbr. 33-20a, hanya komponen
merah dan biru yang ditunjukkan. Karena komponen biru lebih dibelokkan daripada komponen
merah, maka sudut sudut bias untuk komponen biru lebih kecil daripada sudut bias komponen
merah. (Ingat bahwa sudut diukur relatif terhadap garis normal). Pada Gbr. 33 sinar putih di
dalam kaca merupakan sinar datang pada kaca-permukaan udara).

Komponen biru lebih dibelokkan daripada komponen merah namun sekarang θ2b lebih besar
dari θ2r.

Untuk meningkatkan pemisahan warna, kita dapat menggunakan prisma kaca padat dengan
penampang melintang segitiga seperti pada Gbr 33-21a. Dispersi pada permukaan pertama
(sebelah kiri di Gbr. 33-21a, b) ditambah oleh dispersi pada permukaan kedua.

Pelangi

Contoh yang paling menarik dari dispersi kromatik adalah pelangi. Ketika sinar Matahari (yang
terdiri dari semua warna tampak) berpotongan dengan air hujan yang turun, sebagian cahaya
berefraksi pada tetesan air tersebut, kemudian memantul dari permukaan dalam tetesan air
kemudian berefraksi keluar dari tetesan tersebut. Gambar 33-22a menunjukkan suatu keadaan
ketika matahari pada posisi kiri horizontal (dan saat sinar matahari berada dalam posisi
horizontal). Refraksi pertama memisahkan sinar matahari menjadi komponen-komponen
warnanya, dan refraksi kedua meningkatkan pemisahan ini. (hanya sinar merah dan biru
ditunjukkan di gambar). Jika banyak tetesan air disinari dengan cerah, kita dapat melihat warna-
warna terpisah yang dihasilkannya pada sudut 42° dari arah titik antisolar A, yaitu titik
berlawanan langsung dengan matahari dari pandangan kita.

Untuk melihat tetesan air, hadapkan wajah kita berlawanan dengan matahari dan ulurkan kedua
tangan kita berlawanan dengan matahari menuju bayangan kepala kita. Kemudian gerakan
tangan kanan kita ke atas arah kanan, atau pada arah langsung manapun sehingga sudut antara
tangan kita adalah 42°. Jika tetesan yang tersinari itu terjadi pada arah tangan kanan kita, maka
kita dapat melihat warna pada arah tersebut.

Karena setiap tetesan dengan sudut 42° dan pada arah apapun dari A dapat menyebabkan
pelangi, maka pelangi selalu berbentuk lengkungan 42° sekitar A (Gbr. 33-22b) dan puncak
matahari lebih besar dari 42° di atas garis horizontal. Ketika Matahari berada di atas garis
horizontal, arah A berada di bawah garis horizontal dan lengkungan pelangi mungkin hanya akan
terjadi singkat dan pendek (Gbr. 33-22c).

Karena pelangi terbentuk dengan melibatkan satu pemantulan cahaya di dalam setiap tetesan,
pelangi sering disebut pelangi utama (primer). Pelangi kedua (sekunder) melibatkan dua
pemantulan di dalam setiap tetesan, sebagaimana digambarkan Gbr. 33-22d. Warna-warna
muncul di pelangi kedua pada sudut 52° dari arah A. Pelangi kedua lebih lebar dan lebih muram
daripada pelangi utama sehingga lebih sulit dilihat. Selain itu, urutan warna di dalam pelangi
kedua terbalik dari urutan pelangi pertama, seperti yang dapat kita lihat dengan membandingkan
bagian-bagian a dan d di Gbr. 33-22.

Pelangi melibatkan tiga atau empat pemantulan yang terjadi pada arah matahari dan tidak bisa
dilihat dengan melawan kilauan sinar matahari di langit. Pelangi yang melibatkan lebih banyak
pemantulan di dalam tetesan-tetesan air dapat terjadi di bagian-bagian lain langit tapi selalu
sangat buram untuk bisa dilihat.

33-9 Pemantulan Internal Total

Gambar 33-24 menunjukkan berkas sinar monokromatik dari suatu sumber titik S di dalam kaca
datang ke antarmuka antara kaca dan udara. Untuk sinar a yang tegak lurus terhadap permukaan,
sebagian sinar memantul pada permukaan dan sisanya bergerak melaluinya dengan tanpa
perubahan arah.

Untuk sinar b yang melalui e, yang memiliki sudut datang lebih besar pada permukaan
bertambah, ada juga dan refraksi pada permukaan. Karena sudut datang maka sudut biasnya
bertambah: untuk sinar e yaitu 90° yang berarti bahwa sinar yang berefraksi langsung menuju
permukaan. Sudut datang menjadikan situasi ini sebagaimana yang disebut sudut kritis θc.
Untuk sudut-sudut datang yang lebih besar dari θc seperti untuk sinar f dan g, tidak ada sinar
yang berefraksi dan semua cahaya dipantulkan; efek ini disebut pemantulan internal total.

Untuk menemukanθc , kita menggunakan Pers. 33-44; kita dengan bebas menghubungkan
subskrip 1 dengan kaca dan subskrip 2 dengan udara, dan kemudian kita mensubstitusikan θc
untuk θ1 dan 90° untuk θ2. dengan demikian maka:

(33-47)

Karena sinus suatu sudut tidak melebihi gabungannya, maka n2 tidak bisa melebihi n1, pada
persamaan ini. Pembatasan ini memberitahu kita bahwa pemantulan internal total tidak bisa
terjadi ketika sinar datang berada di dalam medium dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika
sumber S berada di udara pada Gbr 33-24, semua sinar yang masuk ke udara-permukaan kaca
(termasuk f dan g) akan dipantulkan dan direfraksikan pada permukaan.

Pemantulan internal total banyak diaplikasikan dalam teknologi medis. Misalnya, seorang dokter
dapat mencari suatu pertumbuhan yang tidak normal di dalam perut pasien dengan cara
memasukan dua kumpulan serat optik melalui tenggorokan pasien (Gbr. 33-25). Cahaya yang
dimasukkan pada ujung akhir saat kumpulan serat optik mengalami pemantulan internal total
berulang di dalam serat sehingga, walaupun kumpulan serat memberikan lintasan yang
melengkung, sebagian besar cahaya berakhir keluar di ujung yang lainnya dan menerangi bagian
dalam perut. Sebagian cahaya yang dipantulkan dari bagian dalam perut kembali melalui
kumpulan serat optik kedua dengan cara yang sama, ini dideteksi dan dikonversi menjadi gambar
layar monitor sehingga bisa dilihat oleh dokter.

33-10 Polarisasi Karena Pemantulan

Kita dapat mengubah sorotan sinar matahari yang telah dipantulkan (misalnya) air dengan
melihatnya melalui bidang polarisasi (seperti suatu lensa kacamata polarisasi) dan kemudian
memutar sumbu polarisasi bidang sekitar garis pandangan kita. Kita dapat melakukan hal
tersebut karena setiap cahaya yang dipantulkan dari suatu permukaan baik itu seluruhnya
ataupun sebagian berpolarisasi karena pemantula (refleksi)

Gambar 33-27 menunjukkan cahaya yang tidak berpolarisasi datang pada permukaan kaca. Mari
kita pecah vektor-vektor medan listrik cahaya menjadi dua komponen. komponen tegak lurus
posisinya tegak lurus terhadap bidang datang dan halaman buku ini di Gbr. 33-27; komponen-
komponen ini diwakili oleh titik-titik (seolah kita melihat ujung-ujung vektor). Komponen-
komponen sejajar, sejajar terhadap bidang datang dan halaman buku ini, ini semua diwakili oleh
anak panah bermata dua. Karena cahayanya tidak berpolarisasi, kedua komponen ini memiliki
magnitudo yang sama.
Secara umum, cahaya atau sinar yang memantul juga memiliki dua komponen tersebut namun
dengan magnitudo yang berbeda. Hal ini berarti bahwa cahaya yang memantul berpolarisasi
sebagian medan medan magnet yang berosilasi sepanjangarah yang satu memiliki amplitudo
yang lebih besar daripada yang berosilasi sepanjang arah lainnya. Namun, ketika cahaya datang
dengan sebuah sudut datang tertentu. yaitu sudut Brewster θB maka sinar yang memantul hanya
memiliki komponen- komponen yang tegak lurus seperti pada Gbr. 33-27. Sinar yang memantul
kemudian seluruhnya berpolarisasi tegak lurus terhadap bidang datang. Komponen-komponen
sejajar dari sinar datang tidak menghilang tapi (bersama komponen-komponen tegak lurus)
berefraksi dengan kaca.

Kaca, air dan material materi dielektrikum lain yang dibahas di subbab 25.7 dapat berpolarisasi
sebagian dan seluruhnya karena pemantulan. Ketika kita melihat sinar matahari yang memantul
dari permukaan-permukaan tersebut, kita melihat kilauan yang cerah di permukaan di mana
pemantulan terjadi. Jika permukaannya horizontal seperti pada Gbr. 33-27, sinar yang memantul
sebagian atau seluruhnya Untuk menghilangkan kilauan tersebut dari permukaan horizontal,
lensa-lensa dalam kacamata polarisasi dikenakan dengan arah polarisasi vertikal.

Hukum Brewster

Untuk sinar yang datang pada sudut Brewster, kita menemukan eksperimen bahwa sinar-sinar
yang memantul dan berefraksi itu tegak lurus satu sama lain. Karena sinar yang memantul itu
memantul pada sudut θB di Gbr. 33-27 dan sinar yang berefraksi itu pada sudut θr maka

:(33-48)

Kedua sudut ini juga dapat dihubungkan dengan Pers. 33-44. Dengan secara sembarang
menempatkan subskrip 1 di dalam Pers. 33-44 pada material di mana sinar datang dan sinar
memantul itu bergerak maka kita memperoleh :

Dengan menggabungkan dua persamaan tersebut maka kita memperoleh:

menghasilkan

(Sudut Brewster). (33-49)

(perhatikan bahwa subskrip di Pers. 33-49 tidak sembarang karena keputusan kita mengenai
maknanya). Jika sudut datang dan sinar yang memantul bergerak di udara, kita dapat
memperkirakan n1 sebagai satu dan n mewakili n2 untuk menulis Pers. 33-49 menjadi:
(33-50)(Hukum Brewster)

Persamaan ini adalah penyederhanaan Pers. 49 dan disebut Hukum Brewster Seperti θB hukum
ini juga dinamai menurut Sir David Brewster yang menemukan keduanya melalui eksperimen
pada tahun 1812.

Anda mungkin juga menyukai